Gastronomi Berkelanjutan (Sustainable Gastronomy) lahir dari isyu bagaimana memberi makan 7,7 miliar manusia di bumi tanpa merusak lingkungan.
Seperti diketahui, jagat raya kita memiliki segala macam jenis makanan (cuisine). Mulai dari nouvelle, haute, fusion, avant garde, vegan, vegetarian, molecular, sampai kepada historical cuisines, ethnic and religious cuisines maupun farm to table.
Masakan dengan segala lauk pauk itu sampai ke atas meja telah memainkan peran penting dalam membuat orang bertanya dari mana makanan mereka berasal dan bagaimana cara membuatnya?
Dari sini kemudian lahir kesadaran terhadap isu lingkungan (environmental issues) dan sistem pangan (food system) yang sampai saat ini menjadi perhatian serius masyarakat dunia.
Oleh karena itu pertanyaannya sekarang apa yang menjadi perhatian utama masyarakat dunia terhadap Gastronomi Berkelanjutan ?
I. Kepedulian Gastronomi Berkelanjutan
Masyarakat dunia menyadari bumi mereka dihadapkan dengan segala macam tantangan lingkungan (environmental challenges) dan keamanan pangan (food safety) yang semakin hari semangkin meningkat yang faktanya berbicara bahwa :
1. Sektor pertanian menyumbang sekitar seperempat terhadap emisi gas rumah kaca di planet ini.
2. Konversi hutan dan penggundulan padang rumput secara massal untuk tanaman komersial menjadi penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati di seluruh dunia.
3. Penangkapan ikan yang berlebihan secara modern telah menghancurkan habitat laut dan mengubah ragam kekayaan secara global yang ada di dalamnya.
Oleh karena itu pertanyaannya :
1. Masakan macam apa yang dapat menunjukkan perlindungan terhadap lingkungan; serta
1. Sistem pangan yang bagaimana bisa memberi makan populasi manusia sebesar 7,7 miliar di dunia ini hidup secara ekologis?
II. Sustainable Gastronomy
Masyarakat menemukan jawabannya melalui Sustainable Gastronomy (Gastronomi Berkelanjutan) dengan cara memberi makan manusia di bumi ini melalui efisiensi sistem pangan tanpa merusak lingkungan.
Sustainable Gastronomy tetap menghormati tradisi masa lalu dan nostalgia pastoral, meskipun disadari kadangkala romantisme, praktik dan pengaturan sosial yang regresif maupun doa-doa kepada alam yang dipersembahkan, kerap merusak lingkungan.
Kearifan lokal masyarakat adat sering kali menjadi perangkap kesengsaraan karena merupakan daya tarik tontonan bagi wisatawan yang mengkonsumsinya.
Selain itu, Sustainable Gastronomy juga menekankan untuk memaksimal pengelolaan pertanian berskala kecil dan kebun organik serta membeli dari dan menciptakan hubungan kepada produsen lokal terdekat; walaupun disadari akan mendapat tekanan dari industri pertanian berskala besar yang mega komersial.
Sustainable Gastronomy menekankan masyarakat dunia memusatkan perhatian mereka kepada semua budaya dan peradaban manusia yang merupakan kontributor dari berbagai keterampilan dan sumber daya penting dari pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development).
Perlu diingat, bagi kaum Gastronom makanan merupakan ekspresi budaya yang terkait dengan keanekaragaman alam dan seni budaya.
Pilihan makanan ala Sustainable Gastronomy menjadi solusi dalam menghadapi krisis pangan di masa depan yang akan menjadikan planet bumi ini lebih baik dan dapat membantu konservasi keanekaragaman hayati.
Preferensi makanan mempromosikan pembangunan pertanian, ketahanan pangan, nutrisi, produksi pangan berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman hayati yang diformulasikan terhadap tiga dimensi pembangunan.
III. Tiga Dimensi Sustainable Gastronomy
Tiga dimensi pembangunan ini dalam rangka mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang dicanangkan oleh PBB pada bulan desember tahun 2016.
Tiga dimensi itu adalah ekonomi, sosial dan lingkungan secara seimbang serta terintegrasi satu sama lain untuk mencapai maupun terjadinya Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development).
Diperlukan komitmen, visi dan tanggung jawab semua pihak secara bersama dari lembaga publik, swasta, produsen, konsumen maupun kalangan bisnis dan profesional untuk mendukung produksi dan konsumsi makanan berkelanjutan.
