".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Friday, 26 December 2014

RACIKAN BUDAYA DALAM UNTAIAN MASAKAN INDONESIA

PENDAHULUAN
Sejak ratusan tahun yang lalu, Indonesia kerap didatangi oleh orang-orang asing dari berbagai negara benua Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris) serta Asia (India, Tiongkok, Timur Tengah, dan Jepang). Kekayaan alam serta keramahan pribumi menjadi daya tarik bagi bangsa-bangsa asing tersebut untuk datang ke Indonesia. Mereka datang dengan berbagai tujuan, mulai dari berdagang, menyebarkan agama hingga melakukan penjajahan. Ketika datang dan hidup di bumi nusantara orang-orang asing tersebut membawa kebudayaan dari negara mereka masing-masing. Dengan demikian teknik memasak dan bahan makanan asli Nusantara saat itu berkembang dan kemudian dipengaruhi oleh seni kuliner India, Timur Tengah, Tiongkok, dan akhirnya Eropa. Tak pelak, kondisi tersebut memunculkan fenomena lintas budaya dalam berbagai aspek, salah satunya adalah masakan.

Bangsa-bangsa asing tersebut selama menetap melakukan interaksi, adaptasi dan berbaur dengan kebiasaan masyarakat setempat, bahkan kemudian menikah dengan pribumi. Banyak hal yang harus mereka selaraskan ketika hidup berdampingan, mulai dari gaya hidup, cara berkomunikasi, hingga urusan yang sangat manusiawi, yakni makanan. Etnik pendatang ini tidak langsung bisa menyantap makanan yang ada. Karena tidak setiap hari bisa menyantap masakan dari negara asalnya, akibat kesediaan bahan baku, maka butuh waktu bagi bangsa asing ini untuk bisa beradaptasi dengan makanan pribumi. Seiring berjalannya waktu, akhirnya ada yang bisa menyantap masakan tersebut, namun banyak juga yang akhirnya sedikit memodifikasi resep-resep masakan asal negara mereka dengan menggunakan bahan baku lokal namun tetap sesuai selera.

Sejak itu ragam kuliner negeri ini banyak dipengaruhi oleh budaya dari bangsa-bangsa asing (khususnya Belanda dan Tiongkok) yang pernah menetap di bumi khatulistiwa sebelum menjadi sebuah republik. Pengaruh Belanda dan Tiongkok itu, pertama disebabkan kedua etnik pendatang inilah yang paling lama dan sejak awal hadir di bumi Nusantara. Kedua, dan ini jarang diketahui banyak orang, bangsa Cina dan Belanda mempunyai kebiasaan dimana mereka berada, selalu mendirikan pasar / toko berlokasi dimana pembeli dan penjual berasal dari etnis yang sama. Pasar / toko ini untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan hidup sehari-hari dan bahan baku masakan mereka yang diperoleh dari para pelaut yang datang di pelabuhan maupun untuk memperjual belikan barang-barang lokal dari pedagang setempat. Di sekitar pasar / toko itu kemudian dibuka kedai-kedai makanan / restoran yang menghidangkan budaya kuliner masakan Belanda dan Tiongkok yang serta merta berkembang secara perlahan masuk ke dalam lingkungan kehidupan kuliner masyarakat lokal.

Namun pada dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada, keanekaragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal oleh kebudayaan Nusantara serta pengaruh asing. Fenomena lintas budaya yang terjadi membuat negeri Indonesia kaya akan berbagai aneka ragam macam kuliner. Baik makanan khas asli maupun yang sudah mendapat pengaruh dari bangsa-bangsa asing. Bentuk lanskap penyajian makanan Nusantara saat itu umumnya disajikan berupa makanan pokok dengan lauk-pauk berupa daging, ikan atau sayur disisi piring.

PENGARUH BELANDA
Pengaruh Belanda paling terlihat dalam masakan Jawa karena wilayah ini paling diperhatikan oleh Belanda selain banyak yang bermukim di kepulauan ini. Tidak heran akhirnya pertemuan antara pribumi (Jawa) dan Belanda menghasilkan suatu kehidupan sosial budaya yang berbeda. Berakhirnya kekuasaan VOC pada 1799 menjadi fase penting dalam menciptakan perubahan sosial budaya itu seiring munculnya kekuasaan politik Hindia Belanda (Pax Neerlandica) pada awal abad ke-19.

Banyak pria-pria Belanda yang tinggal bersama dengan perempuan pribumi (Jawa) atau biasa disebut Nyai. Ada yang secara resmi dinikahi dan ada juga yang hanya dipekerjakan sebagai pelayan atau pembantu. Ketika tinggal bersama Nyai, para pria Belanda membiasakan diri dengan nuansa kehidupan Jawa. Sudah menjadi kodrat bagi pria untuk dilayani, pun begitu dengan pria Belanda yang membutuhkan Nyai untuk mengurus segala keperluan mereka, termasuk urusan makan. Kehidupan bersama Nyai membuat para pria Eropa (Belanda) terbiasa dengan makanan dan masakan pribumi (Jawa) meski tentunya mereka membutuhkan waktu untuk menyesuaikan dengan lidah dan cita rasa makanan dan masakan Jawa.

Ada banyak makanan Indonesia yang sebenarnya mendapat pengaruh Belanda, antara lain sup dan bistik. Pada mulanya sup diperkenalkan oleh orang Belanda pada abad ke-19 dalam jamuan makan. Merujuk pada suatu sumber referensi, terdapat 2 (dua) resep sup yang mendapat pengaruh Belanda, yaitu Hollandsche Vermicellisoep (Sup Sohun Belanda) dan Hollandsche Erwtensoep (Sup Kacang Polong Belanda).

Pada menu pertama dapat dilihat bahwa ada pengaruh dari negara lain selain Belanda. Penggunaan bahan makanan sohun atau bihun sudah jelas menggambarkan pengaruh Tiongkok pada menu tersebut. Bahan utama dari Sup Sohun Belanda tentunya adalah mie sohun atau bihun, dengan bahan pendamping telur ayam, bawang merah daun bawang, dan susu. Dari bahan-bahan tersebut, yang memberi cita rasa Belanda adalah campuran kuning telur dan susu. Pada menu Hollandsche Erwtensoep (Sup Kacang Polong Belanda) lagi-lagi mendapat pengaruh Tiongkok, dengan adanya kaki babi (Varkenspoot) pada komposisinya. Penggunaan daging babi alih-alih daging sapi merupakan ciri khas kuliner Tiongkok. Bahan makanan lain adalah kacang polong (bahan utama), bawang, seledri, dan kapri (Erwtensoep).

Bistik, jika di Barat umumnya disebut steak, sebenarnya merupakan saduran dari bahasa Belanda yakni biefstuk. Bistik, seperti laiknya steak, merupakan olahan daging (umumnya sapi) dengan pendamping berupa kacang polong, wortel, dan kentang. Ada 2 (dua) menu bistik yang mendapat pengaruh Belanda, yakni Biefstuktjes (Bistik) dan Bistik Djawa.

Orang Jawa tentunya mengerti perihal bistik dari orang-orang Belanda. Jaman dahulu, bistik dikenal sebagai makanan yang memiliki tampilan lain dari yang lain (tidak biasa) oleh orang Jawa. Pada masa kolonial, cara masak bistik diadopsi oleh pribumi (Jawa) yang bekerja sebagai pelayan di rumah orang-orang Belanda. Sejatinya cara memasak bistik Belanda sangatlah sederhana, yakni cukup diberi bumbu, dipanggang, baru kemudian disajikan di piring dengan berbagai hiasannya. Pribumi (Jawa) yang mengadopsi bistik kemudian memodifikasi cara masak tersebut. Daging bukan dipanggang, namun digoreng. Pun dengan perpaduan bahan masak, yakni adanya pala, merica, hingga kecap manis yang mencitrakan selera lidah orang Jawa. Sehingga pengaruh Jawa dapat dilihat dari cara pengolahan dan juga bahan masaknya.

Pada Bistik Djawa, pengaruh Jawa begitu kental terasa, mulai dari cara pengolahan hingga penyajian. Daging digiling terlebih dahulu baru kemudian dihaluskan, sangat menunjukkan cara orang Jawa dalam mengolah masakan daging. Pada saat penyajian, daging beserta para pendampingnya (kentang, wortel, dan sayuran) ditata di atas piring baru kemudian disiram dengan kuah semur manis sebagai saus. Ciri khas masakan Jawa adalah cita rasa manis, yang terdapat dalam saus bistik tersebut. Rasa manis dari kuah semur ini merupakan bentuk akulturasi dari resep masakan bistik orang Belanda.

PENGARUH TIONGKOK
Istilah masakan Tiongha di daratan Tiongkok juga mengacu kepada variasi dari seluruh suku bangsa, agama dan tradisi yang berkembang di negara tersebut. Namun, masakan Tiongkok yang diperkenalkan kepada banyak bangsa di dunia adalah masakan etnis Han. Pengaruh masakan etnis Han ada di setiap kuliner negara-negara timur dan menyebar di luar komunitas-komunitasnya di seluruh dunia, termasuk di bumu pertiwi Nusantara..

