".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Sunday, 24 December 2017

Feliz Navida


My dearest mate, cobber & buddy

First of all let me wish you and your family a very merry holiday season ..
Rather than stop there, let me give you some real holiday cheer in this time when we traditionally think of families, loved ones and miss those who have gone before us ..

I think during this festive season it is important to remember that whether we are Jewish, Muslim, Christian, Hindu, Agnostic, Atheist etc, there is one thing we all share in common ..
We all have a mother and father ..
That is the one thing that bonds us all ..
Let us take a special moment to remember and honour our parents and those who have gone before us ..
Santa reminds us that we are all born of man and woman ..
We are all united by a mother and father ..
This is what bonds us as humans ..

So during this time, when we reflect on family, friends and loved ones, please accept my heartfelt Season's Greetings and take some time to reach out to your loved ones, maybe someone you are estranged to even and wish them a happy holiday ..

Also please, take a moment to reflect on the coming year and your priorities and for those of you, who have children, give them a hug, tell them you love them and spend every moment you can with them ..
I promise you .. you will miss them more than you know once they are grown up and gone.

Cierra los ojos, abre el corazón .. y aprende a ver con los ojos del alma ..
(close your eyes .. open your heart and learn to see with the eyes of the soul) ...

FELIZ NAVIDAD .. HAPPY HOLIDAYS AND MERRY EVERYTHING ..

Yours

Presidente
Indonesian Gastronomy Association

Thursday, 21 December 2017

Ihwal Profil Boga Indonesia


Secara prematur kartografi profil makanan Indonesia masih belum bisa digambaran secara baik dan utuh.

Banyak masyarakat yang ahli dan tidak ahli (yang passion terhadap boga), apapun sebutan terhadap mereka, belum bisa memberikan proyeksi fisiografis secara umum mengenai seni dapur Indonesia.

Ada yang mampu mengangkat profil makanan, namun sifatnya masih terbatas dan bicara di makanan yang selalu di perbincangkan orang ramai. Terkesan seperti ada yang diistimewakan dan ada yang di kurang diperhatikan.

Misalnya sebatas soto, sate, nasi goreng, bakso, gado-gado, rawon, sarikayo, urap sayuran, lumpia, gudheg, asinan, tahu telur, serabi, klapentaart, rendang, nasi tumpeng, dan lain sebagainya yang memang cukup dikenal kalangan masyarakat.

Seni dapur lain banyak yang tidak pernah diangkat, seperti arsik, terites, kuta-kuta, cimpang tuang, lomok-lomok, na tinombur, dali ni horbo, pakasam, nasi kuning, palubasa, mie gomak, gulai banak, gulai paku, gajebo, brenebon, hucap, gohu tahu, cabuk rambak, lentog tanjung, barongko, pallu butung, galamai, samba lingkung, kagape, sinonggi, madumongso, kasuran, keciput dan lain sebagainya.

Sebenarnya bukan karena ada yang diistimewakan atau kurang diperhatikan. Ini adalah soal kurang mendalami dan terbatas menyadari kekayaan seni dapur dan boga yang ada di kepulauan Nusantara.

Namun mesti disadari, tampilan seni dapur dan boga satu pihak, akan membawa dorongan dan hasrat kepada pihak lain minta ikut di dalam tampilan tersebut, apalagi kalau sering dan kerap tampilan seni dapur dan boganya dari satu pihak itu-itu saja.

Indonesia mempunyai 1,335 suku dan sub-suku yang masing-masing memiliki seni dapur dan boga yang tercipta dari proses kearifan lokal tradisional, akulturasi dan mimikri.

Bagi suku dan sub-suku, seni dapur mereka adalah soal kebanggaan dan harga diri yang menyembunyikan arogansi fenomenal yang sangat kental di kepribadian mereka, apalagi pengakuan sebagai suatu bangsa.

Oleh karena itu, sudah saatnya profil seni dapur Indonesia diteliti dan dikaji secara mendalam agar rasa keinginan tahu yang besar dari berbagai kalangan, khususnya masyarakat awam, dapat disalurkan dan memberi kesadaran mengenai warna seni dapur dan boga Nusantara.

Sudah tentu tugas ini tidak mudah dan memerlukan waktu cukup panjang melihat begitu banyaknya kekayaan seni dapur dari suku dan sub-suku yang ada. Namun harus dimulai dengan pertama mencari jalan masuk, yakni formula dan mekanisme apa yang harus digunakan mengkartografikan profil makanan di negeri ini.

