".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Monday 5 September 2022

Potensi & Model Bisnis Gastronomi & Pariwisata Berkelanjutan Indonesia

 GASTRONOMI BERKELANJUTAN

Gastronomi Berkelanjutan (Sustainable Gastronomy) lahir dari isyu bagaimana memberi makan 7,7 miliar manusia di bumi tanpa merusak lingkungan.

Seperti diketahui, jagat raya kita memiliki segala macam jenis makanan (cuisine). Mulai dari nouvelle, haute, fusion, avant garde, vegan, vegetarian, molecular, sampai kepada historical cuisines, ethnic and religious cuisines maupun farm to table.

Masakan dengan segala lauk pauk itu sampai ke atas meja telah memainkan peran penting dalam membuat orang bertanya dari mana makanan mereka berasal dan bagaimana cara membuatnya?

Dari sini kemudian lahir kesadaran terhadap isu lingkungan (environmental issues) dan sistem pangan (food system) yang sampai saat ini menjadi perhatian serius masyarakat dunia.

Oleh karena itu pertanyaannya sekarang apa yang menjadi perhatian utama masyarakat dunia terhadap Gastronomi Berkelanjutan ?

I. Kepedulian Gastronomi Berkelanjutan
Masyarakat dunia menyadari bumi mereka dihadapkan dengan segala macam tantangan lingkungan (environmental challenges) dan keamanan pangan (food safety) yang semakin hari semangkin meningkat yang faktanya berbicara bahwa :
1. Sektor pertanian menyumbang sekitar seperempat terhadap emisi gas rumah kaca di planet ini.
2. Konversi hutan dan penggundulan padang rumput secara massal untuk tanaman komersial menjadi  penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati di seluruh dunia.
3. Penangkapan ikan yang berlebihan secara modern telah menghancurkan habitat laut dan mengubah ragam kekayaan secara global yang ada di dalamnya.

Oleh karena itu pertanyaannya :
1. Masakan macam apa yang dapat menunjukkan perlindungan terhadap lingkungan; serta
1. Sistem pangan yang bagaimana bisa memberi makan populasi manusia sebesar 7,7 miliar di dunia ini hidup secara ekologis?

II. Sustainable Gastronomy
Masyarakat menemukan jawabannya melalui Sustainable Gastronomy (Gastronomi Berkelanjutan) dengan cara memberi makan manusia di bumi ini melalui efisiensi sistem pangan tanpa merusak lingkungan.

Sustainable Gastronomy tetap menghormati tradisi masa lalu dan nostalgia pastoral, meskipun disadari kadangkala romantisme, praktik dan pengaturan sosial yang regresif maupun doa-doa kepada alam yang dipersembahkan, kerap merusak lingkungan.

Kearifan lokal masyarakat adat sering kali menjadi perangkap kesengsaraan karena merupakan daya tarik tontonan bagi wisatawan yang mengkonsumsinya.

Selain itu, Sustainable Gastronomy juga menekankan untuk memaksimal pengelolaan pertanian berskala kecil dan kebun organik serta membeli dari dan menciptakan hubungan kepada produsen lokal terdekat; walaupun disadari akan mendapat tekanan dari industri pertanian berskala besar yang mega komersial.

Sustainable Gastronomy menekankan masyarakat dunia memusatkan perhatian mereka kepada semua budaya dan peradaban manusia yang merupakan kontributor dari berbagai keterampilan dan sumber daya penting dari pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development).

Perlu diingat, bagi kaum Gastronom makanan merupakan ekspresi budaya yang terkait dengan keanekaragaman alam dan seni budaya.

Pilihan makanan ala Sustainable Gastronomy menjadi solusi dalam menghadapi krisis pangan di masa depan yang akan menjadikan planet bumi ini lebih baik dan dapat membantu konservasi keanekaragaman hayati.

Preferensi makanan mempromosikan pembangunan pertanian, ketahanan pangan, nutrisi, produksi pangan berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman hayati yang diformulasikan terhadap tiga dimensi pembangunan.

III. Tiga Dimensi Sustainable Gastronomy
Tiga dimensi pembangunan ini dalam rangka mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang dicanangkan oleh PBB pada bulan desember tahun 2016.

Tiga dimensi itu adalah ekonomi, sosial dan lingkungan secara seimbang serta terintegrasi satu sama lain untuk mencapai maupun terjadinya Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development).

Diperlukan komitmen, visi dan tanggung jawab semua pihak secara bersama dari lembaga publik, swasta, produsen, konsumen maupun kalangan bisnis dan profesional untuk mendukung produksi dan konsumsi makanan berkelanjutan.

Komitmen ini meliputi antara lain :
1. Pengurangan kemiskinan
2. Penggunaan sumber daya alam secara efisien
3. Perlindungan terhadap lingkungan dan perubahan iklim
4. Suaka terhadap nilai-nilai budaya, warisan maupun keanekaragaman hayati; baik itu di lintas pertanian, kehutanan dan perikanan.

Komitmen terhadap tiga dimensi itu dicanang sebagai Megatren Sustainable Gastronomy yang kemudian diterapkan menjadi Etika Pangan Berkelanjutan (Sustainable Food Ethics) dengan mengambil tindakan dan membuat pilihan sebagai berikut :

IV. Lembaga Dunia
Lembaga dunia yang mengelola isyu-isyu Gastronomi Berkelanjutan (Sustainable Gastronomy) adalah The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang berkedudukan di Paris, Perancis.

Dalam mempelopori inisiatif-inisiatif Gastronomi Berkelanjutan, UNESCO difasilitasi oleh the Food and Agriculture Organization (FAO) serta Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) yang bekerja sama dengan negara-negara anggota PBB, organisasi-organisasi PBB dan badan-badan internasional maupun regional lainnya, serta serta masyarakat sipil.

PBB mencanangkan pada setiap tanggal 18 Juni sebagai Sustainable Gastronomy Day dengan menganjurkan kepada masyarakat dunia mengambil tindakan (take action) : Berpikir global, makanlah secara lokal (think globally, eat locally).

PARIWISATA BERKELANJUTAN
Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism) merupakan konsensus luas di dunia bahwa pengembangan dan rancangan wisata harus membuat dampak positif terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Pariwisata Berkelanjutan diminta bertanggung jawab terhadap pengelolaan sumber daya alam, masyarakat, pelestarian warisan budaya serta pengentasan kemiskinan.

Selama ini disadari, pertumbuhan pariwisata secara massal (mass tourism) yang terus-menerus, telah menjadikannya sebagai salah satu industri terbesar dan paling cepat berkembang di dunia; namun sebaliknya telah memberi tekanan besar pada habitat keanekaragaman hayati dan budaya setempat, yang sering digunakan untuk mendukung aktivitas pariwisata tersebut.

