PENDAHULUAN
Industri fesyen (mode) dalam segala bentuknya adalah seni. Tak bisa disangkal. Tetapi industri memasak (boga) juga adalah seni. Bahkan, semua perancang mode dan ahli masak (chef) mempunyai imajinasi yang sama, yakni dasar proses kreatif di benak pikiran masing-masing untuk produk yang akan dibuat. Hanya medianya saja yang berbeda.
Industri fesyen (mode) dalam segala bentuknya adalah seni. Tak bisa disangkal. Tetapi industri memasak (boga) juga adalah seni. Bahkan, semua perancang mode dan ahli masak (chef) mempunyai imajinasi yang sama, yakni dasar proses kreatif di benak pikiran masing-masing untuk produk yang akan dibuat. Hanya medianya saja yang berbeda.
Umpamanya designer memikirkan
kreatifitas baru untuk membuat jaket yang dirancang khusus. Chef memunculkan
sentuhan inovatif dalam memanggang kembang kol atau interpretasi mereka tentang
membuat kue coklat terbaik di dunia. Makanan yang disajikan di atas piring sama
seperti penampilan busana di atas catwalk.
Begitulah keduanya menciptakan
seni kreasi yang melibatkan indera dalam dirinya masing-masing.
Indera kreatifitas haute-couture (adibusana) & avant-garde (adiboga) tidak sekedar bicara tentang harga jual yang mahal, tetapi juga tentang apa dan sampai dimana mempengaruhi cara pemikiran dari sebuah merek (branding) kepada publik sehingga dapat memberi impresi dan interaksi terbaik kepada pemakainya.
Indera kreatifitas haute-couture (adibusana) & avant-garde (adiboga) tidak sekedar bicara tentang harga jual yang mahal, tetapi juga tentang apa dan sampai dimana mempengaruhi cara pemikiran dari sebuah merek (branding) kepada publik sehingga dapat memberi impresi dan interaksi terbaik kepada pemakainya.
Implementasi sebuah karya
kreatifitas & inovasi ke dalam merek (branding)
merupakan perjalanan emosional dan fisik dari pemasaran.
Penjualan bukan lagi sekedar
menawarkan sebuah produk atau layanan, tetapi membingkai merek (branding) yang ditawarkan ke dalam
sebuah ide yang menghasilkan sebuah filsafat baru & pesan gaya hidup yang
trendi.
Ini adalah inti kekuatan dari
sebuah perusahaan dalam menunjukkan citra dirinya sebagai konglomerasi yang
kuat.
Artikel ini berusaha memberi
pencerahan bagaimana 2 (dua) industri
yang berbeda, seperti makanan (boga) dan mode (fesyen), telah menemukan cara
untuk hidup saling berdampingan dan, pada kenyataannya, saling memberi nafkah.
Penjelasannya bertujuan untuk
mengeksplorasi secara sistematis tata cara makanan gastronomi dapat digunakan
tidak hanya untuk meningkatkan kesenangan,
tetapi juga melibatkan orang dalam kesenangan
pengalaman.
Sifat hubungan antara mode (fesyen) dan makanan (boga), melalui gastronomi, adalah
sengaja untuk menumbuhkan pesan gaya
hidup dan menciptakan cara hidup
maupun kesadaran cipta karya serta cipta karsa.
Industri mode (fesyen) dan makanan (boga) adalah 2 (dua) industri pilar utama masa depan yang satu sama lain saling
memberdayakan.
Ada episode sosial di antara
keduanya, malahan ada koeksistensi antara boga dan mode yakni tentang dimana keduanya bertemu, teristimewa
saat keduanya bicara soal gastronomi (upaboga).
Asumsi pencerahan ini berangkat dari pemikiran bagaimana pelaku usaha dapat menangkap kebutuhan konsumen ketika mereka berpikir untuk memberikan pengalaman indera.
Asumsi pencerahan ini berangkat dari pemikiran bagaimana pelaku usaha dapat menangkap kebutuhan konsumen ketika mereka berpikir untuk memberikan pengalaman indera.
