".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Saturday 28 October 2017

Perbedaan Gastronomi Masyarakat Barat & Indonesia


Gastronomi adalah seni, atau ilmu akan makanan yang baik (the art of good eating). Gastronomi dalam bahasa Indonesia disebut upaboga (anton moelyono) sedangkan manakan sebagai boga.

Penjelasan yang lebih singkat menyebutkan gastronomi sebagai segala sesutu yang berhubungan dengan kenikmatan dari makan dan minuman .Sumber lain menyebutkan gastronomi sebagai studi mengenai hubungan antara budaya dan makanan, di mana gastronomi mempelajari berbagai komponen sejarah & budaya dengan makanan sebagai pusatnya.

Gastronomi meliputi studi dan apresiasi dari semua makanan dan minuman. Selain itu, gastronomi juga mencakup pengetahuan mendetail mengenai makanan dan minuman dari berbagai negara besar di seluruh dunia. Peran gastronomi adalah sebagai landasan untuk memahami bagaimana makanan dan minuman digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Melalui gastronomi dimungkinkan untuk membangun sebuah gambaran dari persamaan atau perbedaan pendekatan atau perilaku terhadap makanan dan minuman yang digunakan di berbagai negara dan budaya. Contohnya Gastro-Diplomacy sebagai program branding yang dilakukan White House bersama Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.

Istilah upaboga  muncul pertama kalinya tahun 1801 dalam sebuah puisi Joseph Berchoux yang berjudul Gastronomie  yang menjadi dasar pemikiran mengenai upaboga dari penulis lainnya seperti Alexandre Grimod de La Reyniere (1803), Jean Anthelme Brillat-Savarin (1825) dan banyak lainnya seperti antara lain karya Pascal Ory (1948).

Gastronomi lahir akibat pecahnya Revolusi Perancis (1789–1799) dimana resep-resep boga aristokrat kerajaan, yang selama ini tidak pernah diketahui masyarakat, tampil dan diketahui secara luas sampai ke masyarakat negara-negara Eropa lainnya. Termasuk peranti saji, presentasi, etiket dan gaya makan ala monarki mulai ditiru masyarakat secara luas. Tata cara makan ini dikenal oleh kita dengan nama fine dine. 


Merupakan suatu kebanggaan dan prestis bagi yang meniru protokol boga kerajaan tersebut.  Artinya resep-resep boga para raja-raja itu dibuka kepada umum. Masyarakat awam tidak pernah mengetahui dan mengenail resep-resep  raja-raja tersebut karena selama itu bersifat sangat tertutup utk kalangan non kerajaan.

Adalah Berchoux & Savarin yang menterjemahkan boga ala aristokrat itu kemudian bernama gastronomi (upaboga). Artinya the art of good eating resep-resep boga aristokrat kerajaan dengan melihat makanan itu dari sisi sejarah & budaya (termasuk kemudian dilengkapi dengan elemen lanskap geografis & metode memasak). Bagi Berchoux & Savarin gastronomi adalah produk budidaya pada kegiatan pertanian sehingga pengejawantahan warna, aroma, dan rasa dari suatu makanan dapat ditelusuri asal-usulnya dari lingkungan tempat bahan bakunya dihasilkan.

Pertanyaannya sekarang bagi masyarakat barat, sebagai seorang gastronom, apa yang dikaji dan harus diketahui mengenai sejarah & budaya dari boga itu ?

Hanya 4 (empat) yaitu :
1. Sejarah : yakni mengenai asal usul bahan baku,  bagaimana dan dimana di-budidaya-kannya
2. Budaya  : yakni mengenai faktor yang mempengaruhi masyarakat setempat mengkonsumsi makanan tersebut  
3. Lanskap geografis : yakni mengenai faktor lingkungan (alam) & etnis yang mempengaruhi masyarakat memasak makanan tersebut
4. Metode memasak : yakni mengenai proses memasak secara umum. Bukan mengenai teknis memasak karena seorang gastronom tidak harus bisa memasak

Ke-empat itu adalah (dalam istilah kita) yang dinamakan dengan *tangible* (yang nyata, jelas dan terwujud) .. Sebatas itu saja karakter gastronomi masyarakat barat walaupun ada sedikit unsur  intangible-nya.

Kesimpulannya gastronomi lahir 218 tahun yang lalu di benua Eropa, yakni dari Perancis, yang kemudian diikuti masyarakat diluar Eropa seperti benua Amerika & Kanada. Pusat kegiatan dari isyu-iysu material dan aktifitas gastronomi masyarakat barat berkedudukan di Paris dengan organisasi bernama International Academy Of Gastronomy (IAG) yang beranggotakan 26 negara (termasuk Indonesia dan Jepang). Kemudian pendiri IAG mendirikan organisasi serupa untuk masyarakat amerika latin yang beranggotakan 18 negara-negara seputar wilayah itu.

