".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Friday, 20 September 2019

Pertalian Mode & Boga

PENDAHULUAN
Industri fashion telah menjadi sangat jenuh, sehingga untuk memperkuat pemasaran mereka, merek-merek (brand) mewah mulai menawarkan pengalaman baru secara 360 derajat. Fashion tidak lagi cukup menjadi chic, elegant atau avant-garde, tetapi harus ada pesan pembelajaran lain kepada pelanggan tentang apa yang layak mereka dapatkan. Dan itu bisa didapatkan melalui makanan, di mana pergi makan dalam bagaimana kepentingan mempertahankan status gaya kehidupan.

Merek fashion dunia mulai menggunakan makanan premium (gastronomi) untuk memperkuat pesan itu secara luas dengan cara yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Makanan seperti fashion. Aspiratif keduanya memberi kesadaran bagi konsumen dalam pilihan mereka dan sebagai konsekuensinya mereka didorong menjadi peduli dengan tren modis yang cenderung membeli gaya hidup dan ingin memproyeksikan citra tertentu tentang diri mereka sendiri. Dunia makanan memainkan peran besar dalam pesan ini, baik apa yang dimasak di rumah maupun di mana memilih untuk makan di luar (India, 2016)

Perancang fesyen  menyadari setiap elemen pengalaman pelanggan sangat penting dan selalu berusaha memonopoli gerakan ini untuk menjadikan merek (brand) mereka sebagai gaya hidup masyarakat. Bisa dikatakan makanan sekarang menjadi simbol status masyarakat dunia, dan ini disadari para perancang fesyen, terutama untuk kepentingan terhadap masyarakat kalangan atas.

Ini adalah langkah logis jika melihatnya dari sudut pandang bisnis. Belum lama ini, merek-merek (brand) fesyen terkenal, yang awal mula sekedar mendesain pakaian, aksesoris, kosmetik dan rias, dengan serta merta cepat menggandeng makanan, sebagai cara mendiversifikasi kekuatan pasar dan juga untuk mencapai target yang lebih luas. Cara pertumbuhan organik ini dapat memperkuat citra merek dan menunjukkan kepiawaian perusahaan sebagai konglomerat yang kuat. (Andrea Blasco, 2016).

MAKAN BERSAMA DI LUAR
Sejak 30 (tiga puluh) tahun terakhir, makan bersama di luar tetap menjadi pilihan favorit masyarakat barat. Banyak waktu dihabiskan untuk bersantai melalui makan bersama, berarti semakin banyak pengeluaran yang mereka lakukan. Pendapatan riel sektor makanan & minuman di masyarakat barat (restoran, rumah makan dan lain sebagainya) tumbuh sebesar 2,6% pada tahun 2015 mencapai £ 35,7 miliar dan setiap tahun meningkat prorata 2,5% - 3,5%.

Pada awalnya, orang makan di luar karena sesuatu keperluan pribadi. Sekarang ini bahkan lebih daripada itu. Makan di luar dianggap pula sebagai acara seremonial kebersamaan.  Pada dasarnya ada dua jenis makan di luar, yakni untuk menghibur diri sendiri dan menghibur orang lain.

Begitu pesatnya dibudidayakan makan bersama di luar menunjukkan bahwa seseorang berada di atas perkembangan kosmopolitan yang kompleks, di mana makan bersama di luar telah menjadi metafora. Namun, keterjangkauan tempat lokasi tetap menjadi pertimbangan utama, yang akan dapat membantu memandu & tumbuhnya tempat makan santai (Mintel, 2016).

Sejak awal abad kedua puluh, makan bersama di luar memungkinkan terciptanya ruang sosial yang menjadi perhatian utama para perancang fesyen & pengelola departemen store. Namun, itu bukan hal baru dan ini sudah ada sejak lama. Yang berubah adalah konsumennya, yakni dengan kehadiran Generasi Millennials, mereka yang berusia awal 20-an hingga pertengahan 30-an, dijuluki generasi "foodie", adalah "prosumers" gastronomi yang gemar akan kelezatan makanan & minuman dengan suasana dan rasa yang menyenangkan. (Pandora Sykes, 2016).

