".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Sunday, 27 March 2016

Peralatan Memasak Suku Karo


Peralatan memasak suku Karo sangat sederhana dan biasanya disusun atau disangkutkan di atas langit langit tungku yang disebut para-para. Ada empat tungku masak yang masing-masing satu tungku digunakan untuk dua keluarga besisian.

Capah adalah tempat makan terbuat dari kayu bentuk bundar luas permukaan hampir dua kali piring makan kini.  Capah, tepatnya adalah piranti saji yang merupakan piring makan tradisional suku Karo yang berdiameter sekitar 30 - 35 cm yang terbuat dari kayu dan menjadi tempat makan dalam kebanyakan rumah tangga masyarakat Karo di masa lalu. Satu keluarga yang terdiri dari beberapa orang makan bersama dalam satu capah.

Begitu pula kudin taneh alias periuk tanah yang biasa digunakan untuk merebus sayur dan lauk.

Periuk tanah dan peralatan dapur termasuk capah piring makan ditempatkan di para-para tungku masak keluarga. Belut atau ikan lele sering juga disangkutkan di para-para untuk diasap menjadi awet sebagai persediaan lauk.

Dari tempat memasak ini ternyata banyak sekali muncul filosofi kebudayaan peralatan memasak Karo. Di setiap tungku terdapat lima batu yang dibentuk empat batu berbentuk segi empat dan satu batu lagi diletakkan di tengah, sehingga secara bersamaan bisa diletakkan dua periuk.

Lima batu ini melambangkan lima merga (marga) di Karo, yaitu Ginting, Sembiring, Tarigan, Karo-karo dan Perangin-angin. Sekali memasak digunakan tiga batu, yang menandakan jabatan anggota keluarga yang terbagi menjadi tiga (rakutna telu), yaitu kalimbubu, anak beru dan simbuyak.

Di atas tungku perapian terdapat para, yang terdiri dari lima lapis, yaitu masing-masing lapis secara berurut untuk tempat menyimpan ranting (kayu) api, periuk dan alat-alat memasak, bumbu dan bahan masakan, serta lapisan teratas tempat menyimpan padi.

Karena tinggal dalam satu atap, maka pewarisan budaya dan tata krama kepada generasi muda pada saat itu lebih cepat dan seragam. Ada sembilan perilaku yang sangat dilarang keras dilakukan oleh generasi muda, karena melanggar kesopanan dan budaya Karo. Aturan ini masih dijalankan hingga sekarang.

Perilaku yang dilarang itu adalah sumbang perkundul (cara duduk yang tidak sopan), sumbang pengerana (cara berbicara yang tidak sopan/kasar), sumbang pengenen (cara melihat yang tidak baik), sumbang perpan (cara makan yang tidak sopan), dan sumbang perdalan (cara berjalan yang tidak baik).

Perilaku lain yang dilarang yaitu sumbang pendahin (pekerjaan yang dibenci orang), sumbang perukuren (cara berpikir yang jelek), sumbang peridi (cara mandi yang dilarang oleh adat istiadat) dan sumbang perpedem (cara tidur yang tidak baik).