".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Monday, 21 December 2015

Happy Dong Zi Festival - (Selamat Hari Raya Tang Ce) - 22 Des 2015


Hari Raya Dong Zi adalah sebuah Peringatan Ritual Budaya Tionghoa di Puncak Musim Dingin yg diwarnai dg adanya sajian onde-onde (wedang ronde).

Ritual budaya inilah yg kemudian dikaitkan dan berkembang menjadi Peringatan Hari Ibu / Hari Mama
(Mother's Day).

Kenapa sampai bisa jadi icon Hari Ibu..??

Karena bila kita tilik dari legenda tentang ritual budaya onde ini, di dalamnya menguak kisah tentang pengorbanan seorang ibu yg rela mencongkel kedua biji matanya demi menolong anak/putranya yang menjadi buta karena terkena racun tanaman hutan.

Berikut ini saya sampaikan cuplikan kisah legendanya. Semoga bermanfaat untuk menambah pengetahuan.

Dong Zi 冬至 (baca: Tung Ce)
atau Tang Ce (dalam dialek Hokkian) berarti Musim Dingin Tiba.

Merujuk pada sistem penanggalan Nong Li (sistim penanggalan pertanian di Tiongkok), tibanya titik Chi / Kulminasi "Dong Zi" ini, masuk dalam kategori hari yg paling dingin / puncaknya Musim Dingin dalam setiap tahunnya.

Itu sebabnya, sejak dulu di Tiongkok sana, setiap tiba hari Dong Zi dibangun ritual kegamaan berupa persembahyangan kepada para leluhur, mempersembahkan wedang ronde sbg penghangat tubuh di saat udara sdg dingin2 nya.

Dong Zi / Tung Ce atau Tang Ce, mempunyai makna yg khusus bagi masyarakat Tionghoa,
sebagainana cerita 'dulu' yg tertuang di dalam kisah hikayat / legenda tentang Dong Zi atau Tang Ce.

Alkisah ada seseorang pemuda yang memiliki keahlian sbg tabib yg sangat berbakat.
Pada suatu hari, ia mencari ramuan obat di hutan, karena suatu kesalahan yg tdk disengaja, ia terkena racun tanaman yg menyebabkan kedua matanya menjadi buta.

Seseorang menemukannya terlantar di hutan, dan mengantarkannya kembali ke rumah.
Ibunya yg sudah tua sangat mengasihi anaknya, hatinya begitu pedih saat mengetahui anak satu2nya itu menjadi buta. Pada suatu malam, saat anaknya lelap tettidur, diam2 ia mencongkel kedua bola matanya, lalu di pindahkan ke kelopak mata anaknya.

Mujizat, setelah anaknya bangun dari tidurnya, matanya bisa melihat kembali, namun kini ibunyalah
yg menjadi buta. Si anak mengetahui bahwa matanya yg saat itu dipakai adalah mata pemberian ibunya.
Ia pun menjadi sangat terharu, ia tak rela ibunya menjadi buta karena dirinya. Ia memaksa ingin mengembalikan mata tsb kpd ibunya, tp ibunya menolak.

Ibunya lalu memberikan petunjuk kpd anaknya itu, klu ingin mengembalikan kedua mata tsb, cukup dengan membuat saja 2 (dua) onde / ronde dari ketan untuk dimasukan ke kelopak matanya yg sdh bolong itu.

Si anakpun mengikuti apa yg diberitahukan ibunya itu. Sebuah keajaiban kembali terjadi, getaran kasih sayang dan cinta kasih yg sangat kuat antara Ibu dan Anak, membuahkan kemujizatan. Ibunya dpt melihat kembali.

Makna dari onde / ronde ini adalah menjadi simbol yg menunjukkan betapa kuatnya keeratan/kelekatan kasih sayang seorang ibu kpd anaknya, yg rela memberikan dua mata yg paling berharga utk anaknya.
Peristiwa mujizat tersebut terjadi pas di saat masuknya kulminasi Dong Zi (saat salju sdg memuncak / puncaknya dingin).

Sejak saat itulah, setiap tiba harian Dong Zi sang pemuda membuat wedang ronde (makanan penghangat di Musim Dingin) untuk dipersembahkan kpd Ibunya. Dibuat dalam 3 (tiga) warna ronde, merah, putih dan hijau dilengkapi dengan 2 (dua) ronde putih ukuran besar. Yg pertama diberikan pada ibunya adalah 2 ronde putih besar tsb, setelah itu barulah bersama-sama menikmati wedang ronde yg lainnya.

Kebiasaan ini kemudian diikuti oleh tetangga si ibu & anak tsb.

Selanjutnya ini meluas menjadi tradisi budaya (ritual kegamaan Tionghoa) yg dilakukan masyarakat Tionghoa secara turun temurun setiap Dong Zi dg mempersembahkan wedang ronde kepada para leluhur. Dikenal dg istilah Persembahyangan Dong Zi (baca: Tung Ce) atau Tang Ce.

Sejalan dengan perkembangan jaman, kebiasaan yg dilakukan setiap tgl 22 Des sebagai ungkapan balas budi anak atas pengorbanan dan cinta kasih Ibunya inilah yg kemudian dicanangkan sbg Hari Ibu / Mother’s Day.

Demikian sedikit masukan tentang kaitan Perayaan Dong Zi dengan Peringatan Hari Ibu, yg jatuh setiap tgl 22 Des.

Semoga bermanfaat...

Wednesday, 9 December 2015

Nasi Kebuli


Seperti juga masakan Peranakan Tionghoa, etnokuliner Arab di Indonesia mengenal masakan peranakan Arab antara lain nasi magali, unthuk-unthuk, nasi kebuli, nasi mandi, pukis ampel, kambing guling, lontong bumbu, kurma, tahu campur dan hena (pacar). Pada umumnya menu masakan itu tidak ada di Negara asal etno pendatang ini.

Seperti nasi kebuli yang menjadi primadona berbagai kalangan, nasi yang berbumbu ini memiliki rasa yang khas, dihidangkan bersama dengan lauk yang biasanya sudah satu paket. Katakanlah nasi kebuli kambing, berarti satu paket dengan daging kambing yang digoreng serta berbagai pelengkapnya yakni asinan nanas, sambal goreng hati dan lain-lain.

Sebagaimana dikatakan asa usul masakan nasi ini asli dari Indonesia, tepatnya dari wilayah Betawi yang merupakan suku pencampuran dari berbagai sub-suku yang ada di Indonesia termasuk etnik pendatang Arab, Belanda, India dan Tionghoa.

Namun nasi kebuli menunjukan pengaruh budaya Arab Timur Tengah dan India Muslim, yang nasi ini mirip dengan nasi Biryani. Alkisah, para ulama yang berasal dari Timur Tengah, tepatnya dari Hadramaut Yaman, menyebarkan Islam hingga ke negeri India. Karena salah satu makanan pokok orang india adalah nasi, maka untuk bisa menyesuaikan lidah orang Yaman dengan makanan India itu, dicampurlah nasi dengan bumbu-bumbu khas Timur Tengah dan bumbu-bumbu dari India sendiri, sehingga menghasilkan makanan yang memiliki cita rasa baru tersendiri, yang disebut dengan nasi kebuli. Inilah versi pertama nasi kebuli sebelum sampai ke Indonesia.