Mereka kerap disebut sebagai "degustatory" yang merupakan penanda status sosial baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Generasi Millenial haus akan kenyamanan makan lebih sering daripada Generasi X atau Baby Boomers, dengan 53% makan di luar seminggu sekali, dibandingkan dengan 43% dari populasi umum.

Degustatory atau degustation adalah gaya dan tata cara mencicipi secara seksama berbagai masakan boga tinggi (high level cuisine), apresiatif, berfokus pada sistem gustatory, sensor panca budi indriya (melihat melalui indra mata, mengecap melalui indra lidah, merasakan aroma melalui indra hidung, mendengar melalui indra telinga & merasakan melalui indra peraba), dan pastinya teman yang baik. Biasanya seni masakan boga yang tinggi terdiri dari delapan kursus atau lebih, mungkin disertai dengan sari minuman anggur yang cocok yang melengkapi setiap hidangan.

Akibatnya, makanan bersama di luar, khususnya ala gastronomi,  telah menjadi simbol status baru dan bentuk mata uang sosial, yang disimpulkan dengan indah oleh Rebecca Johnson sebagai: "Melayani pelanggan dengan makan bersama  memberi perusahaan mode cara lain untuk menunjukkan identitas & selera mereka yang sempurna, dengan menciptakan lingkungan merek (brand) yang benar-benar dikonsumsi konsumen".

Ini menciptakan peluang bagi perancang busana dunia dimana merek (brand) bisa disandingkan bersama makan bersama ala gastronomi, seperti salah satunya menjual dengan tagline "Doesn’t Prada taste delicious?"

Banyak lagi tema tagline menjual seperti antara lain (Johnson, 2016) :

“Your £2000 bag may be made in a factory miles away, but you can witness the skill of a barman mix a Prada cocktail in the high kitsch, ice cream-hued environs of Wes Anderson’s fantasy of mid-century Milanese café, Bar Luce".

"You may not be able to afford the £600 shoes at Gucci, but you can order a plate of Tuscan cured salami surrounded by people who can and feel like one of them".

"Eat a delicious lobster salad at the table of your favourite brand and you allow them to pleasure and nourish your body while you gaze at the latest bag.”

DAMPAK BOGA TERHADAP BUSANA
Ketika perancang fesyen berusaha menawarkan dimensi pengalaman & kenyamanan kepada konsumennya, yang tidak dapat direplikasi oleh pesaing lain, pilihannya adalah kepada boga premium ala gastronomi. Kenyamanan yang sangat bergaya ini semakin bermunculan mulai dari lokasi ritel yang modis, dari rantai nama besar hingga skala kecil merek independen.

Sejak tahun 1980-an, label mode mewah telah mencoba bisnis restoran dengan menampilkan keramah-tamahan perancang dalam menjual busana yang ditemani melalui boga premium ala gastronomi. Beberapa di antaranya seperti :

--- Giorgio Armani membuka restoran pertamanya pada tahun 1989. Malah sekarang membangun kafe atau hotel dengan nama portofolio merek pakaian mereka dipandang sebagai perkembangan alami yang sangat menjanjikan. Merek-merek seperti Cavalli, Bulgari dan Versace pun ikut mengoperasikan beberapa restoran & hotel ternama di dunia atas nama merek mereka.

--- Burberry adalah merek mewah dengan sensibilitas yang khas, pengakuan internasional yang kuat, dan indera merek yang berbeda. Meluncurkan pos makanan pertama pada tahun 2014 dengan sebuah kafe bernama Thomas, yang terletak di toko Regent Street. Kafe Burberry Thomas adalah perpaduan yang menunjukkan silsilah mereka melalui hubungan (relasi) merek dengan konsumen dan yang selalu menjadi suatu tujuan bagi pelanggan datang.

Dengan mengintegrasikan restoran di lokasi ritel yang ada dan membentenginya dengan bagian hadiahnya sendiri, Burberry menggunakan kafe sebagai cara menjaga pelanggan di toko lebih lama untuk memaksimalkan peluang pembelian. Kafe ini juga memiliki ruang monogram sehingga pelanggan Burberry dapat memiliki barang-barang kulit mereka yang dipersonalisasi sambil menyesap kopi, serta area hadiah.