Komitmen ini meliputi antara lain :
1. Pengurangan kemiskinan
2. Penggunaan sumber daya alam secara efisien
3. Perlindungan terhadap lingkungan dan perubahan iklim
4. Suaka terhadap nilai-nilai budaya, warisan maupun keanekaragaman hayati; baik itu di lintas pertanian, kehutanan dan perikanan.
Komitmen terhadap tiga dimensi itu dicanang sebagai Megatren Sustainable Gastronomy yang kemudian diterapkan menjadi Etika Pangan Berkelanjutan (Sustainable Food Ethics) dengan mengambil tindakan dan membuat pilihan sebagai berikut :
IV. Lembaga Dunia
Lembaga dunia yang mengelola isyu-isyu Gastronomi Berkelanjutan (Sustainable Gastronomy) adalah The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang berkedudukan di Paris, Perancis.
Dalam mempelopori inisiatif-inisiatif Gastronomi Berkelanjutan, UNESCO difasilitasi oleh the Food and Agriculture Organization (FAO) serta Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) yang bekerja sama dengan negara-negara anggota PBB, organisasi-organisasi PBB dan badan-badan internasional maupun regional lainnya, serta serta masyarakat sipil.
PBB mencanangkan pada setiap tanggal 18 Juni sebagai Sustainable Gastronomy Day dengan menganjurkan kepada masyarakat dunia mengambil tindakan (take action) : Berpikir global, makanlah secara lokal (think globally, eat locally).
PARIWISATA BERKELANJUTAN
Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism) merupakan konsensus luas di dunia bahwa pengembangan dan rancangan wisata harus membuat dampak positif terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Pariwisata Berkelanjutan diminta bertanggung jawab terhadap pengelolaan sumber daya alam, masyarakat, pelestarian warisan budaya serta pengentasan kemiskinan.
Selama ini disadari, pertumbuhan pariwisata secara massal (mass tourism) yang terus-menerus, telah menjadikannya sebagai salah satu industri terbesar dan paling cepat berkembang di dunia; namun sebaliknya telah memberi tekanan besar pada habitat keanekaragaman hayati dan budaya setempat, yang sering digunakan untuk mendukung aktivitas pariwisata tersebut.
Berbagai kelembagaan dunia dan organisasi pariwisata internasional, menyarankan negara-negara yang mempromosikan pariwisata harus peka terhadap bahaya ini dan harus berupaya melindungi destinasi wisata mereka; walaupun tetap menjadikannya sebagai sebuah industri.
I. Tiga Dimensi Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism) menemukan jawabannya seperti yang dialami Gastronomi melalui Sustainable Gastronomy (Gastronomi Berkelanjutan) dengan menerapkan tiga dimensi yang dicanangkan PBB mengenai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals)
Tiga dimensi itu memerlukan komitmen, visi dan tanggung jawab bersama terhadap :
1. Dimensi Lingkungan, yakni terkait Sumber Daya Alam, Lingkungan Alam, Lingkungan Pertanian, Margasatwa dan Lingkungan Bangunan.
2. Dimensi Ekonomi, yakni terkait Fenomena Ekonomi Pariwisata, Manfaat Ekonomi Pariwisata dan Biaya Ekonomi Pariwisata.
3. Dimensi Sosial, yakni terkait Kekuatan dan koherensi masyarakat dan budaya setempat, Sifat pariwisata setempat, Tingkat perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat setempat serta Kebijakan otoritas lokal terhadap pengelolaan destinasi pariwisata setempat.
II. Model Pariwisata Berkelanjutan
Tiga dimensi tersebut diterapkan kepada pelaku usaha pariwisata ke dalam model Pariwisata Berkelanjutan yang harus dapat mengurangi dampak negatif pariwisata massal dalam banyak hal, antara lain:
1. Mempelajari dan menghormati warisan manusia dan alam dari masyarakat tuan rumah, termasuk mengenai sejarah, geografi, adat istiadat, dan kearifan lokal
2. Menghormati hukum nasional, nilai-nilai budaya, norma, tradisi sosial, dan aturan lingkungan
3. Berkontribusi pada pemahaman dan toleransi antar budaya
4. Mendukung integritas budaya lokal
5. Mendukung bisnis yang melestarikan warisan budaya maupun nilai-nilai tradisional
6. Mendukung ekonomi setempat dengan membeli barang-barang lokal dan usaha kecil dengan tidak menggunakan produk dan layanan yang membahayakan ekologi, masyarakat maupun budayanya.