Masuknya nasi kebuli di Indonesia karena kepentingan orang Yaman selain untuk menyebarkan agama Islam dan adalah untuk perdagangan rempah-rempah. Disinilah nasi itu dimodifikasi dan diberi variasi sedemikian rupa dengan bumbu-bumbu rempah lokal yang ada, sehingga menghasilkan menu baru yang tidak menghilangkan cita rasa aslinya; seperti nasi kebuli sapi, nasi kebuli ayam, nasi kebuli udang bahkan nasi kebuli bakar.

Olahan aslinya, nasi kebuli ini dimasak dari beras yang dimasukan ke dalam campuran 18 jenis bumbu rempah yang direbus dalam air campuran kaldu kambing, minyak samin dan susu kambing atau kadang juga diganti oleh santan.

Apa saja ke-18 jenis bumbu dari rempah-rempah itu, yakni : Kismis, Minyak Samin, Kayu Manis, Biji Cengkih, Biji Pala, Bunga Pekak, Kapulaga, Serai, Daun Jeruk, Daun Salam, Santan, Bawang Putih, Bawang Merah, Ketumbar, Jintan, Adas Manis, Kunit dan Jahe.

Oleh karena itu nasi kebuli beraroma sangat khas dan rempah-rempah di dalamnya mempunyai khasiat bagi kesehatan. Nutrisinya lumayan lengkap, mulai dari protein hingga vitamin ada.

Dalam kebudayaan Betawi, nasi kebuli biasanya disajikan dalam perayaan keagamaan Islam, seperti lebaran, kurban, atau maulid. Nasi kebuli juga populer di kawasan kota yang banyak terdapat warga keturunan Arab, seperti Surabaya dan Gresik.

Tuesday, 8 December 2015

Questions that tantalize

Salah satu Duta Besar Indonesia di negara Eropa Barat bertanya kepada saya : "Apa ikon makanan Indonesia". Sebagai contoh kata sang Duta Besar, bagi banyak orang di seluruh dunia, makanan Cucina Italiana yang umum dikenal adalah pizza, spaghetti, ravioli, lasagna, parmigiano-reggiano, dan minestrone.

Saya jawab : "Tidak ada", karena makanan yang ada di negeri ini terbentuk sebelum negara Indonesia menjadi sebuah Republik. Makanan yang ada di negeri kita ini merupakan warisan dari 1,340 suku & sub-suku yang ada di seluruh kepulauan Nusantara serta percampuran resepi dari etnik pendatang (Arab, Belanda, India, Jepang, Portugis & Tionghoa). Masakan kepulauan Nusantara itu prosesnya terbentuk dan berkembang ke dalam tiga jenis yakni : tradisional - akulturasi & mimikri.

Masing-masing makanan "tradisional - akulturasi & mimikri" itu berdiri sendiri dengan tiap identitas kesukuannya (yang bukan mengatas namakan Indonesia). Tidak ada yang mengatakan sebagai masakan dan makanan Indonesia seperti masyarakat dunia mengatakan pizza dan spaghetti sebagai Cucina Italiana (masakan Italia). 

Seperti gudeg atau rawon selalunya dikatakan sebagai masakan Jawa; sebagaimana juga rendang dikatakan sebagai masakan khas Padang. Contoh mimikri seperti gado-gado (makanan Jawa) dari salad Belanda yang bernama huzarensla atau  serabi (makanan Jawa) dari kue Belanda yang bernama pannekoek.

Pertanyaan berikutnya dari sang Duta Besar : "Jadi apa yang merupakan masakan Indonesia dalam kaca-mata gastronomi"

Saya katakan : "Makanan asing yang telah disesuaikan / modifikasi dengan selera Indonesia" akibat dari Localized Global Cuisine. Contoh fast food yang dihidangkan dengan nasi dan chili sauce atau dengan topping rendang daging sapi, dan lain sebagainya.

Pertanyaan terakhir sang Duta Besar : "Apa makanan-makanan yang terbentuk sebelum berdirinya negara Indonesia masih bisa dikatakan sebagai gastronomi Indonesia ?"

Saya katakan : "Kalo mau jujur saya lebih cenderung mengatakan sebagai gastronomi kepulauan Nusantara Indonesia"

Salam Gastronomi & Tabek

Tuesday, 1 December 2015

Apa itu Gastronomi ??


Tadi pagi ada yang bertanya kepada saya apa itu sebenarnya gastronomi ?

Secara sederhana dapat saya katakan bahwa gastronomi adalah kalangan masyarakat culinary connoisseur (pecinta, penikmat dan pemerhati makanan) yang melakukan 3 hal yakni :
1. Mencicipi makanan.
2. Mengkaji makanan dari sisi sejarah, budaya & lanskap lingkungan.
3. Menilai makanan dari sisi metoda memasaknya  (bukan mengetahui mengenai teknik memasaknya).

Jadi pada intinya Gastronomi adalah "tukang icip-icip" PLUS kegiatan butir 2 & 3 di atas. 

Sehingga kalau dianalogikan bagi gastronomi ".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..) .. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..

Gastronomi beda dengan kuliner karena kuliner tidak memiliki butir 2 & 3 di atas. Kuliner hanya sebatas teknik memasak dan mencicipi makanan saja.

Seorang gastronom tidak harus bisa memasak atau pandai memasak, namun yang penting yang bersangkutan adalah seorang culinary connoisseur (pecinta, penikmat dan pemerhati makanan).

Itulah bahasa sederhana dari gastronomi. Namun yang pasti gastronomi tidak bicara mengenai sembarangan makanan. Pada umumnya gastronomi bicara mengenai makanan gourmet dan nouvelle cuisine, tetapi di Indonesia belum bisa diterapkan kedua cuisine ini karena tidak semua orang mampu menyantap makanan gourmet dan nouvelle cuisine yang cukup mahal itu harganya. Jadi gastronomi di Indonesia harus lebih banyak bicara mengenai "traditional classic cuisine". 

Tabek

Indra Ketaren

Tuesday, 6 October 2015

Ragam Masakan Padang


Padang dan Minang itu sebenarnya adalah dua hal  sama tapi tak serupa..Minang adalah suku bangsa yang ada di  daerah-daerah di Sumatera Barat yang salah satunya Kota Padang.

Kenapa kebanyakan orang Minang disebut orang Padang dan kebanyakan rumah makan yang menyajikan masakan khas Minang di sebut rumah makan Padang. Ya kurang lebih karena faktor identiknya saja. Kebanyakan orang  mengenal orang Minang sebagai orang Padang karena Padang kan Ibukota  provinsi Sumatera Barat. Padahal bisa jadi mereka adalah orang Padang  yang berasal dari Bukittinggi, Solok, Padang Pariaman atau memang Kota  Padang itu sendiri.

Dalam hal masakan, makanan Minang merupakan makanan yang banyak digemari masyarakat, termasuk yang bukan orang dari Sumatera Barat. Paduan rasa yang gurih, berempah, dan pedas menjadi ciri khas makanan Minang, yang menjadi daya tarik sendiri bagi setiap orang. Tak heran jika makanan Minang disukai nyaris oleh semua orang, mulai dari gulai tunjang, itiak lado mudo, gulai cubadak, gulai kapau, dendeng batokok, gulai gajebo sampai es tebak.

Rumah makan Minang sendiri sangat mudah ditemukan di berbagai tempat, namun meski sama-sama bertitel makanan Minang nyatanya setiap rumah makan Minang memiliki ciri khas daerahnya masing-masing.

Setidaknya ada sekitar 7 (tujuh) jenis aliran besar makanan Minang berdasarkan ciri daerahnya masing-masing seperti : Kapau, Sawahlunto, Pariaman, Payahkumbuh, Maninjau, Agam dan Solok.

