".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Monday 25 May 2020

Masa Depan Hospitality dan Pariwisata Indonesia

PENDAHULUAN
Pandemik Covid19 telah membentuk sebuah Tatanan Dunia Baru atau Tatanan Kehidupan Baru, dimana kehidupan manusia telah berubah dan manusia dituntut bersepakat mengadaptasi perilaku dan sikap baru tersebut.

Kita harus pahami, intisari dari pandemik itu yang menentukan timelinenya adalah Covid-19 itu sendiri, baik waktu terjadinya dan begitu pula tahapannya.

Manusia terpaksa harus menghentikan segala macam aktifitas (alias terputus), sehingga yang terjadi sebetulnya, manusia sedang menghadapi proses pembekuan kehidupan.


Perlu disadari kondisi virus itu masih ada dan vaksin belum ditemukan. Perilaku masyarakat terhadap protokol keselamatan dan kesehatan membuat penyebaran Covid-19 hanya melambat.

Kita melihat, bencana pandemik Covid-19 telah mengubah kondisi industri & jasa pariwisata dunia yang mengakibatkan pelaku bisnis hospitality (seperti hotelier, restaurateur & chef) ikut terpengaruh terkena imbasnya.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, hampir 90% populasi dunia sekarang tinggal di negara-negara dengan pembatasan perjalanan. 

Sektor pariwisata Indonesia yang menyerap banyak lapangan kerja, sangat terpukul akibat pandemik Covid-19 yang sulit diprediksi kapan akan berakhir.

Bisa dikatakan untuk sementara waktu dunia Pariwisata terlihat seperti dalam keadaan “mati suri”

Kita sudah baca di berbagai media, sebagian besar negara-negara di dunia menutup diri untuk dimasukin (dikunjungi) warga asing (luar). Beberapa negara-negara lain di dunia juga melarang warganya mengunjungi Indonesia (travel warning).

Akibatnya, ada sekian ribu restoran & cafe tutup, ada sekitar seribu lebih hotel-hotel terpaksa berhenti operasionalnya dan ada ratusan ribu pekerja dirumahkan atau terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Potensi kerugian sektor industri & jasa pariwisata Indonesia pun cukup besar yang diprediksi mencapai 1,5 milliar dolar AS atau setara dengan Rp 21 triliun.

Sedangkan berdasarkan data World Travel and Tourism Council (WTTC) dampak secara global yang nyata pada sektor perjalanan dan pariwisata akibat wabah Corona berpotensi mengakibatkan 50 juta orang di seluruh dunia kehilangan pekerjaan. WTTC memperkirakan kedatangan wisatawan internasional global akan berkurang 20%-30% pada tahun 2020, yang mengarah pada potensi kerugian US$ 30-50 miliar. Di banyak kota di dunia, perjalanan yang direncanakan turun hingga 80-90%. Banyak tempat wisata di seluruh dunia ditutup, seperti museum, taman hiburan dan tempat olahraga.

Namun untuk sektor kuliner ada secercah harapan pemulihan dengan meningkatnya pesan-antar (on line) makanan, walaupun nilai penjualannya turun sedikit.

Akan tetapi apapun yang terjadi, industri & jasa pariwisata serta lembaga pendidikan terkait harus terus berlanjut dalam memasuki situasi ini & bersiap diri agar dapat bertahan di masa mendatang.

Semua pihak tidak boleh lalai dengan waktu yang ada, karena para pelaku industri & jasa pariwisata serta yang mereka pekerjakan maupun komunitas yang mereka layani, sangat tergantung dari langkah apa yang akan diterapkan nantinya.

DIGITALISASI
Para pelaku industri & jasa pariwisata serta lembaga pendidikan harus bisa beradaptasi dengan peran baru, jalan baru, dan ekspektasi baru dengan cara menata kembali strategi model bisnis & kurikulum pendidikan apa yang cocok nantinya.

Apalagi kita memahami saat ini digitalisasi berkembang cepat di luar dugaan sehingga era baru ini juga terkait dengan perkembangan tersebut.

Saat ini dengan adanya protokol social distancing (physical distancing), Work From Home (WFH) atau Stay At Home (SAH), manusia tetap bisa berkomunikasi melalui webinar (web seminar atau dikenal dengan video conference), sehingga interaksi satu sama lain bisa terjaga secara virtual walau tidak langsung berhadapan satu sama lain.

Pertanyaannya apakah industri & jasa pariwisata akan menggunakan teknologi digitalisasi ini ?

Perlu disadari masa depan industri & jasa pariwisata akan mempercepat penggunaan & penyebaran teknologi digital untuk menyeimbangkan perlindungan kebebasan sipil dan kesehatan masyarakat. 

