".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Tuesday, 2 June 2020

Mengembangkan Kembali Pariwisata Indonesia Melalui Makanan yang Kaya akan Bumbu


PENDAHULUAN
Bisnis, destinasi, dan organisasi wisata di seluruh dunia sedang berusaha mengetahui langkah apa selanjutnya untuk mengembalikan perputaran roda mesin usaha mereka dan membuat orang berwisata lagi.

Bagaimana rencana masa depan wisata dan apa inovasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam persiapan meluncurkan kembali perjalanan dan pariwisata berkelanjutan dunia.

Industri & jasa pariwisata memahami betul bahwa kuliner membentuk dasar utama pemasaran mereka dengan alasan sederhana bahwa 100% pelancong makan (termasuk minum).

Pengunjung dapat pulang ke negaranya dengan ingatan tak terlupakan dari pengalaman yang didapatkan saat mencicipi makanan. Mereka bercerita kepada teman-teman dan koleganya dengan memperlihatkan foto, video, dan kisah pengalaman makanan yang mereka dapatkan saat berwisata.

Saat ini ada pemikiran di negara-negara barat menempatkan makanan (termasuk minuman) sebagai nilai jual utama dalam pemasaran wisata.

Seperti diketahui, selama ini nilai jual wisata dunia lebih banyak mengandalkan wisata alam & wisata buatan manusia sebagai atraksi pemasaran.

Memang solusinya tidak sesederhana itu dengan menempatkan gambar (poster), foto maupun video menawan makanan (termasuk minuman) di bagian depan dan tengah dalam kampanye pemasaran wisata kepada konsumen.

Pemikiran out of the box ini perlu dipertimbangkan, mengingat di saat travel & tourism mulai kembali hidup dan setiap pelaku industri & jasa pariwisata memasarkan tempat rekreasi wisata, tempat pertemuan, belanja & hiburan, maka perhatian kepada makanan akan ditempatkan pada urutan di pertama.

PARIWISATA INDONESIA
Bagaimana dengan pariwisata Indonesia ?

Sekarang bukan waktunya untuk duduk dan menunggu !

Sudah saatnya langkah negara-negara barat perlu dipertimbangkan dengan nilai tambah lainnya

Dengan nanti akan banyaknya penawaran wisata manca negara, akibat pandemi Covid-19, maka langkah promosi & pemasaran pariwisata Indonesia hendaknya jangan tersesat di lautan kesamaan (sea of similarity) dengan negara-negara lain, sehingga kurang memiliki daya tarik bagi pelancong.

Pemangku kepentingan pariwisata Indonesia hendaknya mempertimbangkan perhatian mereka pada wisata makanan saat mereka merencanakan program bagaimana mendorong pengunjung manca negara dan Nusantara kembali berwisata di negeri ini.

Tantangan baru yang di identifikasi Food Travel Monitor 2020 adalah adanya kenyataan pengunjung tidak lagi merespons "local & original" sebagai kata-kata yang dibingkai untuk mendorong ketertarikan pelancong untuk datang

Karena berbagai lokasi destinasi yang ditawarkan suatu negara kerap mengandalkan kesamaan dengan lokasi lain di negara itu, termasuk dalam hal makanannya

Kesamaan itu bukan hanya di Indonesia, tetapi juga ada di Malaysia, Singapura, Thailand, Philippine dan Brunei.

Umpamanya seperti yang pernah diluncur dalam program 30 IKTI (Ikon Kuliner Tradisional Indonesia) menjadi andalan untuk kuliner di semua lokasi destinasi wisata Indonesia yang dibingkai sebagai "local & original" kuliner negeri ini.

Padahal gado-gado, nasi goreng, nasi tumpeng, soto, sate, rawon, rendang, lumpia dan sebagainya belum tentu bisa diterima di daerah lain sebagai produk keaslian kuliner mereka, meskipun ada di daerah tersebut tapi dianggap sebagai kuliner pendatang yang bukan menjadi andalan.

Negeri ini mempunyai 1334 suku, sub suku dan etnis pendatang yang jika saja masing-masing punya 10 (sepuluh) item seni dapur masakan yang tidak sama dan berbeda dengan daerah lain, maka akan terdapat belasan ribu kuliner yang bisa menjadi andalan bangsa ini di mata dunia.

