".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Monday 28 November 2016

Gastronomy Luxury


Di dunia barat, ada gastronomi yang khusus diperuntukkan bagi masyarakat kelas atas, dimana makanan yang dikonsumsi adalah yang terbaik. Karakteristik dan estetika seni masakan gastronomi yang didapatkan menjadi simbol dan mode dari gaya kehidupan mereka sehari-hari.

Mereka terbiasa makan di restoran El Bulli chef Ferran Adrià di Roses Catalonia Spanyol, mengunjungi restoran Eponymous Pierre Gagnaire di rue Balzac Paris, jaringan restoran mewah yang dimiliki chef Joël Robuchon atau chef Alain Ducasse, atau restoran Fat Duck chef Heston Blumenthal di Bray Berkshire London. Restoran-restoran ini harga menunya bisa berkisar minimal 500 Euro per orang, belum termasuk harga botol anggur terbaiknya.

Itu baru bicara invidual. Ada organisasi gastronomi internasional yang bermarkas di Paris setiap tahun menyelenggarakan acara gastronomy tour di Eropa yang biayanya berkisar 4500 Euro per orang selama tiga hari, diluar akomodasi hotel dan tiket pesawat. Berarti per hari utk acara makan pagi, siang dan malam termasuk tea time berkisar 1500 Euro per orang.

Gastronomi ala kalangan ini seperti memilih lukisan, perhiasan, fashion dan seni mahal lainnya yang menjadi dasar pembenaran mereka berada dalam dunia glamour yang mana soal harga bukan menjadi masalah. Hermeneutik dari interpretasi makna gastronomi kalangan papan atas ini adalah simbol dan mitos dari masa lalu aristokrasi yang harus dilestarikan seperti juga mengekalkan kemewahan benda kebangsawanan lainnya.

Penjelasan di atas bukan bermaksud mengartikan gastronomi adalah sesuatu yang selalu mewah walaupun asal muasalnya memang demikian. Penuturan di atas sekedar mengulas satu sisi dari dua dunia gastronomi.

Satu sisi yang kita kenal dengan gastronomi populer (umum) yang menggunakan produk lokal dan resep-resep tradisional sebagai cakupan artistik seni fusion masakan yang kerap dipakai kalangan masyarakat gastronomic connoisseur. Komunitas gastronomi populer berasal dari segala lapisan masyarakat yang mencari, mendapatkan dan menikmati kesenangan melalui makanan dengan melihat persiapan sajian yang dihidangkan kemudian membahas sejarah, budaya, geografis dan metoda memasaknya.

Sisi lain adalah gastronomi mewah (luxury) yang mencari, mendapatkan dan menikmati kesenangan melalui resep makanan tradisional yang mewah, classy, aristokrasi (terutama masakan Perancis de la Cour) yang menggunakan produk peranti saji mewah maupun praktek-praktek seni masakan ala fusion yang canggih dengan menggunakan produk bahan baku terbaik dan mahal dari berbagai belahan manca negara. Gastronomi luxury bukan sekedar bicara resep masakan lokal dari bahan baku yang umum tetapi merupakan konsumsi masakan tradisional mewah yang bahan bakunya berkualitas dengan pelayanan (hospitality) yang classy.

Untuk mendapatkan dan menikmati kesenangan itu, kedua kalangan gastronom mencari tempat-tempat makanan lokal yang baik melalui food traveling adventure ke berbagai negara di dunia yang dikenal dengan istilah gastronomic tourism. Konteks perjalanan mereka bisa dalam kepentingan bagian dari bisnis atau murni dalam konteks bersantai ( leisure).

Parimeter gastronomi mewah (luxury) berkembang cukup subur di Eropa & Amerika dan telah menjadi bagian dari pariwisata papan atas masyarakat barat. Barometer kedatangan mereka ke suatu negara ditentukan dari buku panduan michelin yang kemudian diperkaya dengan guidebooks lainnya.

Pariwisata gastronomic luxury bukan pariwisata massal karena jumlah rombongannya cukup kecil apalagi efisiensi mereka dalam membayar cukup tinggi, semahal berapa pun pengalaman sensorik seni masakan tradisional lokal dan hospitality yang mereka bisa dapatkan.