Digitalisasi diperlukan untuk mengantisipasi antara lain  :
1. Touchless Travel :  Kedepan perubahan yang paling langsung dan mungkin akan terlihat adalah pergeseran ke perjalanan tanpa sentuhan (touchless travel) dari bandara ke check-in hotel. Bahkan dengan protokol pembersihan yang ketat, bertukar dokumen perjalanan dan menyentuh permukaan melalui check-in, keamanan, kontrol perbatasan, dan naik pesawat masih merupakan risiko infeksi yang signifikan bagi pelancong dan staf.

Otomatisasi biometrik di seluruh sektor ini akan menjadi norma baru dan menjadi solusi yang diterima secara luas untuk verifikasi identitas. Sidik jari fisik dan pemindai tangan akan dihapus. Lebih banyak opsi tanpa sentuhan akan ikut berperan termasuk sidik jari tanpa kontak, serta iris dan pengenalan wajah. 

2. Digital Health Passports : Mulai sekarang, kesehatan akan tertanam dalam setiap aspek perjalanan, yakni akan memperkenalkan dan mengembangkan protokol dan standar paspor kesehatan digital (digital health passports). Langkah-langkah seperti sanitasi yang terlihat (visible sanitizing), screening dan masker semua akan meningkatkan perasaan keselamatan ketika berpikir tentang bepergian setelah COVID-19.

Hal ini dilakukan karena sampai saat ini, tidak ada standar atau kesepakatan tentang tingkat risiko yang dapat diterima untuk membuka kembali perbatasan atau mengizinkan individu untuk bepergian. Sampai vaksin belum ditemukan, fokus perjalanan bergeser untuk menilai kondisi kesehatan penumpang dengan mendasari data riwayat profil perjalanan yang bersangkutan

3. The Digital Traveller : Penjelajah digital (digital traveller) akan dipercepat dalam era normal baru untuk membantu bisnis beradaptasi dengan perilaku konsumen yang berubah dan membangun kembali kepercayaan. Solusi identitas digital terintegrasi adalah kunci untuk mewujudkan perjalanan tanpa sentuhan serta capable menilai profil risiko seseorang secara efisie maupun memungkinkan untuk mengelola risiko secara real time.

EVALUASI
Para pelaku industri & jasa pariwisata serta lembaga pendidikan harus melakukan evaluasi dengan melakukan observasi dan mempelajari peluang apa yang cocok akan berkembang.

Strategi jangka pendek dan panjang perlu dirumuskan secara bersama dengan program teknis penerapaannya

Para pelaku bisnis hospitality (seperti hotelier, restaurateur & chef) serta pendidik harus menuju ke tahap selanjutnya dengan melakukan gotong royong & bersatu menentukan bagaimana cara beradaptasi dengan situasi ini.

Kedepan hospitality services akan menghadapi pelanggan dengan penggunaan masker, sarung tangan dan permintaan sanitasi yang tinggi, yang kesemua itu nantinya akan menjadi hal yang lumrah dalam dunia pariwisata, hotelier & restaurateur.

Oleh karena itu, industri & jasa pariwisata serta lembaga pendidikan di masa depan harus mulai fokus menerapkan standar kebersihan, kesehatan, dan keamanan dalam operasional bisnis mereka.

Pada intinya industri & jasa pariwisata serta lembaga pendidikan di masa depan akan masuk ke dalam Tatanan Dunia Baru atau Tatanan Kehidupan Baru yang oleh banyak orang disebut sebagai era normal baru (new normal era) dengan perilaku baru (new behaviour).

Adapun pengertian era normal baru itu sendiri bukan berarti kembali seperti kondisi normal sebelumnya.

Oleh karena itu, strategi sektor industri & jasa pariwisata serta lembaga pendidikan Indonesia di masa Tatanan Dunia Baru harus bisa mengadaptasi kesemua itu, dengan menerapkan program back to basic.

Artinya harus kembali ke pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan atau masyarakat dunia, yakni kebersihan, keselamatan, dan keamanan, untuk kepentingan Branding Power Equity Indonesia di mata dunia.

PEMULIHAN
Hotel dan persewaaan di tempat tinggal orang lain (residence rental) akan menghadapi pembukaan kembali secara bertahap (fase untuk rebound), meskipun lambat dan masih dalam fase tingkat depresi untuk beradaptasi dengan permintaan pasar.

Dalam jangka waktu dekat, dengan pembatasan jarak sosial dan perjalanan, pelaku bisnis perhotelan perlu fokus pada kebutuhan komunitas lokal mereka, membantu komunitas medis dan pemerintah lokal serta penting untuk membantu pekerja yang mereka pekerjakan maupun komunitas yang mereka layani.

