".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Thursday 21 October 2021

Usulan Lembaga Kajian Gastronomi Indonesia

Latar Belakang (Background)
Usulan didirikannya Lembaga Kajian Gastronomi Indonesia merujuk kepada amanah Bung Karno tanggal 12 Desember tahun 1960 kepada Menteri Pertanian Brigjen dr Azis Saleh dalam buku Mustika Rasa; yang pada intinya Indonesia harus mempunyai Lembaga Teknologi Makanan yang akan meneliti dan mengkaji “the Indonesian Archipelago Region Cuisine Heritage”.

Amanat Bung Karno belum terealisasi sampai sekarang, yang pada hakekatnya, adalah dasar pemikiran dan rencana Bung Karno terhadap nasib masa depan makanan dan pangan Indonesia.

Buku Mustika Rasa merujuk kepada inspirasi dan kreatifitas kearifan lokal seni memasak bangsa Indonesia, yang di dalamnya secara eksplisit menutur alur sejarah dan daya cipta budaya masyarakat setempat serta peta lanskap geografis makanan suatu bangsa. Inspirasi dan kreativitas itu menyangkut falsafah, filosofis maupun perilaku sosial yang menjadi simbol, ritual dan adat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas masyarakat tempatan.

Setiap negara, bahkan setiap kelompok masyarakat memiliki corak makanan yang serasi dengan seleranya masing-masing dan sesuai dengan kondisi alam geografisnya. Apa yang kita makan, dengan siapa kita makan, dan bagaimana proses persiapan serta penyajian makanan itu menunjukkan peranan yang penting dalam memaknai relasi transaksi sosial budaya yang ada.

Dalam kesempatan ini, kami memperluas amanah Bung Karno untuk juga menyelenggarakan pendidikan, penelitian, pengajaran serta pelatihan tentang pengetahuan dan kebudayaan masakan makanan serta gastronomi Indonesia yang tak lepas dari sejarah Indonesia itu sendiri.

Pertimbangan (Consideration)
Makanan atau kuliner adalah bagian dari budaya populer, dimana kepercayaan, praktik, dan tren dalam suatu budaya mempengaruhi praktik makannya. Pop Culture (budaya populer) mencakup gagasan dan objek yang dihasilkan oleh suatu masyarakat, termasuk kuliner yang memberi dampak terhadap masyarakat.

Kapabilitas Pop Culture dalam kuliner Indonesia belum tersentuh secara maksimal, apalagi terhadap Gastronomi, GastroDiplomasi dan GastroWisata, padahal kemampuannya cukup tinggi.

Kapasitas Pop Culture kuliner sebagai produk industri komersial sangat mumpuni, apalagi jika dikemas sebagai instrumen Soft Power Indonesia.

Kalau kita perhatikan, kuliner, Gastronomi, GastroDiplomasi maupun GastroWisata Indonesia belum maksimal dikenal dunia meskipun sudah mengglobal.

Persepsi masyarakat dunia terhadap kuliner Indonesia belum menjadi pemersatu secara global. Belum menjadi gaya hidup (way of life) dan bahasa gaul yang dikonsumsi dalam aktivitas sehari-hari masyarakat dunia secara umum.

Kuliner Indonesia sudah menjadi salah satu sektor strategis, penopang terbesar dan unggulan dalam penerimaan perekonomian kreatif negara.

Pada tahun 2017, kuliner telah memberikan kontribusi sebesar 41,40 persen dari total pendapatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, yaitu sebesar sebesar Rp 410 triliun.

Pertumbuhan PDB Ekonomi Kuliner 5.06 persen (2016), 5.67 persen (2017) dan 5.61 persen (2018) dengan nilai ekspor Rp.1,217 Milyard (2015), Rp.1,26 Milyard (2016), Rp.1,25 Milyard (2017) dan Rp.1,40 Milyard (2018).

Sampai tahun lalu 2018, kuliner mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar hingga 8,8 juta orang dengan 5,5 juta pelaku industri usaha kuliner atau sebesar 67,7% dari total unit usaha ekonomi kreatif.

Menurut catatan Outlook dan Pariwisata & Ekonomi Kreatif Indonesia tahun 2020 / 2021 yang diterbitkan Kemenparekraf/Baparekraf, sumbangan subsektor kuliner atas keseluruhan PDB Nasional tahun 2020 adalah sebesar 40,13% atau sebesar Rp 455,44 Triliun dengan pertumbuhan atas keseluruhan PDB Nasional sebesar 40,13% di tahun 2020 atau sebesar 3,89% dengan distribusi pelaku industri kreatif yang bekerja di subsektor kuliner sebesar 49,3% pada tahun 2020.

