".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Monday, 6 April 2020

Gerakan Kuliner Bersama Menghadapi Covid-19

Ketika tempat makan di Jakarta berjuang untuk bertahan hidup di tengah berbagai pembatasan ketat yang diberlakukan setelah munculnya bencana COVID-19, satu hal yang perlu diingat, Jakarta tidak sendirian.

Di seluruh dunia, masyarakat dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap penyebaran virus corona dalam berbagai cara. Perubahan drastis diberlakukan dalam berbagai tingkat pembatasan untuk tidak meninggalkan rumah.

Saya rasa semua sudah mengetahui pembatasan-pembatasan itu, dan saya tidak dalam kapasitas mengatakan ini sebagai kebijakan lockdown atau karantina atau lain sebagainya. Biarkan Pemerintah mengurusi hal itu.

Apa yang menjadi perhatian saya adalah bisnis makanan menjadi terganggu. Apalagi mendengar pembatasan atau isolasi “stay at home” bisa berlangsung 2 bulan, 3 bulan dan ada pula yang mengatakan lebih dari waktu itu.

Tidak ada yang mengetahui kapan akan berakhir. Semua masih indikasi dengan berbagai perhitungannya. Tetapi semua masyarakat sadar untuk menahan diri tidak keluar dari rumah, terkecuali dalam hal tertentu yang sangat mendesak.

Disamping itu, masyarakat menyadari isolasi ini sebagai hambatan praktis yang sangat besar terhadap kebiasaan, kesenangan, dan kenyamanan mereka sehari-hari terhadap makanan (atau dalam kata lain, kerap disebut sebagai kuliner).

Yakni pergi ke restoran, ke rumah makan, ke warung kaki lima, belanja makanan, pergi ke pasar tradisional, ke super market, termasuk yang paling utama mengenai jasa pengantarannya (delivery services).

Semua itu dilakukan sekarang secara terbatas dan dilakukan menurut aturan protokol yang berlaku.

Secara psikologis apa yang dilakukan masyarakat dengan hidup mereka sebelumnya, telah dicabut untuk sementara waktu, guna meminimalkan penyebaran virus corona.

Terkait dengan makanan (atau kuliner) implikasi munculnya bencana COVID-19, terlihat secara kasat mata membuat rantai penjualan makanan menjadi terganggu, khususnya jaringan rumah makan masyarakat kalangan bawah (warung, kaki lima, jajanan jalanan dan sebagainya).

Banyak yang tutup karena order pembelian semakin menurun. Paralel dengan itu, transaksi di pasar-pasar tradisional pun ikut terimbas karena dunia makanan sedang istirahat.

Saya disini tidak bicara mengenai restoran atau super market walaupun mereka juga terkena dampaknya.

Saya khusus menekankan pengaruhnya terhadap tempat makanan dari masyarakat kalangan bawah dan pasar-pasar tradisonal yang ada.

Mereka ini adalah pengusaha dari kalangan informal yang cukup besar jumlahnya di Indonesia (maupun bisa dikatakan di negara-negara lain yang setingkat pertumbuhah dan atau per-ekonomiannya dengan Indonesia).

Mereka adalah pelaku usaha Mikro dan Kecil serta UKM (Usaha Kecil dan Menengah).

Untuk diketahui makanan dengan industrinya saat ini tumbuh sangat pesat di Indonesia yang mampu menyumbang kontribusi terbesar terhadap PDB ekonomi kreatif yakni 41.40 persen.

Sektor ini berhasil meraup keuntungan total sebanyak Rp 382 triliun (+/- USD 23,252,112,428selama tahun 2016, dengan memiliki 5,550,960 pelaku usaha makanan di seluruh Nusantara.

Sebagian besar perputaran roda ekonomi Negara dan makanan Indonesia dikelola oleh pelaku-pelaku ini.

Mereka adalah simpul makanan yang selalu didekati setiap masyarakat dalam memilih, membeli dan menikmati kelezatan, termasuk wisatawan.

Mereka adalah wajah makanan Indonesia yang menciptakan sistem entrepreneurship tersendiri tanpa ada fasilitas apapun yang disediakan bangsa ini, terkecuali pasar.

Masyarakat merupakan konsumen yang selalu setia membeli produk yang dihasilkannya.

Tahun 1998, masyarakat kalangan ini adalah penyelamat ekonomi Indonesia, karena begitu banyaknya terjadi PHK dan pengangguran, sehingga bisa dikatakan jualan makanan adalah satu-satunya jalan keluar bagi kebanyakan masyarakat kalangan bawah. Begitupun saat ini dan mungkin tahun-tahun kedepan.

Kita mencatat, Pemerintah Indonesia, termasuk di seluruh dunia, telah berusaha semaksimal mungkin mengatasi konsekuensi dari bencana COVID-19.

Salah satunya menstabilkan ekonomi, termasuk kepada para pelaku usaha Mikro dan Kecil serta UKM (Usaha Kecil dan Menengah).

Namun bisa dikatakan beban ini tidak bisa dipikul semata oleh Pemerintah. Masyarakat harus bahu-membahu membantu Pemerintah dengan cara dan jalannya sendiri, yakni bagaimana meringankan beban masyarakat kalangan bawah terhadap serangan virus Corona.

Masyarakat harus ambil bagian dalam turut menstabilkan ekonomi kotanya masing-masing melalui gerakan penggalangan dana yang diperuntukan bagi membeli makanan dari jaringan rumah makan dari kalangan masyarakat bawah.

Dengan demikian jaringan rumah / tempat makan, yang selama bencana ini terjadi, sepi pengunjung akan dapat order pembelian kembali. Artinya mesin usaha mereka jalan lagi.

Dengan menggeliatnya jaringan tempat makan masyarakat kalangan bawah akan memberi faedah kepada pasar rakyat di sekitarnya ikut ramai lagi dengan pembelian bahan-bahan baku oleh warung, kaki lima, jajanan jalanan dan sebagainya.

Demikian pula para jasa pengantarannya (delivery services) dapat orderan kembali untuk melakukan pengiriman.

Makanan dan minuman itu dapat disalurkan kepada para dokter dan paramedis yang bekerja di rumah sakit maupun masyarakat lain yang memerlukan (seperti supir taksi, satpam, tukang becak dan lain sebagainya).


Para dokter dan paramedis akan secara ringan bertugas karena didukung mental mereka oleh masyarakat yang turut memperhatikan para pahlawan yang bekerja di garis lini terdepan tersebut, termasuk masyarakat lain yang memerlukan.

Oleh karena itu sudah saatnya, masyarakat dunia, termasuk Indonesia, melakukan Gerakan Kuliner Bersama dalam memerangi corona untuk ambil bagian dalam menstabilkan ekonomi kota mereka masing-masing melalui penggalangan dana.

Dengan gerakan bersama itu, saya perkirakan, akan dapat menstimulasi kembali mesin ekonomi Negara masing-masing dan meringankan beban kerja Pemerintah.

Semoga pemikiran ini dapat menjadi pencerahan bagi kita semua.

Terima kasih
Indrakarona Ketaren