Sebagai pembuka jalan untuk menentukan format formula dan mekanisme, perlu terlebih dahulu memahami bagaimana sebenarnya terbentuknya negara Indonesia.

Pada dasarnya negeri ini terbentuk dari akibat penjajahan sekian ratus tahun yang mengakibatkan penderitaan dan perlawanan terhadap kolonial.

Pada asal muasal, suku dan sub-suku  yang ada di kepulauan Nusantara, bukan satu kesatuan, tetapi mereka bersatu karena tindasan kolonialisme dan pengalaman akibat dipengaruhi oleh bangsa luar lainnya.

Sejak jaman dahulu Indonesia merupakan kepulauan yang kaya akan hasil alamnya yang berlimpah, hingga membuat negara-negara Eropa tergiur untuk menjajah dan bermaksud menguasai sumber daya alam untuk pemasukan bagi negaranya.

Negara-negara yang pernah menjajah Indonesia antara lain : Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis, Britania Raya dan Jepang.

Ikhtiar bersatu itu dideklarasikan melalui yang kita kenal dengan "Sumpah Pemuda" tanggal 28 Oktober tahun 1928. Sumpah Pemuda adalah tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Ikrar Sumpah Pemuda dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia dengan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus tahun 1945.

Secara ringkas, Sumpah Pemuda adalah kesepakatan politik semua suku dan sub-suku untuk bersatu yang kemudian berjuang melalui jalan sejarah yang cukup panjang sampai puncaknya berbuah menjadi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, yang dibacakan Soekarno dengan didampingi Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.

Terjemahan sebagai suatu Negara yang berdaulat dan merdeka diaplikasikan melaluiikatan politik lima sendi yakni Pancasila dan dengan ikatan hukum Undang-Undang Dasar 1945.

Jika tidak ada penjajahan, pastinya tidak ada Sumpah Pemuda, tidak ada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dan pastinya tidak ada satu atap payung negara bernama Indonesia.  Bisa saja masing-masing suku menjadi suatu bangsa dengan kedaulatan negaranya sendiri.

Kalau diibaratkan versi lain, Indonesia mirip seperti organisasi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) yang terbentuk pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerjasama internasional akibat konflik berkepanjangan dari Perang Dunia II, maupun pengalaman dari akibat Perang Dunia I yang sewaktu itu organisasinya bernama Liga Bangsa-Bangsa.

Walaupun tidak bisa dikatakan persis sama dengan PBB, namun bisa dicatat ada kemiripan bahwa berhimpunnya suku dan sub-suku kepulauan Nusantara ke dalam negara Indonesia adalah sejatinya mereka bukan berasal dari suku bangsa yang sama.

Masing-masing  suku dan sub-suku di Indonesia mempunyai perjalanan kesejarahan yang berbeda meski ada yang sama. Persatuan dan kesatuan sebagai bangsa & negara Indonesia disepakati hanya melalui ikatan politik dan ikatan hukum seperti dijelaskan di atas.

Konstruksi peradaban budaya masing-masing suku dan sub-suku masih tetap dipertahankan karena merupakan produk kearifan lokal leluhur yang tidak bisa disatukan dan atau disamakan dalam satu ikatan kesatuan kebangsaan Indonesia.

Peradaban budaya masing-masing suku dan sub-suku itu menjadi kekayaan yang saling melengkapi dan saling mendukung terhadap Negara kesatuan Indonesia.

Salah satu peradaban budaya itu adalah di seni boga (makanan), selain adat istiadat, seni tari, seni berkain (tenun, batik & ikat) dan lain sebagainya.

Oleh karena itu sangat sulit mengatakan Indonesia memiliki warna dan profil makanan yang serupa satu sama lain. Kemiripan bisa tapi bukan kesamaan.

Sebagai contoh, negeri Thailand dan Korea Selatan berasal dari satu rumpun kesukuan yang sama, walau ada turunannya berbagai sub-suku, yang memiliki seni dapur, boga, bumbu, rempah dan citarasanya yang sama, baik itu di belahan barat, timur, utara dan selatan dari kedua negara.

Kesamaan itu disebut sebagai "Garis Seni Boga" sehingga mudah menentukan peta kartografi seni dapur dari profil boga kedua negara ini.

