".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Wednesday 20 October 2021

Kuliner Di Indonesia

KULINER INDONESIA
Indonesia memiliki potensi aneka ragam sumber daya alam sebagai bahan baku boga. Seluruh potensi ini adalah peluang besar dalam wujud pemanfaatan sumber energi dan bahan baku untuk dikembangkan menjadi produk subsektor kuliner yang kreatif dan inovatif.

Gastronomi (upaboga) sebagai kembaran dari Kuliner (boga) adalah wujud dari suatu pengetahuan, sejarah dan budaya, bahkan seni mengolah makanan menjadi faktor yang sangat menentukan beragam aspek, mencakup kesehatan hingga kebijakan dalam menjaga stabilitas serta ketahanan pangan nasional.

Suatu lembaga pengembangan boga dan upaboga di Indonesia sangat penting didirikan demi pengembangan produk subsektor kuliner dan gastronomi yang kreatif dan inovatif di dalam keperluannya mengatur dan menata kebijakan, regulasi, dan kelembagaan terhadap kuliner dan gastronomi di Indonesia (Prof Eni Harmayani, UGM)

Kebijakan, regulasi, dan kelembagaan dalam mengelola sektor ekonomi kreatif di bidang gastronomi dan kuliner menjadi salah satu aspek yang harus dipertimbangkan. Tentu saja eksistensi kebijakan, regulasi, dan kelembagaan itu harus bersifat mendukung, memberdayakan, dan mengembangkan dari segi apapun; bukan malah menghambat.

Ada beberapa lembaga yang selama ini berperan dalam pengembangan dan pemberdayaan kuliner dan gastronomi, yaitu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, serta Kementerian Luar Negeri.

KEMENTERIAN/LEMBAGA
Pengembangan dan pemberdayaan boga (kuliner) dan upaboga (gastronomi) akan menentukan pola konsumsi masyarakat. Makanan dan budaya makan saat ini tak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi, tapi juga telah berkembang menjadi gaya hidup.

Tren masyarakat membeli makanan atau minuman, memotret makanan atau minuman, dan kemudian mengunggah di media sosial adalah salah atau indikasi yang jamak ditemui dari kuliner dan gastronomi sebagai gaya hidup.

Ini merupakan fakta yang disadari

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyadari fakta boga (kuliner) dan upaboga (gastronomi) sebagai peluang lebar bagi pengembangan ekonomi kreatif subsektor kuliner dan gastronomi.

Kuliner dan gastronomi belakangan juga sangat erat dengan pariwisata, yakni GastroTourism dalam kaitan dengan special interest tourism (wisata minat khusus).

Pada era modern kiwari, makanan yang dikombinasikan dengan budaya menjadi alat utama untuk memasarkan destinasi wisata.

Wisata kuliner dan wisata gastronomi telah menjadi faktor berpengaruh pada dinamika dan kreativitas di dunia pariwisata. Gastronomi juga menjadi kunci utama memperkenalkan budaya dan warisan sejarah. Gastronomi dapat meningkatkan popularitas dan daya tarik destinasi wisata serta menjadi sarana menawarkan pengalaman berwisata kuliner yang inovatif dan kreatif.

Badan Pariwisata & Ekonomi Kreatif  bertindak sebagai Inkubator & Akselerator kewirausahaan (entrepreneur) sumber daya manusia (SDM) daripada boga (kuliner) dan upaboga (gastronomi) Indonesia.

Kementerian Luar Negeri berperan strategis mendukung peningkatan promosi kuliner dan gastronomi Indonesia ke seluruh dunia melalui hubungan internasional ala gastrodiplomacy.

Indonesia bisa belajar dari negara-negara yang telah sukses mempromosikan gastronominya ke seluruh dunia, seperti Spanyol, Perancis, Korea Selatan, Malaysia, Vietnam dan Thailand.

Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian berperan penting menopang akses pada bahan pangan dan menjaga kelestarian sumber daya alam untuk mendukung pengembangan kuliner dan gastronomi Indonesia.

Pola pengembangan kuliner dan gastronomi Indonesia sangat mempengaruhi permintaan bahan pangan yang kemudian membentuk pola pengadaan bahan pangan dan produk pertanian.