Burberry ingin menciptakan ruang dimana pelanggan dapat menghabiskan waktu bersantai dan menikmati dunia Burberry di lingkungan yang lebih sosial (Christopher Bailey, 2016)

Bisa dikatakan motivasi perancang fesyen membuka ruang bisnis mereka dengan tampilan restoran, kafe dan bar adalah untuk menciptakan kegembiraan pada saat pelanggan mengunjungi toko mereka. Alasannya menjual produk saja tidak cukup atraktif, maka harus diciptakan sesuatu yang lebih dari pada produk dengan tujuan untuk menjaga pelanggan dan meningkatkan waktu tinggal dan memberi mereka alasan untuk kembali.

Konsumen mencari pengalaman belanja yang lebih menarik dan berkesan. Jika perancang fesyen dapat memikat mereka dengan elemen pengalaman makan bersama seperti di restoran dan kafe, dengan demikian akan meningkatkan waktu tinggal, pastinya akan meningkatkan penjualan. Jika Anda, sebagai produsen dapat membuat pelanggan menghabiskan   lebih banyak waktu dengan Anda, maka tentu saja mereka akan menghabiskan lebih banyak uang juga. (Huffington Post, 2016)

Tetapi mengapa perancang fesyen begitu ingin meningkatkan pengalaman pelanggannya di toko mereka dengan makanan? Karena pangsa pasar yang mereka masuki cukup besar. Di AS, sektor dining out terus melaporkan pertumbuhan yang kuat, dengan penjualan diperkirakan mencapai US$482 miliar pada 2014, naik dari US$395 miliar pada 2009 (Business of Fashion).

Disamping itu dunia fesyen juga menggunakan industri kreatif dalam meningkatkan permainan mereka dengan campuran baru eksplorasi erotis dan budaya makanan ala gastronomi dengan menerapkannya ke dalam strategi merek (branding). Gaya makan bersama menjadi sensual dan visceral, dipengaruhi oleh meningkatnya minat pada fenomena sensorik yang tidak biasa dan kontennya menggabungkan keahlian memasak canggih dengan fetisisme gastronomi.

Malah ada yang menggunakan metafora seksual dan deskripsi yang sangat sensoris sebagai referensi erotis untuk menggambarkan makanan yang dianggap mahal. Ini adalah deskripsi bahasa sensual, padat dan menyengat yang digunakan untuk menggambarkan tekstur makanan yang bervariasi, meskipun cenderung menekankan perasaan lembut dan kaya saat dicicipi di mulut.

Fetisisme gastronomi mencerminkan hubungan manusia dengan makanan. Ini bukan hanya pilihan bahasa, tetapi merepresentasikan makanan dalam budaya. Industriawan kreatif dan para stylist semakin merujuk pada citra sensual dan erotis makanan dengan maksud menggambar hubungan antara praktik fetisistik yang berkaitan dengan tubuh dan tindakan persiapan dan pencicipan makanan (LSN, 2016).

Semua penjelajahan fetisisme gastronomi ini memahami nilai jimat dengan melepaskan diri dari tekanan kehidupan sehari-hari, memberikan pelepasan yang kuat akan kecemasan dan kebutuhan emosional. Pilihan linguistik itu adalah alat yang ampuh dalam membentuk persepsi terhadap makanan. Fokus pada deskripsi sensual tekstur makanan & busana untuk membangkitkan konotasi dengan kesenangan fisik.

Di Korea Selatan para perancang fesyen & pengelola departemen store menggunakan Mukbang sebagai alat pemasaran dari produk mereka. Mukbang (atau meokbang) adalah sebuah siaran langsung rekaman visual daring dimana seorang pemandu acara memakan sejumlah besar makanan saat berinteraksi dengan audiensnya. Biasanya dilakukan melalui webcast internet (platform siaran seperti Afreeca, Youtube, Twitch, dll). Mukbang menjadi populer di Korea Selatan pada tahun 2010an. Makanan dari pizza sampai bakmi disantap di depan kamera untuk audiens internet.