Indonesia tidak demikian. Garis Seni Boga Indonesia tidak satu dan masing-masing suku dan sub-suku punya keunikan tersendiri yang berbeda walaupun ada yang mirip memiliki kesamaan.  

Perhatikan dengan seksama dari sisi barat, timur, utara dan selatan Indonesia, masing-masing punya bumbu, rempah dan citarasa yang berbeda, makanya makanannya pun berbeda.

Ada daerah-daerah tertentu di Indonesia yang suka masakan pedas, manis, natural (bening). Ada yang suka cabe. Ada yang menggunakan andaliman (sebagai cabai atau merica) dan macam-macam lainnya.

Oleh karena itu kalau bicara soal ikhwal profil boga (makanan) dan seni dapur Indonesia, perlu ditelusuri terlebih dahulu mengenai "Garis Seni Boga" kepulauan Nusantara Indonesia.

Seyogyanya sudah saatnya mulai difikirkan merumuskan garis seni boga seperti yang dilakukan dalam dunia flora dan fauna Indonesia yang memiliki garis "Wallace-Weber"(garis khayal).

Jika sudah dimiliki formula garis seni boga, akan mudah menentukan profil boga Indonesia berdasarkan kategori dan kriteria yang dirumuskan dalam garis seni boga tersebut.

Garis seni boga ini bisa juga dijadikan standard dalam menentukan ikon makanan Indonesia sebagai branding nation Negara.

Ingat, membangun garis seni boga Indonesia mirip seperti dahulu kala membangun konstruksi isi teks Sumpah Pemuda, yakni :

Ada 14,572 pulau tapi hanya satu garis kepulauan nasional yang diakui, yakni tanah air Indonesia.

Ada 1,335 suku dan sub-suku tapi hanya satu garis kebangsaan nasional yang diakui, yakni bangsa Indonesia.

Ada 1,211 ragam bahasa tapi hanya satu garis bahasa nasional yang disepakati, yakni bahasa Indonesia.

Semoga bermanfaat

Tabek



Wednesday, 6 December 2017

Perbedaan Budaya Dalam Gastronomi Barat & Timur

Dalam sebuah artikel tertentu, pernah saya tulis tentang Perbedaan Gastronomi Barat & Timur.

Dalam artikel itu dijelaskan koridor kajian gastronomi umumnya menekankan kepada 4 (empat) elemen, yakni :
1.     Sejarah
2.     Budaya  
3.     Lanskap Geografis
4.     Metode Memasak

Ke-empat elemen itu dinamakan dengan *tangible* (nyata, jelas dan terwujud) yang selalu dipakai sebagai tolak ukur masyarakat barat dalam bicara gastronomi. Sebatas itu saja karakter gastronomi masyarakat barat walaupun tidak dipungkiri ada juga sedikit unsur  intangible-nya.

Sedangkan gastronomi di masyarakat timur, seperti juga di Indonesia, mempunyai unsur tambahan, yakni nilai ritual dan adat istiadat, sebagai elemen kelima.  Artinya punya nilai intangible yakni filosofi, falsafah, kearifan lokal atau cerita warisan pusaka dibelakangnya.

Elemen tambahan itu ada akibat disimilaritas kebudayaan dan kebiasaan tertentu dalam ciri pola hidup masyarakat barat dan timur.

Untuk itu karena ada unsur budaya, maka perlu kita pahami terlebih dahulu pola kebudayaan masyarakat barat dan timur, karena masing-masing memiliki makna dan fungsi tersendiri.

Soal nilai intangible tidak perlu dibahas karena kebanyakan dari kita sudah paham apa yang dimaksud dengan filosofi, falsafah dan atau kearifan lokal.

Kebudayaan
Budaya (disebut juga kebudayaan) berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu "buddhayah", yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut "culture", yang berasal dari kata Latin, "Colere", yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan menjadi "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Budaya adalah suatu gaya hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Budaya terbentuk dari banyak elemen yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, hingga karya seni.

Budaya itu dipelajari dan merupakan suatu pola hidup sosial manusia secara menyeluruh yang memiliki sifat yang kompleks, abstrak, dan luas.

Perbedaan kebudayaan antara barat dan timur dicerminkan oleh banyak faktor yang sekaligus menjadi ciri masing-masing dalam berpola hidup.

Banyak hal yang mana bagi orang barat dianggap umum ternyata menjadi sangat tidak etis bagi orang timur.

