Ada
pendapat yang mengatakan bahwa "pertumbuhan
di masa depan ada di industri kreatif". Industri kreatif adalah
kegiatan ekonomi generasi baru dalam eksploitasi tekhnologi media, pengetahuan
dan informasi. Dalam berbagai pembicaraan pelakunya kerap disebut sebagai
industriawan budaya (Hesmondhalgh 2002) atau ekonom kreatif (Howkins 2001).
Di berbagai
negara, industri kreatif sedang tumbuh pesat, karena kemampuannya dalam
menambah angka lapangan pekerjaan dan produk domestik bruto (PDB).
Saat
ini industri kreatif menjadi semakin penting dalam membangun perekonomian
dunia. Malah ada yang berpendapat "kreativitas
manusia adalah sumber utama daya ekonomi," (Florida 2002) dan "industri abad kedua puluh satu akan bergantung
kepada kreativitas dan inovasi "(Landry & Bianchini 1995).
Sebelum
membahas keterkaitan gastronomi dan kreatifitas, sebaiknya dipahami terlebih
dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan kreatifitas itu sendiri, ekonomi
kreatif dan industri kreatif.
a.
Kreatifitas
Kreatifitas adalah kemampuan untuk
menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru dan asli. Ini berarti
produk akhirnya dibuat oleh satu atau lebih dengan ide dan penemuan yang
bersifat personal, asli dan bermakna.
Dalam kata lain, kreatifitas adalah
daya cipta atau inspirasi dari bakat seseorang yang semua manusia memilikinya.
Semua manusia memiliki kemampuan alami untuk menjadi kreatif tapi tidak semua
menyadari bahwa mereka bisa kreatif.
Kreatifitas manusia
adalah sumber daya cipta yang hampir tak terbatas. Kreatifitas adalah bakat
inspirasi yang bisa memberi keuntungan dari sumber daya yang tak terbatas.
Setiap manusia berkreasi
dalam beberapa cara. Setiap manusia memiliki potensi kreatif, seperti berolahraga dan bernyanyi, yang
ujung-ujungnya dapat berubah menjadi sesuatu yang berharga.
Kreativitas (atau
daya cipta) sering dipahami sebagai ekspresi artistik. Menurut Teresa Amabile
(1998), masyarakat cenderung mengasosiasikan kreatifitas dengan seni dan
menganggapnya sebagai ekspresi ide yang sangat asli.
Padahal ide asli
bukan konsep baru dalam dunia bisnis. Dalam dunia bisnis, orisinalitas saja tidak
cukup memadai. Produk inovasi suatu ide kreatif harus sesuai, berguna dan bisa
ditindaklanjuti secara ekonomis.
Inspirasi kreatifitas
dan produk dari ekspresi artistik, merupakan hasil budi daya seniman, desainer,
aktor, penyanyi dan sebagainya yang memiliki "bakat" khusus, tetapi
belum tentu menghasilkan pasar keekonomian apalagi melihat sumber daya-nya agak
terbatas.
Teresa Amabile (1998) mengatakan bahwa
kreativitas adalah fungsi yang terdiri dari tiga komponen yang satu sama lain
saling kondusif dalam produksi kreativitas, yakni : keahlian, keterampilan
berpikir kreatif, dan motivasi.
Keahlian menyangkut pengetahuan atau
keterampilan. Sedangkan keterampilan berpikir kreatif adalah penggunaan
pengetahuan dengan cara yang asli untuk menciptakan sesuatu yang baru atau
berbeda. Motivasi menentukan apa yang akan dilakukan. Dengan keahlian dan
berpikir kreatif, orang memiliki kemampuan untuk menjadi kreatif tetapi mereka
juga harus merasa termotivasi untuk menjadi kreatif.
Kreatifitas dapat didefinisikan sebagai ekonomi kreatif yang
mempunyai nilai ekonomi karena pasokan produk dan jasa kreatifnya memiliki
nilai budaya dan pengalaman dan oleh karena itu dapat juga didefinisikan
sebagai industri kreatif. Produk kreatif adalah produk nyata atau jasa dengan
nilai tak berwujud (intagible).
Kreatifitas bukanlah aset nyata, melainkan kebaikan bersama yang menjadi
sumber daya tak terbatas yang harus selalu diberi diperbarui dan dipelihara -
atau dengan kata lain akan hilang jika tidak selalu di eksplorasi.
Kreatifitas merupakan kemampuan manusia dalam pengertian sebagai kelas
kreatif yang anggotanya memiliki tugas khusus untuk menciptakan dan menjadi
kreatif.