Sekarang bagaimana di Indonesia ..??

Gastronomi diperkenalkan di Indonesia tahun 1982 oleh almarhumah ibu Suryatini Ganie yang menjadi pelopor berdirinya Lembaga Gastronomi Indonesia ... LGI adalah lembaga badan hukum pertama Asia yang terdaftar resmi di IAG) Paris. Adalah suami almarhumah yakni almarhum Nazaruddin Ganie yang berjuang keras mendaftarkan LGI di Paris. Berjuang keras dalam arti tadinya tidak boleh ada negara diluar masyarakat barat ada di IGA tetapi karena gigihnya perjuangan keduanya maka LGI resmi ada di IAG yang kemudian diikuti negara-negara lain dari Timur Tengah.

Penulis senior majalah Femina ini meletakkan gastronomi lebih kepada resep makanan nusantara dalam kumparan gastronomi. Artinya tetep membingkai resep-resep itu dengan sejarah dan budayanya. Sayang beliau pada tahun 2011 meninggal dunia sehingga tidak banyak yang bisa dipelajari dari pengalaman gastronomi beliau.

Pada tahun 2013 didirikan Akademi Gastronomi Indonesia (AGI) oleh seorang Hamba Allah yang selama 2 tahun berhasil mendaftarkan AGI di IAG Paris pada tahun 2014. Setelah terdaftar di Paris  Hamba Allah  ini kemudian mengundurkan diri dari AGI yang kemudian pada tahun 2016 mendirikan Indonesian Gastronomy Association (IGA)

Pada tahun 2017 Hamba Allah ini menulis sebuah karya berjudul Gastronomi Upaboga Indonesia yang menjadi patokan pengetahuan gastronomi di Indonesia setebal 237 halaman namun masih berbentuk E-Book.

Artinya gastronomi di Indonesia baru berkembang 32 tahun.

Dari perjalanan selama 4 (empat) tahun dan mempelajari pemikiran-pemikiran dari almarhumah ibu Suryatini Ganie serta ahli-ahli sejarah, antropologi, arkeologi, budaya dan lainnya, dapat diketahui gastronomi di Indonesia punya konstruksi dan karakter yang berbeda dengan masyarakat barat, yakni :

1. Konstruksi boga resepi kepulauan Nusantara Indonesia tidak berasal dari dunia aristokrasi kerajaan, apapun namanya judulnya mereka itu semua, walaupun ada tetapi tidak menentukan karakter boga negeri ini secara keseluruhan. Boga resepi bangsa negeri ini berasal dari masyarakat kalangan bawah.

2. Sebagian besar boga Indonesia mempunya nilai ritual dan adat istiadat.

Dari elemen perbedaan itu bisa dilihat secara kasat mata bahwa makanan yang ada di negeri ini kebanyakan ditampilkan di usaha warung rumahan dan jajanan jalanan (alias kaki lima). Mereka adalah pelaku UKM (Usaha, Kecil & Menengah). Itu adalah warna dari karakter boga Indonesia dan wajah makakan bangsa ini. Dan hampir semua masyarakat pernah dan tetep beli makanan dari mereka. 

Jadi boga Indonesia bukan dan jangan ditampilkan sebagai barang kemewahan seperti di masyarakat barat. Kalaupun ada boga-boga Indonesia disajikan ditempat-tempat mewah itu hanya sebagai kosmetika dari masyarakat kalangan atas yang mau nyaman terhadap apa yang mereka makan. Makanan Indonesia dengan tampilan kemewahan itu adalah ibarat wanita yang diberi dandanan kosmetik mahal, padahal wanita itu sebenarnya lebih cantik berpenampilan apabila tanpa kosmetik.

Kedua boga Indonesia mempunya nilai ritual dan adat istiadat. Artinya punya nilai  intangible yakni filosofi, falsafah, kearifan lokal atau cerita warisan pusaka dibelakangnya.

Kedua elemen ini yang membedakan gastronomi barat dan gastronomi Indonesia ..

Dengan demikian ke dalam unsur sejarah & budaya gastronomi Indonesia harus dimasukan komponen intangible tersebut

Tetapi ada sesuatu yang sangat disadari masyarakat barat bahwa gastronomi itu adalah identitas & DNA bangsa mereka .. Kesadaran ini belum ada saat ini di bangsa Indonesia karena mereka masih beranggapan makanan sekedar sebatas perut dan pesta festival..

Semoga bermafaat

Tabek