Nah, sekarang pertanyaannya, apa Indonesia sudah mampu memiliki infrastruktur dan human resources untuk memfasilitasi wisata "Gastronomy Luxury" di negerinya sendiri ?

Tabek

Sunday 27 November 2016

GASTRONOMI & HUBUNGANNYA DENGAN PARIWISATA, BUDAYA & MAKANAN


Michael Symons dalam bukunya 'Gastronomic Authenticity and Sense of Place' (1999) mengatakan bahwa : "Masakan adalah scope gastronomi yang bekerja di dalam konteks pariwisata. Kajian gastronomi (keahlian memasak) membantu masyarakat memahami tentang esensi tata boga (seni mengolah masakan) atas masalah pariwisata.

Sedangkan menurut Moulin, C., dalam bukunya berjudul "Gastronomy and Tourism" (2000) mengatakan bahwa : Gastronomi secara umum masih kurang mendapat peringkat (under-rated), kurang terwakili (under-represented) dan kurang dihargai (under-valued) dalam dunia pariwisata.

Sebagian besar pelaku bisnis perhotelan (hoteliers) dan pengusaha industri restaurant (restaurateur), termasuk para pemangku otoritas kepentingan pariwisata (pemerintah), masih mengabaikan hubungan antara gastronomi dan pariwisata. Padahal gastronomi memberi petunjuk, bimbingan, standard dan prinsip-prinsip terbaru yang diperlukan dalam menyediakan atau mempersiapkan bahan-bahan baku yang bisa diubah menjadi menu makanan di atas meja.

Lebih lanjut Moulin berpendapat di saat tata boga (seni mengolah masakan) konvensional menjadi jenuh dan kurang punya daya tarik bagi orang awam, disitu arus wisatawan akan menurun. Tatkala itu terjadi, gastronomi punya peran yang justru bisa meningkatkan kembali aliran wisata, dengan mengubah pola penampilan berbagai ragam macam masakan daerah menjadi lebih menarik.

Pariwisata identik dengan hoteliers dan restaurateur. Tanpa wisata tidak ada bisnis perhotelan dan industri restaurant. Bandul kerja pendulum antara ketiganya harus bisa seimbang untuk kepentingan meningkatkan ekonomi negara yang salah satu kepiawaian itu kepandaian dalam mengolah tata boga (seni mengolah masakan). Gastronomi adalah salah satu rupa kepandaian wisata dalam dunia hoteliers dan restaurateur.

Pendekatan konvensional yang meletakkan gastronomi sebatas kegiatan festival semata perlu diubah pemikirannya, karena gastronomi bukan sebatas perayaan saja, tapi merupakan prinsip-prinsip baru dalam penyajian seni mengolah makanan yang mempunyai nilai sejarah, budaya, geografis dalam metoda memasaknya. Apalagi merujuk seni, musik dan tarian sebagai "sumber daya wisata budaya' juga perlu diperlebar dengan memasukan gastronomi sebagai salah satu acuan narasumber parawisata.

Sekian puluh tahun berbagai pendapat bermunculan menyimpulkan gastronomi seperti subjek yang dangkal. Faktanya gastronomi tidak bisa diremehkan pentingnya dalam industri pariwisata. Minat wisata antar bangsa muncul dari keinginan untuk makan yang penyajiannya harus mempunyai kajian gastronomi.

Sudah saatnya hoteliers, restaurateur dan pemangku otoritas kepentingan pariwisata mulai meletakkan gastronomi dalam urutan pertama untuk meningkatkan daya tarik wisata, karena menu dalam hotel & restauran harus bisa menceritakan preferensi gastronomi untuk mempengaruhi lebih dalam aliran-wisata masuk ke suatu negara.

Tabek

Saturday 26 November 2016

Makanan Sebagai Instrument Diplomasi


“…the fate of nations has often been sealed at a banquet.” (Brillat-Savarin 1970 55)  

GASTRONOMI, KULINER & DIPLOMASI  
 • Diplomasi adalah suatu strategi, taktik dan siasat untuk melakukan pengorganisasian lobi dan negosiasi dalam menyelesaikan perbedaan atau menyamakan (memperkuat) persamaan posisi.

• Kuliner adalah “the art of good cooking” yakni seni persiapan, hasil olahan dan presentasi penyajian masakan yang dilakukan oleh chef profesional atau ahli masak otodidak ("pemasak" atau"koki" atau "juru masak").