Memanfaat Mukbang sedemikian berkembang & kerap dimanfaatkan sebagai tren iklan menarik yang inspiratif dari dunia kaya eksentrik digital. Dalam penghormatan kepada gerakan budaya, Vogue Korea menciptakan versi couture haute couture lidah-di-pipi dari siaran Mukbang di mana mereka menunjukkan, close-up sensual dari model mulut yang berpesta di hidangan goreng membangkitkan referensi erotis.

KREATIFITAS BOGA & BUSANA
Pada hakekatnya, makanan menimbulkan banyak reaksi berbeda pada manusia. Beberapa tertarik oleh rasa, yang lain mungkin tergoda oleh aroma dan penampilan visualnya. Howard Coutts menggambarkan makan bersama di luar sebagai: "Tidak hanya tentang makan makanan, tetapi juga tentang tampilan yang rumit".

Perancang fesyen & pengelola departemen store mulai menggunakan makanan untuk menceritakan kisah, mengarang ingatan, dan membangun filosofi, seperti hubungan antara memasak, komunitas dan pengalaman.

Analisis primer eksperimental memberikan wawasan yang berguna tentang bagaimana mode sebagai inspirasi tidak berarti aturan saja. Mode atau busana lebih banyak bicara mengenai kebebasan untuk mengekspresikan kreatifitas dirinya, sesuai dengan visi seniman dan isi lemari pakaiannya.

Mungkin ini yang disadari perancang fesyen & pengelola departemen store, bahwa kejenuhan publik terhadap dunia fesyen semakin terasa dan mesti ada daya tarik (magnet) lainnya. Makanan adalah pilihan karena memiliki kemampuan untuk menarik semua panca indera manusia. Kombinasi warna, tekstur, aroma, dan selera digunakan untuk membuat makanan yang mana pemilihan dan transformasi elemen-elemen itu menjadi kreatif.

Bentuk panca indera memiliki kapasitas untuk mengekspresikan filsafat, menginspirasi banyak interpretasi, menyulap narasi dan menyinggung makna yang kompleks. Itu adalah seni yang tidak bisa digantikan oleh budaya lain manapun, dan wajar jika 2 (dua) budaya bersatu dalam simbol kemewahan, yakni boga dan busana.

Disamping itu, hubungan simetri antara busana dan boga tidak hanya semata pada acara makan bersama ala fine dine, tetapi juga ditampilkan dalam pertunjukkan di atas pentas catwalk. Contohnya Prada menyajikan es loli sebagai makanan kecil untuk pertunjukan Spring/Summer 2018 Menswear Collection, sementara Chanel terkenal menciptakan supermarket penuh dengan sajian makanan bermerek untuk koleksi Fall-Winter 2017/18 Ready-to-Wear.

Mengangkat tren ke status seni, penganan kreatif mulai memberikan wadah ukuran gigitan yang sempurna untuk mengomunikasikan pernyataan artistik melalui penggunaan warna, pola, dan bentuk (Bertie de Rougement, 2015). Sebagai contoh, Linus Morales menciptakan logo mewah untuk seri Fab Food yang terinspirasi seni pop.

Kasus lainnya adalah toko kue Ladurée yang bekerja sama dengan Marni memproduksi seri kotak edisi terbatas yang dihiasi dengan bintik-bintik polka dan applique bunga rumah mode. Rumah mode Florentine, Pucci, menghasilkan seri lemon dan mawar edisi terbatas yang dikemas dalam kotak bermotif Pucci.

Secara meyakinkan, semua merek (brand) akan selalu menginginkan produk yang mencerminkan sejarah dan warisan mereka dan akan berusaha menarik dan mengingatkan konsumen bahwa fashion dan makanan pasti akan menjadi bagian besar dari siapa diri mereka. Gaya modis bercerita tentang diri mereka, walaupun skenario ini bisa saja berubah setiap saat.

