Citayam Fashion Week is pop culture and we need to listen to it (Betha Ketaren)
PRAKATA
Citayam Fashion Week semakin ramai diperbincangkan masyarakat yang merupakan ajang pergelaran catwalk di zebra cross kawasan Sudirman tepatnya di Dukuh Atas, Jakarta Pusat. Citayam Fashion Week yang awalnya digandrungi dan dilakoni remaja-remaja Sudirman, Citayam, Bojong Gede hingga Depok (SCBD) semakin ramai diperbincangkan.
Kegiatan para remaja yang awalnya cuma nongkrong di Kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat kini beralih menjadi sarana untuk unjuk gigi kreativitas dan adu fashion. Atraksi show mereka semakin ramai muncul di banyak konten video di TikTok, Youtube, Facebook dan Instagram yang berhasil mengabadikan momen anak muda asyik nongkrong di area Sudirman, Jakarta Pusat.
Anak-anak muda Citayam hingga Bojong Gede rela berangkat jauh dari daerah asalnya datang ke Sudirman untuk menghabiskan waktu saling beradu fesyen dengan para anak muda lainnya dengan berlenggak-lenggok di depan banyak orang seolah sedang berada di panggung Paris Fashion Week.
Para remaja ini kebanyakan datang dengan mengenakan gaya busana yang casual dan trendy ala street fashion mulai dari kemeja flanel oversize, celana model 90an, sweater sport, sneaker warna warni hingga accesories dan jaket kulit.
Ikon Citayam Fashion Week muncul ketika ada banyak konten video di media sosial yang menampilkan berbagai wawancara dengan para kawula muda yang sedang asyik nongkrong dan berkumpul dengan teman temannya di sekitaran Sudirman. Dari video yang beredar, tak jarang para kawula muda itu saling meledek satu sama lain karena merasa selera fesyen mereka paling keren di antara yang lainnya.
Tak heran apabila atribut anak muda dari Citayam ini seakan-akan membuat banyak orang penasaran dan ikut memadati kawasan Jakarta Pusat dengan juga ikut menampilkan tren street fashion mereka masing-masing.
Fenomena Citayam Fashion Week menjadi sorotan masyarakat, terutama dengan munculnya banyak orang-orang baru yang kerap diwawancarai oleh berbagai akun media sosial. Sebut saja Bonge, yang menyebut dirinya bocah ganteng asal Bojonggede.
Banyak yang memperhatikan Bonge bahkan, tak jarang influencer atau vlogger yang menyempatkan diri untuk datang ke Sudirman menemui Bonge. Bisa dibilang, Bonge adalah pangerannya Citayam Fashion Week.
Sejak viral di dunia maya, tendensi Citayam Fashion Week hingga kini masih mencuri perhatian publik. Bahkan saat ini beberapa artis-artis, selebriti dan pejabat Indonesia ikut turun ke jalan di Dukuh Atas yang merupakan tempat nongkrong anak-anak "SCBD". Ada pula yang hanya sekadar mewawancarai anak-anak yang disebut sebagai anak SCBD (atau Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok).
Artis Paula Verhoeven yang dikenal sebagai model internasional ikut catwalk di Citayam Fashion Week. Valerie dan Veronica Twins, jebolan Asia's Next Top Model Cycle 5, ikut memberi tantangan pada anak-anak Citayam untuk catwalk bareng. Ada juga artis seperti Ria Ricis, Cinta Kuya, Dinar Candy dan lain sebagainya.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil turut mengunggah gaya berpakaiannya saat melewati kawasan 'SCBD' yang sedang ramai diperbincangkan dengan memamerkan busana yang ia pakai saat melintasi lokasi Citayam Fashion Week. Bahkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama perwakilan European Investment Bank tampak ikut "adu outfit" di zebra cross.
Mulailah ramai para artis lainnya ikut langsung melenggang di Citayam Fashion Week dekat MRT Dukuh Atas dengan busana pilihannya. Tak heran jika kini Citayam Fashion Week kian ramai tak hanya bagi konten kreator namun juga bagi selebriti dan kalangan emak-emak
Citayam Fashion Week memang tak henti-henti menuai sorotan publik, sehingga mendorong artis Paula Verhoeven dan suaminya Baim Wong bekerjasama dengan Bonge berencana mengorganisir acara itu itu menjadi suatu event nasional setiap tahunnya. Ide mereka bisa jadi akan melahirkan sebuah brand dan image street fashion Indonesia di mata dunia dan mudah-mudahan bisa setingkat dengan Paris Fashion Week.
