".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Wednesday, 8 October 2014

Selayang Pandang Identitas AGI

Akademi Gastronomi Indonesia (AGI) merupakan satu komunitas nirlaba yang bukan merupakan wadah asosiasi / ikatan profesi, badan usaha pendidikan atau organisasi kemasyarakatan secara umum. AGI merupakan sindikasi yang menghimpun kalangan pecinta, penikmat, pemerhati dan penilai upaboga (atau disebut juga sebagai “gastronom”) dengan perhatian khusus kepada pengetahuan, seni, budaya dan sejarah dari warisan ragam hidangan (kuliner) nusantara. Pada intinya AGI mempelajari tentang kuliner warisan tradisional Indonesia dalam kaitannya dengan kreatifitas, kebudayaan & kearifan lokal dengan penekanan kepada “Indonesian Traditional Cuisine Heritage”.

AGI adalah satu-satunya komunitas gastronomi di Asia Tenggara yang mempunyai keterkaitan dengan International Academy Gastronomy (IAG) yang berpusat di Paris yang kesemua anggotanya memakai kata "Akademi" sebagai branding sindikasi mereka seperti juga di Indonesia. Anggotanya ada di berbagai manca negara, khususnya di Eropa Barat & Amerika Serikat,  yang terdiri dari berbagai kalangan masyarakat dengan kemapanan ekonomi tertentu. Anggotanya mempunyai hobi (kegemaran) terhadap masakan - makanan tradisional (& modifikasi) serta tentang keahlian memasak. Seperti juga di negara lain, jumlah anggota AGI terbatas yang recruitmentnya atas dasar undangan yang tidak boleh melebihi angka koridor 200 orang walau saat ini masih dibatas angka 150 orang.

Keyakinan AGI, rahasia sukses kuliner masa depan ada di catatan masakan-makanan masa lalu. Jika kita dapat menggali dan menemukan resep tradisional para leluhur, maka kuliner Indonesia akan bisa jaya sekaligus bisa mengiringi modernisasi global, karena sebenarnya lestarinya keberadaan kuliner masa kini berasal dari kekayaan resep asli dan tradisi warisan masa lalu.

Bagi AGI warisan tradisional hidangan masakan - makanan para leluhur merupakan salah satu unsur pembentuk kemandirian dari kedaulatan pangan rakyat Indonesia yang secara kebathinan merupakan ciri identitas dan jati diri Bangsa Indonesia.

Salah besar jika kita menilai makanan hanya merupakan suatu cara untuk mengenyangkan perut. Dalam konteks kebudayaan bangsa, pada umumnya makanan tidak pernah semata-mata hanya sebagai pasokan gizi dan nutrisi untuk pertahanan kehidupan jasmaniah, melainkan juga ada nilai budaya yang terkait di dalamnya, seperti struktur sosial, sistem religi, dan sistem ekonomi. Disamping itu pada awalnya tradisi seni masak - makanan merupakan bentuk persembahan masyarakat lokal dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan sehingga erat kaitannya dengan religi atau kepercayaan masyarakat setempat.

Makanan merupakan bagian dari manusia, kebudayaan dan lingkungannya. Dalam perspektif budaya, makanan merupakan sebuah identitas, representasi dan produksi dari kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Pola makan dan jenis makanan masyarakat dapat menggambarkan perilaku gaya hidup terhadap lingkungan dan sistem-sistem sosial masyarakat pendukungnya. Makanan secara budaya, menggambarkan identitas lokal suatu pendukung budaya yang mencirikan lingkungan dan kebiasaan, serta menggambarkan representasi, regulasi, konsumsi dan produksi.

Historiografis makanan di Indonesia identik dengan kebudayaan, karena manusia tidak akan pernah lepas dari makan yang merupakan pola budaya suatu masyarakat. Asal-usul masakan Indonesia, kejadian, karakteristik, pengaruh, teknik memasak, bahan baku, gaya & seni memasak -nya dipengaruhi oleh etnik lokal dengan beragam campuran seni kuliner etnik pendatang yakni dari India, Timur Tengah, Cina, Jepang dan bangsa Eropa seperti Portugis, Belanda maupun Inggris.