• Gastronomi adalah “the art of good eating” yang diekspresikan dalam suatu perjamuan makan yang penyajiannya dilakukan dalam wadah perangkat peranti saji.

• Perjamuan makan ini selalunya menampilkan seni memasak dari ahli kuliner, (chef profesional atau ahli masak otodidak), karena bagi gastronomi penting diketahui siapa pemasak dari menu resep makanan yang disajikan.

• Dalam perjamuan makan, bertemu gastronomi dan kuliner dalam satu perhelatan dimana “the art of good eating” bersanding dengan “the art of good cooking”. Ibarat bahasa “man on the street”, nan satu “tukang makan” dan yang satu lagi “tukang masak”.

• Sedangkan salah satu bentuk perjamuan atau perhelatan makan itu dilakukan melalui diplomasi yang disebut sebagai GastroDiplomacy.

MAKANAN & DIPLOMASI
• Dahulu kala, makanan adalah sekedar obyek dari suatu simbol yang diartikan untuk mempertahankan hidup.

• Semenjak tahun 1900, makanan mulai dikaji kalangan  akademisi yang kontribusinya sangat signifikan, terutama bagi disiplin ilmu politik yang mulai memperkenalkan isyu makanan sebagai basis ilmu politik untuk kelangsungan dan proliferasi dari sebuah negara dan bangsa yang modern.

• Dasar pemikiran merujuk kepada gagasan yang diajukan Morgenthau mengenai “Kekuatan Prestise” suatu negara, yang merupakan proto-konseptualisasi tentang bagaimana elit politik menggunakan kekuatan diplomasi untuk mencapai tujuan mereka.

• Salah satunya dalam memahami kekuatan diplomasi itu adalah melalui lensa makanan dengan keramah-tamahan budayanya yang dimanfaatkan oleh aktor dan elit politik sebagai bentuk diplomasi negara yang bersangkutan.

PRESTISE DIPLOMASI MELALUI MAKANAN
• Prestise atau wibawa atau gengsi adalah suatu tindakan strategi, taktik dan siasat dari kekuatan diplomasi.

• Tujuannya untuk mengubah perilaku aktor / elite politik melalui persepsi, simbolisme dan budaya.

• Makanan adalah salah satu instrumen senjata kewibawaan prestise diplomasi tersebut.

• Salah satu ukuran (barometer) suksesnya wibawa diplomasi adalah melalui media perjamuan makan yang digunakan sebagai sarana interaksi untuk mengkomunikasikan ide-ide maupun informasi.

• Kemampuan mengorganisir perjamuan makan itu membuktikan kekuatan tuan rumah (sebagai diplomat) mengakses counterpart mereka di luar jalur birokrasi yang kaku.

• Makanan yang dihidangkan merupakan simbol kekuatan diplomasi dalam menilai bagaimana counterpart melihat kekuatan negara lain mengorganisir kekayaan budaya makanan yang dihidangkan.

GASTRODIPLOMACY
• Ini semua berkaitan erat dengan "Gastronomi Diplomasi" yang menggambarkan kekuatan prestise menggunakan makanan sebagai media  interaksi.

• Semenjak tahun 1900, makanan telah menjadi sarana diplomasi pemerintah dalam menterjemahkan aristokrasi politik dan simbol kekuasaan budaya negaranya.

• Namun Gastronomi Diplomasi itu sendiri baru lahir di tahun 2010-an yang diprakarsai oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai peranti diplomasi White House & Kementerian Luar Negeri.

• Gastronomi Diplomasi dalam bahasa kita disebut sebagai "Diplomasi Melalui Makanan", atau dalam bahasa antar bangsa disebut sebagai "GastroDiplomacy" merupakan ekspresi kekayaan dan kekuatan seni budaya makanan suatu bangsa yang beradab.

• GastroDiplomacy adalah kelanjutan dari "instrument diplomasi tertua" yang memanfaatkan makanan untuk pemahaman lintas budaya dengan harapan agar meningkatkan interaksi dalam kerja-sama bilateral maupun multilateral.