Kreatifitas masih agak baru dan bidang yang belum dijelajahi secara
mendalam. Kreatifitas bukanlah konsep baru, tetapi apa yang baru adalah
konsepsi kreatifitas sebagai bakat, yang dapat dibudidayakan dan dipelajari
seperti belajar menggunakan mesin, komputer, dll. Oleh karena itu perlu
ditelusuri konsep kreatifitas.
Jika usaha manusia muncul selalu fokus pada optimalisasi, maka fokusnya
sekarang harus mengoptimalkan kreatifitas, yaitu upaya terus menerus dalam
kemampuan manusia untuk tetap menjadi kreatif.
Dengan demikian pengertian
mengintegrasikan kreatifitas dalam bisnis dan budi daya sebagai alat strategis
masih agak baru. Apalagi gagasan mengintegrasikan dan menumbuhkan kreatifitas
sebagai alat strategis, dan kemampuan bawaan manusia, juga agak baru.
Untuk memahami
kreatifitas ekspresi artistik itu sebagai produksi kreatif secara bisnis, maka perlu
dieksplorasi bidang ekonomi kreatif dan industri kreatif guna memberi ruang
lingkup, kinerja dan implikasi sejarah sebagai suatu komoditas yang bisa
diperjual belikan.
b.
Ekonomi
Kreatif
Bisnis adalah semua
tentang mengoptimalkan produk akhir, terutama mengoptimalkan daya kinerja kerja manusia.
Sebagai contoh, proses
industri dimulai dari penggunaan bahan baku yang diolah secara fisik dengan
penggunaan mesin bertekhnologi menjadi sebuah produk akhir. Kinerja manusia
terletak pada teknologi intelektualnya yang menempatkan informasi dan
pengetahuan sebagai komoditas unggulan untuk proses produk akhir. Kecerdasan
kreatifitas, pengalaman dan wawasan pengetahuan manusia, adalah kunci dari
keberhasilan perputaran roda industri ini.
Begitu juga proses roda produk ekonomi kreatif lahir dari rangkaian kecerdasan kreatifitas, pengalaman dan wawasan pengetahuan manusia.
Istilah ekonomi
kreatif diperkenalkan oleh John Howkins (2002). Bagi Howkins, ekonomi kreatif
adalah upaya menggabungkan kreativitas dan ekonomi untuk menciptakan nilai yang
luar biasa dengan berfokus pada kreativitas sebagai alat aktif mengalahkan
kompetisi.
Menurut Howkins
(2002), orang yang bekerja dengan ide-ide akan menjadi lebih kuat
daripada orang yang bekerja dengan mesin. Richard Florida mendukung gagasan Howkins,
dan mengatakan "kreativitas manusia
adalah sumber daya ekonomi utama." (Florida 2003: xiii).
Ekonomi kreatif
adalah sumber daya intelektual manusia yang kemampuannya dapat dibudidayakan
dan digunakan secara ekonomis. Kreativitas adalah bakat yang harus hadir di
kedua pikiran dan tindakan manusia yang dapat menjadi aset ekonomi, ketika
upaya kreatif itu menghasilkan produk atau jasa.
Kreativitas adalah
produk ekonomi baru yang menciptakan nilai ekonomi dimana produk dan jasanya
memiliki aset tidak berwujud (intangible) yang harus dilindungi dengan hukum
kekayaan intelektual.
Ada 15 (lima belas)
sektor ekonomi kreatif, yakni : periklanan, arsitektur, seni,
kerajinan, desain, fashion, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan,
penelitian dan pengembangan, perangkat lunak, mainan dan permainan, TV dan
radio, serta video game (John Howkins 2002).
Ada
pula yang beranggapan industri pendidikan termasuk yang membentuk bagian dari ekonomi kreatif,
meskipun rujukannya belum diakui secara internasional.
Sedangkan
perlindungan kreativitas dilakukan dalam hukum kekayaan intelektual, hak cipta,
paten, merek dagang dan desain.
c.
Industri
Kreatif
Komoditas
utama industri kreatif adalah bagaimana menciptakan manusia menjadi kreatif
dengan kreasi mereka, baik itu berbentuk produk tangible (nyata) maupun jasa
yang mempunyai nilai intangible (tidak berwujud).
Produk
(tangible) maupun jasa (intangible) tersebut harus mempunyai novel (cerita),
original (asli), dan nilai artistik (berseni), yang batasan faktor itu
ditentukan oleh para kritikus profesional dan pemangku kepentingan terkait.
Ranah
produksi industri kreatif hanya dihargai jika mempunyai hasil akhir (final
outcome). Artinya setiap input kreatif yang belum bisa dieksplorasi menjadi
sesuatu hasil akhir, maka potensi itu belum bisa dikatakan sebagai komoditas
industri kreatif.