Berbagai kelembagaan dunia dan organisasi pariwisata internasional, menyarankan negara-negara yang mempromosikan pariwisata harus peka terhadap bahaya ini dan harus berupaya melindungi destinasi wisata mereka; walaupun tetap menjadikannya sebagai sebuah industri.

I. Tiga Dimensi Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism) menemukan jawabannya seperti yang dialami Gastronomi melalui Sustainable Gastronomy (Gastronomi Berkelanjutan) dengan menerapkan tiga dimensi yang dicanangkan PBB mengenai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals)

Tiga dimensi itu memerlukan komitmen, visi dan tanggung jawab bersama terhadap :
1. Dimensi Lingkungan, yakni terkait Sumber Daya Alam, Lingkungan Alam, Lingkungan Pertanian, Margasatwa dan Lingkungan Bangunan.
2. Dimensi Ekonomi, yakni terkait Fenomena Ekonomi Pariwisata, Manfaat Ekonomi Pariwisata dan Biaya Ekonomi Pariwisata.
3. Dimensi Sosial, yakni terkait Kekuatan dan koherensi masyarakat dan budaya setempat, Sifat pariwisata setempat, Tingkat perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat setempat serta Kebijakan otoritas lokal terhadap pengelolaan destinasi pariwisata setempat.

II. Model Pariwisata Berkelanjutan
Tiga dimensi tersebut diterapkan kepada pelaku usaha pariwisata ke dalam model Pariwisata Berkelanjutan yang harus dapat mengurangi dampak negatif pariwisata massal dalam banyak hal, antara lain:
1. Mempelajari dan menghormati warisan manusia dan alam dari masyarakat tuan rumah, termasuk mengenai sejarah, geografi, adat istiadat, dan kearifan lokal
2. Menghormati hukum nasional, nilai-nilai budaya, norma, tradisi sosial, dan aturan lingkungan
3. Berkontribusi pada pemahaman dan toleransi antar budaya
4. Mendukung integritas budaya lokal
5. Mendukung bisnis yang melestarikan warisan budaya maupun nilai-nilai tradisional
6.  Mendukung ekonomi setempat dengan membeli barang-barang lokal dan usaha kecil dengan tidak menggunakan produk dan layanan yang membahayakan ekologi, masyarakat maupun budayanya.

III. Lembaga Dunia
Lembaga dunia yang mengelola isyu-isyu Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism) adalah the Global Sustainable Tourism Council (GSTC) yang berkedudukan di Washington, Amerika Serikat.

GSTC menentukan kriteria utama persyaratan bisnis dan tujuan Pariwisata Berkelanjutan adalah untuk membantu melindungi dan mempertahankan sumber daya alam serta budaya dengan memastikan pariwisata memenuhi potensinya sebagai alat untuk konservasi alam maupun lingkungan serta pengentasan kemiskinan.

POTENSI & MODEL BISNIS DI INDONESIA
Seperti dijelaskan bisa dikatakan keberlanjutan (sustainable) adalah cara yang bijak untuk tidak boros dalam penggunaan sumber daya alam yang dapat dilanjutkan ke masa depan tanpa merusak lingkungan atau kesehatan.

Oleh karena itu, Gastronomi Berkelanjutan berarti masakan yang disarankan memperhitungkan dari mana bahan-bahannya berasal, bagaimana makanan itu ditanam dan bagaimana makanan dipilih, dipersiapkan, diproduksi, dan disajikan sampai ke kita hingga akhirnya menjadi santapan yang layak secara berkelanjutan.

Tuntutan ini memiliki tujuan agar berbagai jenis makanan yang dihasilkan dan diproduksi sehari-hari mengedepankan paham keberlanjutan, mulai dari bagaimana bahan bakunya diproduksi, dipanen, didistribusi, dipasarkan, diolah, hingga akhirnya sampai menjadi sajian di meja makan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimanapun harus dipahami bahwa Gastronomi adalah ekspresi budaya yang terkait dengan keanekaragaman alam dan budaya dunia yang dengan fatwa Gastronomi Berkelanjutan akan memfokuskan diri pada isu lingkungan dengan menawarkan skala kecil berupa Locavore dan produksi organik sebagai jawaban.

I. Potensi Gastronomi Berkelanjutan Indonesia
Peluang Gastronomi Berkelanjutan (Sustainable Gastronomy) Indonesia cukup tinggi, antara lain mengenai :
1. Pertumbuhan kualitas kesehatan masyarakat
2.  Pertumbuhan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat
3.  Meminimalkan dampak negatif sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui
4. Tidak menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan maupun budaya lokal
5. Memberi unsur pendidikan untuk memotivasi wisatawan mengunjungi kembali

II.  Potensi Pariwisata Berkelanjutan Indonesia
Kita melihat beberapa daerah tujuan wisata di Indonesia kerap menggunakan kata Gastronomi atau Gastronomi Berkelanjutan sebagai alat penarik wisatawan dan banyak pula yang menggunakan kata Pariwisata  atau Pariwisata Berkelanjutan dalam mempromosikan Indonesia.

Namun ada pertanda bahwa pola promosi seperti itu kurang efektif daripada yang diharapkan. Penyebabnya banyak stakeholders dan otoritas kebijakan terkait mengartikan Gastronomi sebatas Kuliner serta Gastronomi Wisata sekedar Wisata Kuliner (Culinary Tourism).

Perlu dipahami, Gastronomi atau Gastronomi Berkelanjutan bukan seperti Kuliner yang bicara sekedar mengenai resep memasak atau sebatas icip-icip, atau prototype nama makanan, malah bukan pula bicara mengenai identitas atau prestise restoran dan pemasak serta chef selebriti.

Disamping itu, para pengusaha pariwisata pun sering tidak memahami perbedaan produk Gastronomi, Gastronomi Wisata dan Wisata Kuliner apalagi diterapkan ke dalam format Gastronomi Berkelanjutan dan Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia

Secara garis besar dapat disampaikan beberapa pemikiran yang seyogyanya bisa digunakan dalam merumuskan peluang bisnis industri Gastronomi dalam Pariwisata di Indonesia, yakni :
a.  Gastronomi Berkelanjutan Sebagai Primadona
Dengan merumuskan suatu Local Food Policy yang menampilkan banyak makanan daerah lain; sehingga negeri ini punya patokan dalam menghadapi dunia makanan lokal Indonesia.