Wisatawan sekarang mengharapkan semua makanan di destinasi tertentu adalah "local, native, indigenous & authentic" yang berbeda & jarang memiliki kesamaan dengan lokasi destinasi lainnya, termasuk kemiripan dengan negara-negara tetangga.

MODUL WISATA
Apa yang bisa menjadi tujuan & fokus pemasaran wisata Indonesia untuk membuat pesannya didengar oleh konsumen wisata dunia di lautan kesamaan (sea of similarity) ?


Bagaimana modul pemasaran wisata Indonesia dalam mempromosikan "local, native, indigenous & authentic" tanpa menggunakan kata-kata "local & original"

Jawabannya :
1. Pertama, mengangkat beragam kekayaan seni dapur masakan dari 1334 suku, sub suku dan etnis pendatang.
2. Kedua, memberi nama produk & kisah (cerita) makanan dari seni dapur masakan lokasi destinasi itu.
3. Ketiga, memperkenalkan & mempromosikan pemasak (profesional & otodidak) daerah yang membuatnya.
4. Keempat, mengandalkan keberagaman kekayaan rempah dalam bumbu masakan seni dapur masakan Indonesia.

Perlu diingat keberagaman kekayaan rempah negeri ini bisa menjadi nilai tambah selain bingkai "local, native, indigenous & authentic" makanan setempat.

Artinya, menampilkan bumbu rempah makanan yang fresh dan bukan bumbu rempah instan yang nota bene ada bahan pengawet dengan dengan produk kimianya.

Untuk diketahui, wisatawan manca negara menyukai bumbu rempah alami (go nature) dan ada keinginan tau mereka terhadap cerita sejarah dari kekayaan rempah-rempah tersebut.

Apalagi sudah menjadi kebiasaan Chef-Chef di barat tidak pernah memasak dengan bumbu jadi dan mereka anti dengan bumbu instan.

Mereka ingin membuat dan meracik bumbu mereka sendiri, bahkan untuk membuat kaldu pun tidak pakai penyedap rasa tapi dibuat dari kaldu sari tulang-tulang ayam atau sapi.

Isyu ini akan menjadi tolak ukur dari masyarakat barat terhadap promosi dan pemasaran wisata berkelanjutan Indonesia.

Selain itu, promosi bumbu rempah makanan ini akan menjadi istimewa dan berbeda dari wisata negara lain manalagi jalur rempah Indonesia sudah mendapat pengakuan sebagai warisan budaya dunia dari Badan PBB untuk urusan Pendidikan, Sosial, dan Budaya (UNESCO).

Ini penting mengingat jalur rempah bisa membuka peluang promosi kekayaan Nusantara di kancah global.

Sampai sekarang, jalur rempah Indonesia masih belum dikenal luas dunia dan makanan Indonesia belum banyak yang diketahui secara global.

Oleh karena itu promosi dan pemasaran wisata untuk "local, native, indigenous & authentic" makanan Indonesia akan berhasil dengan cara mengangkat jalur rempah Indonesia ke dunia international, yakni dengan memperlihatkan keaslian dari kekayaan rempah-rempah yang ada.

Jadi yang kita perlu tunjukkan makanan Indonesia melalui keberagaman rempah-rempah negeri ini karena pada dasarnya makanan Indonesia kaya akan penggunaan bumbu rempah.

Lagi pula dengan adanya pandemi Covid-19, semua orang di dunia akan lebih memilih makanan organik yang alami dan bukan dengan bumbu jadi (instan).

Sekarang semua orang akan memiilih go natural, go green, dan makanan dari alam serta bio food sangat laku di Eropa serta menjadi tren setelah pasca Covid-19.

Disamping itu terhadap bumbu-bumbu rempah ini sudah saatnya distandarkan oleh pemerintah; seperti ada standar bumbu rendang, bumbu nasi goreng, bumbu soto ayam dan lain sebagainya untuk dijadikan standar nasional Indonesia.

Saat ini semua perusahaan berlomba-lomba membuat bumbunya sendiri. Belum lagi bumbu-bumbu yang dibuat secara artisanal oleh UKM-UKM di daerah.

Terkecuali bumbu yang dibuat itu adalah bumbu artisanal tanpa bahan kimia, tanpa bahan pengawet dan alami serta  dibuat secara tradisi, ini bisa diterima semua pihak di barat.

