Akademi Gastronomi Indonesia (AGI) merupakan satu komunitas nirlaba yang bukan merupakan wadah asosiasi / ikatan profesi, badan usaha pendidikan atau organisasi
kemasyarakatan secara umum. AGI merupakan sindikasi yang menghimpun
kalangan pecinta, penikmat, pemerhati dan penilai upaboga (atau disebut
juga sebagai “gastronom”) dengan perhatian khusus kepada pengetahuan,
seni, budaya dan sejarah dari warisan ragam hidangan (kuliner)
nusantara. Pada intinya AGI mempelajari tentang kuliner warisan
tradisional Indonesia dalam kaitannya dengan kreatifitas, kebudayaan
& kearifan lokal dengan penekanan kepada “Indonesian Traditional
Cuisine Heritage”.
AGI adalah satu-satunya komunitas gastronomi
di Asia Tenggara yang mempunyai keterkaitan dengan International Academy
Gastronomy (IAG) yang berpusat di Paris yang kesemua anggotanya memakai
kata "Akademi" sebagai branding sindikasi mereka seperti juga di
Indonesia. Anggotanya ada di berbagai manca negara, khususnya di Eropa
Barat & Amerika Serikat, yang terdiri dari berbagai kalangan
masyarakat dengan kemapanan ekonomi tertentu. Anggotanya mempunyai hobi
(kegemaran) terhadap masakan - makanan tradisional (& modifikasi)
serta tentang keahlian memasak. Seperti juga di negara lain, jumlah
anggota AGI terbatas yang recruitmentnya atas dasar undangan yang tidak
boleh melebihi angka koridor 200 orang walau saat ini masih dibatas
angka 150 orang.
Keyakinan AGI, rahasia sukses kuliner masa depan
ada di catatan masakan-makanan masa lalu. Jika kita dapat menggali dan
menemukan resep tradisional para leluhur, maka kuliner Indonesia akan
bisa jaya sekaligus bisa mengiringi modernisasi global, karena
sebenarnya lestarinya keberadaan kuliner masa kini berasal dari kekayaan
resep asli dan tradisi warisan masa lalu.
Bagi AGI warisan
tradisional hidangan masakan - makanan para leluhur merupakan salah satu
unsur pembentuk kemandirian dari kedaulatan pangan rakyat Indonesia
yang secara kebathinan merupakan ciri identitas dan jati diri Bangsa
Indonesia.
Salah besar jika kita menilai makanan hanya merupakan
suatu cara untuk mengenyangkan perut. Dalam konteks kebudayaan bangsa,
pada umumnya makanan tidak pernah semata-mata hanya sebagai pasokan gizi
dan nutrisi untuk pertahanan kehidupan jasmaniah, melainkan juga ada
nilai budaya yang terkait di dalamnya, seperti struktur sosial, sistem
religi, dan sistem ekonomi. Disamping itu pada awalnya tradisi seni
masak - makanan merupakan bentuk persembahan masyarakat lokal dan
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan sehingga erat kaitannya dengan religi
atau kepercayaan masyarakat setempat.
Makanan merupakan bagian
dari manusia, kebudayaan dan lingkungannya. Dalam perspektif budaya,
makanan merupakan sebuah identitas, representasi dan produksi dari
kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Pola makan dan jenis makanan
masyarakat dapat menggambarkan perilaku gaya hidup terhadap lingkungan
dan sistem-sistem sosial masyarakat pendukungnya. Makanan secara budaya,
menggambarkan identitas lokal suatu pendukung budaya yang mencirikan
lingkungan dan kebiasaan, serta menggambarkan representasi, regulasi,
konsumsi dan produksi.
Historiografis makanan di Indonesia
identik dengan kebudayaan, karena manusia tidak akan pernah lepas dari
makan yang merupakan pola budaya suatu masyarakat. Asal-usul masakan
Indonesia, kejadian, karakteristik, pengaruh, teknik memasak, bahan
baku, gaya & seni memasak -nya dipengaruhi oleh etnik lokal dengan
beragam campuran seni kuliner etnik pendatang yakni dari India, Timur
Tengah, Cina, Jepang dan bangsa Eropa seperti Portugis, Belanda maupun
Inggris.
Dengan demikian pada dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada keanekaragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal oleh kebudayaan masyarakat setempat serta pengaruh etnik pendatang asing.