Jenis makanan Minang yang paling populer di Jakarta dan sekitarnya adalah masakan khas daerah Kapau (Bukittinggi) dan Pariaman. Di Sumatera Barat sendiri, makanan khas Kapau merupakan jenis makanan yang masih terjaga keaslian cita-rasa Minangnya serta paling khas dibanding di tempat lainnya.

Makanan khas Kapau adalah makanan yang paling unik dan otentik karena "usia"-nya sudah tua dibanding Minang lainnya. Selain itu, cara masak tradisionalnya pun masih dipertahankan sehingga ciri khasnya tetap terjaga. Ciri khas dari Minang Kapau adalah pada penggunaan bumbu rempah yang kuat serta penggunaan santan kelapa yang kental, namun rasa masakannya lebih pedas dibanding Pariaman.

Ada satu hal yang membedakan sajian nasi kota Minang, dengan nasi Kapau. Seporsi nasi Kapau tak hanya disajikan dengan daun singkong rebus, sambal ijo, dan gulai cubadak (gulai nangka) saja, tapi juga ada tambahan gulai Kapau juga.

Gulai Kapau ini terbuat dari irisan kol dan potongan kacang panjang yang dimasak bersamaan dengan santan kental dan bumbu-bumbu seperti kunyit, bawang merah, bawang putih, serai, cabe merah keriting, daun jeruk, daun salam, lada, laos, kemiri, dan jahe. Selain itu, tambahan bumbu lainnya yang biasa digunakan untuk membuat gulai adalah bumbu kambing atau tjeongeh.

Bumbu kambing merupakan salah satu bumbu masak berbentuk bubuk yang berwarna kecokelatan dan merupakan campuran dan bermacam-macam rempah seperti kayumanis, kapulaga, jintan, dan lainnya.

Ciri khas nasi Kapau pasti ada gulai kapau-nya. Ini yang jadi faktor pembedanya dan biasanya kuah santannya lebih kental dan berwarna kuning.

Makanan khas Minang memang identik dengan rasa pedas. Masakan khas Kapau ini memiliki sensasi rasa pedas yang lebih tajam dibanding Minang Pariaman. Rasa yang lebih pedas ini disebabkan adanya penggunaan cabai kampung dari Minang. Cabe ini sekilas mirip dengan cabe keriting biasa, namun lebih tipis dan rasanya lebih pedas menggigit.

Pariaman terletak di pinggir pantai dan biasanya lebih jago mengolah makanan laut atau jenis ikan. Wajar pemilik restoran yang orang pariaman kerap banyak sajikan hidangan laut. Namun ada suatu keistimewaan dan terlihat sedikit aneh. Meski Pariaman terletak di pinggir pantai, kebanyakan pedagang sate Padang (yang menggunakan daging sapi) adalah Pariaman.

Sementara jika Bukittinggi atau yang berdekatan seperti Kapau atau Kubang, kebanyakan pilihan makanannya adalah daging-dagingan. Jika mencari gulai itik, rendang yang maknyus, carilah rumah makan yang ada embel-embel Kapau atau pemiliknya orang Bukittinggi, Kubang dan sekitarnya.

Selain itu rumah makan yang  berlabel masakan Minang sering kita temui di pulau Jawa, dan kebanyakan  yang masak malah bukan orang Minang, sehingga cita rasa aslinya sudah  berantakan. Mungkin untuk menyesuaikan citarasa orang Jawa yang tidak  terlalu suka santan kental. Cara mudah untuk mengenali apakah masakan yang disajikan  memang dimasak oleh orang Minang atau bukan biasanya dari gulai dan sambalnya.
 
Gulai asli Minang biasanya santannya sangat kental dan berminyak. Di  pulau Jawa kebanyakan gulainya tidak kental dan pati santannya hanya  kelihatan di bagian atasnya saja, sisanya air. Selain itu perbedaan yang seringkali terasa adalah kebanyakan para penjual menambahakan bumbu kari di hampir setiap menu gulai yang berbahan dasar daging sapi dan ayam, padahal tidak semua gulai memakai bumbu kari seperti : gulai cubadak, gulai bagar, gulai  cancang dan gulai korma..
 
Sedangkan sambalnya yang disebut sambalado biasanya sederhana dimana komposisinya kebanyakan hanya cabe, bawang dan tomat. Di pulau Jawa sering ditemukan sambalado dengan tambahan daun salam dan daun jeruk.
 
Dilain pihak untuk orang Minang yang darek ( pegunungan) dan paisise (deket pantai) perbedaan utamanya memang di makanan spesifik yang mereka olah serta bumbu-bumbu yang mereka pakai. Masakan Minang darek biasanya lebih pedas dan kaya rempah untuk menghangatkan badan. Sambalado mereka biasanya bener-bener pedas. Sedangkan Minang pasisie biasanya lebih ringan dalam soal citarasa pedas karena daerah pantai sudah panas.
 
Sumatera Barat memang terkenal dengan kesuburan tanahnya, sehingga tak heran jika kuliner Minang penuh dengan rempah dan bumbu. Meski sama jenis bumbunya, tapi kesuburan tanah juga berpengaruh pada citarasa dan aroma bumbu, termasuk cabai dan bawang Bukittinggi.

Saturday, 3 October 2015

Permasalahan Kuliner Di Indonesia


PENDAHULUAN
Bisnis makanan di Indonesia sangat besar dan fantastis nilainya. Perputaran usaha kuliner sangat luar biasa dan jumlah pemainnya tidak setara dengan permintaan sehingga ratio antara supply dan demand tidak sinkron (lebih besar demand-nya).

Demand itu jangankan di kalangan menengah keatas. Di kalangan bawah saja sangat besar dengan bisa dilihat begitu banyak di hampir setiap pelosok jalan-jalan di kota-kota ada warung-warung tenda bertebaran jual makanan.

Saat ini bisa dibilang dunia kuliner berjalan diatas koridor yang tidak terarah karena semua pihak sekarang belum mau dengan sungguh-sungguh merumuskan kerangka inisiatif tersebut.

Pemerintah hanya sibuk menerima proses perijinan dibukanya restauran dan menggenjot pajak retribusi dari dunia usaha makanan. Upaya Pemerintah belum sampai kepada memotivasi advantage dari dunia usaha ini. Keterlibatan otoritas kebijakan belum berdampak luas dan baru sebatas promosi terhadap dirinya dan bukan mengangkat pelakunya sendiri apalagi koordinasi diantara mereka masih terasa tumpah tindih.

Organisasi masyarakat yang menangani kuliner baik yang beranggotakan profesional maupun non profesional masih jalan sendiri-sendiri, lebih melihat inward looking dan bersaing satu sama lain tanpa melihat bagi kepentingan kemaslahatan bagi masyarakat dan negeri Indonesia di masa depan.

Bagi kebanyakan organisasi-organisasi dan Kementerian-Kementerian yang ada, mereka berprestasi di luar negeri sebatas branding promosi di panggung-panggung dunia (ITB, WWT dan lain sebagainya) termasuk promosi melalui kedutaan-kedutaan yang ada tanpa memberi pemasukan devisa yang berarti kepada negara. Tidak pernah berfikir secara strategik dan global bagaimana masuk ke sarang think-thanknya organisasi kuliner di luar negeri. Cuma teriak-teriak promosi kuliner di panggung dunia yang dalam pandangan "man on the street" seperti habiskan anggaran APBN, setelah itu pulang seperti layaknya turis dan dilupakan orang. Apalagi menu makanannya hanya itu-itu saja alias tidak ada yang berubah atau yang menarik (sekitar tumpeng, nasi goreng, gado-gado, soto, sate dan entah apalagi namanya).