Produksi industri kreatif berbasis barang dan jasa pelayanan
yang memliki isi yang kreatif, yang secara luas dikaitkan dengan budaya, seni
atau hiburan yang ditawarkan.
Produk akhirnya antara lain berupa seperti buku dan penerbitan
majalah, seni visual, seni pertunjukan, rekaman suara, periklanan, bioskop dan
film TV, bahkan fashion dan mainan dan video game.
Industri
kreatif harus dibedakan dengan industri budaya yang merupakan produksi bermakna
sosial dan kurang menekankan nilai kreatif, seperti penyiaran, film, aspek isi
dari industri internet, musik, cetak dan penerbitan elektronik, video dan
permainan komputer, iklan dan pemasaran.
Seperti juga
ekonomi kreatif , industri kreatif dan industri budaya tidak saling eksklusif,
karena ada kesamaan satu sama lain dan cara kerjanya saling melengkapi. Sebuah
produk industri kreatif dapat saja memiliki nilai budaya, dan produk industri
budaya dapat memiliki nilai kreatif.
Produk atau jasa
industri kreatif itu tidak secara otomatis memiliki nilai budaya, karena
industri kreatif lebih peduli dengan fungsi dan produk akhir kreatifnya,
sedangkan produk industri budaya lebih peduli dengan pengaruh nilai budaya dari
produk akhirnya.
Produksi industri
kreatif sering menuntut keterampilan atau kerajinan, karena kedua unsur itu
membentuk dasar nyata untuk produksi.
Produk industri kreatif dapat memiliki nilai tidak berwujud (intangible)
tetapi nilai itu belum tentu dianggap sebagai karya seni.
Beberapa produksi
industri kreatif dapat merupakan sebuah hasil tugas yang telah ditetapkan
sebelumnya, yang kemudian diketahui dari tujuan dan maksudnya tidak bisa
dikatakan sebagai kasus seni kreatifitas.
Misalnya seorang
arsitek disewa untuk merancang sebuah bangunan, tapi hasilnya kurang kreatif
karena tugasnya telah ditetapkan sebelumnya dengan tujuan dan maksud yang sudah
ada.
Rancang bangun
arsitek itu adalah contoh sebuah kreativitas, karena kualitasnya yang inovatif
dan novel, tetapi mungkin tidak akan dianggap sebagai sebuah karya seni karena
produk kreatifnya berbeda dan tidak mempunyai makna simbolik yang dapat dinilai
pada aspek intangible-nya.
d.
Kelas
Kreatif
Rekayasa yang
mengolah kreatifitas sebagai sebuah kekuatan ekonomi, telah melahirkan apa yang
dikatakan Richard Florida (2003) adanya masyarakat “kelas kreatif” (the creative class), yang saat ini mendominasi
dalam menentukan pertumbukan ekonomi akibat keunggulan kompetitif yang mereka
miliki.
Perbedaan
masyarakat kelas kreatif dan kelas-kelas lainnya, adalah bahwa anggota kelompok
kreatif adalah mereka yang dibayar untuk menjadi kreatif.
Tidak seperti mereka yang dibayar
untuk memenuhi tugas-tugas yang telah ditetapkan. Orang-orang di kelas kreatif
memiliki keleluasaan otonomi dan dihargai pengetahuan maupun kemampuannya untuk
melaksanakan tugas-tugas kreatif mereka.
Secara ekonomi, mereka disebut
sebagai profesional kreatif yang berfungsi untuk menciptakan ide-ide baru,
teknologi baru dan atau konten kreatif baru.
Para profesional kreatif ini dapat
ditemukan dalam ranah profesi hukum, bisnis dan keuangan maupun kesehatan serta
bidang-bidang lainnya.
Mereka terlibat dalam pemecahan
masalah yang kompleks yang melibatkan banyak penilaian independen dan
membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi atau modal kecerdasan manusia.
Mereka menggunakan kreatifitas
sebagai sumber daya dalam memperoleh keunggulan kompetitif, bukan karena efek
novel, dan inovatif yang ditampilkan bernilai ekonomi, tetapi juga
karena memiliki nilai budaya, original,
artistik, berpeluang
ekspor, dan pariwisata, sehingga mereka menjadi perhatian politik di berbagai
Negara.
e.
Gastronomi
Dalam Industri Kreatif
Salah satu
industri kreatif yang juga saat ini sedang booming secara global adalah
gastronomi (keahlian memasak), terutama di negara-negara barat.
