".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Friday 12 June 2020

Kuliner Indonesia Pasca Pandemi

Pandemik Covid19 telah membentuk sebuah Tatanan Dunia Baru atau Tatanan Kehidupan Baru, dimana kehidupan manusia telah berubah dan manusia dituntut bersepakat mengadaptasi perilaku dan sikap baru tersebut.

Kita harus pahami, intisari dari pandemik itu sendiri yang menentukan timelinenya adalah Covid-19, baik waktu terjadinya dan begitu pula tahapannya.

Manusia terpaksa harus menghentikan segala macam aktifitas (alias terputus), sehingga yang terjadi sebetulnya, manusia sedang menghadapi proses pembekuan kehidupan.

Perlu disadari kondisi virus itu masih ada dan vaksin belum ditemukan. Perilaku masyarakat terhadap protokol keselamatan dan kesehatan membuat penyebaran Covid-19 hanya melambat.

Kita melihat, bencana pandemik Covid-19 telah mengubah kondisi masyarakat dunia akibat dampak kebijakan larangan bepergian untuk mencegah penyebaran Corona.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, hampir 90% populasi dunia sekarang tinggal di negara-negara dengan pembatasan perjalanan. 

Terkait bisnis makanan (kuliner atau boga) di Indonesia, sektor yang menyerap banyak lapangan kerja, awalnya ikut terpengaruh & terkena imbasnya serta sangat terpukul akibat pandemik Covid-19 yang sulit diprediksi kapan akan berakhir.

Semula sektor makanan (kuliner atau boga) diperkirakan akan mendapatkan pukulan paling parah sehingga mempengaruhi sektor penyokong lainnya, seperti pertanian, perikanan, peternakan, pasar pangan, jasa delivery & jasa lainnya yang terkait.

Terlihat ada sekian ribu restoran, cafe, rumah makan & jajan jalanan tutup atau terpaksa berhenti operasionalnya dan ada ratusan ribu pekerja dirumahkan atau terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Namun sejak 3 (tiga) bulan terakhir, untuk sektor kuliner ada secercah harapan pemulihan (rebound back) dengan meningkatnya pesan-antar (on line), walaupun nilai penjualannya turun sedikit.

Ke depan model pembelian pesan-antar (on line) akan lebih cocok dan efisien akibat konsumen menghindari eating out dan beralih ke layanan delivery.

Ini yang bagi banyak orang disebut sebagai virtual cuisine menggantikan physical culinary yang konvensional.

Dipastikan restoran, cafe,  rumah makan & jajan jalanan dan lain sebagainya, tidak akan lagi melayani makan di tempat (dine in). Trend ke depan, social gathering akan semakin sempit.

Virtual cuisine juga akan mengubah model gaya makan, mengingat selama ini konsumen memanfaatkan layanan delivery untuk jenis makanan indulgence (kesenangan) yaitu untuk pleasure dan enjoyment (seperti boba tea, pizza, burger, atau ayam geprek), akan bergeser ke utility (kegunaan) untuk kebutuhan rutin sehari-hari. Dari pemesanan sesekali (occasional) ke pemesanan berulang (habitual/routine).

Konsep virtual cuisine sekarang berkembang dengan adanya platform Cloud Kitchen (CK). Cloud Kitchen menggeser pemikiran dari restoran yang padat modal dan repot tempat, menuju dapur yang ringan modal dan bebas tempat.

Platform Cloud Kitchen (CK) adalah sebuah dapur kolektif yang terdiri atas berbagai macam kumpulan restoran.  

Cloud Kitchen sering juga disebut sebagai dapur satelit atau ghost kitchen yang merupakan model restoran dengan konsep hanya menawarkan jasa delivery saja dan tidak menyediakan fasilitas makan di tempat (dine in).

Di dalam dapur satelit CK tersedia ruang kerja berupa dapur besar dengan fasilitas lengkap yang bisa digunakan untuk memasak macam-macam menu dari berbagai restoran.

Konsep dapur di dalamnya mirip dengan konsep co-working space yang memang sedang populer belakangan ini.

Dengan menggunakan konsep ini, proses pengantaran makanan ke pelanggan akan relatif lebih singkat dibanding dengan pemesanan di restoran konvensional, karena Cloud Kitchen menyediakan layanan delivery yang langsung dilakukan oleh pihak restoran yang bekerja sama dengan layanan antar pesan-antar (on line) pihak ketiga.