Selain itu Kementerian Pertanian di dalam pembinaan Entrepreneurship dan Perniagaan pelaku (produsen) pangan yakni para pembudidaya, petani, peternak, nelayan & pemburu hewan, baik di perkotaan, kabupaten maupun di daerah pedesaan serta daerah transmigrasi.

Kementerian Perdagangan terkait Entrepreneurship dan Perniagaan bagi pelaku makanan (boga)  kalangan menengah ke atas (pemasak, restoran dan perusahaan industri swasta lainnya), baik di perkotaan, kabupaten maupun di daerah pedesaan serta daerah transmigrasi.

Kementerian Koperasi & UKM terkait Entrepreneurship dan Perniagaan bagi pelaku makanan (boga) kalangan UMKM dan start-up (usaha jajanan jalanan, usaha industri makanan rumah tangga, usaha rumah makan & warung makan), baik di perkotaan, kabupaten maupun di daerah pedesaan serta daerah transmigrasi.

Kementerian Pendidikan,  Kebudayaan, Riset & Teknologi terkait Sejarah (history) & Kebudayaan (culture) makanan (boga)  Indonesia.

Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten & Kota) terkait Sejarah (history) & Budaya makanan (boga)  lokal setempat, maupun pelaku makanan (boga),  termasuk segala aset kekayaan makanan (boga) & penyelenggaraannya di daerah.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) terkait mengawasi, menjaga kualitas pengembangan dan peredaran makanan (kuliner) di Indonesia.

Komisi X DPR RI, Komite III DPD RI & DPRD terkait kebijakan program pengembangan sektor kuliner (boga) dan gastronomi (upaboga) di Indonesia dan di daerah (Propinsi, Kabupaten & Kota).

Keamanan pangan menjadi salah satu kunci menjaga ketersediaan produk-produk kuliner dan jasa boga yang aman dan berkualitas.

Peran media dan teknologi digital sangat penting. Lembaga-lembaga juga berperan penting dalam pengembangan kuliner dan gastronomi Indonesia secara konseptual maupun praksis.

Sedangkan kuliner dan gastronomi dapat dikembangkan di lembaga swasta dan pendidikan sebagai berikut :
1.     Gastronomi
a.     Lembaga Pendidikan : Universitas, Sekolah Tinggi dan Akademi yang terkait dengan Tata Boga, Teknologi Pangan, Sejarah & Budaya, Pariwisata dan Hubungan Internasional
b.     Lembaga Swasta : Organisasi yang terkait dengan Pemasak (Chef), Catering, Pariwisata, Restoran & Hospitality serta Hubungan Internasional

2.     GastroTourism
a.     Lembaga Pendidikan : Universitas, Sekolah Tinggi dan Akademi yang terkait dengan Pariwisata
b.     Lembaga Swasta : Organisasi yang terkait dengan Pariwisata, Restoran & Hospitality

3.     GastroDiplomacy
a.     Lembaga Pendidikan : Universitas, Sekolah Tinggi dan Akademi yang terkait dengan jurusan Hubungan Internasional
b.     Lembaga Swasta : Organisasi yang terkait dengan Hubungan Internasional

GRAND STRATEGY
Dalam Grand Strategy Pengembangan Ekonomi Kreatif 2020-2024 terdapat tiga kebijakan pembangunan ekonomi kreatif secara umum, termasuk sektor kuliner, yaitu penguatan ekosistem bisnis dan investasi; penguatan ekosistem usaha baru; dan penguatan pasar

Tujuan dan sasaran grand strategy diarahkan pada peningkatan nilai tambah ekonomi nasional. Walakin, lebih dari itu, melalui wisata gastronomi dapat dikembangkan kearifan lokal untuk membangun karakter bangsa, kedaulatan pangan, diplomasi, kesehatan, kecintaan terhadap tanah air, kesejahteraan sosial, dan keseimbangan lingkungan.

Pada 2015, Kementerian Pertanian merumuskan kebijakan untuk mewujudkan ketahanan pangan yang dituangkan dalam Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi tahun 2015-2019. Mengacu sistem ketahanan pangan dan gizi, kebijakan tersebut didefinisikan dalam empat tujuan.