Local Food Policy dalam keperluan menentukan Wisata Makanan Lokal Nusantara (Nusantara Local Food Tourism) dalam arti setiap kota di Indonesia punya makanan yang "local, native, indigenous dan authentic” dengan menampilkannya sebagai ikon Masakan Khas Daerah Setempat (Local Regional Specialities) masing-masing.

b. Kemasan Pariwisata Berkelanjutan
Kemasannya mesti bisa memberi pengalaman dan koneksi langsung wisatawan dengan penduduk setempat untuk mendapatkan pengetahuan maupun kemahiran otentik, antara lain :
1. Memasak dan bersantap di rumah penduduk setempat
2. Mengunjungi tempat pertanian, peternakan, perikanan dan kebun buah-buahan
3. Menghadiri pasar makanan, pameran atau festival kuliner dan gastronomi
4. Makan di restoran, kedai makan atau street food (makanan jalanan)
5. Mengumpulkan bahan baku pangan atau berpartisipasi dalam panen lokal
6.  Mengikuti lokakarya dan kelas memasak
7.  Dan lain sebagainya  

III. Model Bisnis Gastronomi Berkelanjutan Indonesia
Sekarang pertanyaannya apa yang dapat dijadikan model bisnis Gastronomi Berkelanjutan dan Pariwisata Keberlanjutan di Indonesia.
Ada 2 (dua) opsi yang dapat dipertimbangkan lebih lanjut, yakni :

1. Locavore
Locavore adalah istilah yang lahir tahun 2007 dimana orang tertarik membeli bahan baku pangan yang diproduksi secara lokal yang ditanam disekitar radius 160 km dari titik pembelian atau konsumsi yang bertujuan meningkatkan ke-ekonomian masyarakat lokal setempat.

Komunitas gerakan Locavore menjaga bahan baku yang dipergunakan dalam masak memasak tetap lokal dengan berpaling kepada produsen setempat tanpa berasal dari import dimana motivasi utamanya adalah makanan sehat, tetap segar, bermanfaat bagi lingkungan, apalagi tanpa menggunakan bahan pengawet pupuk kimia.

Oleh karena itu Locavore sangat strategik dijadikan model bisnis Gastronomi dan Pariwisata Keberlanjutan di Indonesia karena :
a. Local Oriented
b. Melestarikan tradisi kuliner Nusantara
c. Mengentaskan kemiskinan

2. Pop Culture
Pop Culture adalah budaya massal yang disukai orang banyak karena mudah dipahami maupun diterapkan dalam kehidupan sehari-hari hingga dikonsumsi dengan mempraktekkan kebudayaannya.

Pada prinsipnya Pop Culture berupa suatu gaya hidup, gaya berpakaian, bahasa gaul, ritual ucapan dan lain sebagainya) yang banyak diminati, diserap dan digemari masyarakat kebanyakan saat ini.

Teknik Pop Culture dilakukan melalui penyebarluasan media massa dan media sosial yang menjadi kekuatan utama dalam membentuk persepsi dan pola yang relevan dengan kebutuhan masyarakat kebanyakan.

Generasi Milenial dan Gen Z Indonesia diyakini bisa menjadi model Pop Culture dengan menjadikan diri mereka sebagai Trendsetter dan bukan Followers dengan Competitive Side untuk menciptakan identitas bangga sebagai anak bangsa.

Caranya dengan Generasi Milenial dan Gen Z menjadikan diri mereka sebagai entrepreneur dan kurator dengan mendirikan berbagai komunitas di publik sebagai operator.

Komunitas ini bertugas mengangkat dan mempopulerkan gastronomi dan pariwisata Indonesia secara global dengan menampilkan berbagai menu-menu masakan Nusantara.

Peluang yang direkayasa Generasi Milenial dan Gen Z melalui Pop Culture akan membuka lapangan kerja secara luas, terutama terhadap kalangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); serta meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB), kapasitas SDM dan nilai ekspor ekonomi kreatif.

Penyebarannya melalui internet, TV, film, dan media sosial seperti Instagram, FaceBook dan Tik Tok; selain juga menggunakan influencer secara sukarela.

Demikian disampaikan dan mohon maaf jika ada kekurangan dalam penyampaiannya.

Semoga bermanfaat

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Jakarta, 6 September 2022
Indra Ketaren (Betha)
Founder & President
Adi Gastronom Indonesia (AGASI)





 

Thursday 21 July 2022

Citayam Fashion Week : Brand Power Pop Culture Indonesia

Citayam Fashion Week is pop culture and we need to listen to it (Betha Ketaren)

PRAKATA
Citayam Fashion Week semakin ramai diperbincangkan masyarakat yang merupakan ajang pergelaran catwalk di zebra cross kawasan Sudirman tepatnya di Dukuh Atas, Jakarta Pusat. Citayam Fashion Week yang awalnya digandrungi dan dilakoni remaja-remaja Sudirman, Citayam, Bojong Gede hingga Depok (SCBD) semakin ramai diperbincangkan.

Kegiatan para remaja yang awalnya cuma nongkrong di Kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat kini beralih menjadi sarana untuk unjuk gigi kreativitas dan adu fashion. Atraksi show mereka semakin ramai muncul di banyak konten video di TikTok, Youtube, Facebook dan Instagram yang berhasil mengabadikan momen anak muda asyik nongkrong di area Sudirman, Jakarta Pusat.

Anak-anak muda Citayam hingga Bojong Gede rela berangkat jauh dari daerah asalnya datang ke Sudirman untuk menghabiskan waktu saling beradu fesyen dengan para anak muda lainnya dengan berlenggak-lenggok di depan banyak orang seolah sedang berada di panggung Paris Fashion Week.

Para remaja ini kebanyakan datang dengan mengenakan gaya busana yang casual dan trendy ala street fashion mulai dari kemeja flanel oversize, celana model 90an, sweater sport, sneaker warna warni hingga accesories dan jaket kulit.

Ikon Citayam Fashion Week muncul ketika ada banyak konten video di media sosial yang menampilkan berbagai wawancara dengan para kawula muda yang sedang asyik nongkrong dan berkumpul dengan teman temannya di sekitaran Sudirman. Dari video yang beredar, tak jarang para kawula muda itu saling meledek satu sama lain karena merasa selera fesyen mereka paling keren di antara yang lainnya.

Tak heran apabila atribut anak muda dari Citayam ini seakan-akan membuat banyak orang penasaran dan ikut memadati kawasan Jakarta Pusat dengan juga ikut menampilkan tren street fashion mereka masing-masing.

Fenomena Citayam Fashion Week menjadi sorotan masyarakat, terutama dengan munculnya banyak orang-orang baru yang kerap diwawancarai oleh berbagai akun media sosial. Sebut saja Bonge, yang menyebut dirinya bocah ganteng asal Bojonggede.