Pengalaman indera (atau indrawi) berupa kepekaan mata terhadap pandangan, menangkap bau
dengan hidung, merasakan sentuhan dengan rabaan tangan, menangkap suara dengan
telinga & mencicipi dengan lidah.
Peluang untuk menghasilkan
tingkat pengalaman indrawi baru, tidak hanya menunjukkan keunggulan core bisnis
pelaku usaha, tetapi juga menanamkan pada peningkatan latar belakang yang
berdampak pada peningkatan minat konsumsi, pengembangan merek, dan momen tak
terlupakan dari klien.
Hal ini memungkinkan
merek-merek mewah memiliki faktor perolehan (gain factor) yang menonjol terhadap para pesaing mereka yang akan
memberikan pengalaman berbelanja yang inklusif kepada konsumen.
Pengalaman indrawi fesyen ini
bila digabungkan dengan pengalaman indera boga (makanan) akan diketahui bagaimana merek-merek mewah memperoleh
keuntungan dengan menggabungkan keduanya di sektor ritel, khususnya dengan
menggunakan perangkat gastronomi.
Disini dapat dilihat bagaimana
terjadi kolaborasi baru antara dunia fesyen dan boga dalam memperluas audiens bisnis
dari para pelaku usaha.
Artinya pelaku usaha berusaha
mempertemukan hubungan fesyen dengan boga lebih jauh & lebih dalam daripada
sekedar daya tarik semata.
Pelaku usaha mengeksplorasi
mengapa merek fesyen menggunakan makanan (boga),
melalui instrumen gastronomi, untuk memperkuat pesan gaya hidup branding-nya.
Harmonisasi keduanya telah
menjadi tren konglomerasi selera di masa depan dimana mensejajarkan antara
makanan dan mode sebagai gaya hidup baru (life
style), cipta karya dan cipta karsa, dengan titik fokus pada pemasaran
ritel.
Catatan: Dalam artikel ini perlu diperhatikan penekanan
mengenai makanan (boga) dan gastronomi (upaboga). Makanan (boga) diartikan
sebagai produk makanan (produsen atau the art of good cooking) sedangkan
gastronomi (upaboga) adalah tindakan sebagai konsumen dalam melakukan 3 (tiga)
kegiatan, yakni food story (sejarah & budaya) , food assessment (penilaian)
& the art of good eating (table manner).
FESYEN & BOGA - RESEP SUKSES YANG SENSORIAL
Restoran hadir di hampir
setiap negara dan menjadi potret wajah dari setiap budaya yang ada di dunia.
Restoran adalah tempat di mana orang datang untuk makan, minum dan
bersosialisasi.
Dilahirkan dari sejarah
revolusi Perancis bisa dikatakan bukan kebetulan kota Paris adalah ibukota dari
makanan (boga) dan mode (fesyen) dunia yang pertama.
Raja Louis XIV menjadikan kota
Paris sebagai penentu selera dan gaya, sehingga memunculkan ahli masak dan abdi
dalem selebritas sebagai bagian dari pendekatan kebijakan ekonomi dan
politiknya.
Sang Raja melihat menjadi
pemimpin dalam makanan dan fesyen adalah kekuatan
lunak (soft power) yang dapat mendorong pariwisata dan meningkatkan ekspor.
Sejak abad ke-20, restoran telah mengalami perubahan signifikan terkait arsitektur interior, gaya makanan atau bahkan memperkenalkan faktor ritel dalam pendekatannya.
Apalagi dan sekarang ini,
budaya dan gelombang konsumen baru lahir di pasar makanan (boga) yang lebih bersedia keluar dan bertemu untuk menikmati
hidangan guna memperoleh pengalaman yang sempurna.
Pemain kekuatan baru di kancah
pasar dunia saat ini adalah makanan. Di jaman sekarang, subkultur ini terdiri
dari orang-orang dengan misi mengunjungi dan merasakan makanan terbaik dari
seluruh dunia.
Tindakan ini memberikan akses
publik ke mayapada yang luar biasa dengan menjadikan dunia makanan dan makan
malam sebagai platform elit yang sangat trendi.
