Kita tahu bahwa selama ini Jepang memiliki
tradisi khusus dalam menikmati teh. Hal ini mereka sebut dengan nama "Sadou", di mana mereka
melakukan upacara minum teh hanya bersama kalangan bangsawan dalam menjamu
tamu. Namun, kini tradisi tersebut bisa dilakukan oleh semua kalangan
masyarakat Jepang.
Selain itu Inggris juga mempunyai tradisi minum
teh di sore hari yang dikenal dengan sebutan "Afternoon Tea". Ciri khasnya adalah teh disajikan
dengan camilan-camilan kecil yang disusun di nampan lapis tinggi atau three
tier. Tradisi afternoon tea sudah melewati sejarah panjang sejak tahun 1800-an
dan populer di kalangan bangsawan Inggris di masa itu. Karena afternoon tea
lebih ke urusan gaya hidup, maka segala sesuatunya tampil begitu cantik. Mulai
dari peralatan minum teh seperti cangkir hingga taplak meja.
Tidak berbeda dengan Jepang & Inggris,
ternyata Indonesia juga memiliki tradisi serupa. Apalagi mengingat Indonesia
merupakan salah satu negara penghasil teh terbesar dan terbaik di dunia. Maka
tidak heran jika tradisi minum teh di Indonesia menyebar ke berbagai daerah
dengan cara yang berbeda-beda.
Masyarakat Indonesia sudah menjadikan minum teh
sebagai sebuah tradisi turun menurun. Tradisi minum teh ini awalnya hanya
dimiliki kalangan bangsawan, namun kemudian sudah menjadi kebiasaan masyarakat
luas. Contoh kebiasaan Gusti Adipati Paku Alam VII yang selalu melestarikan
tradisi minum teh bersama keluarganya setiap sore hari.
Teh pertama kali dikenal pada 1686, yakni
ketika warga kebangsaan Belanda, Dr. Andreas Cleyer membawa tanaman tersebut ke
Indonesia sebagai tanaman hias. Pada 1782 Pemerintah Belanda mulai
membudidayakan tanaman the utamanya di Pulau Jawa dengan mendatangkan biji-biji
teh dari China. Semenjak itu, dimulailah kebiasaan untuk minum teh di negeri
ini, terutama di Jawa.
Memang sejatinya tradisi minum teh merupakan
proses akulturasi yang dibawa oleh para pendatang (Cina) dan proses mimikri
dari Belanda yang menjajah bumi Nusantara. Namun bukan berarti bangsa kita meniru bulat tradisi
minum teh itu sedemikian rupa tanpa menjelaskan sebab musababnya sebagai suatu
budaya masyarakat setempat.
Di bawah ini disampaikan beberapa tradisi minum
teh di Nusantara sebagai berikut :
Teh
Poci di Jawa
Khusususnya di Cirebon, Slawi, Tegal, Brebes,
Pemalang, dan sekitarnya, budaya minum teh menggunakan teh wangi melati yang
diseduh di dalam poci bersamaan dengan gula batu sebagai pemanis, setelah itu
teh dituang ke gelas-gelas kecil. Tradisi ini disebut “Teh Poci”. Uniknya, penikmat teh ini hanya dibolehkan menambahkan
gula batu, tetapi tidak boleh mengaduknya. Mengapa? Ternyata hal ini memiliki
filosofinya tersendiri, yakni hidup ini memang pahit pada awalnya, namun jika
ingin bersabar maka kita akan mendapatkan manisnya. Jadi, gula dibiarkan
mencair dan menyebar dengan sendirinya.
Nyaneut
di Sunda
Di Tanah Sunda, terutama di Garut, kita bisa
menemukan tradisi minum teh yang cukup sakral. Masyarakat menyebut tradisi ini
dengan nama “Nyaneut”. Biasanya
Nyaneut dilakukan saat menyambut malam Tahun Baru Islam. Nyaneut sendiri
merupakan singkatan dari Nyai Haneut atau Cai Haneut yang berbarti air hangat.
Tradisi minum teh ini pun memiliki tata cara, yaitu sebelum meminum teh, kita
harus memutar gelas teh di telapak tangan sebanyak 2 (dua) kali. Kemudian,
aroma teh harus dihirup sekira 3 (tiga) kali dan barulah teh boleh diminum.
Festival tradisi ini biasanya diawali dengan melakukan pawai obor. Tujuannya
ialah untuk menjaga kehangatan di lingkungan masyarakat.
Patehan,
Karaton Yogyakarta
Tradisi Patehan tidak bisa dilakukan oleh siapa
saja, hanya boleh dilakukan oleh Kerajaan Keraton. Nama “Patehan” itu sendiri diambil dari tempat tradisi ini dilakukan,
yakni di Bangsal Patehan. Prosesi tradisi ini dilakukan oleh 5 (lima) perempuan
dan 5 (lima) pria yang berpakaian adat Jawa dalam meracik dan menyajikan teh
lengkap dengan makanan ringan yang dikhususkan untuk raja, keluarga, dan tamu
keraton.
Nyahi
di Betawi
Ngete atau nyahi, demikian warga asli Jakarta
menyebut momen minum teh gaya Betawi baik di pagi maupun sore hari. Sajian teh
ala mereka, biasanya cenderung ringan alias tidak seberapa kental dengan
citarasa yang mengarah ke tawar.