Dengan demikian pada dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada keanekaragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal oleh kebudayaan masyarakat setempat serta pengaruh etnik pendatang asing.
Indonesia dikenal akan kekayaan
budaya yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Indonesia memiliki beragam
suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat, seni budaya dan
bahasa yang khas. Belasan ribu pulau, ribuan kuliner, ratusan etnik,
belasan ribu suku dengan bahasa, dialeg dan budaya yang berbeda, menjadi
daya tarik bagi masyarakat dunia. Untuk diketahui, ada lebih dari 300
kelompok etnis di Indonesia atau tepatnya 1,340 suku di berbagai daerah,
yang memiliki suku asli atau sub-suku pribumi yang mendiami tanah
leluhur Indonesia sejak jaman dahulu.
Kesemua kelompok etnis ini
memiliki berbagai macam jenis masakan hidangan tradisional kuliner.
Namun sayangnya catatan kuna mengenai makanan di bumi nusantara ini
tidak banyak terkoleksi secara tertulis. Saat ini di Indonesia tercatat
ada 748 bahasa yang digunakan namun tidak lebih dari 1,2% catatan
tertulis kuna tentang kuliner yang dimiliki bangsa ini.
Banyak
masakan di Nusantara, tetapi minim sekali pencatatan resmi mengenainya,
menyebabkan tulisan sejarah kuliner negeri ini menjadi sulit digali.
Pemerintah Indonesia sendiri di tahun 1967 pernah menerbitkan buku
tentang resep-resep masakan Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang
berjudul "Mustika Rasa" berisikan 1600 aneka resep masakan, namun buku
ini belum dapat dikatakan lengkap, walaupun bisa dikatakan merupakan
pertanggungjawaban resmi Pemerintah demi negara dan bangsa sebagai
sumbangan bagi pusaka warisan tradisional kuliner Indonesia. Dengan
jumlah pulau, suku dan bahasa sebanyak itu, tercatat saat ini secara
resmi oleh almarhum Suryatini Ganie ada lebih kurang 5,000 jumlah aneka
resep masakan makanan kuliner di Indonesia, sedangkan yang belum
tercatat masih ada puluhan ribu jumlahnya.
Makanan tradisional
merupakan salah satu kekayaan budaya yang harus digali kembali sebagai
salah satu aset kultural melalui revitalisasi dan proses-proses
transformasi. Hal ini perlu dilakukan untuk mengimbangi serbuan jenis
makanan asing, sebagai dampak pasar bebas dan globalisasi. Makanan
tradisional semakin tidak popular dan kalah bersaing dengan makanan
asing, sudah semestinya harus ada usaha untuk mempopulerkannya kembali.
Apabila ada anggapan bahwa kurang populernya makanan tradisional
Indonesia disebabkan terlalu banyak varian dan cara masak yang terlalu
lama, sudah tentu bukan suatu penilaian yang benar dan perlu diragukan
kesahihannya.
Globalisasi membawa pengaruh besar yang cukup
signifikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya pada
perubahan selera masyarakat akan cita rasa makanan. Dampak tersebut
membentuk pola pikir dan perilaku yang berbeda dengan masyarakat pada
jaman dulu. Asumsi ini bukan sekedar wacana. Tidak dapat dipungkiri
warisan resep masakan tradisional masa lampau kini kurang mendapat
perhatian dalam masyarakat. khususnya di kalangan generasi muda.
Kemungkinan fenomena itu terjadi karena pandangan terhadap "warisan
tradisional" sebagai suatu kebudayaan sudah ketinggalan jaman, padahal
jika dicermati kandungan dan keunggulannya secara mendalam, peninggalan
masa lampau memberikan informasi kepada generasi berikutnya terkait
dengan kebudayaan masa lampau.
Menurunnya minat masyarakat
terhadap makanan tradisional menunjukkan mulai terjadinya degradasi
bangsa. Bangsa luar (asia dan barat) bangga memiliki resep makanan
sendiri yang diwarisi sebagai kearifan lokal, bahkan resep itu dapat
dipromosikan ke seluruh dunia. Berbeda halnya dengan bangsa Indonesia
yang memiliki keanekaragaman resep masakan mulai meninggalkan warisan
tradisional dan mengejar resep masakan bangsa lain. Hilangnya resep
masakan nusantara sekaligus menghilangkan identitas bangsa berkaitan
dengan masakan khas mereka sebagai produk budaya.