Dengan demikian pada dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada keanekaragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal oleh kebudayaan masyarakat setempat serta pengaruh etnik pendatang asing.

Indonesia dikenal akan kekayaan budaya yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Indonesia memiliki beragam suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat, seni budaya dan bahasa yang khas. Belasan ribu pulau, ribuan kuliner, ratusan etnik, belasan ribu suku dengan bahasa, dialeg dan budaya yang berbeda, menjadi daya tarik bagi masyarakat dunia. Untuk diketahui, ada lebih dari 300 kelompok etnis di Indonesia atau tepatnya 1,340 suku di berbagai daerah, yang memiliki suku asli atau sub-suku pribumi yang mendiami tanah leluhur Indonesia sejak jaman dahulu.

Kesemua kelompok etnis ini memiliki berbagai macam jenis masakan hidangan tradisional kuliner. Namun sayangnya catatan kuna mengenai makanan di bumi nusantara ini tidak banyak terkoleksi secara tertulis. Saat ini di Indonesia tercatat ada 748 bahasa yang digunakan namun tidak lebih dari 1,2% catatan tertulis kuna tentang kuliner yang dimiliki bangsa ini.

Banyak masakan di Nusantara, tetapi minim sekali pencatatan resmi mengenainya, menyebabkan tulisan sejarah kuliner negeri ini menjadi sulit digali. Pemerintah Indonesia sendiri di tahun 1967 pernah menerbitkan buku tentang resep-resep masakan Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang berjudul "Mustika Rasa" berisikan 1600 aneka resep masakan, namun buku ini belum dapat dikatakan lengkap, walaupun bisa dikatakan merupakan pertanggungjawaban resmi Pemerintah demi negara dan bangsa sebagai sumbangan bagi pusaka warisan tradisional kuliner Indonesia. Dengan jumlah pulau, suku dan bahasa sebanyak itu, tercatat saat ini secara resmi oleh almarhum Suryatini Ganie ada lebih kurang 5,000 jumlah aneka resep masakan makanan kuliner di Indonesia, sedangkan yang belum tercatat masih ada puluhan ribu jumlahnya.

Makanan tradisional merupakan salah satu kekayaan budaya yang harus digali kembali sebagai salah satu aset kultural melalui revitalisasi dan proses-proses transformasi. Hal ini perlu dilakukan untuk mengimbangi serbuan jenis makanan asing, sebagai dampak pasar bebas dan globalisasi. Makanan tradisional semakin tidak popular dan kalah bersaing dengan makanan asing, sudah semestinya harus ada usaha untuk mempopulerkannya kembali. Apabila ada anggapan bahwa kurang populernya makanan tradisional Indonesia disebabkan terlalu banyak varian dan cara masak yang terlalu lama, sudah tentu bukan suatu penilaian yang benar dan perlu diragukan kesahihannya.

Globalisasi membawa pengaruh besar yang cukup signifikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya pada perubahan selera masyarakat akan cita rasa makanan. Dampak tersebut membentuk pola pikir dan perilaku yang berbeda dengan masyarakat pada jaman dulu. Asumsi ini bukan sekedar wacana. Tidak dapat dipungkiri warisan resep masakan tradisional masa lampau kini kurang mendapat perhatian dalam masyarakat. khususnya di kalangan generasi muda. Kemungkinan fenomena itu terjadi karena pandangan terhadap "warisan tradisional" sebagai suatu kebudayaan sudah ketinggalan jaman, padahal jika dicermati kandungan dan keunggulannya secara mendalam, peninggalan masa lampau memberikan informasi kepada generasi berikutnya terkait dengan kebudayaan masa lampau.

Menurunnya minat masyarakat terhadap makanan tradisional menunjukkan mulai terjadinya degradasi bangsa. Bangsa luar (asia dan barat) bangga memiliki resep makanan sendiri yang diwarisi sebagai kearifan lokal, bahkan resep itu dapat dipromosikan ke seluruh dunia. Berbeda halnya dengan bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman resep masakan mulai meninggalkan warisan tradisional dan mengejar resep masakan bangsa lain. Hilangnya resep masakan nusantara sekaligus menghilangkan identitas bangsa berkaitan dengan masakan khas mereka sebagai produk budaya.