• Pemahaman menggunakan makanan sebagai media berinteraksi terhadap mitra kerja (counterpart) mereka, dilakukan melalui 2 (dua) tahap strategi, taktik & siasat, yakni :

1. Tahap pertama melalui Diplomasi sebagai perangkat lobi untuk membahas isyu internasional, multilateral & bilateral. Pada tahap ini, pelobi tidak memutuskan.


2. Tahap kedua melalui GastroDiplomacy sebagai perangkat negosiasi untuk menyelesaikan perbedaan atau menyamakan (memperkuat) persamaan posisi. Pada tahap ini, negosiator mencapai keputusan dan kesepakatan bersama.
 
PROGRAM GASTRODIPLOMACY PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT
• Pemerintah Amerika Serikat melansir GastroDiplomacy pada tanggal 7 September 2012 yang dikenal dengan program “Culinary Diplomacy Partnership Initiative” (CDPI)

• Instrumen diplomasi Washington ini bertujuan memperkuat hubungan bilateral di meja makan dengan rekan mitra kerja mereka, baik itu diselenggarakan di dalam negeri maupun di berbagai acara-acara internasional maupun di berbagai perwakilan Amerika di luar negeri.

• Pada setiap acara CDPI dipilih topik internasional (multilateral), bilateral dan regional  yang akan menjadi tema diplomasi Pemerintah Amerika Serikat dengan counterparts mereka di meja perundingan.

• Culinary Diplomacy Partnership Initiative Pemerintah Amerika Serikat tidak hanya menampilkan makanan tetapi juga aneka seni budaya dan keragaman yang dimiliki.

• Lebih dari 80 juru masak profesional, termasuk para master chef senior dari Gedung Putih dan para chef executive senior anggota "American Chef Corps" bergabung dalam program ini.

• Inisiatif program CDPI diselenggarakan oleh White House & Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

• Salah satu tujuan dari program adalah untuk mengirim anggota Chef Korps ke seluruh kedutaan Amerika di luar negeri untuk misi diplomasi publik dan mengajarkan tentang seni masakan & hospitality Amerika.

GASTRODIPLOMACY INDONESIA
• Pemahaman kita sekarang adalah bagaimana mendayagunakan Gastronomi Diplomasi sebagai prestise negara Indonesia di mata dunia dengan dimasukan ke dalam ranah program kerja politik para elit politik yang berkuasa.

• Isyu-isyu internasional (multilateral), bilateral dan regional yang dibicarakan dengan counterparts melalui mekanisme diplomasi, diberi warna dengan penampilan sajian seni masakan Nusantara.

• Melalui makanan, Pemerintah Indonesia dapat memperlihatkan sifat keramah tamahan, wibawa, kekuatan dan kelembutan diplomasi bangsanya.

• Hidangan nasional makanan tradisional Indonesia dan kebiasaan tata cara makan bangsa ini dapat dianggap sebagai identitas nasional bangsa, yang menyentuh semua bagian dari sejarah, budaya, ekonomi, politik dari masyarakatnya sendiri.

• Makanan tradisional bangsa ini bahkan dapat dilihat sebagai faktor kunci dalam bagaimana kita melihat diri kita sendiri maupun orang lain, tak terkecuali dalam hubungan diplomatik.

• Oleh karena itu, kompetensi Gastronomi Diplomasi diperlukan untuk memungkinkan elit politik Indonesia memanfaatkan wibawa yang ada sebagai bentuk menjaga status quo kekuasaan dan menjamin stabilitas jangka panjang politik luar negeri bebas aktif.
 
PRAKARSA DIPLOMASI KEMITRAAN MAKANAN WARISAN TRADISIONAL  
• Mengingat ada kepentingan untuk mengaplikasikan makanan sebagai instrument diplomasi Indonesia, maka sebaiknya Pemerintah luncurkan program “Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional” (Diplomacy Initiative Partnership Heritage Traditional Food).

• Program “Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional” ini bertujuan memperkuat hubungan maupun menyelesaikan isyu-isyu bilateral, multilateral dan lokal di meja makan dengan mitra kerja (counterpart) Pemerintah Indonesia, baik itu diselenggarakan di dalam negeri maupun di berbagai acara-acara internasional maupun di berbagai perwakilan Indonesia di luar negeri.