Sekarang pertanyaannya apa makna kemunculan Citayam Fashion Week ?
POP CULTURE
Secara sederhana Citayam Fashion Week adalah kreativitas generasi muda Indonesia dimana terjadinya gejala pertukaran dan penyebaran kebudayaan yang tidak terbatas (borderless). Bisa dikatakan Citayam Fashion Week adalah era kelahiran Pop Culture Indonesia yang menjadi tren globalisasi secara nasional
Pop Culture Citayam Fashion Week merupakan instrumen Soft Power Indonesia yang dilakukan melalui pendekatan kebudayaan dan bukan merupakan propaganda. Teknik tindakannya dilakukan secara co-optive (bekerja sama) yang menarik dan memikat kepada masyarakat kebanyakan untuk mencapai kepentingan yang diinginkan dengan cara persuasif.
Selain itu Citayam Fashion Week adalah diplomasi budaya Indonesia yang merujuk kepada kemampuan menarik dan mengkooptasi, bukan dengan memaksa; tetapi dengan melibatkan pembentukan preferensi orang lain melalui daya tarik (appeal) dan daya pemikat (attraction).
Citayam Fashion Week sebagai Pop Culture merupakan diplomasi yang efektif dalam menyebarkan pengaruh Soft Power Indonesia secara nasional karena mampu memanfaatkan jaringan penggemar dalam menyampaikan pesan positif dan autentik kepada audiens yang terlibat.
Citayam Fashion Week berhasil dijadikan budaya pop (Pop Culture) atau budaya massa yang banyak diminati, digemari dan dijalani masyarakat pada umumnya karena relevan dengan kebutuhan mereka pada masa sekarang.
Atraksi ini mudah dikenal dan disukai orang banyak karena gampang dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari hingga dikonsumsi banyak orang dengan mempraktekkan kebudayaannya.
Pop Culture merupakan hasil kreasi dan interpretasi masyarakat yang hasilnya diwujudkan dalam atraksi kebudayaan yang ditampilkan secara dominan, serta didukung oleh penggandaan massal, dengan tujuan agar dapat lebih mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya batasan ruang dan waktu.
MEDIA MASSA
Pop Culture lebih dikenal karena adanya pengaruh media massa dan globalisasi. Proses terbentuk atau lahirnya Citayam Fashion Week secara sengaja dihasilkan atas kehendak media massa dan perilaku konsumsi masyarakat kebanyakan.
Media massa menyampaikan segala sesuatu terkait dengan kemunculan Citayam Fashion Week untuk disesuaikan dengan kondisi dan situasi, sehingga kemudian dikonsumsi oleh masyarakat umum. Artinya media massa berperan sebagai pembawa budaya pop Citayam Fashion Week ke masyarakat secara luas yang disebarluaskan melalui jaringan global sehingga masyarakat secara sadar atau tanpa sadar telah menyerapnya sebagai suatu kebudayaan yang berkembang.
Seringkali dalam kehidupan sehari-hari muncul anggapan bahwa Pop Culture itu memberdayakan masyarakat. Sebenarnya media massa lebih tepatnya berperan sebagai piranti penyalur hiburan yang mempermudah masyarakat mencari ataupun menggali informasi yang luas tentang perkembangan dari budaya yang diperkenalkan, yakni Citayam Fashion Week.
Kemudian dalam prosesnya, masyarakat sebagai penikmat budaya pop mengkonsumsi lalu menelaah informasi tentang Citayam Fashion Week dalam kehidupan sehari-hari.
Disini terjadinya proses adopsi oleh masyarakat terhadap budaya populer itu. Media massa menjalankan perannya, sebagai penyebarluasan informasi dan hiburan Citayam Fashion Week, juga sebagai institusi pencipta dan pengendali pasar dalam suatu lingkungan sosial kemasyarakatan.
Jenis kreasi disebarluaskan melalui media massa yang kemudian diserap oleh publik sebagai suatu produk gaya (tren) kebudayaan baru. Alhasil berimplikasi pada proses terjadinya syarat interaksi sosial yang erat antara media massa dan masyarakat itu sendiri.