Rata-rata upah bulanan pekerja kreatif di subsektor kuliner pada tahun 2019 adalah sebesar Rp. 2,139,380 dengan estimasi jumlah orang yang bekerja sebanyak 9,248,918 pada tahun 2020 dan diproyeksi jumlah orang yang bekerja pada tahun 2021 sebanyak 9,446.438.

Rata-rata tiap tahun kuliner merupakan penyumbang terbesar terhadap total PDB ekonomi kreatif, yakni sekitar 43%. Berdasarkan data Focus Economy Outlook 2020, sepanjang tahun 2020 peringkat pertama diduduki industri kuliner dengan perolehan terbesar, yakni sebesar 41 persen.

Untuk restoran Indonesia di luar negeri, Kemenlu sudah melakukan pemetaan sederhana bahwa terdapat 1,177 restoran di 48 negara yang terdiri dari 697 di Asia Pasifik dan Afrika serta 489 di Amerika dan Eropa.

Meskipun dicatat ada tantangan- tantangan yang dialami para pemilik restoran Indonesia di luar negeri dalam menjalankan bisnis kuliner, namun perlu diketahui dampak kuliner Indonesia sangat signifikan di panggung dunia yang perlu didukung dalam pengembangannya.

Oleh karena itu, Lembaga Kajian Gastronomi Indonesia akan menjadi wahana ide-ide baru dan independen khususnya mengenai pemberian saran dan gagasan kebijakan langsung kepada pemerintah dan stakeholders terkait lainnya.

Lembaga Kajian Gastronomi Indonesia akan merujuk kepada 3 (tiga) keahlian yakni  sebagai GASTRONOM (Gastronome) menunjuk kepada pelaku gastronomi. GASTRONOMI (Gastronomy) menunjuk kepada pengetahuan tentang makanan (food knowledge). Terakhir adalah GASTRONOMIK (Gastronomic) menunjuk kepada keahlian (pakar) seseorang tentang gastronomi.

Disamping itu, Lembaga Kajian Gastronomi Indonesia akan menekankan banyak kepada amatan, telaah dan tinjauan terhadap seni keahlian masakan (cuisine) kepulauan Nusantara di Indonesia, dan bukan semata (an sich) kepada makanan (food).

Masakan Nasional (National Cuisine)
Untuk diketahui banyak masyarakat belum memahami Gastronomi, Kuliner, Gastronomi Wisata dan Gastronomi Diplomasi.

Pada hakekatnya Gastronomi, Kuliner, Gastronomi Wisata dan Gastronomi Diplomasi bicara soal Masakan Nasional (National Cuisine) yang satu sama lain saling berkelindan (erat menjadi satu) tetapi berbeda.

Untuk memahami Gastronomi, Kuliner, Gastronomi Wisata dan Gastronomi Diplomasi, maka pertama-tama harus dipahami apa yang dimaksud dengan Masakan Nasional (National Cuisine).

Masakan Nasional (National Cuisine) adalah masakan asli suatu bangsa atau negara yang dikonsumsi oleh suatu masyarakat sehingga penduduk yang bersangkutan dapat dikatakan ahli dalam seni masakan tersebut.

Perlu diketahui yang dimaksud dengan Masakan Nasional disini adalah cuisine dan bukan food atau bukan dish atau bukan meal.

Perbedaannya bahwa Food adalah zat apapun yang dimakan untuk mempertahankan hidup. Dish adalah suguhan makanan yang dipersiapkan dan disiapkan untuk sebuah sajian hidangan.

Sedangkan Meal adalah santapan hidangan yang dimakan bersama-sama pada satu kesempatan (sarapan pagi, makan siang dan makan malam).

Sementara Cuisine adalah cara dan gaya khas memasak dalam menyiapkan makanan atau kualitas masakan tertentu, yang sering dikaitkan dengan tempat asal atau masakan dari daerah atau negara tertentu.

Masakan Nasional (National Cuisine) tersebut kemudian dipopulerkan oleh media massa sebagai bagian penting dari identitas suatu bangsa, di mana blender raksasa bernama globalisasi telah memperkenalkan eksistensinya.

Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan, produk, pemikiran, dan aspek kebudayaan akibat kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan internet.

Peran Gastronomi dan Kuliner adalah memasyarakatkan Masakan Nasional (national cuisine) tersebut, dimana secara khusus Gastronomi mempelajari dan memperkenalkan hubungannya terhadap sejarah, budaya maupun tradisi dari suatu bangsa atau negara.