Masyarakat Indonesia tentu sudah akrab dengan berbagai masakan seperti mi, bakso, hingga cap cay. Masakan-masakan tersebut dapat dijumpai dalam keseharian masyarakat Indonesia, baik di warung kaki lima, pujasera, restoran mewah, atau dimasak sendiri di rumah. Sejatinya, masakan-masakan tersebut berasal dari daratan Tirai Bambu dan masuk ke Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Seperti halnya masakan Belanda yang dimodifikasi sedemikian rupa agar sesuai dengan selera orang Indonesia, hal tersebut juga berlaku untuk masakan-masakan dari Tiongkok.

Mi merupakan makanan asli dari Tiongkok dan sangat populer di kawasan Asia. Bersamaan dengan misi penyebaran agama dan perdagangan, bangsa Tiongkok memperkenalkan mi hingga ke wilayah Nusantara. Di Indonesia, terdapat banyak varian mi yang menunjukkan fenomena lintas budaya Tiongkok dan Indonesia. Uniknya, tiap daerah seakan-akan memiliki varian mi sendiri, seperti; Mi Aceh, Mi Ayam, Bakmi Jawa, Mi Jakarta, dan masih banyak lagi. Sehingga tidak salah jika menyebut mi dianggap sebagai salah satu makanan pokok oleh orang Indonesia.

Berbagai varian mi tersebut menunjukkan perpaduan antara bahan masakan utama (mi) yang berasal dari Tiongkok dan bahan-bahan masakan asli Indonesia. Cara memasak dan menyantap hidangan pun mengadopsi dari Tiongkok. Contohnya saja di beberapa restoran atau warung yang menyediakan chinese food, umumnya koki atau juru masak saat sebelum memasak akan menyiapkan bahan-bahan makanan yang dijadikan satu dalam suatu piring sesuai menu yang dipesan. Setelah piring yang berisi bahan-bahan makanan tersebut siap, barulah dimasukkan dalam penggorengan atau piranti memasak lainnya. Untuk cara menyantap hidangan, sudah umum jika menemui sumpit sebagai alat makan di berbagai warung mi atau resto chinese food.

Bakso, sesungguhnya merupakan kata yang berasal dari bahasa Tiongkok. “Bak” artinya daging babi dan “so” artinya mi dan sup. Memang pada dasarnya bakso menggunakan daging babi, seperti umunya hidangan khas Tiongkok. Namun di Indonesia daging babi diganti dengan daging sapi, bahkan saat ini sudah terdapat banyak varian bakso dari berbagai bahan. Contohnya saja daging ayam, ikan tenggiri, hingga udang.

Seperti halnya mi, bakso juga dapat dengan mudah ditemui di mana saja. Rasanya yang nikmat dan teksturnya yang unik membuat siapapun jatuh hati pada kelezatannya. Di Indonesia, ketika menyantap bakso umumnya ditemani dengan berbagai pelengkap seperti kecap manis, saus tomat, sambal, hingga kerupuk. Penggunaan berbagai pelengkap tersebut menunjukkan cara menyantap orang Indonesia yang gemar menambahkan sesuatu dalam hidangannya.

PENUTUP
Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan latar belakang etnis, suku dan tata kehidupan sosial yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini telah memberikan suatu formulasi struktur sosial masyarakat yang turut juga mempengaruhi menu makanan maupun pola makan. Kehadiran orang-orang asing sejak ratusan tahun yang lalu membawa berbagai dampak, baik negatif maupun positif. Dampak positifnya yakni kehadiran orang-orang asing tersebut mampu memberi keragaman dalam varian kuliner nusantara, khususnya dari Belanda dan Tiongkok. Berbagai hal seperti teknik memasak, bahan makanan, hingga cara menyantap pun banyak yang mendapat pengaruh dari kedua negara tersebut. Mulai dari jajanan hingga makanan besar banyak yang menunjukkan perpaduan antara Indonesia dengan Belanda dan Tiongkok.

Penggunaan bahan-bahan masakan lokal sebagai pengganti merupakan bentuk adaptasi orang Indonesia terhadap menu-menu dari Belanda dan Tiongkok. Seperti kekayaan alam berupa rempah-rempah yang digunakan sebagai bumbu memasak. Cara mengolah bahan makanan yang merupakan tradisi warisan nenek moyang tetap digunakan untuk menyajikan menu-menu adaptasi dari kedua negara tersebut. Bahkan hingga cara menyantap seperti penggunaan sumpit (pada masakan Tiongkok) dan pelengkap rasa menunjukkan cara orang Indonesia dalam menyikapi hidangan sehari-hari.

Indonesia memiliki ragam seni dan budaya kuliner yang keberadaannya perlu dikembangkan dan dilestarikan agar tidak hilang ditelan waktu. Kekayaan kuliner yang merupakan kearifan lokal sudah ada sejak lama di Indonesia patut dipertahankan. Perkembangan jaman memang sudah sedikit mengikis kebanggaan akan kearifan lokal, namun pengembangan makanan daerah kini semakin pesat dan semakin banyak ragam makanan yang muncul dan bahkan menjadi ciri khas dari daerah tersebut. Namun alangkah baiknya jika generasi muda lebih mengembangkan lagi tanpa terlalu melibatkan pengaruh dari negara-negara lain.

Perlu diingat, Indonesia memiliki keragaman budaya sebagai akibat dari keragaman suku bangsa yang mendiami kawasan ini. Budaya tersebut mencakup sistem teknologi tradisional, adat istiadat, dan sebagainya. Di antara keragaman itu, salah satu hasil budaya yang menarik adalah keragaman jenis makanan tradisional yang berhubungan erat dengan teknologi pengolahan bahan dalam proses memasak makanan. Seluruh suku di Indonesia memiliki kekhasan dalam jenis dan teknologi makanan tradisional. Keberadaan makanan tradisional itu pada umumnya tidak terlepas dari adat istiadat suatu masyarakat setempat sehingga makanan tradisional dapat menjadi cerminan budaya suatu masyarakat.

Cermin interaksi & pengaruh budaya masakan dari bangsa asing (Belanda dan Tiongkok) tidak banyak mempengaruhi khazanah makanan tradisional Indonesia,  meskipun terjadi modifikasi disana-sini tetapi lebih banyak unsur luar beradaptasi dengan unsur lokal. Hal ini dikarenakan makanan tradisional adalah makanan yang telah membudaya di kalangan masyarakat Indonesia, serta telah ada sejak nenek moyang suku Nusantara yang pekat dengan kelembagaan tradisi setempat.

Kini saatnya bagi generasi muda untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme dan tidak terlalu terpengaruh dengan gaya hidup negara lain, khususnya dari Barat. Jika kearifan lokal yang sudah memudar bisa terpupuk lagi dengan baik, niscaya Indonesia akan berjalan menuju cahaya kebanggaan yang mampu bersaing di kancah internasional, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai yang ada.

Monday, 22 December 2014

Meracik Untaian Kata Gastronomi Indonesia




Pemahaman terhadap gastronomi di Indonesia masih langka dan belum dimengerti oleh masyarakat kebanyakan. Malah ada yang menyamakan gastronomi dengan kuliner atau kulinologi. Ketiganya punya arti yang berbeda meski obyeknya sama yakni makanan (hidangan).

Kuliner (atau disebut juga seni kuliner) didefinisikan sebagai suatu disiplin ilmu dan kebiasaan (practices) yang berhubungan dengan seni dan keterampilan menyiapkan, menyusun, memasak, meracik minuman dan menyajikan hidangan.

Kulinologi adalah pendekatan baru dalam seni memasak (kuliner) yang memadukan (mensinergikan) seni kuliner, ilmu dan teknologi pangan untuk membuat rasa hidangan lebih baik dengan metode menerjemahkan konsep sebuah makanan, seperti yang diterapkan dalam santapan atau dalam hidangan etnis tradisional.

Gastronomi adalah seni, ilmu dan pengetahuan mendetail serta apresiasi akan makanan yang baik (good eating) atau segala sesutu yang berhubungan dengan kenikmatan dari hidangan. Secara universal gastronomi adalah sebuah pengetahuan yang mempelajari mengenai hubungan kuliner dengan berbagai komponen budaya dan sejarah dimana makanan sebagai poros tengah yang fokusnya pada hidangan yang berkualitas prima (gourmet).

Hubungan budaya dan gastronomi terbentuk karena Gastronomi adalah produk budidaya pada kegiatan pertanian, peternakan & perikanan, sehingga pengejawantahan warna, aroma, dan rasa dari suatu makanan dari berbagai bangsa dan negara yang dapat ditelusuri asal-usulnya dari lingkungan tempat bahan bakunya dihasilkan.

Peran gastronomi adalah sebagai landasan untuk memahami bagaimana makanan digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Melalui Gastronomi dimungkinkan untuk membangun sebuah gambaran dari persamaan atau perbedaan pendekatan atau perilaku terhadap makanan yang digunakan di berbagai negara dalam budaya kebangsaan-nya. Pengetahuan tersebut secara holistik menjadi satu kesatuan terkait dengan seni dan ilmu sosial budaya (antropologi, psikologi, filsafat dan arkeologi) bahkan ilmu pengetahuan alam dalam hal sistem gizi tubuh manusia.

Dengan demikian pemahaman terhadap kuliner dan kulinologi adalah sekedar makna sekunder dan simbolisme yakni sebatas hidangan yang dikonsumsi setiap hari untuk mempertahankan hidup atau bicara “sebatas perut”.