Disini bisa dikatakan Citayam Fashion Week berhasil direkayasa media massa menjadi tren baru kebudayaan di Indonesia yang menginspirasi kalangan anak-anak muda yang disebut sebagai generasi milenial, terutama Generasi Milenial dan Gen Z.
Citayam Fashion Week berhasil dijadikan tren nasional oleh media massa karena atraksinya ada keseragaman bentuk dan dapat beradaptasi dengan kondisi yang terjadi maupun memiliki durabilitas yang dapat mempertahankan diri dengan karakteristik maupun keunikan yang melekat kuat.
Long lasting dan sifat durable-nya berkembang di masyarakat berpotensi menghasilkan keuntungan dalam bentuk materi yang besar bagi industri yang mendukung keberlangsungannya.
NON PROFIT
Namun perlu diingat lahirnya budaya baru itu (seperti Citayam Fashion Week) pada awal mula tanpa ada niatan untuk profit, namun pastinya suatu saat akan mendorong masyarakat cenderung bersifat konsumtif, dikarenakan budaya pop ini dibangun atas logika pasar (transaksional).
Sejatinya apa saja yang tengah populer (ngetrend) dalam suatu masyarakat memiliki agenda yang berujung pada tindakan membeli atau konsumsi. Pada akhirnya budaya populer (seperti Citayam Fashion Week) akan menjadi serangkaian piranti hiburan produk yang diperdagangkan untuk kepentingan materi dalam tujuan mencari keuntungan.
Oleh karena itu, Citayam Fashion Week dapat mendorong kemampuan ekonomi menjadi produk industri komersial dan menjadi sarana penghubung terhadap pertumbuhan konsumsi, tidak hanya produk budaya, namun juga produk non budaya.
CIRI POP CULTURE
Citayam Fashion Week sebagai perangkat Pop Culture berhasil meningkatkan kesadaran budaya fashion Indonesia kepada demografi Milenial dan Gen Z Indonesia dalam aktivitas sehari-hari mereka.
Untuk diketahui ciri dari Pop Culture adalah :
1. Menjadi tren dan populer di publik
2. Keseragaman dalam bentuk budaya secara global
3. Mampu beradaptasi dengan kondisi yang ada
4. Mampu mempertahankan diri terhadap situasi yang ada
5. Mempunyai karakteristik dan keunikan yang kuat
6. Profitable bagi industri yang mendukung keberlangsungannya
Terbentuknya Pop Culture dilansir di berbagai media massa melalui Media Sosial, Media Televisi, Internet, Media Cetak, Fiksi, Film dan Musik Pop maupun lainnya
Salah satu ciri lain dari Citayam Fashion Week bahwa kelahirannya dibidani oleh generasi milenial, terutama Generasi Milenial dan Gen Z, yakni Bonge, Kurma dan kawan-kawan. Mereka menjadikan Citayam Fashion Week sebagai gaya hidup (way of life) di kalangan muda dengan gaya berpakaian, penggunaan bahasa gaul dan gaya ritual ucapan yang kemudian diinformasikan oleh media massa dan media media sosial.
Bonge, Kurma dan kawan-kawan berhasil menginspirasi banyak orang dengan menyebarkan gagasan, makna, dan nilai Citayam Fashion Week dengan cara tertentu untuk memperluas dan mempererat hubungan sosial sehingga popularitas mereka bersifat nasional dan menjadi trend budaya populer.
Satu catatan khusus, Citayam Fashion Week mampu tidak melibatkan Pemerintah secara langsung; setidaknya sejak awal. Itulah ciri dari Pop Culture dimana atraksi Citayam Fashion Week ini merupakan kreasi kriya kalangan muda yang telah berhasil yang menjalin engagement secara lebih luas dengan penggemarnya.
Namun begitu sebuah pesan Citayam Fashion Week masuk ke portal budaya pop Indonesia melalui media massa, maka Pemerintah tidak lagi dapat mengendalikannya. Masyarakat sebagai penggemar dapat menerimanya, menafsirkannya, dan bahkan memanipulasinya sesuka hati mereka tanpa ada yang mengendalikan.
KISAH SUKSES POP CULTURE
Pop Culture Jepang dan Korea Selatan adalah bukti fenomena produk budaya yang penyebarannya sangat luas di dunia; mulai dari komik, musik pop, pakaian, drama televisi, video game hingga yang berbau teknologi. Nama-nama pelaku yang terkenal antara lain Cool Japan dan Korean Wave (atau Hallyu) atau K-Pop maupun BTS.
