".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Monday, 9 September 2019

Diplomasi Makanan Titik Temu Mode & Boga


PENDAHULUAN
Industri fesyen (mode) dalam segala bentuknya adalah seni. Tak bisa disangkal. Tetapi industri memasak (boga) juga adalah seni. Bahkan, semua perancang mode dan ahli masak (chef) mempunyai imajinasi yang sama, yakni dasar proses kreatif di benak pikiran masing-masing untuk produk yang akan dibuat. Hanya medianya saja yang berbeda.

Umpamanya designer memikirkan kreatifitas baru untuk membuat jaket yang dirancang khusus. Chef memunculkan sentuhan inovatif dalam memanggang kembang kol atau interpretasi mereka tentang membuat kue coklat terbaik di dunia. Makanan yang disajikan di atas piring sama seperti penampilan busana di atas catwalk.

Begitulah keduanya menciptakan seni kreasi yang melibatkan indera dalam dirinya masing-masing.

Indera kreatifitas haute-couture (adibusana) & avant-garde (adiboga) tidak sekedar bicara tentang harga jual yang mahal, tetapi juga tentang apa dan sampai dimana mempengaruhi cara pemikiran dari sebuah merek (branding) kepada publik sehingga dapat memberi impresi dan interaksi terbaik kepada pemakainya.

Implementasi sebuah karya kreatifitas & inovasi ke dalam merek (branding) merupakan perjalanan emosional dan fisik dari pemasaran.

Penjualan bukan lagi sekedar menawarkan sebuah produk atau layanan, tetapi membingkai merek (branding) yang ditawarkan ke dalam sebuah ide yang menghasilkan sebuah filsafat baru & pesan gaya hidup yang trendi.

Ini adalah inti kekuatan dari sebuah perusahaan dalam menunjukkan citra dirinya sebagai konglomerasi yang kuat.

Artikel ini berusaha memberi pencerahan bagaimana 2 (dua) industri yang berbeda, seperti makanan (boga) dan mode (fesyen), telah menemukan cara untuk hidup saling berdampingan dan, pada kenyataannya, saling memberi nafkah.

Penjelasannya bertujuan untuk mengeksplorasi secara sistematis tata cara makanan gastronomi dapat digunakan tidak hanya untuk meningkatkan kesenangan, tetapi juga melibatkan orang dalam kesenangan pengalaman.

Sifat hubungan antara mode (fesyen) dan makanan (boga), melalui gastronomi, adalah sengaja untuk menumbuhkan pesan gaya hidup dan menciptakan cara hidup maupun kesadaran cipta karya serta cipta karsa.

Industri mode (fesyen) dan makanan (boga) adalah 2 (dua) industri pilar utama masa depan yang satu sama lain saling memberdayakan.

Ada episode sosial di antara keduanya, malahan ada koeksistensi antara boga dan mode yakni tentang dimana keduanya bertemu, teristimewa saat keduanya bicara soal gastronomi (upaboga).

Asumsi pencerahan ini berangkat dari pemikiran bagaimana pelaku usaha dapat menangkap kebutuhan konsumen ketika mereka berpikir untuk memberikan pengalaman indera.

Pengalaman indera (atau indrawi) berupa kepekaan mata terhadap pandangan, menangkap bau dengan hidung, merasakan sentuhan dengan rabaan tangan, menangkap suara dengan telinga & mencicipi dengan lidah.

Peluang untuk menghasilkan tingkat pengalaman indrawi baru, tidak hanya menunjukkan keunggulan core bisnis pelaku usaha, tetapi juga menanamkan pada peningkatan latar belakang yang berdampak pada peningkatan minat konsumsi, pengembangan merek, dan momen tak terlupakan dari klien.

Hal ini memungkinkan merek-merek mewah memiliki faktor perolehan (gain factor) yang menonjol terhadap para pesaing mereka yang akan memberikan pengalaman berbelanja yang inklusif kepada konsumen.

Pengalaman indrawi fesyen ini bila digabungkan dengan pengalaman indera boga (makanan) akan diketahui bagaimana merek-merek mewah memperoleh keuntungan dengan menggabungkan keduanya di sektor ritel, khususnya dengan menggunakan perangkat gastronomi.

Disini dapat dilihat bagaimana terjadi kolaborasi baru antara dunia fesyen dan boga dalam memperluas audiens bisnis dari para pelaku usaha.