Banyak yang memperhatikan Bonge bahkan, tak jarang influencer atau vlogger yang menyempatkan diri untuk datang ke Sudirman menemui Bonge. Bisa dibilang, Bonge adalah pangerannya Citayam Fashion Week.

Sejak viral di dunia maya, tendensi Citayam Fashion Week hingga kini masih mencuri perhatian publik. Bahkan saat ini beberapa artis-artis, selebriti dan pejabat Indonesia ikut turun ke jalan di Dukuh Atas yang merupakan tempat nongkrong anak-anak "SCBD". Ada pula yang hanya sekadar mewawancarai anak-anak yang disebut sebagai anak SCBD (atau Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok).

Artis Paula Verhoeven yang dikenal sebagai model internasional ikut catwalk di Citayam Fashion Week. Valerie dan Veronica Twins, jebolan Asia's Next Top Model Cycle 5, ikut memberi tantangan pada anak-anak Citayam untuk catwalk bareng. Ada juga artis seperti Ria Ricis, Cinta Kuya, Dinar Candy dan lain sebagainya.

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil turut mengunggah gaya berpakaiannya saat melewati kawasan 'SCBD' yang sedang ramai diperbincangkan dengan memamerkan busana yang ia pakai saat melintasi lokasi Citayam Fashion Week. Bahkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama perwakilan European Investment Bank tampak ikut "adu outfit" di zebra cross.

Mulailah ramai para artis lainnya ikut langsung melenggang di Citayam Fashion Week dekat MRT Dukuh Atas dengan busana pilihannya. Tak heran jika kini Citayam Fashion Week kian ramai tak hanya bagi konten kreator namun juga bagi selebriti dan kalangan emak-emak

Citayam Fashion Week memang tak henti-henti menuai sorotan publik, sehingga mendorong artis Paula Verhoeven dan suaminya Baim Wong bekerjasama dengan Bonge berencana mengorganisir acara itu itu menjadi suatu event nasional setiap tahunnya. Ide mereka bisa jadi akan melahirkan sebuah brand dan image street fashion Indonesia di mata dunia dan mudah-mudahan bisa setingkat dengan Paris Fashion Week.

Sekarang pertanyaannya apa makna kemunculan Citayam Fashion Week ?

POP CULTURE
Secara sederhana Citayam Fashion Week adalah kreativitas generasi muda Indonesia dimana terjadinya gejala pertukaran dan penyebaran kebudayaan yang tidak terbatas (borderless). Bisa dikatakan Citayam Fashion Week adalah era kelahiran Pop Culture Indonesia yang menjadi tren globalisasi secara nasional

Pop Culture Citayam Fashion Week merupakan instrumen Soft Power Indonesia yang dilakukan melalui pendekatan kebudayaan dan bukan merupakan propaganda. Teknik tindakannya dilakukan secara  co-optive (bekerja sama) yang menarik dan memikat kepada masyarakat kebanyakan untuk mencapai kepentingan yang diinginkan dengan cara persuasif.

Selain itu Citayam Fashion Week adalah diplomasi budaya Indonesia yang merujuk kepada kemampuan menarik dan mengkooptasi, bukan dengan memaksa; tetapi dengan melibatkan pembentukan preferensi orang lain melalui daya tarik (appeal) dan daya pemikat (attraction).

Citayam Fashion Week sebagai Pop Culture merupakan diplomasi yang efektif dalam menyebarkan pengaruh Soft Power Indonesia secara nasional karena mampu memanfaatkan jaringan penggemar dalam menyampaikan pesan positif dan autentik kepada audiens yang terlibat.

Citayam Fashion Week berhasil dijadikan budaya pop (Pop Culture) atau budaya massa yang banyak diminati, digemari dan dijalani masyarakat pada umumnya karena relevan dengan kebutuhan mereka pada masa sekarang.

Atraksi ini mudah dikenal dan disukai orang banyak karena gampang dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari hingga dikonsumsi banyak orang dengan mempraktekkan kebudayaannya.

Pop Culture merupakan hasil kreasi dan interpretasi masyarakat yang hasilnya diwujudkan dalam atraksi kebudayaan yang ditampilkan secara dominan, serta didukung oleh penggandaan massal, dengan tujuan agar dapat lebih mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya batasan ruang dan waktu.

MEDIA MASSA
Pop Culture lebih dikenal karena adanya pengaruh media massa dan globalisasi. Proses terbentuk atau lahirnya Citayam Fashion Week secara sengaja dihasilkan atas kehendak media massa dan perilaku konsumsi masyarakat kebanyakan.

Media massa menyampaikan segala sesuatu terkait dengan kemunculan Citayam Fashion Week untuk disesuaikan dengan kondisi dan situasi, sehingga kemudian dikonsumsi oleh masyarakat umum. Artinya media massa berperan sebagai pembawa budaya pop Citayam Fashion Week ke masyarakat secara luas yang disebarluaskan melalui jaringan global sehingga masyarakat secara sadar atau tanpa sadar telah menyerapnya sebagai suatu kebudayaan yang berkembang.

Seringkali dalam kehidupan sehari-hari muncul anggapan bahwa Pop Culture itu memberdayakan masyarakat. Sebenarnya media massa lebih tepatnya berperan sebagai piranti penyalur hiburan yang mempermudah masyarakat mencari ataupun menggali informasi yang luas tentang perkembangan dari budaya yang diperkenalkan, yakni Citayam Fashion Week.

Kemudian dalam prosesnya, masyarakat sebagai penikmat budaya pop mengkonsumsi lalu menelaah informasi tentang Citayam Fashion Week dalam kehidupan sehari-hari.

Disini terjadinya proses adopsi oleh masyarakat terhadap budaya populer itu. Media massa menjalankan perannya, sebagai penyebarluasan informasi dan hiburan Citayam Fashion Week, juga sebagai institusi pencipta dan pengendali pasar dalam suatu lingkungan sosial kemasyarakatan.

Jenis kreasi disebarluaskan melalui media massa yang kemudian diserap oleh publik sebagai suatu produk gaya (tren) kebudayaan baru. Alhasil berimplikasi pada proses terjadinya syarat interaksi sosial yang erat antara media massa dan masyarakat itu sendiri.

Disini bisa dikatakan Citayam Fashion Week berhasil direkayasa media massa menjadi tren baru kebudayaan di Indonesia yang menginspirasi kalangan anak-anak muda yang disebut sebagai generasi milenial, terutama Generasi Milenial dan Gen Z.

Citayam Fashion Week berhasil dijadikan tren nasional oleh media massa karena atraksinya ada keseragaman bentuk dan dapat beradaptasi dengan kondisi yang terjadi maupun memiliki durabilitas yang dapat mempertahankan diri dengan karakteristik maupun keunikan yang melekat kuat.