Konon kata "Nyahi" sendiri berasal dari proses akulturasi pengaruh budaya
Arab, dari kata "Syahi"
yang artinya teh. Ada pula yang mengatakan budaya ini diadaptasi dari budaya
minum teh di Cina.
Kegiatan Nyahi biasanya dilakukan bersama
keluarga atau teman pada sore hari beberapa jam usai waktu makan siang. Teh
tubruk - minuman dari daun teh kering yang langsung diseduh tanpa disaring -
ditaruh dalam teko kaleng blibrik atau teko berbahan kuningan.
Tradisi minum teh gaya Betawi biasanya
dinikmati dengan gula kelapa. Pemanis tersebut akan digigit terlebih dahulu,
dilanjutkan dengan menyeruput teh hangat. Namun ada banyak variasi jajanan khas
Jakarta yang dapat memberi rasa manis pada sebuah momen minum teh, sehingga
bisa saja tidak lagi harus repot menggigit gula kelapa.
Nyahi yang sesungguhnya di sebuah keluarga
Betawi, bukan menggunakan tea set porcelain / ceramic tetapi gelas teh yang
biasanya ada motif bunga warna "ngejreng" (gelas kampung), atau gelas
belimbing dengan beralaskan cawan kecil agak cekung.
Sambil
"sruput" teh panas biasanya
ditemanin kudapan yang dijejerin di meja panjang, berupa jalabia, cucur, talam,
ape (pepe), apem, wajik sambil ngupas kacang tanah, pisang atau jagung rebus.
Ngetehnya sambil duduk dan ngobrol di meja panjang itu.
Selain keterangan tradisi di atas, adalah Serat
Centhini yang salah satunya melukiskan budaya tradisi minum teh tersebut.
Seperti diketahui, masyarakat Jawa, termasuk di
dalamnya masyarakat Surakarta, dalam keseharian mempunyai kebiasaan maka 3
(tiga) kali sehari serta mengongsumsi kudapan 2 (dua) kali sehari.
Disebutkan dalam Serat Centhini, masyarakat
Jawa biasa makan pada pagi hari sesudah menikmati kudapan, siang hari sesudah
waktu dzuhur, kemudian menikmati kudapan pada waktu sore hari dan makan malam
pada malam hari sesudah maghrib atau isya.
Pada saat mengongsumsi kudapan di sore hari hidangan
minumannya adalah wedang teh gula batu selain wedang herbal seperti wedang
jahe, wedang kacang, wedang tape wedang dongo (ronde) dan lain sebagainya.
Dalam salah satu episode dari 12 jilid Serat
Centhini ada yang mengisahkan pertemuan antara kakak dan adik yang telah lama
berpisah yaitu Jayengraga dan Jayengwesthi. Pertemuan tersebut diwarnai dengan
suasana gembira. Jayengraga sebagai tuan rumah menjamu kakaknya dengan minuman
teh yang disajikan dalam teko yang menduduki peranan penting, karena teko itu
sudah bertahun-tahun dipakai menyedu teh akan berkerak kecoklatan. Semakin
tebal kerak yang ada pada dinding teko, akan semakin nikmatlah tehnya dengan
rasa dan aroma yang cukup "nggathok"
dalam menyesap minuman penimbul rileks ini.
Tidaklah heran jika kemudian kapasitas teko itu
semakin sedikit. Seharusnya bisa menampung empat cangkir hanya bisa menampung
dua cangkir teh. Dan lagi, teko khusus yang sudah berkerak tebal, jika tehnya
dituang, keluarnya pun kecil "ithir-ithir",
tidak lancar.
Fungsi makanan dalam cerita Serat Centhini
adalah ada tiga macam, yaitu sesaji, jamuan dan menu utama. Biasanya untuk sajian
minuman berupa wedang kopi, wedang teh, wedang herbal dan berbagai macam
makanan.
Berbagai makanan tradisional yang terdapat
Serat Centhini berfungsi sebagai perlengkapan ritual antara lain: tumpeng
megana, jenang baro-baro, abang, putih, ireng, ayam lembaran, nasi gurih, nasi
wuduk, dan nasi golong. Minuman yang biasa digunakan untuk ritual adalah wedang
teh, wedang kopi, srebat, beras kencur, bir manis, sriawan pisang kluthuk.
Berangkat dari ulasan Serat Centhini dan beberapa
tradisi minum teh di daerah seperti dijelaskan di atas, bisa dikatakan
Indonesia punya "branding power equity" tradisi minum teh yang selama
ini terlupakan dan tidak pernah diangkat ke permukaan sehingga bukan menjadi
"darling" seperti minum kopi.
Ada baiknya tradisi minum teh sore hari ala Indonesia dengan
teko yg diprosesi racikan & penyajiannya oleh 5 (lima) wanita & 5
(lima) pria itu bisa dijadikan momentum baru Bangsa ini dengan memilih kata
darlingnya sendiri seperti Sadou di Jepang atau Afternoon Tea di Inggris.
Apakah itu “Nyaneut” atau “Patehan” atau “Teh Poci” atau "Nyahi".
Kalaupun bisa diangkat menjadi urusan gaya hidup yang segala
sesuatunya ditampilkan dengan cantik. Mulai dari peralatan minum teh seperti
cangkir hingga taplak meja serta etiketnya berikut filosofi primbonnya yakni
sebelum meminum teh harus memutar gelas teh di telapak tangan sebanyak 2 (dua)
kali. Kemudian, aroma teh harus dihirup sekira 3 (tiga) kali dan barulah teh
boleh diminum.
Tabek