Makan di restoran adalah cara
paling intim untuk menyenangkan tubuh yang secara sosial dilakukan di depan
umum.
Terlebih dengan publik yang
mulai menggunakan perangkat gastronomi dalam menikmati hidangan makanan yang
ada.
Pengunjung bukan sekedar
makan, tetapi mereka mendapat pengetahuan mengenai sejarah & budaya
makanan, memberikan penilaian serta menggunakan table manner yang sesuai dengan
gaya tradisi masyarakat dunia.
Menelusuri tekstur dan rasa
dengan lidah dan merasakan saat di telan, diserap ke dalam tubuh dan ingatan,
memberi pesan bagaimana konsumen memakannya dan apa yang ditimbulkan dapat mengungkapkan
sedikit tentang kreasi makanan itu dan siapa pemasaknya.
Vanilla-laden custard dengan
sharp-sweet rhubarb yang asin & panas adalah sajian yang bisa membuat diri
bergidik yang layak dibayar akan kenikmatannya.
Pelaku atau pengusaha fesyen (mode) modernis melirik tentang pemain
baru dunia ini dengan menyadari massalnya kerumunan manusia menjadikan makan di
luar sebagai platform baru kehidupan sosialisasi. Ini adalah peluang dan
momentum bisnis yang menjanjikan.
Makan bukan sekadar kesenangan materi. Makan dengan baik memberikan kegembiraan yang spektakuler untuk hidup dan memberikan kontribusi besar untuk niat baik dan persahabatan yang bahagia.
Makan bukan sekadar kesenangan materi. Makan dengan baik memberikan kegembiraan yang spektakuler untuk hidup dan memberikan kontribusi besar untuk niat baik dan persahabatan yang bahagia.
Ini catatan moral sangat
penting yang disimpulkan Elsa Schiparelli yang adalah perancang busana
Italia. Bersama dengan Coco Chanel, saingan terbesarnya, Elsa dianggap sebagai
salah satu tokoh paling terkenal dalam dunia mode antara kedua perang dunia.
Mengantisipasi situasi yang
ada, dalam beberapa tahun terakhir, merek-merek fesyen utama dunia mulai
berinteraksi dengan pelanggan mereka dengan cara membuka kafe, restoran, dan
bar dengan cepat.
Meninggalkan pola hubungan
yang agak dingin (kaku) selama ini
dilakukan melalui makanan.
Burberry, Prada, Gucci,
Armani, Ralph Lauren, Gucci dan lainnya semuanya berharap bahwa jalan menuju
hati konsumen adalah melalui perut.
Elsa Schiaparelli sendiri
dengan serta merta menempatkan gambar Salvador Dali tentang lukisan lobster
dengan hiasan peterseli di gaun couture yang paling terkenal, sebagai bukti
memuji kesenangan makanan dalam design busananya.
DIPLOMASI MAKANAN - PENGGERAK UTAMA
Budaya adalah salah satu alat
paling ampuh yang dimiliki negara dalam melakukan diplomasi.
Ranah budaya meliputi gagasan
(wujud ideal), aktivitas (tindakan), dan artefak (karya) yang menjadi nilai budaya, sistem
budaya, sistem sosial, dan kebudayaan fisik suatu masyarakat.
Tindakan diplomasi bersandar
pada ranah budaya tersebut, yang dalam salah satu wujud nyatanya dilakukan
melalui makanan (boga).
Diplomasi dan makanan bisa
dibilang dua sisi mata uang yang satu sama lain saling berhubungan.
Banyak keberhasilan eksekusi
diplomasi dilakukan dengan produk makanan. Tidak heran diplomasi menempatkan
makanan (boga) sebagai salah tools (alat) kebudayaan dalam aksi negosiasi,
lobbi dan pengumpulan informasi (information gathering) maupun upacara
diplomatik kenegaraan (state diplomatic
ceremonial).