Kalau diibaratkan sebuah toko, maka kuliner adalah pemandangan terbatas terhadap beberapa hidangan tertentu yang dipajang di etalase kaca luar toko yang bertujuan mengundang minat orang untuk singgah masuk ke dalam. Begitu masuk, maka kaca mata kulinologi berbicara mengenai berbagai aneka hidangan yang isinya lebih banyak / lengkap tersaji di dalam toko tersebut. Sedangkan gastronomi punya ruang pandang yang lebih luas, yang tidak hanya memandang sebatas apa yang dipajang di etalase itu atau berbagai aneka hidangan yang tersaji di dalam ruang di dalam toko, tetapi juga siapa-siapa yang mengelola di dapur bahkan sampai bahan baku yang disusun di gudang penyimpanannya.

SENI KEAHLIAN
Jika sudah dapat dipahami "benang merah" dari gastronomi, kuliner & kulinologi, maka dibawah ini akan dijelaskan seni keahlian dari gastronomi dan kuliner (tanpa mengikut sertakan kulinologi).

Kuliner disusun sesuai tahapan seni keahlian sebagai berikut :
1. Resep (susunan resepi makanan)
2. Bahan baku (memilih bahan baku masakan)
3. Persiapan memasak di dapur
4. Teknik & proses memasak
5. Estetika (keseimbangan yang prima terhadap mutu makanan)
6. Presentasi dan penyajian makanan

Ke 6 - tahapan seni keahlian ini disebut sebagai 'teknik & proses' memasak, yang setelah dilalui akan memasuki ke tahap mencicipi makanan.
Teknik & proses memasak itu dilakukan oleh ahli kuliner yakni para Chef Profesional atau Ahli Masak Otodidak ("Pemasak" atau"Koki" atau "Juru Masak")

Gastronomi disusun sesuai tahapan seni keahlian sebagai berikut :
1. Sejarah (asal usul budidaya bahan baku masakan)
2. Budaya (faktor yang mempengaruhi masyarakat mengkonsumsi makanan tersebut)
3. Lanskap Lingkungan (geografi & etnis yang mempengaruhi masyarakat memasak makanan tersebut)
4. Metode memasak (secara umum)

Dari penjelasan di atas, yang membedakan gastronomi dari kuliner adalah di unsur "budaya, sejarah & lanskap lingkungan (geografis)", dimana kuliner (dan ini sebenarnya) tidak wajib berbicara mengenai tiga unsur tersebut, meskipun banyak orang suka "latah & genit" mencampur-adukan ke dalam kuliner, sehingga mengakibatkan garis tegas perbuatan mereka berada di wilayah "abu-abu". Untuk itu gastronomi tidak boleh disamakan dengan kuliner walaupun obyeknya sama yakni makanan.

Begitu seorang ahli kuliner mengetengahkan sisi sejarah, budaya & lanskap lingkungan (geografis), maka yang bersangkutan sudah masuk ke dalam ranah gastronomi dan orang yang melakukan tindakan itu disebut sebagai Gastronom.

Seni keahlian ke-6 urutan dalam dunia kuliner (atau disebut juga sebagai "tangible") banyak dipakai sebagai standard pemahaman hidangan makanan masyarakat Barat. Kuliner masyarakat Barat dikenal dengan inovasi resepi baru (dan atau modifikasi) dengan cara mengakomodasi kebiasaan kuliner lokal dengan budaya masak dari etnik pendatang yang masuk ke negeri mereka. Pada umumnya restoran atau kedai makan di Barat selalu menghidangkan menu resepi yang berbeda dengan tempat lain walaupun namanya sama tetapi tetap mempunyai perbedaan isi satu sama lain.

Dengan demikian perkembangan gastronomi masyarakat Barat sangat pesat dan selalu mempunyai inovasi maupun berkembang sesuai jaman ataupun berubah dari suatu waktu ke waktu sesuai selera dan pengetahuan baru. Gastronomi masyarakat Barat jarang menampilkan resepi warisan tradisional, walaupun untuk acara-acara tertentu tetap dipertahankan (antara lain Natal dan Thanksgiving). Gastronomi masyarakat Barat minim memiliki filosofi, kearifan budaya lokal, nilai ritual maupun nilai religi, sehingga content gastronomi mereka berbeda dengan content gastronomi di masyarakat Timur (atau bangsa Asia).

GASTRONOM
Gastronom adalah seorang yang mengetahui (pakar / ahli) tentang metoda memasak yang bicara tentang makanan berikut mengenai cerita sejarah, budaya & lanskap lingkungan (geografis) serta metoda memasaknya untuk dinilai secara keseluruhan.

Dalam nomenklatur lain seorang gastronom disebut juga sebagai ‘hakim’ yang produk assesor-nya berupa Sertifikasi Gastronomi.

Ahli kuliner adalah pakar / ahli memasak yang memiliki suatu disiplin ilmu, keterampilan dan kebiasaan (practices) dalam seni menyiapkan, menyusun, memasak dan menyajikan masakan; tanpa mengetengahkan sisi sejarah, budaya & lanskap lingkungan (geografis) dari makanan itu.

KARAKTERISTIK GASTRONOMI
Gastronomi merupakan studi interdisipliner yang kerap didefinisikan dalam berbagai pengertian dan kerap susah untuk dipahami. Dalam beberapa konotasi, gastronomi dianggap sangat esoteris dimana hal-hal yang diajarkan hanya dapat dimengerti oleh sekelompok orang tertentu dan khusus.

Namun pada intinya gastronomi bicara tentang panduan makanan yang tepat dalam seni keahliannya mempelajari dan melakukan penilaian terhadap makanan dalam hubungannya dengan budaya, sejarah, lanskap lingkungan (geografis) & metoda (teknik) memasak.

Karakter gastronomi bicara tentang seni panduan makanan sebagai sebuah identitas sejarah, lanskap lingkungan (geografis) dan refleksi budaya masyarakat dalam "Bagaimana, Dimana, Kapan dan Mengapa makan itu penting dirancang dan dipersiapkan" (Santich B - 2004). Sedangkan kuliner itu sendiri merupakan identitas dari sebuah definisi tentang keahlian dan teknik memasak.

Identitas gastronomi menggambarkan pengaruh budaya (pengaruh etnis lokal termasuk agama), sejarah (asal usul), tingkat keragaman suku lokal dan etnis pendatang, kemampuan berinovasi, tradisi adat istiadat, kepercayaan dan nilai-nilai kearifan lokal.

Selain itu elemen dominan lainnya adalah pengaruh dari lanskap lingkungan (geografi dan iklim) yang berlaku terhadap komponen, tekstur dan rasa dalam makanan.

Kesemua elemen dominan itu berdampak secara signifikan terhadap karakteristik gastronomi, karena identitas gastronomi suatu daerah berkembang secara evolusi akibat proses perpaduan dari produk yang unik. Pemahaman tentang konsep ini dapat dijadikan strategi kebijakan pariwisata gastronomi dan konsep mengstruktur industri jasa makanan dan pelaku pemasak.

Danhi R (What is your country’s culinary identity - 2003) mengemukakan ada enam unsur utama menggambarkan karakteristik "identitas gastronomi" suatu negara yakni :
1. Lanskap Lingkungan (geografis)
Mencakup antara lain :
1.a. Peralatan dapur asli yang digunakan masyarakat setempat
1.b. Produk makanan pokok masyarakat setempat
1.c. Produk pertanian yang tersedia

2. Peristiwa sejarah
Mencakup antara lain :
2.a. Teknik memasak
2.b. Metode tradisional memasak
2.c. Asal usul bahan baku masakan

3. Keragaman etnis
Mencakup evolusi dari waktu ke waktu antara lain :
3.a. Pelestarian masakan tradisional
3.b. Perpaduan masakan yang tercipta
3.c. Penciptaan masakan baru

4. Etiket kuliner
Mencakup antara lain :
4.a. Bagaimana budaya makan masyarakat setempat
4.b. Mengapa masakan itu penting bagi masyarakat setempat

5. Rasa yang berlaku
Mencakup antara lain :
5.a. Rasa dasar manis
5.b. Rasa dasar asam
5.c. Rasa dasar pahit
5.d. Rasa dasar asin
5.e. Rasa dasar umami (gurih)

6. Resep
Mencakup antara lain :
6.a. Penggunaan dominan bahan
6.b. Teknik dan presentasi

Konsep identitas gastronomi telah digunakan dengan sukses di semua negara, baik bagi pecinta, penikmat dan pemerhati (masyarakat) maupun oleh pelaku (industri jasa makanan dan pemasak). Namun sejak 2 atau 3 dekade terakhir telah terjadi perubahan dari waktu ke waktu secara evolusi menyangkut proses (Rao et al. - 2003) :

1. Retorika kuliner : Karakteristik retorika kuliner adalah perubahan dalam nama hidangan dari metode klasik (cuisine) menjadi fusion cuisine yang kemudian berkembang menjadi nouvelle serta terakhir haute cuisine.

2. Aturan memasak : Aturan memasak selama periode klasik berfokus pada kesesuaian dengan prinsip-prinsip Escoffier. Aturan memasak dalam gerakan masakan nouvelle cuisine memanfaatkan bahan baru, menggunakan teknik memasak yang baru dan menyajikan bahan / teknik dalam cara-cara baru.