Long lasting dan sifat durable-nya berkembang di masyarakat berpotensi menghasilkan keuntungan dalam bentuk materi yang besar bagi industri yang mendukung keberlangsungannya.

NON PROFIT
Namun perlu diingat lahirnya budaya baru itu (seperti Citayam Fashion Week) pada awal mula tanpa ada niatan untuk profit, namun pastinya suatu saat akan mendorong masyarakat cenderung bersifat konsumtif, dikarenakan budaya pop ini dibangun atas logika pasar (transaksional).

Sejatinya apa saja yang tengah populer (ngetrend) dalam suatu masyarakat memiliki agenda yang berujung pada tindakan membeli atau konsumsi. Pada akhirnya budaya populer (seperti Citayam Fashion Week) akan menjadi serangkaian piranti hiburan produk yang diperdagangkan untuk kepentingan materi dalam tujuan mencari keuntungan.

Oleh karena itu, Citayam Fashion Week dapat mendorong kemampuan ekonomi menjadi produk industri komersial dan menjadi sarana penghubung terhadap pertumbuhan konsumsi, tidak hanya produk budaya, namun juga produk non budaya.

CIRI POP CULTURE
Citayam Fashion Week sebagai perangkat Pop Culture berhasil meningkatkan kesadaran budaya fashion Indonesia kepada demografi Milenial dan Gen Z Indonesia dalam aktivitas sehari-hari mereka.

Untuk diketahui ciri dari Pop Culture adalah :
1. Menjadi tren dan populer di publik
2. Keseragaman dalam bentuk budaya secara global
3. Mampu beradaptasi dengan kondisi yang ada
4. Mampu mempertahankan diri terhadap situasi yang ada
5. Mempunyai karakteristik dan keunikan yang kuat
6. Profitable bagi industri yang mendukung keberlangsungannya

Terbentuknya Pop Culture dilansir di berbagai media massa melalui Media Sosial, Media Televisi, Internet, Media Cetak, Fiksi, Film dan Musik Pop maupun lainnya

Salah satu ciri lain dari Citayam Fashion Week bahwa kelahirannya dibidani oleh generasi milenial, terutama Generasi Milenial dan Gen Z, yakni Bonge, Kurma dan kawan-kawan. Mereka menjadikan Citayam Fashion Week sebagai gaya hidup (way of life) di kalangan muda dengan gaya berpakaian, penggunaan bahasa gaul dan gaya ritual ucapan yang kemudian diinformasikan oleh media massa dan media media sosial.    

Bonge, Kurma dan kawan-kawan berhasil menginspirasi banyak orang dengan menyebarkan gagasan, makna, dan nilai Citayam Fashion Week dengan cara tertentu untuk memperluas dan mempererat hubungan sosial sehingga popularitas mereka bersifat nasional dan menjadi trend budaya populer.

Satu catatan khusus, Citayam Fashion Week mampu tidak melibatkan Pemerintah secara langsung; setidaknya sejak awal. Itulah ciri dari Pop Culture dimana atraksi Citayam Fashion Week ini merupakan kreasi kriya kalangan muda yang telah berhasil yang menjalin engagement secara lebih luas dengan penggemarnya.

Namun begitu sebuah pesan Citayam Fashion Week masuk ke portal budaya pop Indonesia melalui media massa, maka Pemerintah tidak lagi dapat mengendalikannya. Masyarakat sebagai penggemar dapat menerimanya, menafsirkannya, dan bahkan memanipulasinya sesuka hati mereka tanpa ada yang mengendalikan.

KISAH SUKSES POP CULTURE
Pop Culture Jepang dan Korea Selatan adalah bukti fenomena produk budaya yang penyebarannya sangat luas di dunia; mulai dari komik, musik pop, pakaian, drama televisi, video game hingga yang berbau teknologi. Nama-nama pelaku yang terkenal antara lain Cool Japan dan Korean Wave (atau Hallyu) atau K-Pop maupun BTS.

Pengaruh budaya global Korea Selatan sudah tidak lagi perlu dipertanyakan. Tahun ini saja, dunia telah melihat boy band populer BTS memecahkan rekor dan merebut penghargaan di seluruh dunia.  Film Parasite yang mendapat pujian kritis telah mengukir ruang untuk bioskop Korea,  setelah menjadi film berbahasa asing pertama yang memenangkan hadiah utama di Oscar, dan mendominasi Korea dalam produksi video game yang semakin meningkat di arena esports (portal media) yang populer.

Gelombang Korea mengejutkan penggemar di Asia, kemudian di Amerika Latin dan Timur Tengah, dan akhirnya di seluruh dunia terpikat pada ekspor budaya pop Korea Selatan ini. K-pop atau drama Korea terus menarik penonton di seluruh dunia.

Pada awalnya, pelaku-pelaku Pop Culture Jepang dan Korea Selatan tampil tanpa niatan profit. Namun dalam perkembangannya budaya pop kedua negara kemudian dibangun atas logika pasar (transaksional). Tercatat pada tahun 2013, ekspor industri pop culture Korea Selatan memiliki nilai sebesar US$11,030,000,000 (Business Korea). Sedangkan pada tahun yang sama, ekspor industri pop culture Jepang memiliki nilai sebesar US$114,000,000, yaitu meningkat sebesar 30% dibandingkan tahun 2012 (Ryo Shimura). Melalui indikator penerimaan pendapatan ekspor tersebut, dapat terlihat kontribusi industri pop culture di masing-masing negara dapat dikatakan tinggi.

Seperti dikatakan, ciri Pop Culture tidak melibatkan Pemerintah yang pada awalnya dilakukan juga oleh pelaku-pelaku Pop Culture Jepang dan Korea Selatan, namun melihat pengaruhnya sangat global dengan jutaan penggemar di seluruh pelosok dunia apalagi perputaran daya transaksional ekonomi cukup tinggi, maka kedua Negara mengikutsertakan pelaku-pelaku itu di dalam strategi kebijakan luar negeri sebagai  upaya pengembangan kebudayaan dan juga di bidang high politics antar negara. 

Malah saat ini pejabat kedua pemerintah negara bekerja dengan para pelaku Pop Culture untuk menciptakan hubungan antara bintang (selebriti, pejabat dan artis) dengan penggemar mereka secara global untuk kepentingan kebijakan luar negeri sebagai transisi dari branding bangsa ke strategi soft power yang lebih dalam.