Sebagai perangkat diplomasi,
makanan selalu menjadi ketertarikan tersendiri bagi yang terlibat atau yang
dihadirkan dalam tindakan kebudayaan tersebut. Hampir semua negara dan
Pemerintah di dunia mempunyai keunikan dan ciri khas mengenai diplomasi makanan
mereka.
Komponen Diplomasi Makanan (Food Diplomacy) ada 2 (dua) yakni :
Komponen Diplomasi Makanan (Food Diplomacy) ada 2 (dua) yakni :
i.
Gastro-Diplomacy
ii.
Culinary-Diplomacy
Gastro-Diplomacy terkait dengan pengenalan & pertukaran budaya boga dalam ruang lingkup tidak resmi kepada masyarakat kebanyakan.
Dikenal dengan istilah
grass-root cuisine. Gastro-Diplomacy adalah praktik kontak langsung orang ke
orang (people to people direct contact)
pada level masyarakat umum (publik).
Culinary-Diplomacy terkait dengan pengenalan
& pertukaran budaya boga dalam ruang lingkup resmi di meja perundingan oleh
kalangan elit politik Pemerintahan (atau
melalui perwakilan negara) dengan counterpartnya di luar negeri.
Dikenal dengan istilah
perjamuan makan Andrawina (official
banquet) Adiboga (fine dine) yang
merupakan seni memasak tingkat tinggi (high
level cuisine).
Pada intinya,
Culinary-Diplomacy terkait dengan aktifitas lobi, negosiasi & upacara
diplomatik kenegaraan (state diplomatic
ceremonial).
Saat ini banyak pelaku atau
pengusaha fesyen (mode) menggunakan
perangkat diplomasi makanan untuk menciptakan inisiatif budaya yang bisa
membuat dampak emosional maupun komersial kepada konsumennya.
Instrumen diplomasi makanan
menjadi pendorong utama yang mempengaruhi kinerja bisnis perusahaan mode dunia
berjalan dengan baik.
Namun komponen diplomasi
makanan yang digunakan adalah Gastro-Diplomacy, mengingat dunia fesyen tidak
terkait dengan mayapada politik.
Gastro-Diplomacy pada dasarnya terbagi atas 2 (dua) jenis, yakni :
i.
Gastronomi Konvensional
(Popular) diperuntukkan bagi masyarakat kalangan bawah (atau kebanyakan) dengan
jenis makanan (boga) grass root
cuisine. Bentuk aksinya dilakukan melalui makanan jajanan jalanan (street food), rumah makan, restoran,
maupun acara festival makanan serta kunjungan pariwisata.
ii.
Gastronomy Luxury diperuntukkan bagi masyarakat
kalangan atas (high end) dengan jenis
makanan (boga) serupa dengan
Culinary-Diplomacy (high level cuisine),
namun jenisnya hanya berupa Adiboga (fine
dine) tanpa Andrawina (official
banquet). Bentuk aksinya dilakukan melalui perjamuan atau perhelatan makan
Adiboga.
Bagi pelaku fesyen, apabila tampilan kerja acaranya bersifat massal (publik), maka diplomasi makanan yang digunakan adalah gastronomi konvensional (popular).
Bila kerja acaranya bersifat
khusus untuk kalangan tertentu & terbatas, maka diplomasi makanan yang
digunakan adalah gastronomi luxury.
KISAH SENSORIAL SAMBAL
Makanan adalah penanda kuat
dari gelombang ketiga globalisasi, di mana masyarakat dari berbagai negara
menciptakan identitas mereka sendiri sebagai kiprah pakus budaya.
Dengan ragam kekayaan budaya
itu, pelaku fesyen mengemas identitas patchwork masyarakat jagat bumi ke dalam
food story (sejarah & budaya)
gastronomi dari makanan (boga) yang
disajikan.
Sebagai contoh, pelaku fesyen
mengangkat Proyek Pertukaran Sambal (The
Sambal Exchange Project) sebagai ciri khas acara gastronomi busana mereka
dengan menggunakan berbagai bumbu rempah dari beberapa negara membuat sambal
sebagai cara untuk menghubungkan budaya yang berbeda.