FIKSASI BUSANA DENGAN BOGA
Fiksasi adalah perasaan yang mendalam dari pribadi seseorang yang dirasakan kelima sensor panca budi indriya (melihat melalui indra mata, mengecap melalui indra lidah, merasakan aroma melalui indra hidung, mendengar melalui indra telinga & merasakan melalui indra peraba).

Dalam boga dikenal mitos "You Are What You Eat",  maka dalam busana dikenal pula "You Are What You Wear". Karena setiap orang harus makan, maka apa yang mereka makan menjadi simbol paling kuat tentang siapa dirinya.

Membedakan diri dari orang lain dengan apa yang akan dan tidak akan mereka makan adalah status sosial yang hampir sama kuatnya dengan tabu. Begitu pula juga dengan busana menjadi status sosial seseorang yang hampir sama dengan sebuah simbol.

Penggabungan makanan dan mode menghasilkan modifikasi gaya hidup. Evolusi telah memaksa fesyen meningkatkan daya saing mereka dengan mengeksplorasi komponen gaya hidup dengan menyatukan diri bersama simbol makanan. Seperti terlihat pada Hermès yang membuat sebuah kafe di toko Perancisnya.

Kolaborasi boga dan busana telah memperluas cita rasa melampaui apa yang dipakai orang dalam kehidupan mereka. Ini untuk menginspirasi seluruh bentuk & tindakan filosofis mereka terhadap masyarakat sekitarnya. Satu hal yang dapat diandalkan, terlepas dari pasang surutnya tren makanan dan mode, adalah kenikmatan yang datang dari menjalani gaya hidup yang penuh status simbol itu. Dari apa yang seseorang taruh dalam perut mereka hingga apa yang mereka letakkan di punggung mereka.

Tetapi dengan meningkatnya homogenitas mode berkat globalisasi dan masuknya ritel dengan cepat membuat gaya busana New York tidak jauh berbeda dengan London, maka makanan menjadi salah satu dari beberapa simbol status pembeda terakhir. Pada dasarnya ini adalah ekspresi pribadi dari kreatifitas.

Makanan, seperti juga mode, memiliki pemuja, tetapi dengan harga yang lebih terjangkau membuatnya lebih mudah untuk mencoba pengalaman baru dan mendefinisikan pengguna sebagai individu (Vogue, 2015). Refleksi ini juga terjadi pada busana mewah yang efeknya menjadi simbol status yang relatif terjangkau.

Walaupun sementara ini dilihat ritel fashion telah melunak, namun ritel makanan terus meningkat tajam, meskipun itu dalam masa-masa sulit. Belanja busana mewah tidak sepenuhnya hilang tetapi berubah menjadi sesuatu yang lain, dimana konsumen menganggapnya sementara ini untuk lebih menghemat biaya. Seorang konsumen menganggap lebih murah untuk memanjakan diri mereka dengan sebatang coklat gourmet daripada menghabiskan pakaian baru (Lucy Kebell, 2016)

MASA DEPAN KOEKSISTENSI BOGA & BUSANA
Meskipun saat ini hampir mustahil memprediksi koeksistensi & kelangengan antara makanan dan mode, namun ada elemen konklusif yang dapat menunjukkan perkembangan berkelanjutan dari makanan di industri fesyen. Memang secara eksklusif makanan telah mempengaruhi pasar busana, apalagi mendapatkan popularitasnya dengan menjadi lebih menarik bagi publik.

Perkawinan antara makanan dan mode selalu kembali kepada elemen fantasi dan merek (brand) bersangkutan untuk menyampaikan perasaan kemewahan yang dapat diakses dan juga diterjemahkan ke dalam produk (Graham, 2016). Perancang fesyen dan pengelola departemen store membuka pintu bagi konsumen untuk mengeksplorasi dan mengalami gaya dengan cara makan yang lain. Diperkirakan busana brand bermerek yang memasukkan makanan akan berkembang pada skala yang lebih tinggi di tahun-tahun mendatang (Rosie Jackson).