3. Bahan pola dasar : Bahan pola dasar klasik (cuisine) dan fine cuisine menggunakan fitur bahan baku tradisional dalam penampilan yang beragam. Sementara nouvelle dan haute cuisine menggunakan fitur bahan baku eksotis, herbal aromatik dengan menggunakan sayuran dan buah dalam kombinasinya dalam penampilan yang sederhana.

4. Peran koki : Lebih rumit dan spesifik terutama dalam menampilkan masakan beretorika nouvelle dan haute cuisine.

5. Organisasi menu : Menampilkan menu lebih sedikit dan fokus pada masakan musiman (trendy) untuk memaksimalkan penekanan pada kesegaran dan persiapan tepat waktu secara langsung.

Dari uraian di atas, jelas terlihat berbagai faktor yang mempengaruhi identitas gastronomi suatu daerah. Identitas ini terus berkembang sesuai jaman yang identifikasi karakteristiknya itu dapat memberikan kita pengetahuan dengan alat apa dapat diperkirakan dampak dari faktor-faktor itu baik perihal trend yang berlaku pada rasa, tekstur dan komponen bahan yang dipergunakan.

Profil rasa masakan, tradisi dan budaya makan, etiket makan, geografis iklim dan menu resep berasal dari interaksi yang lahir dari waktu ke waktu secara evolusi. Semua tradisi masakan dan gastronomi tercipta melalui perpaduan dari bahan-bahan dan teknik sebagai hasil dari perpaduan beragam budaya, pengaruh lingkungan etnis dan sejarah dengan pembatasan pengetahuan yang dimiliki.

GASTRONOMI INDONESIA
Gastronomi Indonesia memiliki kemiripan dengan gastronomi masyarakat Timur (atau bangsa Asia). Secara universal definisinya hampir sama dengan pemahaman gastronomi di masyarakat Barat, yakni gastronomi dengan makna "tangible" (ke-6 urutan dalam dunia kuliner). Hanya saja di sebagian resepi hidangan gastronomi Indonesia (maupun masyarakat Timur) memiliki unsur tambahan yakni makna "intangible" (makna dibelakangnya) baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbolik, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa yang telah melembaga secara tradisional.

Intinya makna intangible di sebagian resepi hidangan makanan yang ada merupakan 'local genius' dari gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan masyarakat lokal setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik nan tertanam, bersemayam selanjutnya diikuti oleh anggota masyarakat turunannya.

Oleh karena itu, jika membahas Gastronomi Indonesia harus bisa ditarik garis tegas antara gastronomi dalam pengertian "tangible" dengan gastronomi dalam pengertian "intangible" di sebagian hidangan makanan & minuman yang ada, walaupun keduanya satu sama lain saling sejalan ber-iringan ("tangible + intangible").

Lebih jauh lagi makna "tangible" dari gastronomi Indonesia (atau masyarakat Timur) itu  berbeda dengan dengan "tangible" gastronomi masyarakat di Barat, dimana kekayaan khazanah inovasi dan modifikasi terhadap resep-resep makanan & minuman secara siklus selalu berulang terjadi di masyarakat Barat.  Seperti diketahui makanan & minuman bangsa Indonesia adalah resepi hidangan dari 1340 suku & sub-suku yang merupakan warisan tradisional para leluhur nenek moyang serta perpaduan dari budaya hidangan etnik pendatang yakni India, Arab, Tionghoa dan Belanda yang diserap, diabsorb dan diolah oleh penduduk lokal setempat menjadi budaya kuliner masyarakat Nusantara sebelum Republik ini berdiri.

Sejak itu jarang diketahui atau dilihat ada inovasi baru terhadap resep-resep hidangan makanan bangsa Indonesia, meskipun akhir-akhir ini ada gejala beberapa modifikasi dilakukan oleh para chef muda Indonesia. Dengan demikian, sejak kemerdekaan, sejarah memperlihatkan sebagian besar bangsa Indonesia mengalami masa migrasi dari berbagai etnik pendatang dari luar, namun bisa dikatakan percampuran budaya resepi masakan luar tidak begitu besar mempengaruhi “local heritage cuisine” yang ada nang ini telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Umumnya pengaruh itu hanya berkisar pada bahan baku dan bumbu, sedangkan subtansinya masih sama.

Tabek
Indra Ketaren
Gastronomy Connoisseur

Referensi :
1. Danhi, R. (2003). What is your country’s culinary identity? Culinology Currents, Winter 2003.
2. Rao, H., Monin, P. & Durand, R. (2003). Institutional change in toque ville: Nouvelle cuisine as an identity movement in French gastronomy. The American Journal of Sociology.
3. Santich, B. (2004). The study of gastronomy and its relevance to hospitality education and training. International Journal of Hospitality Management.

Tuesday, 28 October 2014

Minum Jamu, Tradisi untuk Menjaga Kesehatan pada Orang Jawa

Pengantar
Jamu adalah satu kata untuk menyebut nama beberapa jenis minuman ramuan bahan herbal dengan maksud untuk menghindari penyakit tertentu atau menyembuhkan keluhan yang diderita seseorang.

Tidak mudah untuk mengetahui kapan jamu itu mulai dikenal namun karena bahan jamu sangat dekat dengan kehidupan manusia diperkirakan sejak terjadinya peradaban itu pulalah orang mengenal jamu. Bahan jamu yang disebut dalam kelompok dengan nama empon-empon (berbagai jenis rimpang) merupakan kelompok komoditi yang dijual di pasar tradisional dan mengelompok dalam satu area yang ditempati penjual bahan jamu yang disebut craken. Di rumah, orang Jawa memiliki wadah khusus berbentuk kotak berisi banyak laci untuk menyimpan bahan jamu yang disebut “bothekan”.

Jamu selain dibuat di rumah menggunakan “pipisan” dan “gandik” dari batu juga dapat dibuat dengan “lumpang” batu dan “alu” kayu.  Minum jamu bagi keluarga Jawa dapat dilakukan di rumah; dibuat sendiri atau membeli jamu yang dibuat orang lain, di warung atau dijajakan keliling oleh penjual jamu. Tergantung pada dampak yang diinginkan atau diharapkan, minum jamu dapat dilakukan setiap hari atau periodik beberapa hari sekali.

Penjual jamu pada saat ini dapat dilihat sebagai “jamu gendong” karena penjual menggendong jamu dalam beberapa botol yang disusun dalam bakul kemudian si penjual menggendong bakul ini berkeliling mengunjungi konsumennya. Ada juga yang membawa jamunya berkeliling naik sepeda, sepeda motor atau gerobak dorong.

Jamu yang dibuat dituangkan kedalam gelas atau wadah jamu dari tempurung kelapa yang disebut “bathok”. Jenis jamu yang dijual umumnya jamu parem, jamu beras kencur, kunir asem, brotowali, galian singset, cabe lempuyang atau uyub-uyub. Masing-masing jamu dipercaya memiliki khasiat bagi konsumennya masing-masing, mulai dari anak-anak hingga orang tua.

Jamu selain dibuat dan dijual oleh keluarga-keluarga dan merupakan industri rumahan ada pula jamu yang dibuat dan dipasarkan oleh industri besar. Di Indonesia pemasaran jamu produk industri besar sangatlah luas bahkan sampai diekspor ke negara lain. Namun demikian konsumen jamu tradisional dari penjual jamu rumahan gendong, dorong dan lain-lain masih cukup banyak.

Masyarakat pada umumnya masih suka minum jamu dengan maksud menjaga kesehatan dan beberapa merasa sakitnya sembuh karena minum jamu. Menurut data Riskesdas 2012, saat ini 50% masyarakat Jawa masih suka minum jamu dan percaya bahwa jamu dapat membantu memelihara kesehatannya.

Bahan dasar jamu
Bahan dasar jamu adalah tanaman atau bagian-bagiannya yang diramu dalam komposisi tertentu. Bahan dasar itu umumnya  segar seperti kunyit, kencur, jahe, temu lawak, temu hitam, temu putih, sunthi, kunci, sere, laos, dan yang berbentuk kering misalnya cengkeh, kemukus, kayu manis, dan masih banyak lagi. Semua itu dapat dibeli di pasar di bagian “craken”. Craken ini adalah nama profesi orang yang menjual bahan jamu. Pada para craken ini tersedia lengkap bahan jamu, bahkan para “craki” (sebutan bagi orang yang mengelola craken) hafal susunan setiap jamu diluar kepala. Sudah tentu dengan istilah jawa seperti “widara upas” jebug sari, ……………………………………….dll. Craken ini selain dijumpai di pasar juga di warung daerah tertentu di Yogya seperti di Pasar Ngasem. Selain di craken, ada tempat-tempat tertentu sebagai “pasar empon-empon” dimana para penjual jamu sambil pulang setelah selesai berjualan langsung membeli bahan dan dibawa pulang.

Tanaman empon-empon juga diusahakan oleh petani di berbagai lokasi. Akhir-akhir ini masyarakat membudidayakan tanaman obat di sekitar rumah yang dikenal dengan Program TOGA (tamanan obat untuk keluarga) yang merupakan salah satu proram bidang kesehatan dari gerakan PKK) Pendidikan Kesejahteraan Keluarga) dalam masyarakat. Pada umumnya pejual jamu tidak terlalu sulit mendapatkan bahan jamu.