Sebagai contoh, BTS pernah tampil bersama Presiden Korea Selatan di panggung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di tahun 2021 berbicara tentang Sustainable Development Goals Moment (SDGs) di sesi ke-76 Majelis Umum PBB di New York. Pada momen SDGs, para anggota BTS berbicara dari sudut pandang kaum muda yang hidup melalui pandemi Covid-19 dan berbagi pesan harapan untuk masa depan.

PESAN
Citayam Fashion Week berhasil menemukan caranya sendiri memanfaatkan minat otentik di kalangan penggemarnya, termasuk dengan menciptakan peluang bagi influencer selebritas, artis dan pejabat Indonesia menggunakan posisi mereka bicara mengenai fashion.

Pemerintah dapat memperhatikan potensi Citayam Fashion Week ini. Bisa saja berafiliasi dengan Pemerintah, namun sifatnya sekedar mendorong sebagai kekuatan lunak, bukan sebagai kurator. Begitu ada interferensi Pemerintah akan tampak Citayam Fashion Week tidak autentik lagi, apalagi dalam kepentingan menjangkau popularitas secara global akan membuka komplikasi.

Melalui Citayam Fashion Week, jadikan kalangan muda Trendsetter bukan Followers dengan bangkitkan Competitive Side mereka untuk menciptakan Identitas Bangga sebagai anak Indonesia.

Mudah-mudahan kedepannya Citayam Fashion Week bisa menjadi brand power Pop Culture Indonesia dan di dorong popularitasnya mendunia agar menjadi trend budaya populer yang dapat menjangkau pangsa pasar mancanegara, seperti yang dialami Cool Japan dan Korean Wave (atau Hallyu) atau K-Pop maupun BTS.

Semoga bermanfaat
Salam Gastronomi

Tabek
Indra Ketaren
Adi Gastronomi Indonesia (AGASI)

Monday 25 April 2022

Sepintas Sejarah Memasak

 Secara sederhana, memasak dapat digambarkan sebagai proses persiapan dan mengolah bahan mentah pangan menjadi produk makanan. Menurut beberapa ilmuwan, memasak adalah revolusi kreativitas manusia yang pertama dilakukan di bumi ini ketika ditemukan cara untuk mengendalikan api (Dahl 2009).

Richard W. Wrangham, seorang profesor antropologi di Harvard University, mengatakan : "Memasak merupakan kunci yang membuat kita menjadi manusia. Sejak lahir, memasak ada dalam gen manusia dan berkembang secara alami menjadikan manusia modern". Ia menyatakan : "Memasak adalah proses evolusi manusia. Hanya manusia satu-satunya spesies di dunia yang memasak makanan mereka di atas perapian". Oleh karena itu, kata Wrangham, manusia pada intinya adalah makhluk "Cookivores" (memasak makanan di atas perapian).

Bagi Wrangham, api merupakan penemuan terbesar yang pernah dibuat manusia yang menjadi dasar dari seni keahlian memasak. "Evolusi peradaban manusia datang dengan penemuan api dan memasak" kata Wrangham. "Manusia mengembangkan keterampilan membuat api dan mengendalikan api untuk memasak. Keahlian memasak mengubah desain biologis manusia. Peradabannya mendorong menuju modernisasi serta merupakan dasar paleo-keahlian seni memasak" tambahnya.

Manusia dilahirkan suka makanan yang panas. Sejak 2 (dua) juta tahun lebih manusia setiap hari berkumpul di sekitar api dan kehidupan manusia disesuaikan untuk api. Wajar manusia dikatakan sebagai “Omnivore” yang senang mengkonsumsi makanan nabati hangat untuk berbagai cita rasa dan aneka rasa manis.

Seni memasak menjadi salah satu alasan manusia berkelompok dalam suatu kerumunan kesukuan. Seni memasak menjadikan manusia beradab dengan wujud kearifan lokal yang mereka miliki.

Tidak mudah untuk mengatakan kapan memasak diciptakan, karena sulit untuk menentukan kapan manusia menemukan api dan belajar bagaimana mengendalikannya. Memasak adalah bagian penting dari evolusi sejarah kehidupan manusia yang berasal dari kemampuan mengontrol api yang kemudian munculnya makanan yang dimasak.

Memasak meningkatkan nilai dan mutu makanan manusia, yang telah mengubah perkembangan organisme tubuh maupun pemikiran intelektualnya, yang tercipta akibat dari hasil proses kehidupan sosial (adat istiadat, kearifan lokal, komunikasi, budaya dan lain sebagainya).

Makanan yang dimasak membuat manusia merasa lebih aman, menciptakan citarasa yang kaya dan yang paling penting memberi kelezatan serta mengurangi pembusukan.

Esensi dasar memasak dan makan ditentukan dari ketersediaan makanan (buffer stock) dan cadangan bahan baku (stockpile) yang keduanya ditentukan oleh faktor iklim dan kekayaan alam wilayah bersangkutan yang dikembangkan menggunakan teknologi pertanian dan teknik memasak, bahkan melalui ilmu pengetahuan.

Buffer stock dan Stockpile ini yang disebut dengan kedaulatan pangan (bukan ketahanan pangan) yang merupakan implementasi dari agrobiodiversity sistem pangan nabati.

Makanan adalah bahan bakar dari kehidupan manusia, seperti juga udara dan air. Manusia tidak bisa hidup tanpa makanan. Namun, selain menjadi kebutuhan dasar, makanan dan memasak telah berkembang dari lebih sekedar kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.

Memasak telah berkembang sedemikian rupa selama ribuan tahun menjadi sebuah pengaturan sosial kemasyarakatan, yang dikenal kemudian menjadi Gastronomi (Bober 1999). Rekaman perjamuan makan gastronomi ditemukan dalam teks-teks dan dari citra kehidupan abad pertengahan masyarakat Mesir kuno, Mesopotamia, Yunani dan Roma.

Sebagai contoh di Yunani kuno, seorang Archimageiros (chef de cuisine) menyiapkan perjamuan makan ala gastronomi untuk tuannya. Demikian juga di Romawi saat terbentuknya Collegium Coquourum, seorang ‘Vucătar-Sef’ (koki profesional) menyiapkan perjamuan yang serupa. Dari sejak saat itu dunia memasak dikenal menjadi profesi bergengsi (Montagne 1977).

Makanan tidak hanya prestisius bagi yang memasak (chef) tetapi juga memberi reputasi atau gengsi bagi mereka yang bertindak sebagai tuan rumah (hosting) dari perjamuan yang diselenggarakan.

Dunia keahlian memasak dapat ditelusuri kembali ribuan tahun lalu sebagai sebuah fenomena budaya dan sosial, dimana kemudian gastronomi menjadi landasan dari kecerdasan pengetahuan manusia terhadap seni keahlian memasak dan makan yang baik (good eating) - (Civitello 2004: 174).