• Diplomacy Initiative Partnership Heritage Traditional Food ini tidak hanya menampilkan seni masakan tetapi juga aneka ragam seni warisan tradisional budaya lainnya yang dimiliki bangsa Indonesia (antara lain seni fashion mode tradisional, seni perhiasan tradisional, seni lukis, seni tarian tradisional, seni musik tradisional, seni kerajinan tangan tradisional, seni tenun tradisional dan lain sebagainya).

• Motif utama program ini adalah untuk berperan dalam meningkatkan kemaslahatan ekonomi rakyat Indonesia, yakni dengan menggali potensi pelaku-pelaku yang mempersiapkan dan siapa yang menggerakan sampai tersedianya keperluan bahan baku makanan dan minuman, antara lain para pembudidaya, petani, peternak, nelayan, pemburu hewan, koki, atau apapun judul maupun kualifikasi mereka.

• Kebhineka tunggal ika-an masakan Nusantara, sebagai makanan warisan tradisional bangsa Indonesia itu, diolah menjadi sebagai pintu gerbang citra budaya Indonesia dan bagian penting dari pembangunan sosio budaya-politik-ekonomi berbasis kreatifitas.

APLIKASI PROGRAM
• Contoh sederhana yang bisa dilakukan adalah dalam setiap tindakan diplomasi menampilkan seni masakan sebagai bentuk prestise dalam melakukan lobi dan negosiasi tersebut.

• Mendorong pada setiap acara kunjungan kenegaraan ke luar negeri, pimpinan delegasi menjamu mitra kerja mereka dengan hidangan tradisional nusantara yang dipersiapkan oleh para ahli masak yang dibawa dari Indonesia.

• Hal itu juga bisa dilakukan pada saat kunjungan pejabat Pemerintah ke daerah-daerah dan dengan menerapkan program “Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional”

• Selain itu, mengajak Pemda-Pemda seluruh Indonesia ikut menerapkan program “Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional” dengan mengangkat ikon masakan daerah mereka.

• Malah apabila perlu, dalam acara pilpres dan pilkada, program ini dimasukkan dalam acara pembinaan partai politik kepada masyarakat dengan mengajak pendukungnya melakukan makan bersama membawa masakan rumah untuk disajikan dalam acara kerja politik itu.

• Untuk terselenggaranya program ini, para ahli masak Indonesia (chef profesional dan pemasak otodidak) harus dilibat sertakan, baik yang tergabung dalam organisasi maupun non-organisasi, ke seluruh kedutaan Indonesia di luar negeri untuk misi diplomasi publik dan mengajarkan tentang seni masakan tradisional & hospitality dari keragaman seni budaya bangsa Indonesia.
 
SETTING UP PROGRAM
• Program “Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional” bicara mengenai perjamuan makan yang setting up-nya harus memenuhi klasifikasi adiboga (fine dine).

• Standard sajian hidangan sebagai berikut :
1. Appetizer (makanan pembuka)
2. Main course (makanan utama) & Side dish
3. Deserts (makanan penutup)
4. Beverages (kopi, teh, aqua & wine lokal)

• Standard venue harus menyediakan berupa :
1. Infrastructure (tables, chairs, sound sytem, kitchener crew’s, etc)
2. Hospitality & Pramubhakti  
3. Dine Plating

• Disamping itu sajian hidangan appetizer & deserts harus pairing dengan main course.

• Mengenai minuman wine, sebaiknya menggunakan produk dalam negeri yang sudah cukup baik dikenal kalangan masyarakat sommelier.

• Menentukan topik (tema) dari kegiatan diplomasi dengan counterparts yang akan diundang  dalam kepentingan melakukan lobi dan negosiasi tersebut.
 
Catatan :
Presentasi Indonesian Gastronomy Association di acara Talkshow Interaktif "International Art &  Culinary Day" (IACD) yang diselenggarakan oleh mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Fisip Unpad tanggal 24 November 2016

Monday 14 November 2016

Bistronomi - Konsep Rumah Makan Baru


Apa anda tau perbedaan antara kafe dengan bistro.

Cafe identik dengan kedai kopi yang menjual beberapa menu ringan (camilan) pendamping kopi yang menunya cenderung sama setiap hari dan jarang berganti. Makanan yang dijual di kafe biasanya makanan yang tidak terlalu mahal dan hanya memerlukan waktu sebentar untuk dibuat. Contohnya sandwich dan sup. Beberapa jenis dessert yang ditawarkan antara lain cake,pie, atau es krim.