Wajar pihak luar masuk dan merambah dengan mudah dunia usaha kuliner di negeri ini karena mereka melihat daya beli masyarakat Indonesia sangat tinggi dan keterlibatan otoritas kebijakan maupun organisasi masyarakat belum terarah dengan baik untuk meningkatkan derajat kemampuan kompetisi mereka.

Apa yang menjadi permasalahannya ? Di bawah ini dicoba untuk memberi sedikit masukan secara umum antara lain terkait hal :

1. Undang - Undang Makanan
Semenjak 20 tahun terakhir, makanan merupakan satu dimensi komersial dan sosial yang sangat cepat bergerak dan bisa dibilang menjadi tulang punggung segenap rakyat mulai dari kalangan bawah sampai atas. Diasumsikan sekitar 60%-70% sektor UKM berkisar soal kuliner yang kebanyakan diolah oleh rakyat tanpa rambu-rambu yang jelas. Disayangkan Pemerintah sampai saat ini belum mempunyai dasar hukum sebagai fondasi untuk menata dunia makanan sehingga terlihat kuliner berjalan bebas tanpa ada yang menjadi polisi lalu lintas.

Isyu-isyu mengenai gizi, mutu kualitas maupun lainnya seperti tidak terkontrol lagi walaupun saat ini kita punya UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. UU ini tidak secara lengkap bisa mengatur dan menata lalu lintas makanan tersebut. Sudah waktunya Indonesia punya UU Makanan, mengingat sekarang ini di dalam negeri banyak sekali makanan yang menggunakan bahan baku berbahaya seperti formalin, pewarna textil, pemutih, minyak oplosan, dan lain sebagainya yang banyak beredar di berbagai daerah dan perkotaan.

Apa kita mulai dari inisiatif perguruan tinggi dan sekolah tinggi kepariwisataan untuk memulainya atau dari organisasi masyarakat terkait atau keduanya atau lainnya lagi. Terpenting siapa yang mau mengorganisir ini ke semua pihak itu duduk bersama bicara dan merangkumkan permasalahan yang ada.

Saya sangat concern soal UU Makanan, karena pada akhirnya akan terkait ke masalah kemandirian & kedaulatan pangan dan bukan kepada ketahanan pangan. Bangsa kita sebenarnya bisa mandiri diatas kaki sendiri jika kita pandai menatanya.

Di salah satu pemikiran saya adalah bahwa melalui UU Makanan kita bisa membedah kebangsaan Indonesia dengan merefleksikan secara hukum dan kesadaran politis bahwa soal kuliner di negeri ini, selain dimiliki oleh pribumi, ada aspek etno-kuliner peranakan (Arab, Belanda, India & Tionghoa) yang para pendatang itu merupakan satu kesatuan dari kumpulan Bangsa Indonesia.

Dilain pihak, tahun 2016, Indonesia akan memasuki pasar bebas (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Artinya pasar tunggal ASEAN bebas aktif untuk 4 bidang bagi 615 juta penduduk di 10 negara ASEAN dibawah ini :
1. Arus bebas Barang.
2. Arus bebas Jasa.
3. Arus bebas TK Trampil.
4. Arus bebas Modal.
5. Arus bebas Investasi.

Di 10 negara ASEAN, penduduk Indonesia Indonesia paling besar dan paling lemah infrastruktur hukumnya yang salah satunya di pasar kuliner. Mulai tahun 2016 flow of barang, jasa, tenaga kerja trampil, modal & investasi luar akan masuk ke Indonesia untuk salah satunya merambah pasar kuliner lokal yang selama ini tidak ada payung hukumnya (UU Makanan). Ingat masyarakat bangsa ASEAN seperti di Malaysia, Philipina, Thailand dan Singapura ramai-ramai sejak 3 tahun terakhir belajar bahasa Indonesia. Sehingga bukan hanya "flow of product" yang sangat tinggi akan masuk Indonesia namun juga "flow of services & human" nya akan hadir di depan kita.

Tidak kebayang bagaimana situasi dan kondisi pasar kuliner negeri saat itu nantinya, termasuk dalam melindungi posisi profesionalitas para Chef dan pemasak otodidak bersaing dengan bangsa lain yang mau mencari kemaslahatan ekonomi mereka di negeri ini. Banyak pekerjaan rumah dan jangan terpesona dengan keadaan sekarang sebatas begitu hebat nilai komersialnya dan melupakan pagar diri sendiri.

2. Promosi & Penanganan Global
Kita sudah sering mendengar lontaran publik tentang upaya apa yang dapat dilakukan untuk promosi kuliner Indonesia secara global. Bagaimana dengan restauran Indonesia di luar negeri ? Apa upaya Pemerintah dalam memotivasi agar restauran Indonesia dapat banyak didirikan di luar negeri ? Contoh dibukanya restauran-restauran luar negeri di Indonesia sudah memberikan keinginan kepada masyarakat Indonesia untuk berlibur ke negara-negara tersebut. Ini adalah langkah promosi yang berdampak lebih dahsyat daripada iklan TV, koran, atau billboard.

Tetapi apapun situasi yang terjadi, saya melihat kunci suksesnya kuliner Indonesia (di dalam negeri maupun di luar negeri) adalah pemasaran seperti yang dilakukan perusahaan swasta McD, Subway atau Domino Pizza. Saat ini, untuk kuliner Indonesia, sepertinya belum ada perusahaan swasta yang berani melakukan terobosan seperti McD atau Subway.

Dengan demikian masalahnya kembali ke Pemerintah lagi yang artinya Pemerintah harus punya dasar hukum yakni UU Makanan sebagai fondasi memasarkan kuliner Indonesia secara global seperti yang dilakukan Pemerintah Thailand yang setiap tahun untuk promosinya saja (di dalam dan luar negeri) punya budget USD 180 juta, yang bisa terlihat cerita suksesnya dari jumlah restoran Thai di luar negeri yang jumlahnya hanya puluhan di tahun 2002 telah berkembang biak hampir mendekati 18ribuan di tahun 2014. Belum lagi kalau bicara mengenai Pemerintah Malaysia dan Korea Selatan yang mempunyai strategi yang jelas dalam kebijakan kuliner mereka.

Malaysia, Thailand dan Korea Selatan mempunyai cerita promosi kuliner yang sukses karena Pemerintahnya punya dasar hukum yang jelas yakni UU Makanan sehingga kebijaksanaan dan program apapun yang dibuat pastinya dibiaya dari anggaran APBN yang disetujui DPR mereka.

Indonesia masih jauh dari posisi itu karena Pemerintah kita tidak punya dasar hukum berupa UU Makanan sehingga apapun program kuliner yang dilakukan Pemerintah masih numpang dengan dasar hukum UU lain di Kementerian terkait sehingga kuliner dipakai hanya sebagai pelengkap dari kegiatan Kementerian lain. 

Ini yang saya maksud bahwa Pemerintah harus punya dasar hukum dan pembiayaan tersendiri untuk kebijaksanaan kuliner sehingga programnya bisa 100% fokus di bidang itu bukan numpang pada kegiatan lain.