III. Lembaga Dunia
Lembaga dunia yang mengelola isyu-isyu Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism) adalah the Global Sustainable Tourism Council (GSTC) yang berkedudukan di Washington, Amerika Serikat.
GSTC menentukan kriteria utama persyaratan bisnis dan tujuan Pariwisata Berkelanjutan adalah untuk membantu melindungi dan mempertahankan sumber daya alam serta budaya dengan memastikan pariwisata memenuhi potensinya sebagai alat untuk konservasi alam maupun lingkungan serta pengentasan kemiskinan.
POTENSI & MODEL BISNIS DI INDONESIA
Seperti dijelaskan bisa dikatakan keberlanjutan (sustainable) adalah cara yang bijak untuk tidak boros dalam penggunaan sumber daya alam yang dapat dilanjutkan ke masa depan tanpa merusak lingkungan atau kesehatan.
Oleh karena itu, Gastronomi Berkelanjutan berarti masakan yang disarankan memperhitungkan dari mana bahan-bahannya berasal, bagaimana makanan itu ditanam dan bagaimana makanan dipilih, dipersiapkan, diproduksi, dan disajikan sampai ke kita hingga akhirnya menjadi santapan yang layak secara berkelanjutan.
Tuntutan ini memiliki tujuan agar berbagai jenis makanan yang dihasilkan dan diproduksi sehari-hari mengedepankan paham keberlanjutan, mulai dari bagaimana bahan bakunya diproduksi, dipanen, didistribusi, dipasarkan, diolah, hingga akhirnya sampai menjadi sajian di meja makan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimanapun harus dipahami bahwa Gastronomi adalah ekspresi budaya yang terkait dengan keanekaragaman alam dan budaya dunia yang dengan fatwa Gastronomi Berkelanjutan akan memfokuskan diri pada isu lingkungan dengan menawarkan skala kecil berupa Locavore dan produksi organik sebagai jawaban.
I. Potensi Gastronomi Berkelanjutan Indonesia
Peluang Gastronomi Berkelanjutan (Sustainable Gastronomy) Indonesia cukup tinggi, antara lain mengenai :
1. Pertumbuhan kualitas kesehatan masyarakat
2. Pertumbuhan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat
3. Meminimalkan dampak negatif sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui
4. Tidak menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan maupun budaya lokal
5. Memberi unsur pendidikan untuk memotivasi wisatawan mengunjungi kembali
II. Potensi Pariwisata Berkelanjutan Indonesia
Kita melihat beberapa daerah tujuan wisata di Indonesia kerap menggunakan kata Gastronomi atau Gastronomi Berkelanjutan sebagai alat penarik wisatawan dan banyak pula yang menggunakan kata Pariwisata atau Pariwisata Berkelanjutan dalam mempromosikan Indonesia.
Namun ada pertanda bahwa pola promosi seperti itu kurang efektif daripada yang diharapkan. Penyebabnya banyak stakeholders dan otoritas kebijakan terkait mengartikan Gastronomi sebatas Kuliner serta Gastronomi Wisata sekedar Wisata Kuliner (Culinary Tourism).
Perlu dipahami, Gastronomi atau Gastronomi Berkelanjutan bukan seperti Kuliner yang bicara sekedar mengenai resep memasak atau sebatas icip-icip, atau prototype nama makanan, malah bukan pula bicara mengenai identitas atau prestise restoran dan pemasak serta chef selebriti.
Disamping itu, para pengusaha pariwisata pun sering tidak memahami perbedaan produk Gastronomi, Gastronomi Wisata dan Wisata Kuliner apalagi diterapkan ke dalam format Gastronomi Berkelanjutan dan Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia
Secara garis besar dapat disampaikan beberapa pemikiran yang seyogyanya bisa digunakan dalam merumuskan peluang bisnis industri Gastronomi dalam Pariwisata di Indonesia, yakni :
a. Gastronomi Berkelanjutan Sebagai Primadona
Dengan merumuskan suatu Local Food Policy yang menampilkan banyak makanan daerah lain; sehingga negeri ini punya patokan dalam menghadapi dunia makanan lokal Indonesia.