Pertama, meningkatkan ketersediaan pangan melalui peningkatan produksi domestik, pengembangan cadangan pangan, pengaturan perdagangan pangan berdasarkan kepentingan nasional, dan pengembangan produksi pangan lokal dan olahan.

Kedua, memperkuat keterjangkauan pangan melalui efisiensi fasilitasi pemasaran, sistem logistik pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, penanganan kerawanan pangan darurat, dan bantuan pangan bagi keluarga miskin.

Ketiga, mengembangkan pemanfaatan pangan melalui pola promosi konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang, dan aman; pengembangan diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal; perbaikan gizi masyarakat; dan peningkatan keamanan pangan segar dan olahan.

Keempat, penguatan kelembagaan pangan dan penguatan koordinasi ketahanan pangan melalui sinergi program dan pelibatan seluruh pemangku kepentingan dalam pembangunan pangan dan gizi serta dukungan kebijakan kementerian atau lembaga.

DATA EKONOMI KULINER INDONESIA
Kuliner Indonesia sudah menjadi salah satu sektor strategis, penopang terbesar dan unggulan dalam penerimaan perekonomian kreatif negara disamping mampu membuka lebar lapangan kerja baru.

Perlu diketahui pertumbuhan sektor makanan (boga) semakin naik tajam dengan melihat kenyataan angka statistik pertumbuhan di dalam negeri semakin berkembang (restoran, rumah makan, kedai, warung, kaki lima dan sebagainya).

Menurut catatan Outlook dan Pariwisata & Ekonomi Kreatif Indonesia tahun 2020 / 2021 yang diterbitkan Kemenparekraf/Baparekraf.
1.     Sumbangan subsektor kuliner atas keseluruhan PDB Nasional pada tahun 2020 adalah sebesar 41%  dengan total pendapatan sebesar Rp 455,44 Triliun dari total PDB ekonomi kreatif sebesar Rp 1.134.9 Triliun
2.     Rata-rata upah bulanan pekerja kreatif di subsektor kuliner pada tahun 2020 adalah sebesar Rp. 2,139,380 yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 9,446.438.
3.     Rata-rata tiap tahun kuliner merupakan penyumbang terbesar terhadap total PDB ekonomi kreatif, yakni sekitar 43%.

Berdasarkan data Focus Economy Outlook 2020, industri kuliner tumbuh saat sangat subur. Sepanjang tahun 2020 kontribusi terbesar terhadap PDB ekonomi kreatif pada peringkat pertama diduduki industri kuliner dengan perolehan terbesar, yakni sebesar 41%.

Data di atas menjadi bukti kuat bahwa makanan (boga) menjadi salah satu industri yang patut diperhitungkan dan menjadi penopang perekonomian di masa depan.

Dari 11 (sebelas) juta tenaga kerja nasional yang berkecimpung di industri kreatif, 31,5 persen bekerja di bidang sektor usaha makanan (boga) seperti di restoran, rumah makan, kedai, warung dan sebagainya.

Data yang ada menunjukkan baru terdapat kurang dari 3% usaha industri makanan yang berbadan hukum usaha.

Menurut pantauan dari beberapa catatan yang ada di tahun 2017, total jumlah restoran dan rumah makan saja yang berbadan hukum di 5 (lima) kota besar Indonesia saja (Jakarta, Bali, Bandung, Surabaya & Medan) ada 40,282 (Qraved).

Sedangkan menurut catatan data BPS tahun 2015,  tempat makan yang berbadan hukum (restoran & rumah makan yang besar dan menengah) di Indonesia ada 2,776 dengan pendapatan rata-rata Rupiah 4,66 Miliar per tahun per setiap restoran & rumah makan dan pengeluaran Rupiah 2,48 Miliar per tahun setiap restoran & rumah makan.

Rata-rata mempekerjakan 26 orang dengan lebih kurang 131 tempat duduk yang tersedia serta pengunjung rata-rata 227 orang setiap harinya.

Artinya ada lebih kurang Rupiah 6,884,480,000,000 (atau pro rata 6,9 Trilyun) per tahun biaya pengeluaran dengan pendapatan per tahun Rupiah 12,936,160,000,000 (atau pro rata 13 Trilyun) perputaran uang dari sekian banyak restoran & rumah makan yang besar dan menengah yang berbadan hukum di Indonesia itu.