Kemiskinan
identitas budaya ini semakin terlihat hari demi hari disekitar kita,
walaupun masih ada beberapa masyarakat yang mengetahui resep masakan
tersebut, tetapi sebagian besar resep ini diwarisi secara turun-menurun
melalui pengalaman mereka secara lisan. Bangsa yang kehilangan identitas
cenderung larut dalam perkembangan globalisasi yang pengaruhnya
terlihat dari gaya berpakaian, gaya berperilaku termasuk di dalamnya
gaya dalam memilih menu makanan.
Menurunnya minat masyarakat
terhadap makanan tradisional tampak pada menipisnya antusiasme
masyarakat untuk memperkuat jati dirinya dimana makanan merupakan salah
satu identitas bangsa yang mulai ditinggalkan. Berbeda halnya dengan
bangsa lain, senantiasa memperkenalkan kebudayaan mereka kepada dunia
terkait dengan makanan sebagai salah satu identitas mereka. Jika hal ini
terus berlangsung, maka kebudayaan Indonesia semakin lama akan semakin
terkikis oleh kebudayaan asing. Hilangnya resep masakan warisan
tradisional sekaligus menghilangkan identitas bangsa berkaitan dengan
masakan khas nusantara sebagai suatu produk budaya yang bernafaskan
kearifan lokal diwarisi secara turun menurun.
Pengembalian
identitas bangsa itu dapat dilakukan dengan mengembalikan minat
masyarakat, khususnya generasi muda, dengan cara merubah pemahaman
terhadap pentingnya pelestarian makanan khas nusantara sebagai warisan
budaya; yakni dengan mengenalkan kembali resep masakan tradisional
warisan leluhur bangsa Indonesia kepada khalayak luas. Sosialisasi resep
masakan leluhur dapat dilakukan dengan mengajak segenap para pemangku
yang berkepentingan merekonstruksi penyajiannya ke arah modern namun
tetap mempertahankan ciri sebagai resep masakan tradisional. Hal ini
untuk meningkatkan daya saing terhadap perkembangan jenis masakan asing
yang telah ada dewasa ini.
Rekonstruksi yang dimaksud adalah
penyajian resep masakan dengan mengambil pola penyajian menu modern
berupa penampilan gambar yang telah memanfaatkan teknologi yang ada
untuk mempercantik tampilan sehingga menimbulkan daya tarik untuk
mencobanya. Rekonstruksi itu hanya pada tampilannya saja, sedangkan
untuk bumbu-bumbu tetap dipertahankan, sehingga ciri khas dari resep
tradisional tetap bertahan.
Dengan demikian resep masakan
tradisional perlu didesain sesuai dengan perkembangan jaman, namun tidak
meninggalkan ciri khas dari masakan tradisional tersebut. Meningkatnya
kecintaan masyarakat terhadap resep masakan yang telah diwarisi sejak
turun-temurun akan menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap identitas bangsanya. Terlebih resep masakan tersebut mampu
mempengaruhi resep makanan secara global.
Untuk itu bisa
dikatakan sumber kepribadian bangsa Indonesia diantaranya adalah tradisi
(adat istiadat, kearifan lokal atau warisan leluhur) yang bisa menjadi
pondasi pembentuk kepribadian ke-Indonesia-an kita. Kemerdekaan barulah
sejati, jikalau dengan kemerdekaan itu kita dapat "menjaga dan merawat"
kepribadian kita sendiri. Unsur-unsur dari luar harus dianggap hanya
sebagai pemegang fungsi pembantu belaka, pendorong, stimulans, bagi
kegiatan kita sendiri, keringat Indonesia sendiri. Kebijakan kuliner
Indonesia dengan penekanan kepada “Kearifan Gastronomi Lokal” merupakan
peta ekonomi kreatif bangsa Indonesia dalam melestarikan warisan
tradisional hidangan masakan-makanan para leluhur yang mempunyai asal
usul sejarah, nilai ritual, nilai religi, filosofi, identitas dan akar
jati diri kebangsaan.
Akademi Gastronomi Indonesia ada di halaman
kearifan gastronomi lokal (local genius) karena yang diperjuangkan
adalah pelestarian warisan tradisional hidangan masakan-makanan para
leluhur yang merupakan satu mata rantai dari kekayaan pangan lokal
Indonesia.