Meramu jamu
Pada umumnya , penjual jamu memiliki resep masing-masing jamu yang berasal dari nenek moyangnya atau kalau sekarang dari kelompoknya. Orang-orang dahulu memiliki buku yang disebut “primbon” untuk menemukan catatan resep masing-masing jamu.

Untuk membuat jamu pada umumnya empon-empon dan bahan jamu dicuci bersih, dikupas, dan dicuci ulang lalu dipotong-potong kecil-kecil. Setelah dipotong kecil-kecil kemudian bahan jamu ini dihaluskan dengan cara:

a)     Ditumbuk menggunakan “lumpang” dan “alu” atau menggunakan “pipisan” dan “gandik”

b)     Dihaluskan dengan menggunakan alat yang sama dengan untuk menumbuk

c)     Pencampuran dilakukan dengan menambahkan masing-masing bahan yang dicampur dan menghaluskannya berulang-ulang sehingga ramuan tercampur betul.

Untuk menjadikan jamu yang siap minum, campuran berbagai bahan tadi diekstrak dengan air matang, diaduk, disaring serta diperas. Agar jamu lebih segar, kadang-kadang ditambahkan air jeruk nipis. Minum jamu dapat dilakukan dengan gelas minum biasa atau tempat minum jamu terbuat dari tempurung kelapa (bathok).

Minum jamu dapat dilakukan kapan saja, umumnya pagi atau sore hari. Frekuensi dan lamanya minum jamu juga tidak ditentukan, tergantung pada kesukaan atau keperluan konsumen untuk jamu tersebut.

Konsumen jamu
Konsumen jamu di Jawa masih cukup banyak, dan minum jamu dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja.

Jamu yang biasa diminum para konsumen dan khasiatnya:
a.     Beras kencur:  bahan utamanya kencur, beras, gula jawa, cengkeh, kemukus dan kayu manis serta jeruk nipis. Dipercaya memelihara stamina, memperlancar aliran darah dan menghangatkan badan, menghilangkan rasa lelah.

b.     Kunyit asam: bahan utamanya kunyit, asam jawa, dan gula jawa. Dipercaya sebagai pemberi efek dingin mengurangi rasa sakit perut

c.     Wedang adu limo

d.     Wedang tajin: untuk memelihara stamina dan memperlancar ASI. Terbuat dari tajin (air) beras merah, temu lawak dan gula aren.

e.     Wedang empon-empon: terbuat dari akar aren, kayu legi, jongrahab, dan secang. Minuman ini bagus untuk merawat kesehatan, diminum sebagai pengganti air biasa

f.      Wedang asem: bahan yaitu asem jawa yang diseduh air mendidih, diberi gula secukupnya. Bagus untuk meningkatkan bio vitalitas

g.     Jamu parem

Penulis: Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito, dosen di Fakultas Teknologi Pertanian UGM dalam bidang Teknologi Pangan

 

Tumpeng sebagai Sarana untuk Membiasakan Mengkonsumsi Makan Lengkap sejak Anak Usia Dini

Masyarakat Jawa memiliki alam pikiran yang berakar pada adat istiadat, tradisi serta kepercayaan sebagai kebudayaan dalam hidupnya. Selanjutnya, orang Jawa memiliki pandangan hidup yang mengharuskan adanya keselarasan dan keseimbangan dalam dirinya maupun lingkungannya. Orang Jawa hidup dalam pemikiran tentang dirinya (mikro kosmos) dan lingkungannya yaitu alam semesta (makro kosmos).

Agar keseimbangan dan keselarasan itu tercapat, harus ada pola hidup bermasyarakat dan pola hidup yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Semua itu berlandaskan aturan moral dan dalam tata nilai kehidupan disebut etika.

Etika Jawa di Indonesia banyak menjadi rujukan dalam pengaturan pola hubungan masyarakat. Dalam mencapai keseimbangan dan keselaranan, orang Jawa berpikir harus selalu menjaga hubungan dengan lingkungan agar tetap harmonis (rukun, damai dan ramah). Salah satu implikasinya adalah hidup bergotong royong (bekerjasama dan saling membantu) diantara sesama. Selanjutnya dalam hal merencanakan, memecahkan masalah dan mengambil keputusan jalan yang harus ditempuh adalah “rembugan” (musyawarah).

Agar supaya harmoni tetap terjaga, orang Jawa sangat menghormati pengalaman masa lalu yang menjadi kepercayaan dan tradisi, menjadi ritual yang tetap dijalankan hingga kini. Ritual yang paling penting adalah “slametan”. Untuk selalu berada dalam kondisi “slamet” (rukun, damai, tenang) dengan doa bersama orang-orang terdekat menangkal gangguan dari yang “gaib”. Dalam slametan inilah terdapat berbagai bentuk sarana mohon slamet, salah satu diantaranya Tumpeng. Untuk keperluan slametan, masyarakat Jawa memiliki 17 macam tumpeng.

Makna Tumpeng
Secara tersirat (jarwo dosok, kerata basa), tumpeng juga berarti “Tumapak Lempeng, Tumuji ing Pangeran” (jalan lurus kepada Tuhan). Hal ini ditunjukkan dengan bentuk yang pada bagian bawah melebar sedang makin keatas makin sempit yang akhirnya dipuncaknya hanyalah sebutir nasi.

Dari sisi lain bentuk kerucut dapat dimaknai sebagai ekspresi kesatuan, keseimbangan dan harmoni. Secara spritual tumpeng merupakan simbol hubungan manusia secara horisontal dan vertikal. Dalam hal ini hubungan vertikal adalah dengan Tuhan (Manunggaling kawula lan Gusti) sedang hubungan horisontal adalah hubungan manusia dengan sesama dan lingkungannya di alam semesta (Memayu Hayuning Bawana). Hubungan harmoni dengan seluruh komponen ini merupakan syarat penting bagi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Ragam Tumpeng
Dalam mencapai “keselamatan” ada berbagai maksud dan tujuan, tujuan ini tercermin dalam warna dan kelengkapan tumpeng yang dibuat sebagai lambang permasalahan yang dihadapi oleh yang bersangkutan.

1)     Tumpeng Asrep-asrepan: untuk menciptakan suasana tenang

2)     Tumpeng Among-among: menghormati roh halus yang gaib

3)   Tumpeng Alus: untuk pengantar ziarah kubur, upacara “tandur” mengolah tanah, dan mulai tanam.

4)     Tumpeng Blawong: kiriman Sultan untuk penghulu Kraton

5)     Tumpeng Duplak: upaya mengabulkan permohonan

6)     Tumpeng Kapuranto: sarana permohonan maaf

7)     Tumpeng Kendit: ungkapan rasa syukur terbebas dari kesulitan atau permohonan mendapatkan jalan keluar dari suatu kesulitan hidup

8)     Tumpeng Megana: untuk upacara kelahiran, agar selamat, bahagia dan penuh rahmat

9)     Tumpeng Ponco Warno: untuk menghormati alam semesta

10)   Tumpeng Punar: yaitu simbol kebahagiaan dan kegembiraan serta banyak rejeki

11)  Tumpeng Pungkur: untuk mengharap agar yang meninggal ikhlas dan menghadap sang Khalik dengan tenang

12)  Tumpeng Pustaka: untuk menyampaikan rasa syukur telah berhasil meraih pengetahuan atas restu Tuhan dan pemimpin masyarakat

13)  Tumpeng Robyong: untuk mengatakan syukur bahwa pemangku hajat didukung seluruh keluarga dalam melaksanakan hajat

14) Tumpeng Urubing Damar: simbol pengharapan agar pemangku hajat mampu memberi pencerahan bagi orang sekitarnya.

15)  Tumpeng Gundul: simbol kerendahan hati pemangku hajat yang telah tercapai cita-citanya atas dukungan seluruh keluarga.

16)  Tumpeng Ropoh: untuk menyampaikan rasa kebersamaan yang sejati

17)  Tumpeng Rasulan: untuk mengungkapkan keteladanan sifat Nabi Muhammaad SAW

Tumpeng Megana
Tumpeng Megana disajikan untuk memperingati kelahiran atau kehamilan. Secara populer, tumpeng ini sebagai simbol “ngelingi mergane ana” yaitu selalu  ingat asal-usul kita, orangtua dan Tuhan. Tumpeng Megana terdiri atas:

a)    Nasi putih: lambang niat yang suci, dicetak padat – lambang tekad untuk hidup baik.

b)  Sayuran: bermacam-macam jenis dan warna: lambang dari masalah dan pengalaman dalam hidup yang sangat beragam. Semua itu bila diramu dengan baik (dengan bumbu parutan kelapa) akan jadi hidangan lezat. Artinya bila seseorang mampu mengambil hikmah dari masalah dan pengalaman hidup akan menjadi memori yang indah dan menarik.

c)   Telur rebus yang bulat dengan warna putih, hijau kebiruan dan kuning: merupakan simbol dari kesucian dan kebulatan tekad untuk mengatasi masalah yang akan sselalu  dijalankan demi mencapai cita-cita yang bahagia.

d)  Rempeyek teri: ikan teri selalu hidup bergerombol, ini simbol dari kebersamaan yang selalu diperlukan selama menjalani hidup ini.