Jadi kalau di Indonesia tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri merupakan income pemasukan devisa bagi negara, maka negara seperti Thailand jaringan restoran mereka di luar negeri merupakan income pemasukan devisa bagi negara bersangkutan.

3. Hak Cipta Masakan
Masakan warisan tradisional tidak pernah didaftarkan atau dibuatkan trademark sebagai sebuah produk industri. Berbicara mengenai hak cipta pusaka kuliner, saya memang tidak tahu aturan atau regulasi (produk hukum undang-undang dan peraturan Pemerintah) dalam mendaftarkan sebuah masakan khas tradisional suatu daerah atau suku di Nusantara sebagai sebuah produk industri.

Selain itu bukan hanya mendaftarkan hak cipta masakan tradisional, tetapi ada yang lebih penting yaitu mendata serta menginventaris semua kuliner pusaka para leluhur, mulai dari bumbu, bahan dan rempahnya sampai cara membuatnya. Lalu tradisinya sendiri - jika masakan itu disangkut pautkan dengan adat dan budaya - apalagi bahan-bahan atau bumbu-bumbu dalam bentuk tumbuhan yang langka keberadaannya, perlu didata, dijaga dan dilestarikan keberadaannya, dicatat nama daerah setempat lalu diklasifikasi menurut kaidah-kaidah ilmu botani (botanical name, taksonomi  dan morfologi tumbuhan tersebut dan lain sebagainya) untuk didaftarkan hak ciptanya.

4. Pangan Lokal
Berbicara tentang gastronomi berarti berbicara tentang pangan yang selalu dihadapi setiap orang di Indonesia karena pangan memiliki pengaruh besar terhadap kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Saat ini masyarakat Indonesia mengalami perubahan budaya makan yang condong mimilih kuliner luar daripada lokal. Bukan waralaba asing yang sesungguhnya menjajah Indonesia, tetapi kenyataan elite penguasa gagal menangkap perubahan selera bangsanya sendiri. Suara- suara kritis mengatakan bahwa makanan asing telah menggeser makanan lokal dan ini semakin menebar luas. Teriakan-teriakan belum adanya infrastruktur, kelembagaan dan kebijakan dari berbagai komponen pembuat otoritas kebijakan yang solid dan terarah kerap didengar saat ini.

Untuk dipahami permasalahan ini bukan hanya ada di wilayah kekuasaan Pemerintah. Sudah saatnya kini merangkul inisiatif kerja sama semua pihak untuk turut bahu-membahu membangkitkan pelestarian gerakan pengembalian kepada budaya kearifan pangan lokal.

Harus ada langkah bersama secara intensif dan efektif menghimpun, menyatukan dan memperkuat gerak langkah menghadapai tantangan pelestarian kuliner. Kontribusi anak bangsa dalam bidang kuliner sangat potensial, khususnya bila daya kemampuan mereka ditransformasikan menjadi sesuatu yang lebih berarti. Jika negara ini lebih fokus pada gerakan pangan berbasis kearifan lokal, diyakini negeri ini mampu memberi kemakmuran bagi rakyatnya.

5. Pahlawan Pangan
Untuk bicara kearifan pangan lokal ada unsur yang harus mutlak dibina dan dididik dengan baik yakni para aktor yang menjamin ketersediaan pangan dan mengolah pangan lokal itu sehingga panca-indra kita seperti mata, hidung, dan lidah, ikut ”makan”. Mereka adalah yang mempersiapkan, menjamin ketersediaan dan mengolah bahan pangan maupun siapa yang menggerakan sampai tersedianya keperluan bahan sehingga makanan lokal disajikan secara sempurna.

Tegasnya, para aktor ini adalah pahlawan pangan yakni para pembudi-daya, petani dan nelayan; serta para pelaku usaha yang bergerak di proses (industri) pangan. Tanpa mereka, entah bagaimana peri-kehidupan bangsa ini. Mungkin budaya kita, jika boleh disebut peradaban, tidak akan pernah tegak dan sarat konflik.

Memang dalam tataran citra, para pembudi-daya, petani dan nelayan boleh disebut sebagai pahlawan pangan yang kerap diperhatikan, tetapi, ironisnya mereka tertinggal. Akibatnya, peri-kehidupan pembudi-daya, petani dan nelayan tidak pernah menjadi lebih baik, karena salah satunya oleh ketidak-pahaman para pembuat keputusan melihat secara mendalam sejarah kampung (budaya) yang hidup di kalangan pembudi-daya, petani dan nelayan sendiri.

Kebijakan dan aturan yang dikeluarkan pemerintah dan cara kerja bank, sejauh ini tidak pernah bersandar pada budaya pembudi-daya, petani dan nelayan yang lekat dengan sesuatu yang konkret dan bersifat komunal serta berkonteks kepercayaan. Tidak mengherankan jika di antara posisi pemerintah dan para pembudi-daya, petani dan nelayan ada ruang kosong. Ruang kosong ini umumnya diisi oleh para tengkulak, yang secara kultural mampu mengeksploitasi para pembudi-daya, petani dan nelayan dengan menawarkan sesuatu yang lebih konkret langsung di depan mata mereka, yaitu uang. Sementara petugas bank biasanya hanya membawa formulir transfer uang atau persyaratan kredit yang harus diisi.

Pahlawan kedua, yakni pelaku usaha dari usaha rumah tangga, katering, kedai nasi, warung tegal, restoran padang usaha kecil, menengah, sampai industri makanan - boleh disebut ”pahlawan pangan ini tidak diperhatikan”. Para pengambil keputusan hampir tidak pernah menyentuh mereka. Padahal, pelaku usaha adalah jejaring penentu agar makanan sampai di mulut konsumen. Mereka juga harus menafsirkan terus-menerus pergerakan selera dan budaya baru konsumen.

Sejauh ini, belum pernah terdengar ada program aksi pemerintah untuk, misalnya, mendidik para pedagang warung kaki lima dan yang di bahu jalanan, agar makanan yang mereka masak dan jual bersih, penampilannya mengundang selera, dan rasanya enak. Jika melihatnya, seakan-akan seluruh panca-indra kita juga ikut makan. Juga belum pernah terdengar kabar, usaha rumah tangga, seperti lemper dan arem-arem, mendapatkan bimbingan dan penyuluhan kulinerologi sehingga penampilan lemper dan arem-arem akan indah seperti sushi dan rasanya pun enak menjemput selera konsumen.

Aktor-aktor di atas di sisi proses ini memang tidak mendapatkan perhatian penuh dari para pengambil keputusan. Akibatnya, para ”pahlawan pangan”- terutama dari usaha rumah tangga, katering, kedai nasi, warung tegal, restoran padang beserta industri kecil dan menengah - bisa mati karena tertinggal oleh selera konsumen yang melompat sesuai dengan adagium bahwa konsumen adalah driver suatu perubahan.

Miskinnya perhatian elite politik dan perguruan tinggi serta teknolog pangan, otomatis berimplikasi pada ketidakmampuan para pelaku usaha makanan untuk bersaing dengan waralaba internasional, yang mampu menafsirkan perubahan selera konsumen berusia muda. Kelompok usia ini inginnya mengkonsumsi produk kualitas premium, dengan rasa, bau, warna, kecepatan penyajian, dan kemasan prima. Pendeknya, bukan waralaba asing itu yang sesungguhnya menjajah Indonesia, tetapi bangsa ini gagal menangkap perubahan selera bangsanya sendiri.

