".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Thursday 30 July 2015

Andaliman


Ingat permen pop rock? Kembang gula mirip bulir-bulir beras yang kondang di kalangan anak sekolah dasar itu menciptakan sensasi hebat. Ketika dikunyah, lidah terasa bergetar. Sensasi serupa, meski sebetulnya daya getarnya tergolong ringan, muncul saat mencocol sambal yang diberi buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) yang tumbuh terbatas di Desa Lumbanrau, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.

Bergetar? Ya, penduduk setempat menyebut demikian. Sesungguhnya sensasi yang muncul adalah rasa getir dan pedas. Kombinasi rasa itu mendorong kelenjar saliva memproduksi liur melimpah meskipun tak sampai menetes. Kalau sambal diberi lebih banyak andaliman, efek getarnya lebih kuat sampai lidah terasa kelu. Efek getar itu sesungguhnya upaya menahan rasa pedas dari tanaman berbau mint itu.

Sensasi rasa itu yang membuat masyarakat Batak sejak lama menyukai andaliman. Hampir semua masakan batak seperti arsik (ikan mas bumbu kuning) dan sangsang pasti memakai andaliman sebagai bumbu sambal. Andaliman memang memberi citarasa pedas. Pedasnya membuat lidah baal atau kelu.

Sejatinya buah andaliman yang sosoknya mirip lada atau merica: bulat kecil hijau dan saat tua kehitaman, merupakan rempah. Aromanya seperti jamu. Untuk menghilangkan bau jamu itu masyarakat Batak biasa menambahkan asam sundai (sejenis jeruk lemon yang rasanya sangat masam) yang akan membuat aroma lemon lebih mendominasi.

Efek rasa andaliman akan lebih nikmat ketika dimasak dengan darah yang dibekukan dengan jeruk asam.

Buku Prosea (Plant Resource of South East Asia: Spices) menyebutkan daun dan buah zanthoxylum dipakai sebagai pemberi rasa masakan. Namun tentang spesies acanthopodium tidak ada keterangan. Demikian pula dalam buku K. Heyne (Tanaman Berguna Indonesia). Di sana tidak ada secuil informasi soal andaliman. Yang paling mendekati anggota keluarga Rutaceae itu kerabatnya Polycias anisum. Ia disebutkan sebagai pohon kecil sebesar pohon delima yang tumbuhan itu liar dan terbatas yang penyebarannya di Danau Toba dan sekitarnya. Buahnya memiliki bau khas seperti adas, tetapi rasa itu cepat hilang.

Titik terang muncul saat pelacakan lewat jurnal-jurnal farmasi. Tumbuhan yang hidup subur di atas 1.200 m dpl itu mempunyai sifat antibakteri (Salmonella typhy, Shigella dysentriae, dan Escherichia coli). Sumbernya senyawa polifenolat, monoterpen dan seskuiterpen, serta kuinon. Selain itu dalam andaliman terdapat kandungan minyak asiri seperti geraniol, linalool, cineol, dan citronellal. Yang terakhir, yakni citronellal, menimbulkan kombinasi bau mint dan lemon.

Sesungguhnya andaliman lebih terkenal di Asia seperti di China, Jepang, Korea, dan India. Sebutan kerennya (szechuan pepper). Prosea menyebutkan andaliman sebagai tumbuhan asli China. Di negeri Tirai Bambu itu andaliman dicampur untuk makanan mapo-berkuah. Masyarakat Sin Jiang muslim menggerus andaliman dengan lada, ketumbar, dan garam-semuanya disangrai-lalu dijadikan cocolan daging panggang.

Di Jepang dan Korea andaliman dijadikan hiasan atau dipakai menambah rasa pedas pada sup dan mi. Masyarakat Gujarat, Goa, dan Maharashtra di India selalu menyelipkan andaliman sebagai bumbu ikan. Karena banyak yang menyukainya, andaliman tak hanya dijajakan di pasar tradisional seperti Pasar Senen di Jakarta Pusat, tapi ia sudah menembus negeri Amerika Serikat.

Andaliman hanya satu dari beberapa bumbu istimewa di tanahair. Masyarakat Dayak Kenyah Oma Longh Desa Setulang di Kalimantan Timur, misalnya, memanfaatkan daun tanaman (Pycnarrhena) yang berbentuk oval untuk penyedap rasa. Lantaran rasanya gurih tanaman merambat itu disebut bekey. Daunnya ditumbuk lalu dimasukkan dalam sup ikan.

Pemanfaatan serupa dilakukan masyarakat Desa Saripoi, Kabupaten Murungraya, Kalimantan Tengah. Hampir seluruh masyarakat Kalimantan memanfaatkan genus Pycnarrhena. Oleh sebab itu pycnarrhena itu menjadi tanaman wajib ditanam di halaman samping rumah yang jumlahnya tidak banyak, biasanya hanya 2-3 tanaman.

Selain bekey, penyedap rasa lain yang dipakai masyarakat Dayak Benuaq, Kutai Barat, Kalimantan Timur, adalah kayu bawang (Scorodocarpus borneensis). Beralasan lapisan dalam kulit kayu mengeluarkan aroma seperti bawang merah. Sayang, nasib kayu bawang tak sebagus bekey. Di Kecamatan Kenohan pohon itu banyak ditebangi untuk diambil kayu dan kulitnya. Andaliman, bekey, dan kayu bawang memang menjadi bumbu penyedap masakan. Mereka perlu dieksplorasi lagi agar manfaat lain bisa terungkap. 

Tulisan ini diambil dari artikel Lastioro Anmi Tambunan