Namun perjuangan ini semua bukan hanya ada di wilayah
kekuasaan Pemerintah, walaupun Pemerintah harus berperan secara
pro-aktif sebagai suporter dan katalisator. Sudah saatnya merangkul
inisiatif kerjasama dengan gerakan segenap komponen masyarakat, media
(cetak, online & Tv) dan gerakan filantropi di Indonesia untuk
bahu-membahu turut membangkitkan pelestarian kearifan gastronomi lokal
bangsa ini. Upaya itu dengan mengajak saling bekerja sama mengembangkan
pemberdayaan gastro-kuliner di Indonesia, mengingat upaya ini tidak
mungkin hanya dilakukan oleh orang-perseorangan, maupun oleh satu dua
kelompok atau organisasi atau oleh Pemerintah saja. Tantangan masalahnya
terlalu besar. Belum adanya infrastruktur kelembagaan dan kebijakan
yang mendukung dan mendorong secara intensif, dirasakan perlu ada
usaha-usaha yang efektif dan terarah dari berbagai komponen pelaku dan
pendukung di Indonesia untuk menghimpun, menyatukan dan memperkuat gerak
langkah bersama dalam menghadapai tantangan pelestarian gastro-kuliner
di negeri ini. Kontribusi segenap komponen masyarakat, media (cetak,
online & Tv) dan gerakan filantropi dalam bidang gastro-kuliner
Indonesia sangat potensial bagi bangsa ini, khususnya bila daya
kemampuan mereka ditransformasikan menjadi sesuatu yang lebih berarti.
Perlu
diketahui, AGI berbeda dengan organisasi kuliner lainnya yang ada di
Indonesia. Perjuangan AGI adalah untuk mengangkat dan melestarikan
warisan tradisional kuliner Indonesia yang sejak negeri ini merdeka,
belum ada satupun organisasi kuliner di Indonesia melakukannya.
Perjuangan AGI adalah untuk kepentingan "merah putih" Indonesia yang
kami lihat pelestarian budaya warisan tradisional kuliner para leluhur
bangsa ini sudah hampir menurun daya tariknya akibat pengaruh teknologi,
modernisasi dan globalisasi yang sudah membuka lebar batasan suatu
negara dengan negara lain. Akibatnya kemampuan pendidikan dan
kepemimpinan bangsa ini dalam bicara mengenai budaya dan identitas
warisan tradisional kuliner bangsa dirasakan belum maksimal sama sekali.
Memang
banyak organisasi kuliner di Indonesia (seperti Assosiasi Culinary
Professional Indonesia , Ikatan Ahli Boga Indonesia, Indonesian Food and
Beverage Executive Club, Asosisasi Perusahaan Jasaboga Indonesia,
Dewan Rempah Indonesia, Komunitas Buah dan Sayur Lokal, Indonesia Food
and Beverage Manager Association) atau sekolah kuliner seperti STP Sahid
Jaya Jakarta, UPI Bandung, STP Bali, STP Bandung dan lain-lain; tetapi
bisa dikatakan kesemua organisasi itu belum secara spesifik bicara
mengenai gastronomi apalagi mengenai warisan tradisional para leluhur
bangsa. Organisasi yang ada hanya bicara sebatas "business, resep
masakan dan pengetahuan seni hidangan" tanpa melihat asal usul sejarah,
budaya, ritual, ke-ekonomian bagi masyarakat maupun manfaat gastronomi
bagi pendidikan bangsa kedepannya.
Saat ini ada lebih kurang ada
puluhan riibu para ahli juru masa profesional di Indonesia yang sebagian
besar bisa dikatakan sewaktu masa pendidikan di sekolahnya maupun
melakukan pekerjaan setelah selesai sekolah, terjun di bidang kuliner
resep masyarakat barat. Mereka memang bicara tentang resepi Indonesia
dan mengetahui kuliner Indonesia tetapi sebagian kecil didapat di bangku
pendidikan. Mereka belajar semua itu di luar sekolah dan bereksperimen
dengan apa adanya tanpa melihat bahwa di hidangan masakan makanan
Indonesia memiliki unsur ritual, sejarah, adat istiadat maupun
pesan-pesan para lehuhur.
Jakarta 9 Oktober 2014
Indra Ketaren