Saat berkeliling Jogja terkadang terlihat ibu2 paruh baya menggendong keranjang bundar berwarna krem yg terbuat dr bambu dgn tulisan Trubus.
Tersusun 3 silinder dgn diameter kira2 80 cm yg saling ditumpuk shg tertutup rapat. Keranjang tsb disebut *tenong*, berisi aneka makanan dan kudapan lezat. Para ibu paruh baya menggendong tenong dgn selendang spt yg biasa digunakan utk menggendong bayi atau anak balita.
Tangannya menenteng keranjang yg berisi daun pisang, kantong plastik atau kertas utk alas atau pembungkus makanan yg dibeli. Pakaian yg dikenakan masih tradisional, yaitu dgn kebaya hijau (kadang merah atau putih), kain jarik, dan mengenakan tutup kepala yg disebut caping. Mulai jam 11 siang adalah saat tenong2 tsb disiapkan berisi penuh aneka kudapan dan menu nasi beraneka macam.
Para ibu2 ini mengambil makanannya dr Toko Trubus lalu berpencar ke seluruh kota Jogja. Trubus dikelola oleh salah satu keluarga Tionghoa yg tinggal di Yogyakarta yg tadinya membuka toko makanan kudapan yg terkenal lezat rasanya.
Tenongan Trubus telah dikenal sejak ber-puluh2 tahun lalu dan setia hingga era globalisasi sekarang. Tenongan Trubus terasa menjadi sesuatu yg unik dan khas lestari hingga kini yg memiliki ciri sebagai penjual makanan dan kudapan akulturasi dr masakan Tionghoa dan Belanda. Jajanan yg ditawarkan semuanya nikmat dan berkelas, sehingga walaupun harganya di atas rata2 namun peminatnya tetap banyak.
Sesekali, para ibu yg terkadang dipanggil dgn nama *Yu Tenong atau Mbok Tenong* ini singgah di bbbrp tempat ramai utk menjajakannya, misalnya di pasar, kantor, ataupun fasilitas umum atau di bbrp tempat yg sudah rutin menjadi tempat mangkalnya,
Yu Tenong selalu ditunggu dan disambut pelanggan setianya. Makanan yg dijajakan antara lain spt nasi goreng, nasi kuning, bistik, rolade, bihun goreng, bakmi goreng, dan lain-lain.
Ada juga kudapan paling populer yaitu lumpia Trubus dengan isi rebung, telur, ayam, dan ebi dilengkapi dgn saus bawangnya. Kemudian ada lapis udang, risoles, kroket, sosis Solo, lapis Surabaya, roti pisang, onde-onde, pastel, semar mendem, telaga biru, jenang monte, dan masih banyak lagi.
Para Mbok Tenong telah menjadi pelestari makanan tradisional hingga sekarang. Masih setia berkeliling menjajakan makanan tradisional dgnn tenong meskipun zaman telah berubah. Mereka telah menjadi salah satu ciri khas makanan jajanan jalanan Yogyakarta dan jarang ditemukan di tempat lain. Kalau dahulu yg berkeliling ada sekitar 60 orang, sekarang yg masih sanggup berkeliling tinggal separuhnya.
Sumber: Murdijati Gardjito Dkk. 2017. Kuliner Yogyakarta: Pantas Dikenang Sepanjang Masa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.