Selama perjalanan sejarah, memasak menjadi sebuah seni, kreasi dan keahlian khusus manusia, bahkan menjadi sebuah ladang mata pencaharian yang memberi pengalaman sensorik bagi penikmatnya yang bersedia membayar mahal untuk menikmati kelezatannya.

Semoga bermanfaat

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Tabek
Indra Ketaren

Referensi Perpustakaan:
1. Civitello, Linda (2004): Cuisine and Culture: A History of Food and People. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
2. Dahl, Bent et al. (2009): 'Gastronomers : Grundbog for Kok', og Smørrebrødsjomfru og Cater. 2nd edition. Odense, Denmark: Erhvervsskolernes Forlag
3. Wrangham, Richard : 'Significance of Paleo-Gastronomy' : at seminar IACP (International Association of Culinary Professionals), Harvard University

Wednesday 20 April 2022

Kodifikasi Memasak

Sulit untuk menelusuri apa buku masak pertama, tetapi  beberapa kodifikasi pertama seni memasak adalah kumpulan resep La Fleur de Toute Cuisine” oleh Pidoux di tahun 1543 dan “Le Viandier” oleh Taillevent di tahun 1570 (Montagne, 1977).

Kedua buku itu berfungsi sebagai manual pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas memasak, serta tentang praktik memasak yang benar dan salah (Trubek 2000).

 

Tradisi, teknik, aturan dan resep makanan Prancis telah ditulis turun-menurun dari master chef dan diajarkan sebagai patokan dasar kodifikasi seni memasak di sekolah-sekolah makanan di berbagai negara di dunia.

 

Menurut Trubek, salah satu buku haute cuisine Perancis yang terkenal adalah Le Cuisinier Franҫais oleh La Varenne yang diterbitkan tahun 1651, merupakan sebuah buku kodifikasi yang sistematis tentang teknik memasak.

 

Buku lain yang berpengaruh adalah La Guide Culinaire yang diterbitkan pada tahun 1903 oleh Auguste Escoffier, tentang teori dan petunjuk masakan Prancis klasik (Montagne 1977).

 

Instruksi Escoffier masih diajarkan sampai saat ini di sekolah-sekolah memasak di berbagai negara sebagai komponen yang dianggap paling penting dalam keahlian seni memasak.

 

Escoffier memberi 5 (lima) komponen dari haute cuisine masakan Prancis klasik yakni stocks, sauce, knife skills, metode memasak, dan pastry (Trubek 2000: 13).

 

Auguste Escoffier juga dikenal dengan tulisan kodifikasi buku masakan lainnya yakni  Ma Cuisine (1934) yang menjadi karya dan panutan seni memasak abab ke-20.

 

Selain itu ada buku yang paling penting bagi dunia ilmu memasak yakni buku On Food and Cooking (1984), karangan Harold McGee's.

 

Buku kodifikasi seni masakan di abad ke-21 yang dikatakan sebagai kitab dan tolok ukur teknik keahlian memasak modern adalah yang diprakarsai dan ditulis oleh Nathan Myhrvold, Chris Young dan Maxime Bilet berjudul “Modernist Cuisine: The Art and Science of Cooking”.

 

Buku karya Nathan Cs ini merupakan revolusi terbaru dalam seni memasak modern yang mengungkapkan teknik dan ilmu pengetahuan dalam menyiapkan makanan.

 

Dalam keseharian seni memasak, modernist cuisine adalah dunia avant garde cuisine yang bentuk kiasannya dikenal dengan sebutan gastronomi.


Buku tersebut merupakan ensiklopedia dan panduan ilmu memasak kontemporer yang menjelaskan tentang sejarah dan fundamental memasak. Baik itu mulai dari era tradisional masa lalu sampai ke gerakan modernis yang dimulai pada tahun 1980an, termasuk tentang mikrobiologi, keamanan pangan, pangan dan kesehatan, panas dan energi, serta fisika dari makanan maupun air.

 

Buku itu juga menjelaskan teknik dan peralatan memasak, uraian hewan dan tumbuhan dalam memasak, bahan dan persiapan memasak, berlapis hidangan resep maupun manual pengorganisasian dapur.

 

Buku satu set yang terdiri dari enam jilid dengan 2.438 halaman ini dilakukan melalui riset di sebuah laboratorium dengan peralatan teknik terbaru, yang mana kemudian model penggunaan laboratorium ini menjadi dasar penggunaan alat memasak bagi hampir semua pemasak profesional saat ini di dunia.

 

Ini adalah buku kedua yang paling penting bagi dunia ilmu memasak setelah buku Harold McGee's, yang mencakup topik metoda memasak mulai dari yang tradisional (klasik) sampai yang terbaru dengan menggunakan perangkat alat modern, seperti sous-vide equipment dan cream siphons.

 

Menciptakan cita rasa baru dan tekstur yang menggunakan alat-alat seperti water baths, homogenizers, centrifuges, ingredients (hydrocolloids, emulsifiers, dan enzymes).

 

Metode ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi memasak yang ditemukan itu, memberi kesempurnaan bagi kalangan pemasak manca negara, mengingat teknik dan peralatan yang digunakan seolah ditakdirkan menemukan kembali gairah memasak.

 

Bisa dikatakan, buku Modernist Cuisine merupakan manifesto sebuah gerakan budaya baru dalam seni memasak yang telah mengubah cara memahami dapur.

 

Modernist Cuisine merupakan kontribusi penting dalam memahami prinsip-prinsip dasar mengenai memasak yang tidak tertandingi oleh buku-buku lain. Bahkan buku ini dikatakan sebagai sebuah buku yang mengakhiri semua buku memasak lainnya.

 

Melihat begitu sistematisnya kodifikasi seni teknik masakan dunia barat, bagaimana dengan Indonesia ?

 

Apa Indonesia sudah punya ?  

 

Apa ada yang berikhtiar membuatnya ?

 

Kemana dunia seni teknik Indonesia mau dibawa ?

 

Itu selalu menjadi pertanyaan banyak kalangan.

 

Sudah 72 tahun negara ini merdeka tidak ada satu halaman pun cerita tentang kodifikasi seni teknik masakannya, walau tidak dinafikan ada terbitan terbatas untuk kalangan tertentu, tetapi bukan dipublikasikan secara nasional menjadi sebuah manual bagi semua kalangan.

 

Indonesia punya begitu banyak buku-buku resep dan teknik masakan nusantara, termasuk peralatannya. Bisa dikatakan ribuan tersebar di toko-toko buku.

 

Kenapa tidak dikompilasi, disortir, dikurasi dan diklasifikasi semua buku-buku itu menjadi sebuah kodifikasi standar teknik memasak Indonesia, sehingga negeri ini punya buku manual yang tersusun resmi menjadi patokan bagi semuanya.


