".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Tuesday 27 June 2017

Makanan Indonesia


Kebanyakan masyarakat Indonesia masih belum modis dan trendi terhadap makanan. Mereka masih melihat "apa adanya" dan bangga terhadap seni masakan tradisional yang tidak perlu di "up to date" penampilannya secara mutakhir.

Pada umumnya corak makanan Indonesia terwakili di kaki lima (jajanan jalanan) dan di warung (kedai) yang dijual pedagang, penjaja atau pedagang asongan di tempat umum.

Biasanya dijajakan di tepi pinggiran jalan umum, pasar, pasar malam, atau pekan raya di kios makanan atau gerobak makanan.

Makanan di kaki lima dan warung ada dalam keseharian masyarakat Indonesia. Semua kalangan membutuhkan bahkan memburunya karena rata-rata lebih murah daripada harga makanan di rumah makan atau restoran di ruang mewah.

Karakter masakannya memiliki keunikan yang luar biasa, karena mayoritas masakan Indonesia lahirnya dari jalanan dan warung yang sudah membumi ratusan tahun.

Makanan di kaki lima dan warung memang menjadi alasan utama penikmat & pecinta memilih, yang sampai sekarang masih tetap menjadi kekhasan dan keunggulannya di Indonesia.

Mereka adalah simpul makanan yang selalu didekati setiap masyarakat dalam memilih, membeli dan menikmati kelezatan. Termasuk wisatawan asing.

Tetapi perlu dicatat, makanan kaki lima dan warung bukan murahan. Kebanyakan makanan kaki lima dan warung dimasak dengan bahan-bahan yang segar dan baru dari pasar, sehingga rasanya enak dan nikmat dengan kualitas yang memadai meskipun harga murah.

Namun tanpa disadari, harkat dan martabat mereka terabaikan, yang tanpa disadari cita rasa produk yang dibuat dari jernih keringat mereka, kita nikmati sebagai sebutan gastronomi seni makanan Indonesia.

Berbagai peristiwa fenomenal di dalam negeri membuat mereka tidak terganggu apalagi jarang tergoyahkan dalam menghidupkan keekonomian rumah tangganya, walaupun tidak pernah menjadi lebih baik. Semakin ramai karnaval politik di jalanan, semakin cepat dan laris makanan mereka.

Pelaku ini adalah wajah gastronomi seni makanan Indonesia yang menciptakan sistem “self-enterpreneurship” tersendiri tanpa ada fasilitas dan kemudahan apapun yang disediakan bangsa ini, terkecuali pasar.

Masyarakat merupakan pasar konsumen bagi para aktor ini yang selalu setia membeli produk yang dihasilkannya, tetapi jarang menyentuh dan bertanya siapa mereka sebenarnya.

Bisa dikatakan ketahanan dan kedaulatan pangan maupun perputaran pelestarian gastronomi seni makanan ada di tatanan kelompok pelaku ini.

Mereka selalu dikatakan tidak mempunyai kekuatan ekonomi, tapi terbukti setiap tahun dalam kurun waktu 7 - 14 hari masakan mereka tidak hadir di masyarakat kota. Saat bulan ramadhan di hari raya, pelaku kaki lima dan warung pulang kampung dan tampak jelas di waktu itu kekuatan mereka bicara. Terasa masyarakat kota sulit mencari makanan kaki lima (jajanan jalanan) dan warung (kedai).