Tentang (About)
Lembaga Kajian Gastronomi Indonesia (Indonesia Institution of Gastronomy Studies) dengan kependekan LKGI (IIGS) dilatarbelakangi keperluan untuk:
1.     Mengkaji pengetahuan tentang Makanan (Food Knowledge) Indonesia dengan proses peer-review yang mengarahkan karya ilmiah, penelitian (kualitatif dan kuantitatif), artikel atau ide penulis yang ahli di bidang yang sama (peer) dan dianggap perlu untuk memastikan kualitas akademis tentang makanan serta gastronomi Indonesia, baik konseptual maupun empiris, yang berkaitan dengan pariwisata, perhotelan, hospitality, hubungan internasional, seni dan budaya serta entrepreneurship kewirausahaan.

Kajian oleh penulis ahli dievaluasi oleh sekelompok ahli peer review di lapangan untuk memastikan semua kajian yang diterbitkan berkualitas tinggi dan informasi yang dikandungnya akurat dan dapat diandalkan.

2.     Merumuskan dan mengadopsi Format Masakan Nasional Indonesia, baik mengenai tema brand sebagai bangsa dan tentang ragam kekayaaan makanan daerah kepulauan Nusantara.

3.     Merumuskan dan mengadopsi Format Gastronomi Berkelanjutan (sustainable gastronomy) dan Format Pariwisata Berkelanjutan (sustainable tourism) Indonesia dalam kepentingan Wisata Minat Khusus (special interest tourism).

4.     Merumuskan dan mengadopsi kebijakan tentang Local Food Policy Indonesia mengenai perangkat prinsip dan aturan yang akan menjadi ciri khas tata laksana dalam pemikiran, pekerjaan, kepemimpinan ataupun cara bertindak para stakeholders terkait di negeri ini.

Local Food Policy dalam keperluan menentukan Wisata Makanan Lokal Nusantara (Nusantara Local Food Tourism) dimana setiap kota di Indonesia punya makanan yang "local, native, indigenous dan authentic dengan menampilkannya sebagai ikon makanan kota (Local Regional Specialities) atau Regions Cuisine Heritage mereka masing-masing.

5.     Memberdayakan secara maksimal Wisata Minat Khusus (special interest tourism) melalui masakan makanan daerah kepulauan Nusantara untuk kepentingan menaikkan angka brand power pariwisata, ratio entrepreneurship dan brand power perdagangan Indonesia.

6.     Menginisiasi gerakan dan pemikiran baru (redefinisi) mengenai minyak sawit sehat untuk nutrisi makanan (cuisine).

7.     Sebagai terminal dan sarana untuk :
a.     Pembinaan, pelatihan dan pengembangan komunikasi antar stakeholders terkait (organisasi / perkumpulan profesi dan non-profesi maupun pemangku kepentingan kuliner lainnya) tentang masakan makanan dan gastronomi kepulauan Nusantara Indonesia.
b.     Pelatihan, penelitian dan pembelajaran (science and cooking) tentang teknik seni memasak makanan warisan budaya kepulauan Nusantara Indonesia.
c.     Pembinaan, pelatihan, pengembangan dan peningkatan daya saing kewiraswastaan (entrepreneurship) pelaku masakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), khususnya di kalangan generasi muda.
d.     Pelatihan, bimbingan dan penyuluhan literasi digital dan teknik manajemen usaha kepada pelaku kuliner Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), khususnya di kalangan generasi muda.

Disiplin Keilmuan (Scientific Discipline)
Lembaga Kajian Gastronomi (LKGI mempunyai anggota yang keahliannya dalam bidang gastronomi, kuliner, antropologi, arkeologi, hubungan internasional, budaya, sejarah, sosiologi, kesehatan (nutrisi), tehnologi pangan, pariwisata, hospitality dan lain sebagainya.

Mitra Kerja (Counterpart)
1.     Sebagai pengetahuan budaya makanan dan minuman bernaung dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Teknologi serta LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), maupun Lembaga/Universitas Pendidikan Tinggi yang mengkaji mengenai Pariwisata, Hubungan Internasional dan Kebudayaan.
2.     Sebagai kecakapan budaya makanan dan minuman GastroWisata (GastroTourism) bernaung dengan Kementerian Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif serta Dinas Budaya dan Pariwisata Pemda-Pemda yang ada, maupun Lembaga/Universitas Pendidikan Tinggi yang mengkaji mengenai Pariwisata, Hubungan Internasional dan Kebudayaan.
3.     Sebagai kecakapan budaya makanan dan minuman GastroDiplomasi (GastroDiplomacy) bernaung dengan Kementerian Luar Negeri serta Dinas Budaya dan Pariwisata Pemda-Pemda yang ada, maupun Lembaga/Universitas Pendidikan Tinggi yang mengkaji mengenai Pariwisata, Hubungan Internasional dan Kebudayaan.

Semoga bermanfaat
Tabek

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Jakarta, 6 Juni 2021
Indra Ketaren (Betha)
Pengamat Gastronomi Indonesia