Kemiskinan identitas budaya ini semakin terlihat hari demi hari disekitar kita, walaupun masih ada beberapa masyarakat yang mengetahui resep masakan tersebut, tetapi sebagian besar resep ini diwarisi secara turun-menurun melalui pengalaman mereka secara lisan. Bangsa yang kehilangan identitas cenderung larut dalam perkembangan globalisasi yang pengaruhnya terlihat dari gaya berpakaian, gaya berperilaku termasuk di dalamnya gaya dalam memilih menu makanan.

Menurunnya minat masyarakat terhadap makanan tradisional tampak pada menipisnya antusiasme masyarakat untuk memperkuat jati dirinya dimana makanan merupakan salah satu identitas bangsa yang mulai ditinggalkan. Berbeda halnya dengan bangsa lain, senantiasa memperkenalkan kebudayaan mereka kepada dunia terkait dengan makanan sebagai salah satu identitas mereka. Jika hal ini terus berlangsung, maka kebudayaan Indonesia semakin lama akan semakin terkikis oleh kebudayaan asing. Hilangnya resep masakan warisan tradisional sekaligus menghilangkan identitas bangsa berkaitan dengan masakan khas nusantara sebagai suatu produk budaya yang bernafaskan kearifan lokal diwarisi secara turun menurun.

Pengembalian identitas bangsa itu dapat dilakukan dengan mengembalikan minat masyarakat, khususnya generasi muda, dengan cara merubah pemahaman terhadap pentingnya pelestarian makanan khas nusantara sebagai warisan budaya; yakni dengan mengenalkan kembali resep masakan tradisional warisan leluhur bangsa Indonesia kepada khalayak luas. Sosialisasi resep masakan leluhur dapat dilakukan dengan mengajak segenap para pemangku yang berkepentingan merekonstruksi penyajiannya ke arah modern namun tetap mempertahankan ciri sebagai resep masakan tradisional. Hal ini untuk meningkatkan daya saing terhadap perkembangan jenis masakan asing yang telah ada dewasa ini.

Rekonstruksi yang dimaksud adalah penyajian resep masakan dengan mengambil pola penyajian menu modern berupa penampilan gambar yang telah memanfaatkan teknologi yang ada untuk mempercantik tampilan sehingga menimbulkan daya tarik untuk mencobanya. Rekonstruksi itu hanya pada tampilannya saja, sedangkan untuk bumbu-bumbu tetap dipertahankan, sehingga ciri khas dari resep tradisional tetap bertahan.

Dengan demikian resep masakan tradisional perlu didesain sesuai dengan perkembangan jaman, namun tidak meninggalkan ciri khas dari masakan tradisional tersebut. Meningkatnya kecintaan masyarakat terhadap resep masakan yang telah diwarisi sejak turun-temurun akan menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap identitas bangsanya. Terlebih resep masakan tersebut mampu mempengaruhi resep makanan secara global.

Untuk itu bisa dikatakan sumber kepribadian bangsa Indonesia diantaranya adalah tradisi (adat istiadat, kearifan lokal atau warisan leluhur) yang bisa menjadi pondasi pembentuk kepribadian ke-Indonesia-an kita. Kemerdekaan barulah sejati, jikalau dengan kemerdekaan itu kita dapat "menjaga dan merawat" kepribadian kita sendiri. Unsur-unsur dari luar harus dianggap hanya sebagai pemegang fungsi pembantu belaka, pendorong, stimulans, bagi kegiatan kita sendiri, keringat Indonesia sendiri. Kebijakan kuliner Indonesia dengan penekanan kepada “Kearifan Gastronomi Lokal” merupakan peta ekonomi kreatif bangsa Indonesia dalam melestarikan warisan tradisional hidangan masakan-makanan para leluhur yang mempunyai asal usul sejarah, nilai ritual, nilai religi, filosofi, identitas dan akar jati diri kebangsaan.

Akademi Gastronomi Indonesia ada di halaman kearifan gastronomi lokal (local genius) karena yang diperjuangkan adalah pelestarian warisan tradisional hidangan masakan-makanan para leluhur yang merupakan satu mata rantai dari kekayaan pangan lokal Indonesia.