Artinya pelaku usaha berusaha mempertemukan hubungan fesyen dengan boga lebih jauh & lebih dalam daripada sekedar daya tarik semata.

Pelaku usaha mengeksplorasi mengapa merek fesyen menggunakan makanan (boga), melalui instrumen gastronomi, untuk memperkuat pesan gaya hidup branding-nya.

Harmonisasi keduanya telah menjadi tren konglomerasi selera di masa depan dimana mensejajarkan antara makanan dan mode sebagai gaya hidup baru (life style), cipta karya dan cipta karsa, dengan titik fokus pada pemasaran ritel.

Catatan: Dalam artikel ini perlu diperhatikan penekanan mengenai makanan (boga) dan gastronomi (upaboga). Makanan (boga) diartikan sebagai produk makanan (produsen atau the art of good cooking) sedangkan gastronomi (upaboga) adalah tindakan sebagai konsumen dalam melakukan 3 (tiga) kegiatan, yakni food story (sejarah & budaya) , food assessment (penilaian) & the art of good eating (table manner).

FESYEN & BOGA - RESEP SUKSES YANG SENSORIAL
Restoran hadir di hampir setiap negara dan menjadi potret wajah dari setiap budaya yang ada di dunia. Restoran adalah tempat di mana orang datang untuk makan, minum dan bersosialisasi.

Dilahirkan dari sejarah revolusi Perancis bisa dikatakan bukan kebetulan kota Paris adalah ibukota dari makanan (boga) dan mode (fesyen) dunia yang pertama.

Raja Louis XIV menjadikan kota Paris sebagai penentu selera dan gaya, sehingga memunculkan ahli masak dan abdi dalem selebritas sebagai bagian dari pendekatan kebijakan ekonomi dan politiknya.

Sang Raja melihat menjadi pemimpin dalam makanan dan fesyen adalah kekuatan lunak (soft power) yang dapat mendorong pariwisata dan meningkatkan ekspor.

Sejak abad ke-20, restoran telah mengalami perubahan signifikan terkait arsitektur interior, gaya makanan atau bahkan memperkenalkan faktor ritel dalam pendekatannya.

Apalagi dan sekarang ini, budaya dan gelombang konsumen baru lahir di pasar makanan (boga) yang lebih bersedia keluar dan bertemu untuk menikmati hidangan guna memperoleh pengalaman yang sempurna.

Pemain kekuatan baru di kancah pasar dunia saat ini adalah makanan. Di jaman sekarang, subkultur ini terdiri dari orang-orang dengan misi mengunjungi dan merasakan makanan terbaik dari seluruh dunia.

Tindakan ini memberikan akses publik ke mayapada yang luar biasa dengan menjadikan dunia makanan dan makan malam sebagai platform elit yang sangat trendi.

Makan di restoran adalah cara paling intim untuk menyenangkan tubuh yang secara sosial dilakukan di depan umum.

Terlebih dengan publik yang mulai menggunakan perangkat gastronomi dalam menikmati hidangan makanan yang ada.

Pengunjung bukan sekedar makan, tetapi mereka mendapat pengetahuan mengenai sejarah & budaya makanan, memberikan penilaian serta menggunakan table manner yang sesuai dengan gaya tradisi masyarakat dunia.

Menelusuri tekstur dan rasa dengan lidah dan merasakan saat di telan, diserap ke dalam tubuh dan ingatan, memberi pesan bagaimana konsumen memakannya dan apa yang ditimbulkan dapat mengungkapkan sedikit tentang kreasi makanan itu dan siapa pemasaknya.

Vanilla-laden custard dengan sharp-sweet rhubarb yang asin & panas adalah sajian yang bisa membuat diri bergidik yang layak dibayar akan kenikmatannya.

Pelaku atau pengusaha fesyen (mode) modernis melirik tentang pemain baru dunia ini dengan menyadari massalnya kerumunan manusia menjadikan makan di luar sebagai platform baru kehidupan sosialisasi. Ini adalah peluang dan momentum bisnis yang menjanjikan.

Makan bukan sekadar kesenangan materi. Makan dengan baik memberikan kegembiraan yang spektakuler untuk hidup dan memberikan kontribusi besar untuk niat baik dan persahabatan yang bahagia.

Ini catatan moral sangat penting yang disimpulkan  Elsa Schiparelli yang adalah perancang busana Italia. Bersama dengan Coco Chanel, saingan terbesarnya, Elsa dianggap sebagai salah satu tokoh paling terkenal dalam dunia mode antara kedua perang dunia.

