".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Thursday 31 July 2014

Kuliner Indonesia Sarat Nilai Religi

Salah besar jika Anda menilai makanan hanya merupakan suatu cara untuk mengenyangkan perut. Dalam konteks kebudayaan bangsa, pada umumnya makanan takpernah semata-mata hanya sebagai pasokan gizi dan nutrisi untuk pertahanan kehidupan jasmaniah, melainkan juga ada nilai budaya yang terkait di dalamnya, seperti struktur sosial, sistem religi, dan sistem ekonomi.

Kuliner pada awalnya menjadi bentuk persembahan masyarakat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Kuliner Indonesia erat kaitannya dengan religi atau kepercayaan masyarakatnya. Masakan daerah kita juga memiliki prinsip komunal dan bahan yang dipakainya tidak jauh dari lingkungan sekitarnya.

Sebagai negara multi-agama, budaya Indonesia tak lepas dari nilai-nilai religinya. Hal ini ternyata juga tersirat dalam berbagai sajian makanan. Dalam sistem religi pada berbagai suku bangsa sering dijumpai kenyataan bahwa sajian makanan tertentu digunakan sebagai persembahan dari manusia kepada dewa atauTuhan, dan disebut dengan "sajen".

Sajen bisa berupa makanan olahan seperti tumpeng atau serabi. Selain itu bahan makanan mentah seperti buah juga bisa sering digunakan sebagai sajen.

Oleh karena sistem religi tertentu seringkali kita menemukan kewajiban untuk memantang makanan tertentu, yang biasanya berasal dari sumber hewani. Seperti pantangan untuk menyantap daging sapi bagi umat Hindu, atau pantangan menyantap daging babi bagi umat Islam.

Sapi bagi agama Hindu merupakan hewan yang suci karena menjadi kendaraan Dewa Siwa. Sedangkan pada agama Islam, larangan menyantap daging babi karena babi diasosiasikan dengan sifat kotor dan haram.

Sehari menjelang Tahun Baru Imlek, masyarakat China peranakan di Indonesia melakukan pemujaan dan memberikan persembahan untuk Dewa Dapur. Mereka percaya, pada saat tahun baru, Dewa Dapur akan turun ke bumi dan melakukan inspeksi ke rumah mereka. Sang Dewa akan memberikan  penilaian dan melaporkannya kepada Dewa Agung di surga. Oleh karena itu warga China memberikan berbagai persembahan makanan supaya mereka terus dilimpahi rezeki.

Menurut ajaran agama masing-masing, larangan ini bersifat mutlak karena sudah tertulis dalam kitab suci masing-masing agama, dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Sekarang ini makanan sebagai simbol religi sudah mulai terpengaruh beberapa pergeseran budaya. Seiring dengan masuknya agama-agama di Indonesia, kepercayaan animismepun semakin berkurang. Hal ini juga terjadi pada dunia kuliner. Jika dulu potongan tumpeng yang paling atas harus dipersembahkan kepada Tuhan, tetapi kini umumnya diberikan kepada orang yang dihormati. Kemungkinan, hal ini terpengaruh tradisi memotong kue tart yang sering dilakukan di Eropa.

Saya mengharapkan kampanye masakan tradisional daerah kita dapat diteruskan atau dikembangkan sehingga menjadi program budaya yang lebih baik dan berkelanjutan.

Para pemangku kepentingan Negara diharapkan semakin kreatif dalam mengembangkan kearifan budaya lokal melaui produk-produk kuliner nusantara yang dijadikan ikon pariwisata untuk menarik wisatawan mancanegara karena prospektif sebagai pintu gerbang sekaligus citra budaya Indonesia.