Salah satunya makanan khas suku Karo adalah “Terites”, sejenis makanan yang bahan dasarnya secara kasar adalah makanan yang telah berada dalam usus lembu. Terites atau sebagian masyarakat lain lebih mengenalnya dengan sebutan "Pagit-Pagit" merupakan salah satu makanan yang menurut suku lain adalah hal yang aneh dan mungkin menjijikkan.
Secara singkat deskripsi biologis yang dimaksud dengan terites adalah sebagai berikut:
Sapi atau lembu adalah sejenis mamalia yang memamah biak yang mana mengunyah makanan sebanyak dua kali sebelum menjadi kotoran sebenarnya (feces).
Makanan yang telah dikunyah pertama oleh lembu masuk ke reticulum lembu. Ketika lembu nantinya istirahat maka makanan yang dari reticulum tersebut dikunyah kembali oleh lembu di mulutnya kemudian dimasukkan ke perut ke dua yang disebut rumen.
Dalam rumen inilah berbagai enzim pencernaan lembu bercampur dengan makanannya jadi sari makanan, nutrisi, enzim pencernaan masih banyak disini karena disini hanya pencampuran.
Sedangkan penyerapan ada di usus ketiga (usus halus) dan kotoran aslinya ada di usus nomor empat.
Terites sendiri diambil dari usus kedua jadi secara biologis memungkinkan banyak terdapat nutrisi, enzim disana, bukan kotoran yang sebenarnya seperti yang diperbincangkan banyak orang selama ini.
Namun ada juga masyarakat Karo yang membuat terites tidak hanya dari lembu saja tapi dari kambing dan kerbau juga. Ketiga makhluk tersebut memang sama dalam proses pencernaannya. Tapi yang paling sering dibuat menjadi tersites adalah dari lembu atau sapi. Orang luar banyak menyebut terites ini dengan sebutan soto Karo karena memang mirip dengan soto. Tapi sedikit berbeda dengan rasa dan aroma.
Terites ini didominasi oleh aroma sari dari usus lembu tersebut.
Bahan terites diambil dari lambung kedua sapi (atau lembu dalam sebutan masyarakat Karo). Dalam istilah biologinya dikenal dengan istilah rumen namun dalam orang Karo disebut tuka si peduaken (usus nomor dua).
Terites adalah makanan yang dimasak dengan beragam bumbu secara suku Karo. Seperti asal katanya, yakni pagit berarti pahit, rasanya memang agak sedikit cenderung ke pahit karena bahannya sari rumput dari usus lembu dan juga bumbu lain yang umumnya terasa pahit juga.
Terites ini memiliki bahan dasar sari (perasan air) dari usus lembu tersebut, bungke yang banyak (rimbang), sere, daun ubi, asam yang banyak, jahe, cingkam (kulit kayu hutan yang rasanya juga pahit) dan bulung-bulung kerangen (sejenis daun-daun kayu hutan yang banyak ragamnya tapi memang untuk dikonsumsi).
Terites sendiri dimasak minimal selama tiga jam dalam api kadang dimasak sampai enam jam. Terites ini juga dicampur dengan babat, kikil dan daging dari lembu tersebut ketika dimasak.
Beragam makna makan terites juga ada dalam masyarakat Karo. Makna tersebut ada yang berupa mitos dan ada juga yang berupa fakta.
Bagi masyarakat Karo, makna dari makanan terites tersebut antara lain secara garis besarnya dapat mengobati berbagai macam penyakit (persepsi masyarakat, bukan medis); antara lain: penyakit maag, masuk angin dan meningkatkan nafsu makan.
Makna budaya yaitu bagaimana terites dapat menggambarkan budaya atau tradisi ritual tetap berjalan yang didasarakan atas kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi dan sebagai makna ritual budaya.