Mengantisipasi situasi yang ada, dalam beberapa tahun terakhir, merek-merek fesyen utama dunia mulai berinteraksi dengan pelanggan mereka dengan cara membuka kafe, restoran, dan bar dengan cepat.

Meninggalkan pola hubungan yang agak dingin (kaku) selama ini dilakukan melalui makanan.

Burberry, Prada, Gucci, Armani, Ralph Lauren, Gucci dan lainnya semuanya berharap bahwa jalan menuju hati konsumen adalah melalui perut.

Elsa Schiaparelli sendiri dengan serta merta menempatkan gambar Salvador Dali tentang lukisan lobster dengan hiasan peterseli di gaun couture yang paling terkenal, sebagai bukti memuji kesenangan makanan dalam design busananya. 

DIPLOMASI MAKANAN - PENGGERAK UTAMA
Budaya adalah salah satu alat paling ampuh yang dimiliki negara dalam melakukan diplomasi.

Ranah budaya meliputi gagasan (wujud ideal), aktivitas (tindakan), dan artefak (karya) yang menjadi nilai budaya, sistem budaya, sistem sosial, dan kebudayaan fisik suatu masyarakat.

Tindakan diplomasi bersandar pada ranah budaya tersebut, yang dalam salah satu wujud nyatanya dilakukan melalui makanan (boga).

Diplomasi dan makanan bisa dibilang dua sisi mata uang yang satu sama lain saling berhubungan.

Banyak keberhasilan eksekusi diplomasi dilakukan dengan produk makanan. Tidak heran diplomasi menempatkan makanan (boga) sebagai salah tools (alat) kebudayaan dalam aksi negosiasi, lobbi dan pengumpulan informasi (information gathering) maupun upacara diplomatik kenegaraan (state diplomatic ceremonial).

Sebagai perangkat diplomasi, makanan selalu menjadi ketertarikan tersendiri bagi yang terlibat atau yang dihadirkan dalam tindakan kebudayaan tersebut. Hampir semua negara dan Pemerintah di dunia mempunyai keunikan dan ciri khas mengenai diplomasi makanan mereka.

Komponen Diplomasi Makanan (Food Diplomacy) ada 2 (dua) yakni :
      i.         Gastro-Diplomacy
     ii.         Culinary-Diplomacy

Gastro-Diplomacy terkait dengan pengenalan & pertukaran budaya boga dalam ruang lingkup tidak resmi kepada masyarakat kebanyakan.

Dikenal dengan istilah grass-root cuisine. Gastro-Diplomacy adalah praktik kontak langsung orang ke orang (people to people direct contact) pada level masyarakat umum (publik).

Culinary-Diplomacy terkait dengan pengenalan & pertukaran budaya boga dalam ruang lingkup resmi di meja perundingan oleh kalangan elit politik Pemerintahan (atau melalui perwakilan negara) dengan counterpartnya di luar negeri.

Dikenal dengan istilah perjamuan makan Andrawina (official banquet) Adiboga (fine dine) yang merupakan seni memasak tingkat tinggi (high level cuisine).

Pada intinya, Culinary-Diplomacy terkait dengan aktifitas lobi, negosiasi & upacara diplomatik kenegaraan (state diplomatic ceremonial).

Saat ini banyak pelaku atau pengusaha fesyen (mode) menggunakan perangkat diplomasi makanan untuk menciptakan inisiatif budaya yang bisa membuat dampak emosional maupun komersial kepada konsumennya.

Instrumen diplomasi makanan menjadi pendorong utama yang mempengaruhi kinerja bisnis perusahaan mode dunia berjalan dengan baik.

Namun komponen diplomasi makanan yang digunakan adalah Gastro-Diplomacy, mengingat dunia fesyen tidak terkait dengan mayapada politik.

Gastro-Diplomacy pada dasarnya terbagi atas 2 (dua) jenis, yakni :
      i.         Gastronomi Konvensional (Popular) diperuntukkan bagi masyarakat kalangan bawah (atau kebanyakan) dengan jenis makanan (boga) grass root cuisine. Bentuk aksinya dilakukan melalui makanan jajanan jalanan (street food), rumah makan, restoran, maupun acara festival makanan serta kunjungan pariwisata.

     ii.         Gastronomy Luxury diperuntukkan bagi masyarakat kalangan atas (high end) dengan jenis makanan (boga) serupa dengan Culinary-Diplomacy (high level cuisine), namun jenisnya hanya berupa Adiboga (fine dine)  tanpa Andrawina (official banquet). Bentuk aksinya dilakukan melalui perjamuan atau perhelatan makan Adiboga.