Disadari akan ada lebih sedikit hotel yang beroperasi, dan lebih sedikit hotel yang sedang dikembangkan. Wisatawan juga mungkin akan melihat hotel yang hanya membuka sebagian kecil dari kamar yang mereka miliki dan mencari solusi teknologi untuk menggantikan staf guna menghemat uang dengan tarif kamar yang relatif murah. 

Akan ada potongan harga kamar untuk merangsang perjalanan. Apalagi wisatawan cenderung menganggap persewaaan di tempat tinggal orang lain (residence rental) lebih berisiko daripada hotel. Persewaan liburan mungkin tidak terlalu berdampak negatif, tetapi hotel akan menggembar-gemborkan standar pembersihan dan dedikasi staf mereka untuk memastikan keselamatan dan keamanan tamu. 

Sebaliknya hotel akan menyambut kembali pelancong saat mereka diizinkan melakukannya, dan mungkin harganya lebih baik daripada yang pernah dilihat orang selama bertahun-tahun.
Untuk diketahui negara-negara seperti Singapura, Malaysia ataupun New Zealand telah menerapkan kebijakan-kebijakan pemulihan kepariwisataannya di dalam menghadapi pendemik ini.
Tingkat kecepatan dan ketepatan negara-negara itu sebaiknya dijadikan tolak ukur bagi pelaku bisnis hospitality (seperti hotelier, restaurateur & chef) serta pendidik Indonesia.

Sebagai contoh, Singapura telah mengeluarkan kebijakan sertifikasi SG Clean dimana kampanye ini menanamkan “budaya bersih” nasional menjadi standard kebersihan publik dan bagian integral dari kehidupan ditengah wabah virus corona, termasuk di sektor bisnis pariwisata, ritel, dan layanan makanan, khususnya terkait atraksi gelaran gastronomi.

Ternyata benchmark branding SG Clean ini terbukti mampu berangsur-angsur meningkatkan kepercayaan dari pelanggan & wisatawan terhadap kualitas layanan kebersihan yang diberikan selama mereka berwisata.

KORIDOR TATANAN DUNIA BARU
Untuk menghadapi era normal baru dengan new behaviour penting bagi pelaku bisnis hospitality (seperti hotelier, restaurateur & chef) mencari cara baru, produk baru dan solusi baru yang dibutuhkan industri dan jasa pariwisata dalam menjalani kehidupan dengan peradaban dan budaya baru.

Oleh karena itu industri dan jasa pariwisata Indonesia harus bisa menjamin 4 (empat) hal, sebagai berikut :

1. Safety
2. Healthy
3. Flexibility
4. Sustainability

Seperti dikatakan bapak Hermawan Kartajaya (Founder dan Chairman MarkPlus, Inc), diperkirakan ke depannya industri & jasa pariwisata akan menghadapi 4 (empat) situasi yakni :

1. Slow Tourism yang akan menjadi pilihan para wisatwan dunia dengan memilih tinggal di satu negara dalam waktu yang lebih lama.

2. Staycation juga akan menjadi pilihan bagi para turis nantinya. Terlebih bagi mereka yang masih enggan bepergian ke tempat lain karena kekhawatiran setelah COVID-19. Staycation adalah liburan yang dihabiskan di negara asal seseorang bukan di luar negeri, atau yang dihabiskan di rumah dengan melibatkan perjalanan ke tempat-tempat wisata lokal. Karenanya, para pelaku bisnis di sektor pariwisata harus menyadari tentang kebutuhan akan jaminan yang diharapkan konsumen dari tren Staycation ini.

3. Memberi akses sambungan langsung dengan dokter selama 24 jam yang dapat memberikan rasa nyaman ketika berwisata setelah pandemi.

4. Penting memiliki rencana SPA (Surviving/Servicing, Preparing, dan Actualizing). Untuk Surviving perlu diperhatikan dua poin yang berhubungan dengan konsumen, yakni responsiveness & empathy. Sedangkan dua poin lainnya berhubungan dengan produk, yaitu harga yang bersifat fleksibel dan promosi dengan mengkomunikasikan segala hal yang sudah mereka siapkan.

PROPOSISI MODEL TATANAN DUNIA BARU
Untuk itu, model hospitality & pariwisata Indonesia di masa depan harus mampu mengubah diri dalam menghadapi penyesuaian era normal baru dengan new behaviour ini dengan back to basic,  agar sesuai dengan standard global manajemen destinasi pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism), untuk menyesuaikan minat pasar wisatawan dunia, yakni antara lain :

1. Operasional industri dan jasa pariwisata  harus memiliki persyaratan social distancing (physical distancing) dengan protokol dan standard kebersihan maupun kesehatan yang ketat (seperti jarak fisik, penggunaan masker, fasilitas mencuci tangan & etiket penerapan pernafasan) .