Sedangkan bistrot (kata lain dari bistro) mirip dengan kedai kopi, namun dalam bahasa Perancis berarti restoran kecil yang menu makanan yang disuguhkan berbeda untuk makan siang dan makan malam yang hanya dibuat pada hari tertentu. Restoran kecil ini pada umumnya menyajikan minuman anggur dengan menu masakan ala Prancis seperti roti panggang dan seafood yang segar dan lain sebagainya.

Pastinya bistro dikelola oleh seorang chef yang tidak dimiliki kedai kopi. Perbedaan lainnya kedai kopi pada umumnya buka 24 jam, sehingga menjadi tempat favorit untuk bersantap malam hari. Sementara itu, bistro memiliki jam operasional tertentu dan biasanya buka pada siang hari, kemudian tutup beberapa jam, dan buka kembali pada malam hari.

Saya tidak bermaksud mengajak kita bicara soal kafe dan bistro, karena sebenarnya saya ingin memberitahu ada tempat unik lain yang menarik untuk kita perhatikan yakni Bistronomy.

Bistronomy adalah sebuah konsep rumah makan baru yang pengertian sebenarnya adalah gabungan dari bistro dan gastronomi dengan gaya memasak yang lambat (slow-cooked foods). Seperti inkarnasi bistro aslinya, dekorasi ruang makan bistronomi menampilkan suasana santai, homey, dan kasual mirip gaya klasik Perancis.

Sebenarnya tidak baru-baru amat, karena di benua eropa sendiri restoran bistronomy sudah banyak dibuka karena keunikan dan kekhasannya dalam menu yang disajikan tidak selalu sama setiap hari.

Sayangnya di Jakarta hanya ada 1 (satu) restoran bistronomy yakni di jalan Ciniru dan itu hanya menyuguhkan masakan ala Perancis, meskipun disajikan dengan gaya gastronomi, yakni tetap ada cerita dari sejarah dan budaya dari bahan yang dipergunakan.

Hendaknya ada chef Indonesia yang buka restoran bistronomy dengan menyuguhkan masakan ala Indonesia, mirip restoran Nusa Indonesian Gastronomy di Kemang Raya. Setidaknya ada tampilan seni masakan Indonesianya, walaupun itu modifikasi dari masakan tradisional. 

Tabek

Sunday 13 November 2016

Gastronomi - Konsep Rumah Makan Baru Di Jakarta

Gastronomi memang sesuatu yang masih langka di Indonesia, apalagi di Jakarta sebagai sebuah kota metropolitan, belum banyak orang mengetahui apa itu gastronomi. Ratusan artikel telah ditulis dan puluhan presentasi telah dilakukan, malah 4 (empat) organisasi upaboga telah dibangun, tetap banyak orang yang belum paham. Masih saja konotasi gastronomi disamakan dengan kuliner. Malah ada yang bersuara gastronomi tetapi mind setnya tetap di dunia kuliner.

Perlu waktu untuk meyakinkan dengan segala tantangan yang menarik untuk dilalui, karena keberhasilan itu berangkat dari sesuatu yang mustahil. Seperti yang dikatakan Walter Bagehot, seorang analis politik, ekonom, dan jurnalis asal Inggris : “.. A greatest pleasure in life is doing what people say you cannot do ..” and I am in that journey ... Kuncinya tinggal mencari orang yang punya passion yang sama melakukan praktek gastronomi.

Kunci itu terlihat minggu lalu. Hari kamis saya diajak makan malam di sebuah restoran di kawasan Kemang bernama Nusa Indonesian Gastronomy. Dari namanya saya bertanya dalam hati, cukup unik dan menarik untuk ditelusuri serta mengapa diberikan judul itu.

Bersama istri, saya datang dan sudah menjadi kebiasaan kami lakukan dimana saja, pada mula selalu melihat suasana dekorasi dan hospitality. Ruang makan menampilkan suasana santai, minimalis, homey di dalam bangunan interior gaya klasik ala Belanda. Secara umum saya katakan infrastruktur dekorasi bagus dan nyaman. Hanya saja jika mendengar orang disebelah kita bicara agak bergema dan kadangkala apa yang kita bahas secara bersama kurang bisa didengar dengan baik.