Bagi pelaku fesyen, apabila tampilan kerja acaranya bersifat massal (publik), maka diplomasi makanan yang digunakan adalah gastronomi konvensional (popular).

Bila kerja acaranya bersifat khusus untuk kalangan tertentu & terbatas, maka diplomasi makanan yang digunakan adalah gastronomi luxury.

KISAH SENSORIAL SAMBAL
Makanan adalah penanda kuat dari gelombang ketiga globalisasi, di mana masyarakat dari berbagai negara menciptakan identitas mereka sendiri sebagai kiprah pakus budaya.

Dengan ragam kekayaan budaya itu, pelaku fesyen mengemas identitas patchwork masyarakat jagat bumi ke dalam food story (sejarah & budaya) gastronomi dari makanan (boga) yang disajikan.

Sebagai contoh, pelaku fesyen mengangkat Proyek Pertukaran Sambal (The Sambal Exchange Project) sebagai ciri khas acara gastronomi busana mereka dengan menggunakan berbagai bumbu rempah dari beberapa negara membuat sambal sebagai cara untuk menghubungkan budaya yang berbeda.

Tujuannya untuk menciptakan persepsi kepada konsumen bahwa makanan (boga) dan busana sebagai pairing (pasangan) yang serasi, sederhana dan setara walaupun asal muasal bahannya berbeda.

The Sambal Exchange sebagai bentuk dari aplikasi gastronomi konvensional (popular) dimana makanan (boga) dan busana (mode) bersanding satu sama lain dalam kesatuan.

FESYEN & BOGA SEBAGAI BUDAYA
Palais des Congrès, situs lambang budaya Perancis yang berlokasi di lingkungan Porte Maillot, Paris, adalah satu-satunya tempat yang mendedikasikan diri untuk panggung pertunjukan budaya, galeri butik mode dan restoran gastronomi.

Presentasi tempatnya memberi nuansa di mana pengunjung akan dapat menghabiskan waktu hari mereka di Paris di antara berbelanja, gastronomi dan hiburan.

Palais des Congrès adalah tempat di Paris yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu.

Palais des Congrès menyajikan ratusan pertunjukan budaya setiap tahun. Dari pertunjukan musik, balet hingga penampilan pakaian mode yang diperagakan model dari butik merek mewah, di antaranya Hugo Boss, Lacoste, Devernois, Escada, Lancel dan Weil dan juga toko multi brand yang elegan untuk barang-barang kulit & kosmetik yang trendi.

Palais des Congrès adalah tempat dimana budaya dan mode bertemu, termasuk juga gastronomi, seperti Angelina sebuah kedai teh yang terkenal dengan coklat panas dan kue-kue lezat seperti Mont Blanc à la crème de marron yang terkenal.

Restoran hype bernama Le Standard, masakan modern Italia, Prancis, dan Asia dengan suasana art-deco yang memikat sangat cocok untuk acara makan malam dengan teman.

Selain itu, the San Francisco Museum of Modern Art’s (SFMOMA) digambarkan sebagai museum di dalam museum, dimana berhasil mengubah persepsi masyarakat terhadap makanan & busana menjadi keintiman budaya.

Restoran yang menampilkan berbagai menu hidangan yang diolah dari kreasi 80 koki kelas papan atas, mencoba menangkap inspirasi, proses, dan metodologi pengunjung untuk mendapatkan pengalaman yang otentik.

Tampilan busana mode di SFMOMA telah mengguncang industri gastronomi dan mode dunia dalam tren aliansi yang akrab.

SFMOMA & Palais des Congrès memainkan peran penting mempopularitaskan gastronomi luxury & busana (mode) dalam tribune budaya sehingga mempengaruhi inspirasi banyak desainer kelas dunia.

DAPUR MEMPENGARUHI FESYEN
Dapur telah menjadi tempat tangkringan para desainer. Dunia fesyen resmi memasuki dapur di tahun 2016, dimulai ketika Dolce & Gabbana meluncurkan lemari es Smeg dekoratif mereka. Dilukis dengan tangan di kota Sisilia, kulkas ini dijual dengan harga 30.000 poundsterling.