Pengaruh makanan juga diramalkan akan menjadi gaya hidup masyarakat di masa depan. Masakan dan fesyen selalu merupakan bentuk seni yang dapat mendorong hal-hal baru secara ekstrem, menumbangkan harapan kuno, menggabungkan yang akrab dengan cara yang provokatif. Mode dan makanan secara tradisional selalu berfokus kepada inovasi yang saling berkoeksistensi satu sama lain.

Belum pernah terjadi makanan dan mode bisa begitu saling dekat & bersatu mewakili lambang gaya hidup kelas atas (Graham, 2016). Adopsi makanan saat ini ke dalam ritel fesyen telah menjadi simbol kesenangan yang berlebihan dan konsumerisme, walaupun pemahaman konsumerisme itu menjadi semakin ambivalen.

Agar restoran dapat berkembang, maka brand busana bermerek harus dipertimbangkan penting dalam perjalanan emosional dan fisik masyarakat (Jane Brocket, editor makanan di The Guardian). Karena tidak lagi hanya cukup menawarkan produk busana atau layanan, fesyen merek harus membingkai penawaran mereka dalam gagasan peningkatan melalui makanan. Dengan demikian bisa dikatakan, merek (brand) fesyen telah menjadi pelopor tren di industri makanan, karena memiliki pengetahuan tentang pengalaman yang ingin mereka layani untuk konsumen mereka.

Melalui representasi makanan sebagai sumber energi dan sumber kesenangan, makanan dalam semua warna dan variasi teksturnya, dengan semua konotasi budaya dan sosialnya, telah menjadi aksesori utama untuk merek busana terkenal dan telah menjadi kendaraan untuk ekspresi identitas dan rasa. Osilasi yang menyenangkan antara seni tinggi dan rendah, kualitas dan kitsch, masakan gourmet dan makanan cepat saji adalah apa yang akan terus menyulut pesona industri fesyen dengan makanan.

Secara keseluruhan dapat dikatakan fesyen telah banyak mendapat keuntungan dari menggabungkan dirinya dengan busana demi menjaga harapan pelanggannya. Pertalian hubungan boga & busana memiliki dampak besar terhadap publik, yang mampu memberi pesan dan harapan gaya hidup yang lebih luas.

Fesyen & makanan pada dasarnya adalah kebutuhan manusia yang berhasil dikemas & dimodifikasi para perancang & pengelola departemen store menjadi sebuah karakteristik dalam meningkatkan integrasi kepribadian para konsumennya.

Di sisi lain kolaborasi boga & busana secara tidak langsung menjadikan mereka sebagai dua pilar utama dari gaya hidup baru yang diikuti oleh banyak orang. Restoran & kafe adalah titik kontak utama dengan orang-orang yang rindu akan pengalaman baru dan di mana mereka dapat dididik maupun keinginan modis mereka dapat terpuaskan.

Pengalaman baru ini jarang ditemui di tempat lain dimana pertalian boga & busana dapat mengubah hidup masyarakat secara mendasar. Melalui makanan, para perancang fesyen dan pengelola departemen store, memberi pengalaman kepada konsumen menuju kehidupan yang ultra-modern dengan cara yang tak terlupakan.

Meskipun sulit untuk memprediksi masa depan makanan dalam kaitannya dengan fesyen dan pengaruhnya terhadap pemasaran, namun dampak global memberi petunjuk kuat bahwa gerakan ini akan terus berkembang ke tren yang lebih makro.

Artinya untuk kedepan harus dapat menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang gaya hidup merek mode mewah dari makanan mewah (gastronomi). Hal ini perlu dipertimbangkan karena semakin memungkinkan para perancang & produsen fesyen terhubung erat dengan konsumen setia mereka.

Acara dan pameran busana dapat diadakan di restoran atau kafe perancang & produsen fesyen dengan menghadirkan elemen-elemen dari desain gastronomi kreatif mereka. Aktifitas ini dapat menunjukkan kesadaran kepada pemilik merek (brand), bahwa keberhasilan mengintegrasikan boga & busana bermakna besar terhadap klien yang setia untuk perubahan gaya sosial kehidupan mereka.

Semoga bermanfaat
Indrakarona Ketaren
Indonesian Gastronomi Association