Hospitality cukup baik, dimana para pelayan dan captain waiter selalu stand by pada posisi menghadap dan melihat langsung kepada tamu. Saat di meja makan, pelayan menarik kursi mempersilahkan duduk dengan serta merta membantu menata napkin (atau serbet) untuk kita.

Komposisi tatanan piring,  gelas, jajaran sendok, garpu, pisau dan sebagainya disusun ala fine dine. Iseng-iseng kami simak satu persatu produk peranti saji plating dishes yang ternyata sebagian besar buatan dalam negeri (tidak branded). Pujian yang perlu diancungi jempol mencintai produk dalam negeri.

Captain waiter datang menyapa dengan memberikan daftar menu makanan yang disuguhkan berbeda alias tidak selalu sama setiap hari. Menyimak menu makanan di hari kamis itu, semua menu bernuansa Indonesia yang pada prinsipnya dimodifikasi ala gastronomi.

Menu dibagi dalam tiga komposisi, yakni appetizer, entree dan dessert yang masing-masing  terdiri dari 2 course, 3 course dan 5 course dengan suguhan berbagai minuman ala Indonesia. Pilihannya ada di diri kita sendiri, karena harganya berbeda satu sama lain.

Memang gastronomy adalah dunia fine dine ala fusion style dimana kesempurnaan hospitality dan dine plating dishes menjadi ukuran, apalagi menu yang disajikan selalu berlainan dan hanya dibuat pada hari tertentu.

Catatan khusus untuk para pelayan dan captain waiter, mereka cukup dipanggil dengan tatapan mata dan anggukan kepala. Tidak seperti restoran lain yang dipanggil dengan angkat tangan atau disapa dari jarak jauh. Ini kebiasaan yang cukup menarik, karena disiplin ini tidak banyak ada di restoran lain di Jakarta. Dalam dunia fine dine tidak diperbolehkan memanggil pelayan dengan angkat tangan atau disapa dari jarak jauh.

Nah sekarang dimana letak gaya gastronomi Indonesia-nya ? Apalagi kalau melihat uraian di atas, semua restoran masakan Indonesia di Jakarta bisa tampilkan suasana seperti itu.

Memang kalau melihat dekorasi, hospitality dan menu dari restoran ini, bisa dikatakan Nusa Indonesian Gastronomy menampilkan dunia fine dine yang sebenarnya dan masuk dalam salah satu dari 5 aspek bidang gastronomi yakni gastronomi praktis. Tetapi sekali lagi, dimana letak gaya gastronomi Indonesia-nya ?

Jawaban itu ada pada saat hidangan disajikan akan terlihat gastronomi Indonesia-nya.

Mulai dari welcome drink, appetizer, entree dan dessert, kesemuanya diceritakan asal usul sejarah dan budaya kenapa sajian itu dihidangkan. Sejarah dan budaya dalam arti bahan baku yang digunakan, asal geografis dan metoda memasaknya. Jangan heran saat hidangan disajikan dihadapan anda, pelayan mulai berceloteh mengenai cerita itu dan menutup kalimat dengan "selamat menikmati hidangan".

Ini yang saya maksud dengan gastronomi Indonesia-nya, bahwa di setiap hidangan ada kisah dan cerita kenapa disajikan. Tidak semua restoran masakan Indonesia, bisa melakukan itu.

Kepenasaran saya bertambah, karena seusai makan, kami duduk bersama chef dan istrinya sebagai pemilik restoran. Keduanya menceritakan latar belakang ide didirikannya restoran Nusa Indonesian Gastronomy yang baru dibuka bulan agustus kemarin. Menarik bicara sama keduanya, dan saya anggap mereka cukup menguasai bidang yang digeluti.

Terus terang, baru ini saya menemukan orang yang passion terhadap masakan Indonesia yang dibungkus dalam praktek gastronomi. Keduanya bukan hanya paham upaboga, tetapi juga menguasai bumbu-bumbu, rempah-rempah dan racikan masakan daerah dari kultur makanan kepulauan nusantara.

Ini bukan promosi lho, tetapi sekedar memberitahu kalangan gastronom bisa mempraktekan gastronomi di satu-satunya restoran ini di Jakarta

Selamat mencoba.