Hal tersebut membuktikan, bahwa antara barat dan timur memiliki perbedaan kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam berpola hidup.

Kata barat dalam arti merujuk kepada masyarakat di benua Eropa, benua Amerika dan benua Australia, sedangkan diluar itu disebut sebagai masyarakat timur yang pada umumnya ada disekitar benua Asia dan Afrika.

Perbedaan Budaya Barat dan Timur
1.     Kebudayaan Barat
Kebudayaan barat tersusun dan terbina dari kumpulan himpunan dan pemahaman terhadap sastra, ilmu pengetahuan, filsafat, politik, serta prinsip artistik dan filosofi yang membedakannya dari peradaban lain.

Masyarakat barat melakukan berbagai macam cara diskusi dan perdebatan untuk mempelajari, menemukan atau menentukan makna seperti apa yang sebenarnya kesadaran akan berbudaya itu.

Kebudayaan barat tidak bisa langsung diartikan murni datang dari sebuah arah mata angin masyarakat barat itu sendiri. Produknya merupakan proses akulturasi dan belajar dari perkembangan antara budaya barat dan budaya timur.

Sebagian besar rangkaian tradisi dan pengetahuan budaya tersebut dikumpulkan dan dipengaruhi oleh imigrasi atau kolonisasi orang-orang Eropa, misalnya seperti negara-negara di benua Amerika dan Australia, dan tidak terbatas hanya oleh imigran dari Eropa Barat.

Eropa Tengah juga dianggap sebagai penyumbang unsur-unsur asli dari kebudayaan Barat.

Karena datangnya dari proses rasionalitas & logika, budaya barat mempunyai ciri lebih selektif dalam banyak hal, memiliki disiplin tinggi, tertib, sikap to the point, individualis dan lebih terbuka walau sangat jarang menjalin hubungan dengan orang lain kecuali dengan adanya maksud atau kepentingan tertentu.

2.     Kebudayaan Timur
Kebudayaan timur mempunyai manner yang khas yang membedakannya dengan masyarakat barat.

Bangsa timur sangat terkenal dengan keramahtamahannya terhadap orang lain bahkan terhadap orang asing sekalipun.  Bagaimana mereka saling memberikan salam, tersenyum atau berbasa basi menawarkan makanan atau minuman.

Bangsa Timur juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai atau norma-norma yang tumbuh di lingkungan masyarakat mereka. Salah satu contohnya adalah berkaitan dengan nilai kesopanan.

Pembinaan kebudayaan ini kesadarannya dengan cara melakukan berbagai macam pelatihan fisik dan mental.

Pelatihan fisik dapat dicontohkan dengan cara menjaga pola makan dan minum ataupun makanan apa saja yang boleh dimakan dan minuman apa saja yang boleh di minum, karena hal tersebut dapat berpengaruh pada pertumbuhan maupun terhadap fisik kehidupan sosial mereka.

Sedangkan untuk pelatihan mental, yaitu dapat berupa kegiatan ritual yang umumnya dilakukan sendiri atau berkelompok, seperti bermeditasi, bertapa, berdo’a, beribadah, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, budaya timur mempunyai ciri memiliki solidaritas tinggi, menghargai orang lain, sangat mengedepankan etika, mempunyai sifat toleransi yang tinggi, sangat bersosial tidak individualis, ramah dan bersahabat, suka  saling tolong menolong, respek terhadap yang lebih tua, dekat dengan kerabat terutama keluarga maupun (ini yang paling penting) memegang teguh norma, etika serta nilai ritual maupun adat istiadat yang ada

Gastronomi Indonesia
Dengan penjelasan di atas secara umum dapat dipahami kebudayaan masyarakat timur, terutama di Indonesia, memegang teguh norma, etika serta nilai ritual maupun adat istiadat dalam kehidupan mereka.

Sama sebangun keteguhan ini dibangun dalam budaya makanan yang lahir dari produk warisan kearifan lokal leluhur yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Dengan demikian, jika bicara peradaban gastronomi masyarakat timur, khususnya Indonesia, elemen tambahan nomor lima koridor kajian gastronomi itu mutlak ada.

Elemen tambahan ini dalam dunia gastronomi Indonesia diistilahkan dengan “makanan punya cerita” (cibus habet fabula – food has its tale), yakni mengenai intagible dari nilai ritual dan adat istiadat.


Semoga bermanfaat