Namun perjuangan ini semua bukan hanya ada di wilayah kekuasaan Pemerintah, walaupun Pemerintah harus berperan secara pro-aktif sebagai suporter dan katalisator. Sudah saatnya merangkul inisiatif kerjasama dengan gerakan segenap komponen masyarakat, media (cetak, online & Tv) dan gerakan filantropi di Indonesia untuk bahu-membahu turut membangkitkan pelestarian kearifan gastronomi lokal bangsa ini. Upaya itu dengan mengajak saling bekerja sama mengembangkan pemberdayaan gastro-kuliner di Indonesia, mengingat upaya ini tidak mungkin hanya dilakukan oleh orang-perseorangan, maupun oleh satu dua kelompok atau organisasi atau oleh Pemerintah saja. Tantangan masalahnya terlalu besar. Belum adanya infrastruktur kelembagaan dan kebijakan yang mendukung dan mendorong secara intensif, dirasakan perlu ada usaha-usaha yang efektif dan terarah dari berbagai komponen pelaku dan pendukung di Indonesia untuk menghimpun, menyatukan dan memperkuat gerak langkah bersama dalam menghadapai tantangan pelestarian gastro-kuliner di negeri ini. Kontribusi segenap komponen masyarakat, media (cetak, online & Tv) dan gerakan filantropi dalam bidang gastro-kuliner Indonesia sangat potensial bagi bangsa ini, khususnya bila daya kemampuan mereka ditransformasikan menjadi sesuatu yang lebih berarti.

Perlu diketahui, AGI berbeda dengan organisasi kuliner lainnya yang ada di Indonesia. Perjuangan AGI adalah untuk mengangkat dan melestarikan warisan tradisional kuliner Indonesia yang sejak negeri ini merdeka, belum ada satupun organisasi kuliner di Indonesia melakukannya. Perjuangan AGI adalah untuk kepentingan "merah putih" Indonesia yang kami lihat pelestarian budaya warisan tradisional kuliner para leluhur bangsa ini sudah hampir menurun daya tariknya akibat pengaruh teknologi, modernisasi dan globalisasi yang sudah membuka lebar batasan suatu negara dengan negara lain. Akibatnya kemampuan pendidikan dan kepemimpinan bangsa ini dalam bicara mengenai budaya dan identitas warisan tradisional kuliner bangsa dirasakan belum maksimal sama sekali.

Memang banyak organisasi kuliner di Indonesia (seperti Assosiasi Culinary Professional Indonesia , Ikatan Ahli Boga Indonesia, Indonesian Food and Beverage Executive Club,  Asosisasi Perusahaan Jasaboga Indonesia, Dewan Rempah Indonesia, Komunitas Buah dan Sayur Lokal, Indonesia Food and Beverage Manager Association) atau sekolah kuliner seperti STP Sahid Jaya Jakarta, UPI Bandung, STP Bali, STP Bandung dan lain-lain; tetapi bisa dikatakan kesemua organisasi itu belum secara spesifik bicara mengenai gastronomi apalagi mengenai warisan tradisional para leluhur bangsa. Organisasi yang ada hanya bicara sebatas "business, resep masakan dan pengetahuan seni hidangan" tanpa melihat asal usul sejarah, budaya, ritual, ke-ekonomian bagi masyarakat maupun manfaat gastronomi bagi pendidikan bangsa kedepannya.

Saat ini ada lebih kurang ada puluhan riibu para ahli juru masa profesional di Indonesia yang sebagian besar bisa dikatakan sewaktu masa pendidikan di sekolahnya maupun melakukan pekerjaan setelah selesai sekolah, terjun di bidang kuliner resep masyarakat barat. Mereka memang bicara tentang resepi Indonesia dan mengetahui kuliner Indonesia tetapi sebagian kecil didapat di bangku pendidikan. Mereka belajar semua itu di luar sekolah dan bereksperimen dengan apa adanya tanpa melihat bahwa di hidangan masakan makanan Indonesia memiliki unsur ritual, sejarah, adat istiadat maupun pesan-pesan para lehuhur.

Jakarta 9 Oktober 2014
Indra Ketaren