Tujuannya untuk menciptakan
persepsi kepada konsumen bahwa makanan (boga)
dan busana sebagai pairing (pasangan)
yang serasi, sederhana dan setara walaupun asal muasal bahannya berbeda.
The Sambal Exchange sebagai
bentuk dari aplikasi gastronomi konvensional (popular) dimana makanan (boga)
dan busana (mode) bersanding satu
sama lain dalam kesatuan.
FESYEN & BOGA SEBAGAI BUDAYA
Palais des Congrès, situs
lambang budaya Perancis yang berlokasi di lingkungan Porte Maillot, Paris,
adalah satu-satunya tempat yang mendedikasikan diri untuk panggung pertunjukan
budaya, galeri butik mode dan restoran gastronomi.
Presentasi tempatnya memberi
nuansa di mana pengunjung akan dapat menghabiskan waktu hari mereka di Paris di
antara berbelanja, gastronomi dan hiburan.
Palais des Congrès adalah
tempat di Paris yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu.
Palais des Congrès menyajikan
ratusan pertunjukan budaya setiap tahun. Dari pertunjukan musik, balet hingga
penampilan pakaian mode yang diperagakan model dari butik merek mewah, di
antaranya Hugo Boss, Lacoste, Devernois, Escada, Lancel dan Weil dan juga toko
multi brand yang elegan untuk barang-barang kulit & kosmetik yang trendi.
Palais des Congrès adalah
tempat dimana budaya dan mode bertemu, termasuk juga gastronomi, seperti
Angelina sebuah kedai teh yang terkenal dengan coklat panas dan kue-kue lezat
seperti Mont Blanc à la crème de marron yang terkenal.
Restoran hype bernama Le
Standard, masakan modern Italia, Prancis, dan Asia dengan suasana art-deco yang
memikat sangat cocok untuk acara makan malam dengan teman.
Selain itu, the San Francisco
Museum of Modern Art’s (SFMOMA) digambarkan sebagai museum di dalam museum, dimana berhasil mengubah persepsi
masyarakat terhadap makanan & busana menjadi keintiman budaya.
Restoran yang menampilkan
berbagai menu hidangan yang diolah dari kreasi 80 koki kelas papan atas,
mencoba menangkap inspirasi, proses, dan metodologi pengunjung untuk
mendapatkan pengalaman yang otentik.
Tampilan busana mode di SFMOMA
telah mengguncang industri gastronomi dan mode dunia dalam tren aliansi yang
akrab.
SFMOMA & Palais des Congrès memainkan peran penting mempopularitaskan gastronomi luxury & busana (mode) dalam tribune budaya sehingga mempengaruhi inspirasi banyak desainer kelas dunia.
DAPUR MEMPENGARUHI FESYEN
Dapur telah menjadi tempat
tangkringan para desainer. Dunia fesyen resmi memasuki dapur di tahun 2016,
dimulai ketika Dolce & Gabbana meluncurkan lemari es Smeg dekoratif mereka.
Dilukis dengan tangan di kota Sisilia, kulkas ini dijual dengan harga 30.000
poundsterling.
Koleksi ceret, pemanggang roti,
dan juicer Divina Cucina yang penuh
warna pun menjadi ide pemikiran duo Italia, Dolce & Gabbana.
Sejak itu dimulai era dimana
para designer terkenal dunia memasuki ranah gastronomi. Duo Italia, Dolce &
Gabbana, adalah perintis yang membuat hubungan antara makanan (boga) dan fesyen (mode) menjadi akrab.
Sekarang, duo Italia ini telah
menambahkan ide kompor tradisional ke dalam campuran aneka warna.
Kompor Victoria di desain
geometris dengan warna-jeruk atau gaya majolica biru dan putih, sehingga
terkesan menatap pemandangan mitologi Yunani sambil menyiapkan sajian arancini.
Jauh di tahun 1992, Dolce
& Gabbana menampilkan aktris, model dan pengusaha Inggris Naomi Campbell ke
atas catwalk mengenakan bra yang dihiasi dengan kata-kata tomat & kentang.
