".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Thursday, 23 April 2015

Folklore Semarang : Lunpia

Sejarah berdirinya dinasti “Loenpia Tjoa-Wasi” di Semarang diawali dengan adanya persaingan keras antara Tjoa Thay Joe dengan mbok Wasi. Tentu saja persaingan dalam hal memasarkan dagangan lunpia masing-masing. Keduanya adalah pedagang lunpia kenamaan pada abad ke-19.

Tjoa Thay Joe adalah seorang cina totok berasal dari Fu Kien. Dia menyajikan lunpia dengan rasa sesuai daerah asalnya yakni Hokkian. Sedangkan mbok Wasi, wanita semarang asli, menyajikan lunpia yang rasanya sesuai dengan lidah semarang, yakni nada rasa masing-masing asing. Karena kerasnya persaingan itu, keduanya berlomba meningkatkan mutu barang dagangannya masing-masing. Namun perkembangan selanjutnya sungguh tak terduga.

Tiba-tiba saja Tjoa Thay Joe datang pada mbok Wasi dengan tujuan meminang saingan beratnya itu. Tiada disangka rupanya gayung bersambut, mbok Wasi menerima lamaran. Setelah persaingan dikompromikan dengan perkawinan, selanjutnya resep lunpiapun dipertemukan dalam racikan. Tjoa dari Cina menggunakan babi dan rebung sebagai bahan pembuatan lunpia, sedangkan mbok Wasi dari Semarang menggunakan sayuran (rebung, kol, wortel), telur dan udang. Hasilnya lahirlah lunpia generasi baru yang merupakan perpaduan rasa Hokkian dan Semarangan.

Lunpia era anyar inilah yang menjadi cikal bakal lunpia Semarang yang terkenal sampai sekarang dan tentunya daging babi sudah tidak masuk dalam bahan pembuatan lunpia lagi. Resepnya yang terambil dari kekuatan cinta.

Pada masa kejayaan Tjoa-Wasi, para penggemar Lunpia harus menunggu dulu apabila mereka ingin membeli makanan tersebut. Sebab lumpia masih dijajakan dengan gerobak dorong.

Sistem itu diteruskan oleh anak dan menantu mereka yang merupakan generasi ke-2 dari dinasti loenpia Tjoa-Wasi, yaitu Tjoa Po Nio dan Siem Gwan Sing. Ketika Tjoa Thag Joe meninggal pada tahun 1930, kendali perusahan beralih tangan pada penerusnya.
Sementara Mbok wasi yang menjanda dalam usia 64 tahun hanya bertindak sebagai penasihat saja. Terutama dalam pengolahan lunpia. Cukup lama dia mampu bertahan selama 26 tahun. Pada tahun 1956, pada usianya yang ke-90 tahun, Mbok Wasi meninggal dunia.

Tjoa Po Nio dan suaminya yang mempertahankan resep asli dari orang tua mereka. Resep itulah yang mereka pertahankan dan lestarikan sebagai warisan dari nenek moyang.

Note: Disadur dari tulisan Prof Dr James Danandjaja - Guru Besar Universitas Indonesia