Kalaupun memang susah untuk membawa & menampilkan rempah-rempah fresh ke luar negeri, bisa dibuat dalam kemasan bubuk tetapi natural alami tidak ditambah bahan-bahan kimia atau pengawet.

INTERPRETASI WISATA INDONESIA
Oleh karena itu, interpretasi pertama dari pencerahan di atas adalah setiap tujuan lokasi destinasi Indonesia yang akan dipasarkan harus mampu mengangkat seni dapur masakan yang "local, native, indigenous & authentic", lengkap dengan kisah (cerita)  makanannya.

Pengertiannya bukan memasarkan atau mengandalkan makanan yang sama dengan destinasi lain, bahkan yang mempunyai kesamaan dengan negara tetangga.

Lebih-lebih lagi setiap tujuan lokasi memiliki kekayaan & keberagaman seni dapur masakan yang berbeda dengan destinasi lain.

Kedua, interpretasi kedua dari pencerahan di atas, setiap promosi lokasi destinasi Indonesia harus mengandalkan keberagaman kekayaan rempah dalam bumbu masakan mereka yang bisa menjadi nilai tambah selain bingkai "local, native, indigenous & authentic" makanan setempat.

Terakhir, memperkenalkan & mempromosikan pemasak (profesional & otodidak) yang membuat "local, native, indigenous & authentic" makanan tersebut.

Selain keberagaman kekayaan seni dapur masakan tersebut, nilai tambah lain yang bisa diangkat adalah dengan memperkenalkan kisah (cerita) kekayaan keberagaman tradisi acara kuliner Indonesia, antara lain :
1. Tradisi masakan Bali, masakan Banten & Sunda, masakan Betawi, masakan Jawa, masakan Kalimantan, masakan Minangkabau, masakan Aceh, masakan Karo, masakan Batak dan lain sebagainya.
2. Tradisi makan bersama di Indonesia yang beragam asalnya seperti Banten (Babancakan), Minangkabau (Bajamba), Kutai (Baseprah), Bali (Megibung), Sunda (Bancakan, Botram, Ngaliwet), Palembang (Ngobeng) dan sebagainya.
3. Tradisisi minum teh di Indonesia yang beragam asalnya seperti dari Jawa (Teh Poci), Sunda (Nyaneut), Karaton Yogyakarta (Patehan) dan Betawi (Nyahi)

PENUTUP
Pada kenyatannya hampir semua daerah di Indonesia mengadaptasi keberagaman masakan daerah lain, tapi yang benar-benar unik dan asli sulit ditiru di tempat lain, sehingga perlu melakukan perjalanan ke asal makanan tersebut untuk menemukan "hal yang nyata."

Pecinta makanan bisa mendapatkan makanan Aceh atau masakan Sunda di mana saja, tetapi akankah merasakan hal yang sama di daerah lain dengan yang mereka nikmati di daerah asalnya ?

Pastinya tidak, karena mereka tidak merasakan rasa dan suasana tempat yang sama yang tidak dapat ditiru di tempat lain. Apalagi kalau sudah bicara soal  bumbu rempah "local, native, indigenous & authentic" dari makanan tersebut.

Teristimewa jika bicara soal yang mengolahnya, mereka ingin mencicipi dari pemasak yang asli. Banyak wisatawan manca negara maupun Nusantara tergugah ingin melihat sekilas siapa yang memasak dan bagaimana tentang kisah kehidupan dan keluarganya

Banyak kuliner Indonesia memiliki pengalaman yang unik dan berkesan sehingga akan memikat pengunjung datang kembali.

Sehingga keberagaman dan keunikan kuliner di masing-masing daerah akan dapat membantu meningkatkan kekuatan makanan dalam pariwisata Indonesia menuju kesuksesan di masa depan

Inilah yang dimaksud dengan "local, native, indigenous & authentic" dari masing-masing makanan lokasi destinasi itu dengan mengandalkan kisah (cerita) serta keberagaman kekayaan rempah dalam bumbu masakan mereka.

Disinilah nilai jual wisata keberlanjutan baru Indonesia nantinya setelah pasca Covid-19.

Jakarta, 2 Juni 2020
IndraKarona Ketaren
Indonesian Gastronomy Association (IGA)