Sejak itu membuat gaun pasta,
gelato, dan manusia penjual sayur menjadi bahan inspirasi pokok para designer
dunia di lemari pakaian musim panas.
Perancang Fendi pun terkena
ide si duo Italia dengan meminta arsitek Marco Costanzi, dalang di balik markas
besar Milan mereka, untuk menciptakan Fendi
Cucine yang sangat indah (pertama
kali diperkenalkan di Salone del Mobile tahun ini).
Ini fitur pulau dapur yang
luas, lemari es anggur berjendela dan ruang penyimpanan yang menjulang tinggi
yang menggemakan tampilan dan nuansa mewah dari toko mereka. Sejak itu memasak
tidak pernah terlihat seindah ini.
Ranah fesyen tidak sebatas
hanya untuk mata. Ada makanan juga. Gabriela Hearst dan Peter Pilotto dari AW
18, memberi makan para editor mode dan pembeli yang duduk di barisan depan.
Di mana pun ada makanan enak,
itu selalu akan menjadi pengalaman yang baik. Demikian dikatakan Hearst tentang
keputusannya menyajikan koleksi pakaian kerja wanita mewahnya di Café Altro
Paradiso Manhattan di atas piring burrata, pangsit ricotta malfatti, salad adas
dan panna cotta.
Hearst memilih restoran Spring
Street karena interior pedesaannya yang hangat dengan kehandalan memasak master
chef Ignacio Matto yang sangat progresif.
Gabriela Hearst berpendapat di
rumah tidak ada toko Chanel, jadi kemewahan hadir dari jalan lain. Menikmati
makanan bersama keluarga dan teman adalah bagian besar dari ritual fesyen.
Hearst menghabiskan waktu
pertunjukan di dapur restoran, merumput di atas prosciutto. Ini adalah selingan
utama di saat acara hiruk-pikuk New York Fashion Week bagi orang-orang
membutuhkan bahan bakar alias makanan (boga).
Dengan demikian apakah makanan
mempengaruhi fesyen (mode)?
Ya, secara abstrak & itu
bahasa Latin dalam diri saya, kata Gabriela Hearst. Mendesain pakaian sangat
mirip memasak dimana harus memiliki bahan yang tepat.
Bagi perancang terkenal
London, Molly Goddard, para pecinta fesyen & designer merasa sangat peduli
tentang pengasuhan gastronomi yang bercerita lebih banyak tentang masa-masa
indah di saat menikmati makanan.
Presentasi hedonistiknya AW18
melihat landasan pacu berubah menjadi dapur restoran industri, di mana
model-model pakaian kaya warna, berlama-lama di sekitar meja kerja
stainless-steel, mengunyah roti sambil diseduh dengan anggur merah.
Molly Goddard sangat mencintai
ide berpakaian yang luxury. Baginya dapur dengan segala sajian hidangannya
adalah tempat berpesta. Makanan selalu menjadi bagian besar inspirasi Goddard karena
ini tentang bersosialisasi.
Goddard adalah pionir estetika
dapur terbuka yang ditampilkan di restorannya bernama St John, Clerkenwell,
London.
Jika makanan menjadi
diplomasi, maka ahli masak adalah diplomat baru. Sedemikian rupa kalau melihat
kinerja master chef Argentina, Sebastian Mazzola yang memasak di dapur yang
berbeda-beda dari kota Moskow ke kota Meksiko.
Dirinya mengembangkan
kombinasi citarasanya saat berjalan dan beradaptasi dengan bahan-bahan lokal
setempat.
Fesyen mode menjadi bagian
dari tampilan kerja Sebastian Mazzola yang menjadi pengakuan bahwa dunia global
lebih baik dalam menciptakan keluasan daripada kedalaman koneksi, dan proyek
sensorik feyen & gastronomi dapat membantu.
Interaksi sosial orang makan
di restoran untuk kenikmatan dan untuk kesenangan, bukan untuk kepuasan
intelektual.
TITIK TEMU FESYEN & BOGA
Siapa yang akan berpikir bahwa
perpaduan fesyen (mode) dan makanan (boga) bisa menjadi pasangan yang sukses?