Dari seluruh bagian yang disajikan dalam tumpeng megana ini merupakan makan lengkap sesuai dengan piramida makanan, yaitu:

1.     Nasi – sumber karbohidrat

2.     Sayur – sumber serat dan vitamin

3.     Kelapa – sumber protein nabati dan lemak

4.     Telur – sumber protein hewani

5.     Ikan teri – sumber kalsium dan protein ikan

Dari sinilah dikatakan bahwa sejak lahir manusia dikenalkan pada susunan makanan lengkap

Bancakan Kalo
Dalam rangka memohon keselamatan, kesehatan dan kebahagiaan bagi seorang anak, setiap 35 hari sekali saat hari dan pasaran kelahiran anak sesuai dengan saat kelahirannya dibuatkan selamatan berupa nasi, gudangan bumbu megana, telur pindang, rempeyek teri dan opor ayam. Bancakan ini ditata dalam kalo (alat peniris santan kelapa) dengan posisi bagian dasar ditaruh nasi kira-kira untuk 10-15 orang anak kecil, diatasnya diberi gudangan yang telah dicampur dengan bumbu megana. Selanjutnya ditata diatasnya telur yang sebutir dipotong jadi 4 atau 8. Rempeyek dan opor disajikan terpisah. Setiap anak lain yang datang diberi sebuah pincuk (wadah nasi yang terbuat dari daun pisang) yang diisi semua komponen bancakan. Karena makan bersama-sama dengan teman-temannya anak-anak menjadi lahap menghabiskan isi “pincuk” mereka masing-masing. Nah kalau di kampung itu ada 10 orang balita maka sebulan pasti 10 kali bancakan. Hal ini membuat bancakan kalo mengajari anak-anak mengkonsumsi makanan lengkap bagi sejak usia dini.

Dengan demikian, jelas bahwa Tumpeng Megana adalah sarana mengenalkan makanan lengkap yang menyehatkan bagi semua orang, khususnya anak-anak yang sejak usia dini dibuatkan events yang menyenangkan untuk mengenal makanan lengkap melalui undangan “bancakan kalo”.

Penulis: Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito, dosen di Fakultas Teknologi Pertanian UGM dalam bidang Teknologi Pangan

Makna & Kelengkapan Tumpeng


Pengantar
Kata tumpeng diartikan secara “jarwo dosok” sebagai “tumapaking panguripan (tumindak lempeng) tumuju pangeran” atau dapat diartikan manusia harus hidup menuju jalan Allah.

Bentuk kerucut merupakan gunung, yaitu tempat yang sakral dan lauk pauk sekelilingnya adalah kehidupan lingkungan sehingga sebagai kesatuan yang tumpeng dan rangkaiannya adalah simbol ekosistem.

Kerucut yang runcing melambangkan hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan menempatkan Tuhan pada posisi puncak yang membawahi alam dengan segala isinya dibawah puncak itu (badan dan dasar kerucut). Kerucut yang kokoh terdiri dari butir-butir nasi melambangkan persatuan dan kebersamaan memohon perlindungan dan keselamatan kepada Tuhan.

Bentuk kerucut juga simbol kesempurnaan (Kasampurnan), makin keatas makin sempurna dan makin sedikit jumlah nasinya. Ini lambang bahwa makhluk yang sempurna tidak sebanyak yang biasa.

Warna nasi dapat putih, kuning atau biru. Warna putih adalah lambang kesucian, warna kuning adalah kebesaran, kebahagiaan, harapan dan kegembiraan. Warna biru simbol dari ketenangan, kesetiaan, kemantapan pikiran.

Setiap jenis hajat diadakan dengan tumpeng yang kelengkapannya berbeda-beda, tergantung tujuannya. Selamatan / hajat ini dilakukan sehubungan dengan daur hidup (lahir, menikah, meninggal) dan peristiwa penting (mendirikan rumah, tanam, panen, dll).

Saat kenduri, semua yang hadir ngepung tumpeng, yaitu mengambil nasi dan lauk-pauk dari bagian bawah hingga puncaknya menyatu dengan dasarnya dan ini adalah manunggaling kawulo lan Gusti

Tumpeng Megana
Tumpeng megana untuk mengingatkan kita semua kepada yang melahirkan (mergane ana). Tumpeng ini terdiri atas nasi putih, gudangan bumbu megana diatur di sekeliling tumpeng, rempeyek teri, telur pindang dan ayam opor. Telur pindang bisa ditata sekeliling tumpeng atau di dalam tumpeng.

Masing-masing komponen tumpeng ada maknanya; sayuran hijau simbol kesuburan, kacang panjang merupakan harapan bisa berumur panjang, taoge simbol dari pertumbuhan dan perkembangan, wortel berwarna merah melengkapi warna-warni sayuran adalah cerminan dari berbagai masalah yang harus dihadapi dalam hidup manusia sangat bermacam-macam. Semua ini bila tepat meramunya yang disimbolkan bumbu megana, rasanya rasanya akan lezat dan nikmat. Demikian juga orang hidup apabila bisa mengelola masalah dalam hidup itu menjadi sesuatu yang enak dijalani.

Telur melambangkan asal dari kehidupan yang penuh daya hidup, bentuknya yang bulat menyatakan kebulatan tekad. Opornya dimaknai sebagai harapan baik untuk masa depan, semoga yang dialami yang senang, enak dan memberi kenikmatan. Rempeyek teri lambang kehidupan yang penuh kebersamaan, persatuan dan gotong royong.

Semua upaya diatas dilakukan untuk mencapai persatuan yang hakiki, yaitu manunggaling kawulo lan Gusti, saat tumpeng dikepung dari bagian bawah akhirnya puncak tumpeng bersatu dengan dasarnya.

Tumpeng Punar
Tumpeng Punar merupakan tumpeng nasi kuning dengan kelengkapan lauk-pauk bisa 2 macam:

1.   Untuk memperingati kehamilan 4 bulan dengan kelengkapan lauk-pauk daging lengkap, sambal goreng, telur, cap jae, acar, perkedel, rempeyek dan kerupuk.

2.   Untuk memperingati kehamilan 5 bulan lauk-pauknya kentang goreng, kacang tanah goreng, abon daging sapi, entho-entho, rese goreng, telur dadar, kacang kedele hitam goreng.

Tumpeng Punar ini juga bisa untuk menyatakan rasa syukur karena berbagai macam keberhasilan.

Jadi pada intinya tumpeng punar menyatakan kebahagiaan, kebesaran, syukur dan harapan baik masa depan. Lauk-pauk masakan aneka rasa menyatakan banyaknya peristiwa yang dialami dengan berbagai pengalaman dalam hidup.

Tumpeng Rasulan
Terbuat dari nasi gurih berwarna putih dengan lauk-pauk lalapan, sambel pecel, sambel pencok, sambel goreng, opor ayam, kerupuk kulit dan telur pindang. Tumpeng dilengkapi dengan ingkung ayam.
Tumpeng ini untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dan memiliki harapan dengan keteguhan hati dan jiwa (ingkung-manekung) pemangku hajat dapat meneladani sifat baik dari beliau.

Penulis: Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito, dosen di Fakultas Teknologi Pertanian UGM dalam bidang Teknologi Pangan

Tuesday, 21 October 2014

Culinary Heritage di Jakarta

Di tengah-tengah serbuan kuliner modern, khasanah makanan di Ibu Kota tempo dulu masih eksis. Jakarta masih memiliki kawasan culinary heritage yang cukup menantang untuk dijelajahi dan dinikmati. Culinary heritage yang dimaksud adalah sentra-sentra makanan asli khas Jakarta tempo dulu, namun masih bisa ditemukan di beberapa tempat yang sama hingga saat ini. Sebut saja kawasan jajanan di Pasar Baru, Petak Sembilan, Kota, Kemang, Pluit, dan masih banyak tempat lainnya. Tidak ada pecinta dunia kuliner Jakarta yang belum pernah bertandang ke kawasan-kawasan itu.

Salah satu tempat dunia kuliner tempo dulu yang masih bisa ditemukan di  tengah hirup pikuk kota metropolitan saat ini adalah kawasan Cikini, khususnya Pasar Cikini yang sangat terkenal di kalangan pembesar masa lalu. Bahkan, konon Bung Karno adalah salah satu pengunjung rutin Pasar Cikini.

Kita bisa mengawali petualangan kuliner dengan menikmati gudeg Bu Hardjo yang berhadapan dengan sebuah toko kue yang legendaris bernama Danisa. Di Danisa bisa ditemukan aneka kue basah yang lumayan susah dicari di tempat lain seperti kue mangkok yang dipincuk daun, lepet, celorot. Ada juga titipan makanan yang sudah dikenal enak seperti abon sapi dan bawang goreng yang gurih, nasi bogana Ibu Lies dari Tegal, bandeng presto, dan lainnya. Di Pasar Cikini masih dapat ditemukan permen hopjes dengan merek Venus yang sudah pasti dikenal sejak zaman dahulu dan terkenal enak.

Selain merasakan petualangan kulinari di Pasar Cikini, kita juga dapat menikmati khasanah kulinari lainnya di kawasan Cikini; antara lain di ujung lain jalan Cikini ada toko Toko Roti Tan Ek Tjoan. Bakerij yang dimulai di Bogor pada 1930-an ini masih berkibar kencang dengan kue dan rotinya yang luar biasa. Roti gambang bikinan Tak Ek Tjoan adalah salah satu yang terbaik di seluruh tanah Betawi. Tidak ketinggalan adalah Gado-Gado Bonbin yang sudah buka warung sejak 1960-an. Dulunya, gado-gado ini terletak di Jalan Kebon Binatang III, salah satu sudut Cikini yang dahulu adalah kebon binatang sebelum akhirnya dipindahkan ke Ragunan.