Lapangan kerja yang ditampung rata-rata 72,176 orang dengan lebih kurang 363,656 tempat duduk serta pengunjung 630,152 orang setiap harinya.

Dilihat dari lokasi usaha, sebagian besar usaha restoran & rumah makan bertempat di kawasan pertokoan atau perkantoran, yaitu sebesar 54,57 persen. Sedangkan di lokasi objek wisata hanya sebesar 15,71 persen.

Selain itu, untuk jenis masakan utama yang disajikan, tercatat 54,55 persen restoran & rumah makan menyajikan makanan khas Indonesia.

Untuk jenis masakan Amerika atau Eropa sebanyak 22,43 persen, masakan China 10,69 persen, dan masakan lainnya 12,33 persen.

Usaha restoran & rumah makan sebagian besar telah berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT), yaitu sebesar 51,40 persen. Selain itu, terdapat 11,36 persen perusahaan yang berbentuk koperasi, CV maupun Firma.

Sedangkan sebanyak 37,24 persen perusahaan belum berbadan hukum atau tidak punya perusahaan sama sekali, seperti kaki lima, usaha rumah tangga, dan warung makan sederhana yang kerap disebut sebagai pelaku usaha Mikro & Kecil serta UKM.

Jumlahnya ada sekitar 366,943 di Indonesia, seperti pedagang warung tegal (warteg), pedagang nasi goreng, pedagang martabak, pedagang buah, pedagang minuman, dan sebagainya, yang rata-rata mempekerjakan 3 - 4 orang.

Menurut catatan Ketua Umum Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (APMISO) anggotanya yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur , DKI Jakarta dan Banten mencapai 60 ribu pedagang dengan penyerapan 100 ribu tenaga kerja. Di Jawa Tengah saja ada sekitar 10 ribu anggota yang tergabung dalam Apmiso.

Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Pedagang Warung Tegal (Warteg) mengatakan untuk wilayah DKI Jakarta saja terdapat sebanyak 26.500 pedagang warteg yang tersebar di penjuru Ibukota.

Angka-angka di atas itu belum termasuk pedagang makanan keliling yang bekerja sendirian, seperti pedagang baso dan mie, pedagang gorengan, pedagang nasi goreng, pedagang sate, pedagang kue, pedagang minuman dan sebagainya yang diperkirakan lebih kurang ada sekitar 1,073,521 orang di seluruh Indonesia atau rata-rata 19,605 orang di setiap kabupaten dan kota yang ada di Indonesia.

DATA DIGITAL MARKETING
Catatan terhadap penggunaan digital marketing menunjukan sepanjang tahun 2020 terdapat sekitar 3,7 juta pelaku UMKM yang onboarding dari total 11,7 juta UMKM yang telah bertransformasi ke ranah digital marketing karena masyarakat kebanyakan mulai beralih ke belanja daring (online) untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari atau sekedar mencari makanan..

Artinya telah memenuhi sepertiga dari target 30 juta pelaku UMKM yang masuk ke ranah digital marketing dari keseluruhan total pelaku UMKM di negeri ini yang berjumlah sekitar 64 juta menjadikan belanja daring (online) sebagai tempat yang unstoppable.

Bahkan berdasarkan catatan transaksi Bank Indonesia, belanja daring (online) secara nasional meningkat 64% pada semester I tahun 2021 atau lebih kurang Rp 186,7 Triliun.

Selain itu dari data beberapa penyedia layanan internet dan perusahaan besar (seperti Google) mencatat kontribusi ekonomi digital terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai USD 44 Miliar atau naik 11% year on year (yoy) di tahun 2020 dan diperkirakan di tahun 2025 akan melonjak mencapai USD 125 Miliar.

PENUTUP
Kita semua menyadari bahwa perjalanan untuk mencapai cita-cita seperti yang disampaikan  di atas masih cukup panjang. Diperlukan semangat untuk merajut pemikiran besar ini, yang suatu saat nanti akan berbuah karya indah.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kebijaksanaan, bimbingan dan kekuatan kepada kita semua.

Jakarta, 10 September 2021              
Indra Ketaren (Betha)