Kalau Cloud Kitchen (CK) berupa sekumpulan restoran dengan dapur kolektif (satelit) dari berbagai restoran, maka virtual cuisine punya platform lain lagi yakni Online Food Ordering (OFO) yang beroperasi tanpa restoran.

Dapur OFO hanya bangun tempat produksi yang bisa di sembarangan tempat (lokasi) dengan juga kekuatan marketing sales via online. OFO kerap disebut sebagai the world’s largest internet restaurant company.

Model Online Food Ordering melakukan pemberontakan pada status quo bisnis restoran yang tinggi pada keperluan modal, repot pada menentukan lokasi. Bangun restoran itu tempatnya harus strategis, areanya harus luas, akhirnya biaya tempatnya akan mahal.

Platform Online Food Ordering menggeser pemikiran dari restoran yang padat modal dan repot tempat, menuju dapur yang ringan modal dan bebas tempat.

Berbeda dengan OFO yang memiliki dapur yang relatif minim area, dan tidak perlu tempat strategis. Bagi OFO kekuatan mereka ada di jasa delivery online yang bisa masuk ke lokasi dapur manapun & mobil logistik yang bisa drop bahan baku.

Dengan adanya Cloud Kitchen & Online Food Ordering bisa dikatakan persaingan tidak dapat dihindarkan antar pegiat penjualan makanan online CK & OFO yang ramai-ramai listing di marketplace.

Untuk diketahui puluhan ribu anak bangsa Indonesia sebagai pedagang makanan pemula (start up atau beginner) mencari peruntungan di dunia traffic pasar maya.

Bangunan traffic mampu membangun keramaian dan mengajak pembeli masuk ke pasar maya karena dianggap lebih rapi transaksinya serta memberi jaminan keamanan bagi pembeli.

Lama kelamaan pemain besar akan masuk & ini persaingan berikutnya. Pedagang makanan pemula yang membentuk CK & OFO dengan melisting produk & jasanya di pasar maya, jelas akan kalah dengan pemain besar yang lebih kompetitif di rasa dan harga serta mampu mengorganisir dengan cepat pegiat penjualan makanan lainnya.

Ini yang disebut dengan hack market dimana pemain besar masuk dan hadir dengan menggeser pasar maya pedagang makanan pemula. Konsumen di cross selling dengan produk lain yang lebih kompetitif di rasa dan harga karena mereka memiliki visual yang lebih baik dan sangat memukau.

Disini yang bicara adalah alam ekonomi pasar bebas yang melegalkan setiap entitas bisnis untuk bersaing terbuka dan keras di lapangan.

Pertarungannya nanti sudah jelas, siapa yang kuat dalam men-engage (mengikutsertakan) pelanggan yang setia maupun konsumen baru, siapa yang kuat di cita rasa, siapa yang kuat dalam struktur biaya, siapa yang kompetitif dalam harga, dia yang akan bertahan dalam persaingan ini.

Pedagang makanan pemula Indonesia harus membangun sikap positif dalam menghadapi hack market ini dan mulai berfikir membangun dirinya sendiri dalam urusan dapur dan urusan perut masyarakat agar mereka sebagai  start up atau beginner bisa berdiri sendiri menjadi sebuah andalan bagi bangsanya.

Sebagai penutup, dengan adanya virtual cuisine, perlu diingat food and man menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia, terutama bagi dunia gastronomi Indonesia. Bicara makan memang diperlukan rasa (taste), tetapi ada hal yang lebih penting pula terkait masalah nutrition.

Banyak chef Indonesia, dan bahkan di dunia, yang hanya mengetahui tentang technical dan method memasak saja. Sebatas mengetahui masak yang enak dan garnishing yang indah, namun lemah dengan pengetahuan yang lain, terutama mengenai nutrition.

Dengan adanya new formal protocol diharapkan para chef Indonesia dapat meningkatkan pengetahuan mereka dimana gastronomi dapat lebih berperang penting mengenai nutrition ini.

Jakarta, 12 Juni 2020

IndraKarona Ketaren

Co-Founders

Indonesian Gastronomy Association (IGA)