Jakarta 3 Oktober 2015


Thursday, 1 October 2015

Roti Ketawa


Bagi masyarakat Pematang Siantar di Sumatera Utara, roti ini sudah tidak asing lagi. Bentuknya yang bulat dan ada belahan terbuka di permukaannya sehingga terlihat seperti sebuah senyuman / ketawa. Mungkin hal ini yang menjadi asal mula roti ini disebut dengan nama roti ketawa. Roti ini di beberapa daerah disebut juga dengan onde onde ketawa.

Roti ketawa Siantar barangkali belum setenar roti ganda atau kopi koktong. Namun, roti ini tetap mengundang decak kagum setiap pembelinya yang baru pertama kali mencicipi. Teksturnya yang rapuh dan sedikit keras jika baru saja di produksi / dimasak, membuat para pembeli sering bertanya-tanya bagaimana membuatnya.

Di pasar, roti ini bisa kita temukan dalam 2 ukuran yaitu kecil dan besar, namun jika berkunjung ke Siantar bentuk aslinya kebanyakan berukuran besar.

Bahan-bahannya terigu, gula, mentega, telur, pengembang, vanilla yang diaduk menjadi satu. Roti ketawa ini sama sekali tidak menggunakan ragi yang menjadi ciri khas bahan setiap membuat roti. Setelah itu dibentuk dan ditaburi wijen. Kalau yang kecil wijennya lebih banyak terpakai.

Setelah itu, digoreng selama 15 menit di dalam minyak panas dengan api yang besar. Tekanan panas dari minyak membuat kue bereaksi mekar dengan gula yang ada di dalamnya yang mendorong udara keluar dan membuka / membelah adonan yang berbentuk bulat di permukaannya. Setelah diangkat didinginkan pake kipas angin yang kemudian dimasukkan ke dalam plastik.

Roti ini gurih yang terasa lebih enak apabila teksturnya masih keras dan rapuh. Kebanyakan variasinya ada 3 jenis rasa, yaitu rasa pandan, cokelat dan original (warnanya khasnya hijau). Ada pula yang jika musim durian menyediakan dengan rasa durian

Roti ketawa terasa nikmat jika disajikan bersama secangkir teh atau kopi hangat.

Bisa dikatakan roti ini khas kota Pematang Siantar karena konsisten selalu ada di jual di semua kedai kopi, warung hingga toko-toko makanan di pasar tradisional, walaupun di daerah lain ada juga seperti di kota Medan, Pematang Raya, Kabanjahe dan Berastagi sampai ke daerah Tapanuli di pinggiran Danau Toba dan sekitarnya.

Wednesday, 30 September 2015

Keumamah


Keumamah atau sering disebut dengan ikan kayu adalah makanan tradisional Aceh yang paling diminati oleh masyarakat Aceh. Selain memiliki rasa yang lezat dan unik, ikan ini terbuat dari ikan tuna yang telah direbus, kemudian dikeringkan dan dipotong-potong kecil.

Biasa dimasak menggunakan santan, kentang, paprika hijau dan rempah-rempah lainnya. Ikan kayu tahan lama untuk perjalanan jauh diambil, sehingga dapat digunakan sebagai bekal dalam perjalanan. Selama perang Aceh melawan Belanda di hutan, makanan ini sangat populer karena sangat mudah dibawa dan dimasak.

Dendeng Batokok

Dendeng adalah daging yang dipotong tipis menjadi serpihan yang lemaknya dipangkas, dibumbui dengan saus asam, asin atau manis dengan dikeringkan dengan api kecil atau diasinkan dan dijemur. 

Hasilnya adalah daging yang asin dan semi-manis dan tidak perlu disimpan di lemari es. Dendeng adalah contoh makanan yang diawetkan. 

Di Sumatera Barat, pengolah dendeng dibagi dua, satu dendeng kering dan satunya dendeng basah. Dendeng kering biasanya diolah lagi dengan menggunakan cabe merah, kita kenal dengan sebutan Dendeng Balado. Sedangkan dendeng basah biasanya digunakan sebagai bahan untuk membuat masakan Dendeng Batokok yang sangat terkenal itu.

Laksamana Mengamuk

Es Laksamana Mengamuk merupakan minuman dingin yang menggunakan buah kuini sebagai bahan utama. 

Konon, keberadaan minuman ini berawal dari mengamuknya seorang laksamana di kebun kuini. Laksamana tersebut mengamuk lantaran istrinya dibawa lari oleh pemilik kebun kuini tersebut. Sang laksamana menebas-nebaskan pedangnya ke seluruh penjuru, hingga puluhan buah kuini hancur karena kemarahannya ini. 

Usai sang laksamana menuntaskan kemarahannya dan pulang, orang-orang di sekitar kebun kuini mengambil puluhan buah kuini yang sudah tercincang dan terhampar di rumput. Pada awalnya, orang-orang tersebut bingung, akan diapakan buah kuini yang telah terpotong-potong tersebut. Hingga salah seorang wantia, mencampurkan potongan-potongan buah kuini itu dengan air santan dan gula merah. 

Jadilah minuman segar, yang pada waktu itu, langsung dinikmati oleh orang sekampung.

Tempoyak

Tempoyak, merupakan makanan hasil olahan dari durian, enak dicampur dengan sambal dan bumbu pepes. Tempoyak memiliki jenis yang beragam (sesuai dengan selera), seperti, tempoyak gurame, tempoyak udang, tempoyak gurame, tempoyak patin, dengan bahan dasar yang dicampur durian, namun tastednya begitu memuaskan selera. 

Tempoyak bisa digunakan untuk membuat berbagai menu seperti gulai-gulai tempoyak yang cukup terkenal dan menjadi menu utama beberapa restoran dan rumah makan yang menjajakan masakan khas Jambi.

Tempoyak merupakan makanan yang berasal dari buah durian yang difermentasikan. Rasanya sangat mengundang selera. Tidak ada orang asli Jambi yang tidak pernah mencicipi makanan terbuat dari asam durian itu.

Tempoyak asli Jambi biasanya baru bisa ditemukan di Jambi ketika musim durian tiba. Tempoyak bisa digunakan untuk membuat berbagai menu antara lain seperti gulai tempoyak yang cukup terkenal dan menjadi menu utama beberapa restoran dan rumah makan yang menjajakan masakan khas Jambi.

Rujak Aceh Samalanga


Rujak Aceh Samalanga, disebut demikian karena rujak Aceh tentunya banyak ditemukan di Aceh sampai dipelosok-pelosok desa. Samalanga merupakan salah satu kecataman yang terdapat di kabupaten Bireuen.

Keunikan rujak Aceh pada umumnya memiliki keistimewaannya yang terletak pada cita rasanya yang asam, manis dan pedas. Bahan-bahan yang digunakan memang relatif sama seperti pembuatan rujak pada umumnya, yang terdiri dari buah mangga, pepaya, kedondong, bengkuang, jambu air, nenas, dan timun, namun bumbu-bumbu yang digunakan, memiliki ciri khas tersendiri seperti garam, cabe rawet, asam jawa, gula aren (merah) yang cair, kacang tanah dan pisang monyet (pisang batu) atau rumbia (salak Aceh).

Yang menarik dari rujak Aceh Samalanga ini, di atas tempat ulekan yang besar terbuat dari batu itu bisa menampung untuk 50 porsi rujak, ada juga ulekan yang digunakan biasanya yang terbuat dari kayu jati. 