Koleksi ceret, pemanggang roti, dan juicer Divina Cucina yang penuh warna pun menjadi ide pemikiran duo Italia, Dolce & Gabbana.

Sejak itu dimulai era dimana para designer terkenal dunia memasuki ranah gastronomi. Duo Italia, Dolce & Gabbana, adalah perintis yang membuat hubungan antara makanan (boga) dan fesyen (mode) menjadi akrab.

Sekarang, duo Italia ini telah menambahkan ide kompor tradisional ke dalam campuran aneka warna.

Kompor Victoria di desain geometris dengan warna-jeruk atau gaya majolica biru dan putih, sehingga terkesan menatap pemandangan mitologi Yunani sambil menyiapkan sajian arancini.

Jauh di tahun 1992, Dolce & Gabbana menampilkan aktris, model dan pengusaha Inggris Naomi Campbell ke atas catwalk mengenakan bra yang dihiasi dengan kata-kata tomat & kentang.

Sejak itu membuat gaun pasta, gelato, dan manusia penjual sayur menjadi bahan inspirasi pokok para designer dunia di lemari pakaian musim panas.

Perancang Fendi pun terkena ide si duo Italia dengan meminta arsitek Marco Costanzi, dalang di balik markas besar Milan mereka, untuk menciptakan Fendi Cucine yang sangat indah (pertama kali diperkenalkan di Salone del Mobile tahun ini).

Ini fitur pulau dapur yang luas, lemari es anggur berjendela dan ruang penyimpanan yang menjulang tinggi yang menggemakan tampilan dan nuansa mewah dari toko mereka. Sejak itu memasak tidak pernah terlihat seindah ini.

Ranah fesyen tidak sebatas hanya untuk mata. Ada makanan juga. Gabriela Hearst dan Peter Pilotto dari AW 18, memberi makan para editor mode dan pembeli yang duduk di barisan depan.

Di mana pun ada makanan enak, itu selalu akan menjadi pengalaman yang baik. Demikian dikatakan Hearst tentang keputusannya menyajikan koleksi pakaian kerja wanita mewahnya di Café Altro Paradiso Manhattan di atas piring burrata, pangsit ricotta malfatti, salad adas dan panna cotta.

Hearst memilih restoran Spring Street karena interior pedesaannya yang hangat dengan kehandalan memasak master chef Ignacio Matto yang sangat progresif.

Gabriela Hearst berpendapat di rumah tidak ada toko Chanel, jadi kemewahan hadir dari jalan lain. Menikmati makanan bersama keluarga dan teman adalah bagian besar dari ritual fesyen.

Hearst menghabiskan waktu pertunjukan di dapur restoran, merumput di atas prosciutto. Ini adalah selingan utama di saat acara hiruk-pikuk New York Fashion Week bagi orang-orang membutuhkan bahan bakar alias makanan (boga).

Dengan demikian apakah makanan mempengaruhi fesyen (mode)?

Ya, secara abstrak & itu bahasa Latin dalam diri saya, kata Gabriela Hearst. Mendesain pakaian sangat mirip memasak dimana harus memiliki bahan yang tepat.

Bagi perancang terkenal London, Molly Goddard, para pecinta fesyen & designer merasa sangat peduli tentang pengasuhan gastronomi yang bercerita lebih banyak tentang masa-masa indah di saat menikmati makanan.

Presentasi hedonistiknya AW18 melihat landasan pacu berubah menjadi dapur restoran industri, di mana model-model pakaian kaya warna, berlama-lama di sekitar meja kerja stainless-steel, mengunyah roti sambil diseduh dengan anggur merah.

Molly Goddard sangat mencintai ide berpakaian yang luxury. Baginya dapur dengan segala sajian hidangannya adalah tempat berpesta. Makanan selalu menjadi bagian besar inspirasi Goddard karena ini tentang bersosialisasi.

Goddard adalah pionir estetika dapur terbuka yang ditampilkan di restorannya bernama St John, Clerkenwell, London.

Jika makanan menjadi diplomasi, maka ahli masak adalah diplomat baru. Sedemikian rupa kalau melihat kinerja master chef Argentina, Sebastian Mazzola yang memasak di dapur yang berbeda-beda dari kota Moskow ke kota Meksiko.

Dirinya  mengembangkan kombinasi citarasanya saat berjalan dan beradaptasi dengan bahan-bahan lokal setempat.