Semoga bermanfaat


Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Tabek
Indra Ketaren

Friday 15 April 2022

Kuliner Mimikri

Pernah dengar kata "MIMIKRI" ? Dalam arti sederhana mimikri adalah suatu hasrat "peniruan" (imitasi) dari suatu subjek yang berbeda menjadi subjek sang lain yang hampir sama, tetapi tidak sepenuhnya sama.


Maksud melakukan "peniruan" itu adalah bentuk sikap perlawanan dari suatu subyek terhadap (dominasi) subjek yang lain untuk mendapatkan kesetaraan dan penyesuaian identitas serta ketidaktergantungan yang bertujuan untuk mencapai kemajuan dan kesejajaran, baik dalam dalam gaya hidup maupun cara berpikir.

Sebagai contoh masa kolonialisme Belanda (sang penjajah) selama tiga setengah abad lalu meninggalkan jejak dampak di masyarakat pribumi (kaum terjajah) yang hingga kini masih terasa.  Hubungan yang berlangsung saat itu bisa dikatakan tidak setara, baik secara jiwa, fikiran dan fisik maupun secara politis, sosial dan budaya untuk membuat bangsa terjajah tetap tunduk dalam kekuasaan kolonial.

Masyarakat pribumi tidak pasrah atas semua perlakuan itu dan timbul kesadaran untuk “membaca” keadaan tersebut. Mereka mulai memberikan perlawanan dengan mengidentifikasikan dirinya seraya membangun identitas atau persamaan untuk menaikkan martabatnya agar sederajat dengan kaum penjajah, walaupun mereka tetap mempertahankan perbedaan yang ada.

Upaya itu dilakukan untuk mengukuhkan dan sekaligus mendistorsi otoritas kolonial dengan menunjukkan ketidaktergantungan kaum terjajah terhadap dominasi sang penjajah. Perlawanan ini dilakukan terutama oleh kelompok masyarakat yang mengalami pendidikan gaya Belanda.

Salah satu ikhtiar bentuk perlawanan itu adalah dengan melakukan "mimikri" melalui cara meminjam berbagai elemen budaya untuk peniruan.  Pola imitasi ini tidaklah menunjukkan ketergantungan yang terjajah kepada yang menjajah, malah sang peniru menikmati dalam proses imitasi tersebut.  

Dengan demikian "mimikri" merupakan suatu strategi mengukuhkan dan sekaligus siasat mendigresi dominasi penjajah saat itu.

Muslihat ini bersifat ambivalen karena secara fisik telah melestarikan warisan budaya kolonial namun sebenarnya menegasikan dominasi penjajahan untuk mendapatkan identitas diri kesetaraan dari penjajah, baik dalam dalam gaya hidup maupun cara berpikir.

Mimikri itu dilakukan sebagai hasrat masyarakat terjajah untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan demi mencapai kemajuan, dan menempatkan diri sejajar dengan bangsa penjajah. Salah satu sorotan kesuksesan "mimikri" itu bisa dilihat dari peniruan resepi masakan Belanda, yang dapat melukiskan perpaduan imitasi nyata dalam gaya hidup dan dalam cara berpikir masyarakat Indonesia saat itu sampai sekarang.

Contoh masakan mimikri ini antara lain seperti : “Klappertaart” atau “Manuk Enom”. Selain itu hidangan “Bestik” yang merupakan mimikri dari “Steak”. Di kalangan Mangkunegaran dan Keraton Kasunanan Solo, mimikri dari steak menjadi “Selat Solo”. Juru masak Keraton Yogya melakukan mimikri menjadi “Manuk Enom”.

Di Manado “Custard Pudding” bermimikri menjadi “Klappertart”. Contoh lain, yang dikenal sebagai “Sop Sayur” sebenarnya adalah mimikri dari “Groenten Soep” dalam masakan Belanda. “Bir Pletok” merupakan mimikri dari “Bir”.

Gado-gado yang terkenal sebagai hidangan khas Indonesia, ternyata merupakan mimikri dari “Huzarensla”, hidangan dari Belanda.  Huzarensla adalah campuran kentang dan sayuran yang dicampur dengan mayonaise dan krim yang berbahan dasar susu.

Hidangan ini dibawa Belanda ke Indonesia dalam masa penjajahan. Masyarakat di Batavia memikrikan menjadi gado-gado yang juga menggunakan bahan kentang dan sayuran, diberi kekhasan ditambah lontong dan kerupuk atau emping goreng. Mayonaise dan krim diubah menjadi saus kacang yang berbumbu pedas.

Selain mimikri, peniruan resepi masakan itu bisa juga dikatakan sebagai hasil silang budaya dalam dialog antar masakan dari dua bangsa yang saling bertemu. Contohnya seperti antara lain : “Sate”, “Nasi Goreng”, “Gulai” dan “Soto” yang merupakan mimikri dari etno-masakan Tiongkok maupun “Nasi Kebuli” dari etno pendatang Arab yang bermigrasi ke bumi Nusantara ini sebelum Indonesia merdeka.

Dari uraian diatas, dalam kaitan dengan penjajahan di Indonesia, dapat dipahami mengapa makanan bangsa-bangsa luar menjadi panutan dalam masakan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena dampak hegemoni dalam penjajahan maupun migrasi etnik pendatang di masa silam yang mewariskan representasi ke arah dunia yang lebih bergengsi.

Sebagai bagian dari kebudayaan, masakan Indonesia juga tidak luput dari proses mimikri yang berlangsung, dan kemungkinan akan berlangsung terus pada hari esok. Ternyata walau Indonesia telah mencapai kemerdekaan bangsanya, tetapi masyarakat Indonesia tak serta merta bisa menghapus gaya hidup yang diwariskan oleh bekas penjajahnya, termasuk etno-masakan dari bangsa pendatang (Tionghoa, Arab, Portugis dan India).

Mimikri tersebut tidak berhenti sampai pada mimikri dari budaya Belanda maupun etno-masakan dari bangsa-bangsa pendatang yang telah menetap di negeri ini, akan tetapi juga mengikuti pergeseran imperialis global, dari Euro-sentris ke Amerika-sentris. Proses mimikri ini senantiasa terjadi dalam proses ambivalensi terhadap kekuatan hegemoni dalam globalisasi.

Namun apapun itu, hasil mimikri dapat menjadi positif untuk memperkaya khasanah budaya masakan, asalkan tidak menenggelamkan kearifan lokal dalam makanan tradisional Indonesia.

Semoga bermanfaat

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Tabek
Indra Ketaren