Pengaruh budaya global Korea Selatan sudah tidak lagi perlu dipertanyakan. Tahun ini saja, dunia telah melihat boy band populer BTS memecahkan rekor dan merebut penghargaan di seluruh dunia. Film Parasite yang mendapat pujian kritis telah mengukir ruang untuk bioskop Korea, setelah menjadi film berbahasa asing pertama yang memenangkan hadiah utama di Oscar, dan mendominasi Korea dalam produksi video game yang semakin meningkat di arena esports (portal media) yang populer.
Gelombang Korea mengejutkan penggemar di Asia, kemudian di Amerika Latin dan Timur Tengah, dan akhirnya di seluruh dunia terpikat pada ekspor budaya pop Korea Selatan ini. K-pop atau drama Korea terus menarik penonton di seluruh dunia.
Pada awalnya, pelaku-pelaku Pop Culture Jepang dan Korea Selatan tampil tanpa niatan profit. Namun dalam perkembangannya budaya pop kedua negara kemudian dibangun atas logika pasar (transaksional). Tercatat pada tahun 2013, ekspor industri pop culture Korea Selatan memiliki nilai sebesar US$11,030,000,000 (Business Korea). Sedangkan pada tahun yang sama, ekspor industri pop culture Jepang memiliki nilai sebesar US$114,000,000, yaitu meningkat sebesar 30% dibandingkan tahun 2012 (Ryo Shimura). Melalui indikator penerimaan pendapatan ekspor tersebut, dapat terlihat kontribusi industri pop culture di masing-masing negara dapat dikatakan tinggi.
Seperti dikatakan, ciri Pop Culture tidak melibatkan Pemerintah yang pada awalnya dilakukan juga oleh pelaku-pelaku Pop Culture Jepang dan Korea Selatan, namun melihat pengaruhnya sangat global dengan jutaan penggemar di seluruh pelosok dunia apalagi perputaran daya transaksional ekonomi cukup tinggi, maka kedua Negara mengikutsertakan pelaku-pelaku itu di dalam strategi kebijakan luar negeri sebagai upaya pengembangan kebudayaan dan juga di bidang high politics antar negara.
Malah saat ini pejabat kedua pemerintah negara bekerja dengan para pelaku Pop Culture untuk menciptakan hubungan antara bintang (selebriti, pejabat dan artis) dengan penggemar mereka secara global untuk kepentingan kebijakan luar negeri sebagai transisi dari branding bangsa ke strategi soft power yang lebih dalam.
Sebagai contoh, BTS pernah tampil bersama Presiden Korea Selatan di panggung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di tahun 2021 berbicara tentang Sustainable Development Goals Moment (SDGs) di sesi ke-76 Majelis Umum PBB di New York. Pada momen SDGs, para anggota BTS berbicara dari sudut pandang kaum muda yang hidup melalui pandemi Covid-19 dan berbagi pesan harapan untuk masa depan.
PESAN
Citayam Fashion Week berhasil menemukan caranya sendiri memanfaatkan minat otentik di kalangan penggemarnya, termasuk dengan menciptakan peluang bagi influencer selebritas, artis dan pejabat Indonesia menggunakan posisi mereka bicara mengenai fashion.
Pemerintah dapat memperhatikan potensi Citayam Fashion Week ini. Bisa saja berafiliasi dengan Pemerintah, namun sifatnya sekedar mendorong sebagai kekuatan lunak, bukan sebagai kurator. Begitu ada interferensi Pemerintah akan tampak Citayam Fashion Week tidak autentik lagi, apalagi dalam kepentingan menjangkau popularitas secara global akan membuka komplikasi.
Melalui Citayam Fashion Week, jadikan kalangan muda Trendsetter bukan Followers dengan bangkitkan Competitive Side mereka untuk menciptakan Identitas Bangga sebagai anak Indonesia.
Mudah-mudahan kedepannya Citayam Fashion Week bisa menjadi brand power Pop Culture Indonesia dan di dorong popularitasnya mendunia agar menjadi trend budaya populer yang dapat menjangkau pangsa pasar mancanegara, seperti yang dialami Cool Japan dan Korean Wave (atau Hallyu) atau K-Pop maupun BTS.
Semoga bermanfaat
Salam Gastronomi
Tabek
Indra Ketaren
Adi Gastronomi Indonesia (AGASI)