Cara penyajiannya rujak biasanya memang ddilakukan dengan dua cara, yaitu pertama ditaruh di dalam piring dan yang kedua ditaruh di atas daun pisang. Pembeli yang makan di warung, biasanya disediakan di dalam piring, sedangkan yang akan dibawa pulang, biasanya dibungkus dengan daun pisang yang tentu menjadi ciri khas tersendiri.

Bubur Sitohap


Bubur Sitohap adalah makanan khas masyarakat marga Silalahi di pinggir Danau Toba, Sumatera Utara. Bahan pembuatan bubur ini sama seperti jenis lain dari bubur beras dan ayam dengan bawang merah, bawang putih, jahe, kemiri, andaliman (jenis daun yang dipakai untuk bumbu khas orang Batak) dan daun sitohap (sesuai nama buburnya).  

Daun sitohap hanya tersedia di hutan liar di kawasan pegunungan Danau Toba yang proses memasaknya sendiri memerlukan waktu 5 jam. Cara penduduk Silalahi makan bubur ini ditaruh dulu dalam wadah antik, yang usianya sudah ratusan tahun, yang memang khusus dibuat untuk bubur sitohap. Lalu bubur yang masih panas itu dimakan menggunakan tangan.

Bubur Sitohap adalah satu dari sekian banyak makanan khas daerah pesisir yang kaya akan gizi namun tidak banyak orang yang mengetahuinya.

Tuesday, 29 September 2015

Sanger Minuman Kopi Khas Aceh

Kopi Sanger adalah sejenis minuman yang hanya ada di Aceh. Sanger atau juga sering disebut kopi Sanger umumnya mirip dengan capucino, tapi jauh lebih lezat kopi sanger ini. Selain itu, jika melihat sekilas dari sanger akan terlihat seperti kopi susu adalah normal, tetapi jika kita mempertimbangkan rasa, kopi sanger memiliki yang sangat khas dan berbeda dari rasa kopi lainnya. 

Hampir setiap jalan di Banda Aceh kita pasti akan menemukan banyak toko-toko menjual kopi sanger sekalian tempat nongkrong dari segala usia.

Monday, 28 September 2015

Kompyang

Pernah mendengar makanan "Kompyang" atau "Kompia" ? Apakah Anda menyukai makanan ini ?

Kompyang merupakan semacam roti atau kue polos (tanpa isi) yang konon sangat keras dan butuh 'perjuangan' untuk memakannya. Meskipun keras (cukup sukar digigit), makanan ini lumayan mengenyangkan. Kompyang dapat dijumpai di beberapa kota seperti Solo, Surabaya, Semarang dan Malang.

Asal-usul makanan ini sesungguhnya dari negara China. Makanan ini ditemukan oleh Qi Jiguang pada tahun 1562 di Fujian. Pada saat itu, Qi Jiguang beserta anak buahnya bertempur melawan perompak dari Jepang. Qi Jiguang mengamati bahwa perompak Jepang selalu bisa mendeteksi keberadaan pasukannya dengan aroma masakan yang dipersiapkan oleh Jiguang.

Sebaliknya, dia & pasukannya tidak dapat mendeteksi keberadaaan perompak Jepang itu karena mereka membawa makanan (yang memang susah terdeteksi) dengan nama "Onigiri". Untuk mengimbangi strategi musuh, Jiguang beserta pasukannya membuat makanan yang setipe dengan Onigiri. Dari situlah, akhirnya Qi Jiguang bisa mengalahkan perompak Jepang itu.

Untuk mengenang atas kemenangan pasukan Qi Jiguang, makanan tersebut diberi nama "Guang Bing" atau "Guang Biang" dalam dialek Jian'ou yang di negara kita dinamakan "Kompyang" atau "Kompia". 

Kompyang sengaja dibuat keras dan teksturnya tidak mudah hancur agar tahan lama serta karena saat itu kompyang dibuat untuk tentara China yang sedang berperang.

Konon, kompyang dibuat lubang di tengahnya agar mempermudah tentara China membawanya (dengan dikalung) serta memakannya.

Saat ini, kompyang dimodifikasi dengan cara diisi di dalamnya (seperti coklat, daging ayam, dll) serta dibuat lebih lunak agar orang-orang mudah memakannya.

Nasi gandul


Nasi gandul merupakan masakan khas daerah Pati (daerah pesisir Jawa Tengah, merupakan jalan pantai utara Jawa). Akan tetapi, konon menurut cerita, daerah di Pati yang memopulerkan nasi gandul ini adalah desa Gajahmati (arah selatan teminal bus Pati). Itulah sebabnya sering ditemui kata-kata Nasi Gandul Gajah Mati. Walaupun pada akhirnya banyak ditemui penjual nasi gandul yang tidak berasal dari desa Gajahmati tetap menuliskan kata desa Gajahmati pada spanduk tempat makan mereka. Jika ditelusuri asal-usul pemberian nama nasi gandul, banyak versi yang mengemukakan tentang hal tersebut.

Versi pertama mengatakan bahwa nama nasi gandul adalah nama pemberian dari pembeli. Dulu, di daerah Pati, penjual nasi gandul menjajakan nasinya dengan menggunakan pikulan yang berisi kuali (tempat kuah nasi gandul) di satu sisi, dan bakul nasi serta peralatan makan nasi gandul di sisi lain. Kemudian, pikulan tersebut digotong dan dijajakan sehingga pikulan tersebut naik-turun seirama dengan langkah penjualnya (kedua sisi bambu ini bergantungan bakul nasi dan kuali kuah secara menggantung (gandul). Oleh sebab itu, masyarakat kemudian menamainya nasi gandul.

Versi kedua, nama nasi gandul terinspirasi dari cara penyajian nasi gandul yang unik. Cara penyajiannya: piring yang telah dilapisi oleh daun pisang, kemudian diisi oleh nasi, baru setelah itu diberi kuah. Karena penyajian yang serupa itu, oleh para pembeli menyebut bahwa nasi dan kuah itu mengambang; menggantung (tidak menyentuh piring).

Versi ketiga mungkin dahulu hanya sebagai bahan banyolan masyarakat Pati. Dikisahkan bahwa penjual (seorang pria) yang menjajakan nasi tersebut dengan cara berkeliling, memakai sarung. Ketika penjual tersebut duduk dan melayani pembeli, sarung penjual tersebut tersingkap dan kelihatan alat kelaminnya yang ‘gondal-gandul’. Kemudian, sejak saat itu orang menyebut nasi itu adalah nasi gandul. Dari versi-versi tersebut, versi pertama dan kedualah yang bisa diterima oleh masyarakat luas. Yah,,, terserah pembaca yang mau memilihnya.

Tahu Pong Semarang



Dengar tahu pong, yang mengerti pasti langsung ngeh ini “Semarang” punya. Tapi bagi yang pertama kali dengar kata ini, mikirnya: “apa ini?”

Tahu Pong adalah nama makanan, bisa dikatakan khas, dari Semarang. Sejak kapan, dan mulai kapan ada, tidak jelas lagi bahwa tahu pong sudah lama sekali di Semarang, sejak tahun 1930’an.

Kenapa disebut tahu pong ?

Itu adalah kependekan dari kata tahu kopong. Dalam bahasa Jawa, kopong artinya kosong. Lha kok bisa tahu kosong? Inilah kenapa disebut tahu kopong.

Tahu yang tengahnya kosong. Tahu ini sebenarnya tahu biasa, seperti tahu-tahu yang lain yang kita kenal. Bedanya, mungkin karena proses pembuatan sedikit berbeda, tingkat kepadatan akhir yang berbeda menyebabkan kopong begitu. Sewaktu mentah bentuknya juga sama seperti tahu biasa, tapi setelah digoreng, bagian tengahnya menyusut dan menjadi kopong.

