".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Saturday 28 October 2017

Rasa Pedas pada Masakan Nusantara

Jaman sekarang cabe sudah tidak terpisahkan dari menu sehari-hari bangsa Indonesia. Begitu besar perannya sampai sulit membayangkan ada masakan tanpa lombok.

Tapi tahukah bahwa sebenarnya hidangan makanan Nusantara pernah mengenal jaman tak bercabe. Bahkan sumber rasa pedas ini sebenarnya juga bukan asli Nusantara. Jamuan makan pada jaman Hayam Wuruk, raja Majapahit misalnya, tidak mengandung cabe, walaupun tidak berarti absennya rasa pedas.

Pedes tanpa lombok? Bagaimana mungkin ? Bagaimana mereka mendapatkan rasa pedas?

Dalam teks-teks Jawa kuno sering disebut adanya ajaran enam rasa yang berasal dari akulturasi bangsa India yaitu Sad Rasajang terdiri dari manis, asin, asam, pedas, pahit dan sepet (sepat/kelat). 

Hidangan baru akan nikmat kalau mengandung ke-enam rasa itu dengan perimbangan yang harmonis. Rasa pedes (pedas atau katuka) bisa muncul dengan memadu lada hitam, lada putih dan jahe, seperti yang juga dilakukan pada umumnya masyarakat di India. Percampuran merica dengan jahe memang membuat masakan tertentu berasa pedas.

Sedjak kedatangan cabai pada abad keenam belas, hidangan makanan Nusantara berubah warna menjadi merah. Sebelum itu, ketika orang masih banyak menggunakan kunyit, warna makanan jelas kuning. Sedangkan kalau banyak digunakan jahe atau kencur warna makanan putih atau keputih-putihan atau putih mangkak.

Note :
Diambil dari cuplikan artikel Joss Wibisono