Fesyen mode menjadi bagian dari tampilan kerja Sebastian Mazzola yang menjadi pengakuan bahwa dunia global lebih baik dalam menciptakan keluasan daripada kedalaman koneksi, dan proyek sensorik feyen & gastronomi dapat membantu.

Interaksi sosial orang makan di restoran untuk kenikmatan dan untuk kesenangan, bukan untuk kepuasan intelektual.

TITIK TEMU FESYEN & BOGA
Siapa yang akan berpikir bahwa perpaduan fesyen (mode) dan makanan (boga) bisa menjadi pasangan yang sukses?

Dari desainer terkenal Moschino hingga Dolce & Gabbana, bahkan rumah-rumah kelas atas yang ikonik seperti Chanel, telah tergoda oleh tren yang terinspirasi makanan.

Cetakan Cronuts (perpaduan croissant dan donat), dompet terinspirasi McDonald happy meal, dan pelana berbentuk karton lait de coco telah menjadi sorotan yang menggambarkan kreatifitas perancang dan kemampuan mereka untuk mengubah makanan menjadi mode.

Kombinasi seni mode dan seni makanan telah menjadi elemen kunci dalam banyak koleksi perancang yang disegani, yang pada gilirannya meningkatkan keberhasilan gerakan fesyen & makanan bersatu.

Gambar makanan mewah berhasil menaklukkan dunia mode dengan memusnahkan stereotip dan klise kuno yang menampilkan kedua industri sebagai ditentang secara diametris yang tadinya dianggap  tren yang buruk.

Namun, aliansi antara fesyen dan makanan bukanlah konsep baru, pada kenyataannya, kedua industri ini saling berkembang biak.

Fashion Week yang dikenal sebagai acara industri paling eksklusif dunia menyatukan kembali industri creme de la creme, juga merupakan pertemuan gourmet.

Jika mendampingi Fashion Week bukanlah tugas yang mudah, duduk di meja mode eksentrik dari acara bergengsi ini adalah perjalanan terbaik.

Di New York, beberapa restoran gastronomi mengusulkan Soirées Fashion Week khusus di mana tren masakan inovatif dapat dicicipi.

Di Paris, organisasi Fashion Week meluncurkan alternatif yang lebih mudah diakses dengan menjadi tuan rumah Fast & Food Week, versi haute-couture (adibusana) dari makanan jalanan klasik (classical street-food).

Model sama-sama menjadi sumber inspirasi makanan yang modis. Misalnya, model top Amerika Karlie Kloss meluncurkan lini cookie-nya bekerja sama dengan Christina Tosi, pendiri Momofuku Milk Bar.

Sementara itu majalah-majalah mode dipenuhi dengan resep-resep sehat model dan penguraian kecenderungan gourmet.

Namun, model bukan satu-satunya kepribadian fesyen yang terpikat oleh tren makanan. Desainer seperti Jean Tuitou dari A.P.C. dan Azzedine Alaïa terkenal dalam gelembung mode karena keterampilan memasak mereka.

Selain itu, merek-merek seperti Hermés dan Armani menaklukkan industri makanan dan minuman dengan membuka kafe-kafe bergengsi di toko-toko mereka, meningkatkan pengalaman berbelanja mewah menjadi momen lezat yang membangkitkan selera.

Konsep ini, yang menetap di ibu kota mode terpanas di dunia, telah dengan cepat merayu pelanggan merek yang berkilauan.

Secara keseluruhan dapat dikatakan diplomasi makanan menjadi penggerak utama dimana fesyen & makanan bisa bersatu.

Pelaku fesyen menemukan cara baru untuk menjangkau konsumen mereka yang selama ini letih dengan protokol yang dingin (kaku).

Diplomasi makanan menyediakan jalur titik temu langsung antara fesyen (mode) & boga (makanan) yang sulit untuk diungkapkan.
                                    
Selera dan bau membangkitkan emosi kompleks yang sulit digambarkan digunakan pelaku fesyen (mode) untuk mendorong konsumen mencoba pengalaman baru.

Ternyata konsumen semakin menghargai pengalaman dibandingkan akuisisi. Makanan datang dengan latar belakang alami, yang sejalan dengan pengalaman ekonomi.

Ini mengarah kepada gelombang baru kesadaran terhadap makanan (boga), di mana digunakan pelaku fesyen untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dan hangat dengan konsumennya.

Semoga bermanfaat
Jakarta, 9 September 2019
Indrakarona Ketaren
Indonesian Gastronomy Association