2. Pembenahan program wisata back to basic yang terkait dengan kenyamanan, seperti soal kebersihan, keamanan, kesehatan, pelestarian lingkungan, regulasi daerah, layanan wisata halal dan lain sebagainya.

3. Mengembangkan model pariwisata baru atau mengaktifkan kembali yang sudah ada, antara lain :

a. Wellness Travel & Tours untuk menghubungkan manusia dengan planet bumi sebagai suatu perjalanan kesehatan untuk mengisi ulang tubuh dan menyehatkan pikiran. Umpamanya dengan kegiatan herbalife yakni peremajaan dan pengalaman makanan sehat dengan fokus mempromosikan produk lokal dan aman di tengah pandemi virus corona.

b. Wisata Staycation sebagai liburan dengan tinggal atau menetap di suatu tempat yang dilakukan di rumah atau di dekat rumah tanpa pergi atau melakukan perjalanan ke tempat lain.

4. Benchmark Brand Power pariwisata Indonesia harus ditata ulang untuk dapat meningkat nilai equity-nya di masa depan dengan menyesuaikan diri terhadap tema dari Tatanan Dunia Baru yang akan mengadaptasi perilaku dan sikap baru; yakni manusia yang lebih mementingkan Kebersihan dan saling Mengasihi dengan dasar yang lama yaitu Budi Pekerti, Kejujuran dan Kasih.

5.  Kurikulum pendidikan pariwisata harus bisa mengadaptasi perubahan yang ada, terutama dalam melahirkan & mendidik Entrepreneur Indonesia yang bisa menyesuaikan diri dengan new normal era & new behaviour serta back to basic, terutama terkait dengan perkembangan teklogi digitalisasi ini.

6. Menjadikan Gastronomi Kuliner sebagai instrumen & tolak ukur dalam merumuskan Nusantara Local Food Tourism Policy (Kebijakan Wisata Makanan Lokal Nusantara), terutama terkait dengan branding Clean seperti yang dilakukan Singapura.

Khusus untuk sektor gastronomi kuliner sendiri, pertama-tama produsen dan konsumen harus menerapkan ramah lingkungan untuk meminimal timbulan sampah kemasan dan pembuangan limbah makanan. Kedua, sangatlah penting bagi produsen untuk meningkatkan porsi dan penggunaan pangan lokal.

Catatan:
Untuk butir 3 (tiga) dari proposisi model di atas, saat ini ada pemikiran untuk melakukan Wisata Virtual yang menggunakan  media aplikasi mempromosikan Indonesia dengan konsep 360 virtual tour yang merupakan bagian dari virtual reality berupa konten digital yang terdiri dari beberapa rangkaian foto panorama 360 derajat.

Wisata model ini untuk mensimulasikan suatu lingkungan yang ada dan memberikan keleluasaan pengguna untuk melihat segala sisi secara tak terbatas lengkap dengan video conference yang bisa dilakukan dari manapun, termasuk dari rumah.

Namun seperti kita ketahui, esensi Pariwisata itu adalah “mengunjung suatu destinasi lokasi”, selain untuk mendapatkan “unforgettable experience”. Itu inti pengertiannya.
Situasi pandemik sekarang memang memiliki dampak ekonomi negatif pada sektor perjalanan. Dalam jangka panjang yang mungkin terjadi adalah menurunnya kunjungan wisatawan, perjalanan bisnis dan konferensi internasional. Namun dengan munculnya virtual online equivalent menjadi opsi karena kekhawatiran mengenai efektivitas pembatasan perjalanan untuk menahan penyebaran COVID-19.

Walaupun demikian, adanya pemikiran wisata virtual ini di apresiasi dan bisa saja menjadi salah satu opsi untuk menata kembali strategi model bisnis yang cocok di era baru dengan menyesuaikan diri terhadap perkembangan teknologi digitalisasi tersebut, meskipun tidak maksimal memberi faedah ekonomi kepada pelaku bisnis hospitality (seperti hotelier, restaurateur & chef).
Sebagai penutup, terlepas dari tragedi pandemik yang terjadi di seluruh dunia, dengan seluruh negara tertutup bagi dunia luar, semua memiliki keyakinan bahwa industri & jasa pariwisata pada akhirnya akan berlanjut dan bermanfaat seperti sebelumnya. 

Sementara pengalaman mungkin terlihat dan terasa berbeda begitu dunia mulai dibuka kembali, orang dapat mengandalkan dampak transformatif dan positif dari perjalanan untuk mengubah hidup mereka sendiri dan tujuan yang mereka kunjungi menjadi lebih baik.

Kita semua hanya berharap itu mulai terjadi lagi lebih cepat daripada nanti.

Demikian disampaikan
Tabek

IndraKarona Ketaren
Co-Founder
Indonesian Gastronomy Association (IGA)