Dari desainer terkenal
Moschino hingga Dolce & Gabbana, bahkan rumah-rumah kelas atas yang ikonik
seperti Chanel, telah tergoda oleh tren yang terinspirasi makanan.
Cetakan Cronuts (perpaduan croissant dan donat), dompet
terinspirasi McDonald happy meal, dan
pelana berbentuk karton lait de coco
telah menjadi sorotan yang menggambarkan kreatifitas perancang dan kemampuan
mereka untuk mengubah makanan menjadi mode.
Kombinasi seni mode dan seni
makanan telah menjadi elemen kunci dalam banyak koleksi perancang yang
disegani, yang pada gilirannya meningkatkan keberhasilan gerakan fesyen &
makanan bersatu.
Gambar makanan mewah berhasil
menaklukkan dunia mode dengan memusnahkan stereotip dan klise kuno yang
menampilkan kedua industri sebagai ditentang secara diametris yang tadinya
dianggap tren yang buruk.
Namun, aliansi antara fesyen
dan makanan bukanlah konsep baru, pada kenyataannya, kedua industri ini saling
berkembang biak.
Fashion Week yang dikenal
sebagai acara industri paling eksklusif dunia menyatukan kembali industri creme de la creme, juga merupakan
pertemuan gourmet.
Jika mendampingi Fashion Week
bukanlah tugas yang mudah, duduk di meja mode eksentrik dari acara bergengsi
ini adalah perjalanan terbaik.
Di New York, beberapa restoran
gastronomi mengusulkan Soirées Fashion Week
khusus di mana tren masakan inovatif dapat dicicipi.
Di Paris, organisasi Fashion
Week meluncurkan alternatif yang lebih mudah diakses dengan menjadi tuan rumah Fast & Food Week, versi haute-couture (adibusana) dari makanan
jalanan klasik (classical street-food).
Model sama-sama menjadi sumber
inspirasi makanan yang modis. Misalnya, model top Amerika Karlie Kloss
meluncurkan lini cookie-nya bekerja sama dengan Christina Tosi, pendiri
Momofuku Milk Bar.
Sementara itu majalah-majalah
mode dipenuhi dengan resep-resep sehat model dan penguraian kecenderungan
gourmet.
Namun, model bukan
satu-satunya kepribadian fesyen yang terpikat oleh tren makanan. Desainer
seperti Jean Tuitou dari A.P.C. dan Azzedine Alaïa terkenal dalam gelembung
mode karena keterampilan memasak mereka.
Selain itu, merek-merek
seperti Hermés dan Armani menaklukkan industri makanan dan minuman dengan
membuka kafe-kafe bergengsi di toko-toko mereka, meningkatkan pengalaman
berbelanja mewah menjadi momen lezat yang membangkitkan selera.
Konsep ini, yang menetap di
ibu kota mode terpanas di dunia, telah dengan cepat merayu pelanggan merek yang
berkilauan.
Secara keseluruhan dapat
dikatakan diplomasi makanan menjadi penggerak utama dimana fesyen & makanan
bisa bersatu.
Pelaku fesyen menemukan cara
baru untuk menjangkau konsumen mereka yang selama ini letih dengan protokol
yang dingin (kaku).
Diplomasi makanan menyediakan
jalur titik temu langsung antara fesyen (mode)
& boga (makanan) yang sulit untuk
diungkapkan.
Selera dan bau membangkitkan
emosi kompleks yang sulit digambarkan digunakan pelaku fesyen (mode) untuk mendorong konsumen mencoba
pengalaman baru.
Ternyata konsumen semakin
menghargai pengalaman dibandingkan akuisisi. Makanan datang dengan latar
belakang alami, yang sejalan dengan pengalaman ekonomi.
Ini mengarah kepada gelombang
baru kesadaran terhadap makanan (boga),
di mana digunakan pelaku fesyen untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dan
hangat dengan konsumennya.
Semoga bermanfaat
Jakarta, 9 September 2019
Indrakarona
Ketaren
Indonesian
Gastronomy Association