Selain di Cikini, kita juga dapat mengeksplorasi makanan
enak dan unik lainnya di beberapa tempat kota-kota tua di Jakarta yang kaya jajanan kuliner tempo dulu, apalagi jika mau singgah di ke pasar tradisionalnya yang mempunyai jajanan kuliner tempo dulu yang dikenal dengan rasanya yang enak dan lumayan langka diperoleh saat ini. Umpamanya nasi ulam Misjaya yang mangkal di depan klenteng Poa Se Bio dan es selendang mayang di kawasan Petak 9 Glodok.

Selain kawasan kota tua, ada
tempat penjualan es krim Ragusa yang berada di jalan Veteran dan sudah berdiri sejak 1974. Es krim yang satu ini sebenarnya sudah ada di Batavia sejak 1932, namun hanya dijual setahun sekali selama satu bulan di acara Pasar Gambir (pasar malam). Karena makin digemari, akhirnya kiosnya mulai dibuka pada 1947 oleh Ragusa bersaudara, yang masih berdiri dan tetap diminati sampai saat ini.

Kawasan kota tua Jakarta selain bisa dijadikan obyek wisata sejarah juga menjadi target utama wisata kuliner termasuk juga perkampungan tua yang kental dengan nuansa Tionghoa, seperti Kampoeng Kramat Loear Batang, Kampoeng Pekodjan dan Kampoeng Petjinan yang berada di kawasan Tambora, Glodok Jakarta Barat.

Di perkampungan yang tempo dulunya dikenal sebagai kota jasa dan niaga tersebut, biasa dijumpai beragam wisata kuliner khas Tionghoa maupun Betawi sejak zaman dulu seperti sup dan telur penyu, atau bubur kembang tahu yang disiram air gula berbumbu jahe serta minuman teh dingin oolong yang dijajakan di atas gerobak dorong.

Wednesday, 8 October 2014

Selayang Pandang Identitas AGI

Akademi Gastronomi Indonesia (AGI) merupakan satu komunitas nirlaba yang bukan merupakan wadah asosiasi / ikatan profesi, badan usaha pendidikan atau organisasi kemasyarakatan secara umum. AGI merupakan sindikasi yang menghimpun kalangan pecinta, penikmat, pemerhati dan penilai upaboga (atau disebut juga sebagai “gastronom”) dengan perhatian khusus kepada pengetahuan, seni, budaya dan sejarah dari warisan ragam hidangan (kuliner) nusantara. Pada intinya AGI mempelajari tentang kuliner warisan tradisional Indonesia dalam kaitannya dengan kreatifitas, kebudayaan & kearifan lokal dengan penekanan kepada “Indonesian Traditional Cuisine Heritage”.

AGI adalah satu-satunya komunitas gastronomi di Asia Tenggara yang mempunyai keterkaitan dengan International Academy Gastronomy (IAG) yang berpusat di Paris yang kesemua anggotanya memakai kata "Akademi" sebagai branding sindikasi mereka seperti juga di Indonesia. Anggotanya ada di berbagai manca negara, khususnya di Eropa Barat & Amerika Serikat,  yang terdiri dari berbagai kalangan masyarakat dengan kemapanan ekonomi tertentu. Anggotanya mempunyai hobi (kegemaran) terhadap masakan - makanan tradisional (& modifikasi) serta tentang keahlian memasak. Seperti juga di negara lain, jumlah anggota AGI terbatas yang recruitmentnya atas dasar undangan yang tidak boleh melebihi angka koridor 200 orang walau saat ini masih dibatas angka 150 orang.

Keyakinan AGI, rahasia sukses kuliner masa depan ada di catatan masakan-makanan masa lalu. Jika kita dapat menggali dan menemukan resep tradisional para leluhur, maka kuliner Indonesia akan bisa jaya sekaligus bisa mengiringi modernisasi global, karena sebenarnya lestarinya keberadaan kuliner masa kini berasal dari kekayaan resep asli dan tradisi warisan masa lalu.

Bagi AGI warisan tradisional hidangan masakan - makanan para leluhur merupakan salah satu unsur pembentuk kemandirian dari kedaulatan pangan rakyat Indonesia yang secara kebathinan merupakan ciri identitas dan jati diri Bangsa Indonesia.

Salah besar jika kita menilai makanan hanya merupakan suatu cara untuk mengenyangkan perut. Dalam konteks kebudayaan bangsa, pada umumnya makanan tidak pernah semata-mata hanya sebagai pasokan gizi dan nutrisi untuk pertahanan kehidupan jasmaniah, melainkan juga ada nilai budaya yang terkait di dalamnya, seperti struktur sosial, sistem religi, dan sistem ekonomi. Disamping itu pada awalnya tradisi seni masak - makanan merupakan bentuk persembahan masyarakat lokal dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan sehingga erat kaitannya dengan religi atau kepercayaan masyarakat setempat.

Makanan merupakan bagian dari manusia, kebudayaan dan lingkungannya. Dalam perspektif budaya, makanan merupakan sebuah identitas, representasi dan produksi dari kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Pola makan dan jenis makanan masyarakat dapat menggambarkan perilaku gaya hidup terhadap lingkungan dan sistem-sistem sosial masyarakat pendukungnya. Makanan secara budaya, menggambarkan identitas lokal suatu pendukung budaya yang mencirikan lingkungan dan kebiasaan, serta menggambarkan representasi, regulasi, konsumsi dan produksi.

Historiografis makanan di Indonesia identik dengan kebudayaan, karena manusia tidak akan pernah lepas dari makan yang merupakan pola budaya suatu masyarakat. Asal-usul masakan Indonesia, kejadian, karakteristik, pengaruh, teknik memasak, bahan baku, gaya & seni memasak -nya dipengaruhi oleh etnik lokal dengan beragam campuran seni kuliner etnik pendatang yakni dari India, Timur Tengah, Cina, Jepang dan bangsa Eropa seperti Portugis, Belanda maupun Inggris.

Dengan demikian pada dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada keanekaragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal oleh kebudayaan masyarakat setempat serta pengaruh etnik pendatang asing.

Indonesia dikenal akan kekayaan budaya yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Indonesia memiliki beragam suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat, seni budaya dan bahasa yang khas. Belasan ribu pulau, ribuan kuliner, ratusan etnik, belasan ribu suku dengan bahasa, dialeg dan budaya yang berbeda, menjadi daya tarik bagi masyarakat dunia. Untuk diketahui, ada lebih dari 300 kelompok etnis di Indonesia atau tepatnya 1,340 suku di berbagai daerah, yang memiliki suku asli atau sub-suku pribumi yang mendiami tanah leluhur Indonesia sejak jaman dahulu.

Kesemua kelompok etnis ini memiliki berbagai macam jenis masakan hidangan tradisional kuliner. Namun sayangnya catatan kuna mengenai makanan di bumi nusantara ini tidak banyak terkoleksi secara tertulis. Saat ini di Indonesia tercatat ada 748 bahasa yang digunakan namun tidak lebih dari 1,2% catatan tertulis kuna tentang kuliner yang dimiliki bangsa ini.

Banyak masakan di Nusantara, tetapi minim sekali pencatatan resmi mengenainya, menyebabkan tulisan sejarah kuliner negeri ini menjadi sulit digali. Pemerintah Indonesia sendiri di tahun 1967 pernah menerbitkan buku tentang resep-resep masakan Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang berjudul "Mustika Rasa" berisikan 1600 aneka resep masakan, namun buku ini belum dapat dikatakan lengkap, walaupun bisa dikatakan merupakan pertanggungjawaban resmi Pemerintah demi negara dan bangsa sebagai sumbangan bagi pusaka warisan tradisional kuliner Indonesia. Dengan jumlah pulau, suku dan bahasa sebanyak itu, tercatat saat ini secara resmi oleh almarhum Suryatini Ganie ada lebih kurang 5,000 jumlah aneka resep masakan makanan kuliner di Indonesia, sedangkan yang belum tercatat masih ada puluhan ribu jumlahnya.

Makanan tradisional merupakan salah satu kekayaan budaya yang harus digali kembali sebagai salah satu aset kultural melalui revitalisasi dan proses-proses transformasi. Hal ini perlu dilakukan untuk mengimbangi serbuan jenis makanan asing, sebagai dampak pasar bebas dan globalisasi. Makanan tradisional semakin tidak popular dan kalah bersaing dengan makanan asing, sudah semestinya harus ada usaha untuk mempopulerkannya kembali. Apabila ada anggapan bahwa kurang populernya makanan tradisional Indonesia disebabkan terlalu banyak varian dan cara masak yang terlalu lama, sudah tentu bukan suatu penilaian yang benar dan perlu diragukan kesahihannya.