Local Food Policy dalam keperluan menentukan Wisata Makanan Lokal Nusantara (Nusantara Local Food Tourism) dalam arti setiap kota di Indonesia punya makanan yang "local, native, indigenous dan authentic” dengan menampilkannya sebagai ikon Masakan Khas Daerah Setempat (Local Regional Specialities) masing-masing.
b. Kemasan Pariwisata Berkelanjutan
Kemasannya mesti bisa memberi pengalaman dan koneksi langsung wisatawan dengan penduduk setempat untuk mendapatkan pengetahuan maupun kemahiran otentik, antara lain :
1. Memasak dan bersantap di rumah penduduk setempat
2. Mengunjungi tempat pertanian, peternakan, perikanan dan kebun buah-buahan
3. Menghadiri pasar makanan, pameran atau festival kuliner dan gastronomi
4. Makan di restoran, kedai makan atau street food (makanan jalanan)
5. Mengumpulkan bahan baku pangan atau berpartisipasi dalam panen lokal
6. Mengikuti lokakarya dan kelas memasak
7. Dan lain sebagainya
III. Model Bisnis Gastronomi Berkelanjutan Indonesia
Sekarang pertanyaannya apa yang dapat dijadikan model bisnis Gastronomi Berkelanjutan dan Pariwisata Keberlanjutan di Indonesia.
Ada 2 (dua) opsi yang dapat dipertimbangkan lebih lanjut, yakni :
1. Locavore
Locavore adalah istilah yang lahir tahun 2007 dimana orang tertarik membeli bahan baku pangan yang diproduksi secara lokal yang ditanam disekitar radius 160 km dari titik pembelian atau konsumsi yang bertujuan meningkatkan ke-ekonomian masyarakat lokal setempat.
Komunitas gerakan Locavore menjaga bahan baku yang dipergunakan dalam masak memasak tetap lokal dengan berpaling kepada produsen setempat tanpa berasal dari import dimana motivasi utamanya adalah makanan sehat, tetap segar, bermanfaat bagi lingkungan, apalagi tanpa menggunakan bahan pengawet pupuk kimia.
Oleh karena itu Locavore sangat strategik dijadikan model bisnis Gastronomi dan Pariwisata Keberlanjutan di Indonesia karena :
a. Local Oriented
b. Melestarikan tradisi kuliner Nusantara
c. Mengentaskan kemiskinan
2. Pop Culture
Pop Culture adalah budaya massal yang disukai orang banyak karena mudah dipahami maupun diterapkan dalam kehidupan sehari-hari hingga dikonsumsi dengan mempraktekkan kebudayaannya.
Pada prinsipnya Pop Culture berupa suatu gaya hidup, gaya berpakaian, bahasa gaul, ritual ucapan dan lain sebagainya) yang banyak diminati, diserap dan digemari masyarakat kebanyakan saat ini.
Teknik Pop Culture dilakukan melalui penyebarluasan media massa dan media sosial yang menjadi kekuatan utama dalam membentuk persepsi dan pola yang relevan dengan kebutuhan masyarakat kebanyakan.
Generasi Milenial dan Gen Z Indonesia diyakini bisa menjadi model Pop Culture dengan menjadikan diri mereka sebagai Trendsetter dan bukan Followers dengan Competitive Side untuk menciptakan identitas bangga sebagai anak bangsa.
Caranya dengan Generasi Milenial dan Gen Z menjadikan diri mereka sebagai entrepreneur dan kurator dengan mendirikan berbagai komunitas di publik sebagai operator.
Komunitas ini bertugas mengangkat dan mempopulerkan gastronomi dan pariwisata Indonesia secara global dengan menampilkan berbagai menu-menu masakan Nusantara.
Peluang yang direkayasa Generasi Milenial dan Gen Z melalui Pop Culture akan membuka lapangan kerja secara luas, terutama terhadap kalangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); serta meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB), kapasitas SDM dan nilai ekspor ekonomi kreatif.
Penyebarannya melalui internet, TV, film, dan media sosial seperti Instagram, FaceBook dan Tik Tok; selain juga menggunakan influencer secara sukarela.
Demikian disampaikan dan mohon maaf jika ada kekurangan dalam penyampaiannya.
Semoga bermanfaat
Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula
Jakarta, 6 September 2022
Indra Ketaren (Betha)
Founder & President
Adi Gastronom Indonesia (AGASI)