Selain dari bahasa Jawa, ada kemungkinan kata “pong” berasal dari dialek Banlam yakni "phong" (Hokkian selatan), yakni merupakan dialek mayoritas kakek-moyang orang Tionghoa peranakan di Semarang. Salah satu makna phong adalah “melembung” atau “menggembung”.

Sejarah Singkat Tahu : Dari Tiongkok Ke Seluruh Dunia


Tahu adalah bahan makanan yang kaya protein, lemak nabati dan kalsium dan mudah menyerap rasa dari berbagai bumbu masakan. Kata Inggris untuk tahu, adalah tofu yang berasal dari Jepang. Tofu sendiri diturunkan dari kata doufu. Tahu dibawa masuk ke Jepang pada masa Dinasti Tang [618 - 907].

Tahu dapat dibedakan dalam beberapa kategori berdasarkan raw material, hardness, jenis koagulan. Material utama tahu adalah kacang kedelai yang menentukan kualitas tahu. Di tahun 1960 , produksi kacang kedelai di Tiongkok mencapai hampir setengah produksi dunia. Selain Tiongkok, negara seperti Argentina, Brazil dan Afrika Selatan merupakan penghasil soybean. Kacang kedelai yang terbaik untuk proses pembuatan tahu memiliki usia panen 3-9 bulan. Air juga merupakan bahan utama pembuatan tahu. Air berguna untuk proses clearing , soaking , milling dan cooling. Kandungan Kalsium dalam air merubah nilai penyerapan air pada kacang kedelai yang juga akan berpengaruh pada rasa tahu

Di Tiongkok ada ratusan jenis tahu, tetapi secara umum dapat dibedakan menjadi tiga jenis utama : Tahu Utara, Tahu Selatan dan Tahu GDL. Tahu Utara jenis yang dikeringkan dan di-press walaupun masih memiliki kelembaban yang sama dengan “momen tofu” di Jepang. Jenis utara dapat di ambil dengan mudah oleh sumpit. Jenis koagulan yang digunakan adalah air asin. Tahu Selatan mengalami proses press dan pengeringan yang mirip dengan jenis utara tetapi dengan proses yang lebih ringan daripada di utara. Tahu jenis selatan disiapkan dengan bahan gypsum-calcium sulfate sebagai koagulan.

Ada tiga macam pendapat tentang asal tahu itu. Yang paling umum adalah tahu diciptakan di Tiongkok Utara sekitar 164 SM oleh Pangeran Liu An [179-122SM], seorang pangeran  dari kota Huainan selama Dinasti Han. Dalam sejarah Tiongkok ,  penemuan penting sering dikaitkan dengan tokoh-tokoh penting. Fakta lain bahwa untuk waktu yang lama kota Huainan telah merayakan festival tahu setiap tahun. Huainan merupakan daerah penghasil kedelai yang penting dan air bawah tanah mengandung banyak mineral yang cocok sebagai koagulan. 

Teori lain menyatakan bahwa metode produksi untuk tahu itu ditemukan secara tidak sengaja saat bubur kedelai tercampur dengan garam laut murni. Garam laut mengandung garam kalsium dan garam magnesium, memungkinkan campuran kedelai mengental dan menghasilkan gel tahu. Ini mungkin mungkin menjadi cara Tahu ditemukan, karena  susu kedelai telah dimakan sebagai sup lezat di kuno. 

Teori ketiga menyatakan bahwa orang Tionghoa kuno belajar metode untuk mengentalkan susu kedelai dengan meniru teknik susu mengental dari Mongol atau India. Bukti utama untuk teori ini terletak pada kesamaan etimologis antara istilah Tiongkok untuk Mongolia fermentasi susu (rufu) dan dòufu istilah atau tahu. Meskipun demikian, tahu telah dikenal masyarakat dan  telah dikonsumsi bahan makanan di Tiongkok di abad 2 SM .

Tahu kemudian menyebar keluar wilayah Tiongkok. Tahu masuk ke Jepang di periode Tang, bersamaan dengan masuknya pengaruh Buddhism di Jepang. Tahu adalah sumber penting protein dalam diet vegetarian kaum religius. Buku Tofu Hyakuchin ["Seratus Jenis Tahu"] diterbitkan di tahun 1782 periode Edo. 

Selain di Jepang, tahu juga masuk ke Vietnam, Thailand, Korea. Di Korea, tahu menjadi bahan penting dalam variasi masakan khas Korea. Di Asia Tenggara, selain Vietnam dan Thailand yang berbatasan langsung dengan Tiongkok, masuk juga ke Indonesia, Malaysia. Di Indonesia, tahu memperkaya budaya Indonesia dan melahirkan berbagai jenis. Di Sumedang, seorang Tionghoa bernama Ong Kino, merintis usaha tahu yang kemudian diteruskan oleh anaknya Ong Bun Keng. Dari sini muncul tahu Bungkeng yang terkenal dan identik dengan tahu Sumedang. Di Semarang terkenal tahu Pong yang berasal dari “phong" dalam dialek Banlam. Tahu menjadi bahan penting dalam masakan Melayu, bahkan digunakan oleh masyarakat India di wilayah Malaya.

Meskipun varietas tahu yang diproduksi di zaman kuno tidak mungkin telah identik dengan hari ini,  deskripsi dari tulisan-tulisan dan puisi dari Song dan Dinasti Yuan menunjukkan bahwa  teknik produksi untuk tahu sudah distandarisasi. Doufu muncul dalam dokumen pertama kali di tahun 965 M, masa Dinasti Song dalam  Ching I Lu yang ditulis oleh Tao Ku. Sementara Tofu muncul dalam dokumen Jepang dalam catatan harian Hiroshige Nakaomi di tahun 1183 M, yang merupakan pendeta Shinto di sebuah kuil di Nara. Tofu telah menjadi bagian dari persembahan di altar.

Tofu tercatat pertama kali dalam dokumen Barat pada catatan Kapten John Saris selama perjalanannya ke Jepang. Tetapi dalam catatan itu tidak secara langsung menyebut tofu. Baru pada catatan Domingo Fernandez de Navarrete (yang mengabdi pada misi Dominikan) dalam bukunya  "A Collection of Voyages and Travels" menulis tentang tofu. Di tahun 1704 , buku Friar Domingo Navarrete diterbitkan dalam bahasa Inggris. Buku itu menjadi dokumen Inggris pertama kali yang menyebut Tofu Jepang dan koneksinya dengan Tiongkok. Dokumen Amerika yang menyebut Tofu muncul dalam sebuah surat Benjamin Franklin yang sedang berada di London kepada John Bartram di Philadelphia. 

Tahu diproduksi pertama kali di Barat pada tahun 1880, oleh orang Perancis bernama Paillieux. Perusahan yang membuat tahu pertama kali di Amerika Serikat adalah Wo Sing & Co berdiri di tahun 1878 di San Fransisco. Di tahun 1895 , perusahaan Hirata & Co berdiri di Sacramento, California sebagai perusahaan pertama yang didirikan oleh orang Jepang di Amerika. Di tahun 1896 , tahu muncul pertama kali dalam jurnal ilmiah di American Scientific Journal [American Journal in Pharmacy melalui karya tulis Henry Trimble dengan judul “Recent Literature On The Soja Bean] . Demikian sejarah singkat perjalanan Tahu ke seluruh dunia.