Globalisasi membawa pengaruh besar yang cukup signifikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya pada perubahan selera masyarakat akan cita rasa makanan. Dampak tersebut membentuk pola pikir dan perilaku yang berbeda dengan masyarakat pada jaman dulu. Asumsi ini bukan sekedar wacana. Tidak dapat dipungkiri warisan resep masakan tradisional masa lampau kini kurang mendapat perhatian dalam masyarakat. khususnya di kalangan generasi muda. Kemungkinan fenomena itu terjadi karena pandangan terhadap "warisan tradisional" sebagai suatu kebudayaan sudah ketinggalan jaman, padahal jika dicermati kandungan dan keunggulannya secara mendalam, peninggalan masa lampau memberikan informasi kepada generasi berikutnya terkait dengan kebudayaan masa lampau.

Menurunnya minat masyarakat terhadap makanan tradisional menunjukkan mulai terjadinya degradasi bangsa. Bangsa luar (asia dan barat) bangga memiliki resep makanan sendiri yang diwarisi sebagai kearifan lokal, bahkan resep itu dapat dipromosikan ke seluruh dunia. Berbeda halnya dengan bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman resep masakan mulai meninggalkan warisan tradisional dan mengejar resep masakan bangsa lain. Hilangnya resep masakan nusantara sekaligus menghilangkan identitas bangsa berkaitan dengan masakan khas mereka sebagai produk budaya.

Kemiskinan identitas budaya ini semakin terlihat hari demi hari disekitar kita, walaupun masih ada beberapa masyarakat yang mengetahui resep masakan tersebut, tetapi sebagian besar resep ini diwarisi secara turun-menurun melalui pengalaman mereka secara lisan. Bangsa yang kehilangan identitas cenderung larut dalam perkembangan globalisasi yang pengaruhnya terlihat dari gaya berpakaian, gaya berperilaku termasuk di dalamnya gaya dalam memilih menu makanan.

Menurunnya minat masyarakat terhadap makanan tradisional tampak pada menipisnya antusiasme masyarakat untuk memperkuat jati dirinya dimana makanan merupakan salah satu identitas bangsa yang mulai ditinggalkan. Berbeda halnya dengan bangsa lain, senantiasa memperkenalkan kebudayaan mereka kepada dunia terkait dengan makanan sebagai salah satu identitas mereka. Jika hal ini terus berlangsung, maka kebudayaan Indonesia semakin lama akan semakin terkikis oleh kebudayaan asing. Hilangnya resep masakan warisan tradisional sekaligus menghilangkan identitas bangsa berkaitan dengan masakan khas nusantara sebagai suatu produk budaya yang bernafaskan kearifan lokal diwarisi secara turun menurun.

Pengembalian identitas bangsa itu dapat dilakukan dengan mengembalikan minat masyarakat, khususnya generasi muda, dengan cara merubah pemahaman terhadap pentingnya pelestarian makanan khas nusantara sebagai warisan budaya; yakni dengan mengenalkan kembali resep masakan tradisional warisan leluhur bangsa Indonesia kepada khalayak luas. Sosialisasi resep masakan leluhur dapat dilakukan dengan mengajak segenap para pemangku yang berkepentingan merekonstruksi penyajiannya ke arah modern namun tetap mempertahankan ciri sebagai resep masakan tradisional. Hal ini untuk meningkatkan daya saing terhadap perkembangan jenis masakan asing yang telah ada dewasa ini.

Rekonstruksi yang dimaksud adalah penyajian resep masakan dengan mengambil pola penyajian menu modern berupa penampilan gambar yang telah memanfaatkan teknologi yang ada untuk mempercantik tampilan sehingga menimbulkan daya tarik untuk mencobanya. Rekonstruksi itu hanya pada tampilannya saja, sedangkan untuk bumbu-bumbu tetap dipertahankan, sehingga ciri khas dari resep tradisional tetap bertahan.

Dengan demikian resep masakan tradisional perlu didesain sesuai dengan perkembangan jaman, namun tidak meninggalkan ciri khas dari masakan tradisional tersebut. Meningkatnya kecintaan masyarakat terhadap resep masakan yang telah diwarisi sejak turun-temurun akan menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap identitas bangsanya. Terlebih resep masakan tersebut mampu mempengaruhi resep makanan secara global.

Untuk itu bisa dikatakan sumber kepribadian bangsa Indonesia diantaranya adalah tradisi (adat istiadat, kearifan lokal atau warisan leluhur) yang bisa menjadi pondasi pembentuk kepribadian ke-Indonesia-an kita. Kemerdekaan barulah sejati, jikalau dengan kemerdekaan itu kita dapat "menjaga dan merawat" kepribadian kita sendiri. Unsur-unsur dari luar harus dianggap hanya sebagai pemegang fungsi pembantu belaka, pendorong, stimulans, bagi kegiatan kita sendiri, keringat Indonesia sendiri. Kebijakan kuliner Indonesia dengan penekanan kepada “Kearifan Gastronomi Lokal” merupakan peta ekonomi kreatif bangsa Indonesia dalam melestarikan warisan tradisional hidangan masakan-makanan para leluhur yang mempunyai asal usul sejarah, nilai ritual, nilai religi, filosofi, identitas dan akar jati diri kebangsaan.

Akademi Gastronomi Indonesia ada di halaman kearifan gastronomi lokal (local genius) karena yang diperjuangkan adalah pelestarian warisan tradisional hidangan masakan-makanan para leluhur yang merupakan satu mata rantai dari kekayaan pangan lokal Indonesia.

Namun perjuangan ini semua bukan hanya ada di wilayah kekuasaan Pemerintah, walaupun Pemerintah harus berperan secara pro-aktif sebagai suporter dan katalisator. Sudah saatnya merangkul inisiatif kerjasama dengan gerakan segenap komponen masyarakat, media (cetak, online & Tv) dan gerakan filantropi di Indonesia untuk bahu-membahu turut membangkitkan pelestarian kearifan gastronomi lokal bangsa ini. Upaya itu dengan mengajak saling bekerja sama mengembangkan pemberdayaan gastro-kuliner di Indonesia, mengingat upaya ini tidak mungkin hanya dilakukan oleh orang-perseorangan, maupun oleh satu dua kelompok atau organisasi atau oleh Pemerintah saja. Tantangan masalahnya terlalu besar. Belum adanya infrastruktur kelembagaan dan kebijakan yang mendukung dan mendorong secara intensif, dirasakan perlu ada usaha-usaha yang efektif dan terarah dari berbagai komponen pelaku dan pendukung di Indonesia untuk menghimpun, menyatukan dan memperkuat gerak langkah bersama dalam menghadapai tantangan pelestarian gastro-kuliner di negeri ini. Kontribusi segenap komponen masyarakat, media (cetak, online & Tv) dan gerakan filantropi dalam bidang gastro-kuliner Indonesia sangat potensial bagi bangsa ini, khususnya bila daya kemampuan mereka ditransformasikan menjadi sesuatu yang lebih berarti.

Perlu diketahui, AGI berbeda dengan organisasi kuliner lainnya yang ada di Indonesia. Perjuangan AGI adalah untuk mengangkat dan melestarikan warisan tradisional kuliner Indonesia yang sejak negeri ini merdeka, belum ada satupun organisasi kuliner di Indonesia melakukannya. Perjuangan AGI adalah untuk kepentingan "merah putih" Indonesia yang kami lihat pelestarian budaya warisan tradisional kuliner para leluhur bangsa ini sudah hampir menurun daya tariknya akibat pengaruh teknologi, modernisasi dan globalisasi yang sudah membuka lebar batasan suatu negara dengan negara lain. Akibatnya kemampuan pendidikan dan kepemimpinan bangsa ini dalam bicara mengenai budaya dan identitas warisan tradisional kuliner bangsa dirasakan belum maksimal sama sekali.

Memang banyak organisasi kuliner di Indonesia (seperti Assosiasi Culinary Professional Indonesia , Ikatan Ahli Boga Indonesia, Indonesian Food and Beverage Executive Club,  Asosisasi Perusahaan Jasaboga Indonesia, Dewan Rempah Indonesia, Komunitas Buah dan Sayur Lokal, Indonesia Food and Beverage Manager Association) atau sekolah kuliner seperti STP Sahid Jaya Jakarta, UPI Bandung, STP Bali, STP Bandung dan lain-lain; tetapi bisa dikatakan kesemua organisasi itu belum secara spesifik bicara mengenai gastronomi apalagi mengenai warisan tradisional para leluhur bangsa. Organisasi yang ada hanya bicara sebatas "business, resep masakan dan pengetahuan seni hidangan" tanpa melihat asal usul sejarah, budaya, ritual, ke-ekonomian bagi masyarakat maupun manfaat gastronomi bagi pendidikan bangsa kedepannya.

Saat ini ada lebih kurang ada puluhan riibu para ahli juru masa profesional di Indonesia yang sebagian besar bisa dikatakan sewaktu masa pendidikan di sekolahnya maupun melakukan pekerjaan setelah selesai sekolah, terjun di bidang kuliner resep masyarakat barat. Mereka memang bicara tentang resepi Indonesia dan mengetahui kuliner Indonesia tetapi sebagian kecil didapat di bangku pendidikan. Mereka belajar semua itu di luar sekolah dan bereksperimen dengan apa adanya tanpa melihat bahwa di hidangan masakan makanan Indonesia memiliki unsur ritual, sejarah, adat istiadat maupun pesan-pesan para lehuhur.

Jakarta 9 Oktober 2014
Indra Ketaren