Pada mulanya
gastronomi tidak diakui sebagai industri kreatif karena kurangnya pengakuan
terhadap domain keahlian memasak itu sendiri. Apalagi literatur tentang
gastronomi itu sendiri sebagai industri kreatif masih agak terbatas.
Saat itu gastronomi masih dianggap terlalu 'muda' untuk dianggap sebagai
industri kreatif, karena baru unsur produk tangible-nya (nyata) yang memenuhi,
sedangkan jasa nilai intangible (tidak berwujud) belum tampak jelas.
Namun setelah menelaah tulisan-tulisan dari John Howkins (The Creative
Economy by 2002), Richard Florida (The Creative Class 2003) dan Richard Caves
(The Creative Industries 2002), ditemukan seni (art) dan kerajinan (craft) tidak
bisa dipisahkan dalam gastronomi, walaupun produknya berbeda dengan industri
kreatifitas lainnya.
Para
akademisi dan intelektual profesional menyimpulkan gastronomi tidak berbeda
dari konsepsi normal kreativitas lainnya, dimana orang-orang kreatif berkembang
dengan kebebasan dan otonomi mereka masing-masing.
Gastronomi
diselenggarakan dengan cara struktural, hierarkis, berkualitas dan
berketrampilan. Gastronomi memiliki pengaruh budaya dan kesejarahan yang belum tentu
dimiliki komoditas industri kreatifitas lainnya.
Kinerja
gastronomi menggunakan akal, fikiran, ide maupun kreatifitas dalam mengerjakan,
mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan
sebuah nilai baru dari hasil pekerjaan tersebut.
Kaca mata
yang digunakan dalam memahami gastronomi sebagai industri kreatif adalah dengan
meletakkan keahlian memasak sebagai :
i.
Scope outcome produksi kreatif
(creative production) dari sisi ekonomi kreatifnya.
ii.
Kelas kreatif (creative class) dan industri kreatif (creative
industries), sebelum mengeksplorasi ruang lingkup kreativitas (input) dalam
proses kreatif dan kinerjanya.
Dengan
demikian kreasi-kreasi gastronomi mempunyai hasil akhir novel (cerita),
original (asli), dan nilai artistik (berseni), baik yang berbentuk tangible dan
bersifat intangible.
f.
Gastronomi Dalam Ekonomi
Kreatif
Sejauh
yang diketahui baru unsur karya "makanan" (boga) dan belum masuk ke
"gastronomi". Dua pengertian yang berbeda meskipun keduanya fokus di
makanan.
Jika
ada kepentingan politik untuk dimasukan, unsur pertama yang harus diangkat
adalah mencari "pemimpin kreatif" dari kalangan chef profesional dan
otodidak untuk dilatih kepemimpinannya bergaya transformasional.
Unsur
kedua yang harus dilakukan mencari, mengangkat dan mempetakan seni masakan dari
setiap daerah menjadi data ensiklopedia makanan bangsa Indonesia yang kemudian
dipromosikan secara nasional maupun internasional sebagai "the Indonesian
tourism gastronomic adventures".
Dengan
demikian bisa dikatakan seni keahlian makanan gastronomi adalah industri
kreatif yang memiliki nilai intrinsik, faktor sejarah, budaya, geografis,
sosial dan keuangan yang oleh karena merupakan bagian dari ekonomi kreatif.
Industri
kreatif gastronomi masih berkembang dan baru 40 tahun terakhir tumbuh subur di
belahan dunia barat meskipun strukturnya telah lahir 200 tahun silam, apalagi
studi tentang kepemimpinan kreatif itu sendiri juga masih relatif baru. Namun
perlu dicatat elemen penting dari kepemimpinan kreatif adalah adanya motif dan
sifat gairah, imajinatif, visi, kepercayaan, integrasi, transformasi, kreatif,
warisan, pengetahuan baru, mitos, energi, refleksi, keseimbangan dan paradoks.
Meskipun
Indonesia belum memasukan seni keahlian makanan gastronomi sebagai elemen
penting dalam industri ekonomi kreatif dan industri pariwisata, hendaknya perlu
dicatat secara alamiah gastronomi itu sudah berjalan dengan sendirinya meskipun
dikatakan sebatas sebagai "kuliner" yang seharus disebut sebagai
"boga" (makanan).
g.
Gastronomi
& Pemangku Kepentingan
Tahun
1998, gastronomi belum termasuk dalam koridor peta kegiatan industri kreatif
dari Kementerian Kebudayaan, Media & Olah Raga di Inggris. Bahkan, seni
masakan tidak termasuk dalam salah satu dari enam model kunci yang digunakan
Kementerian Britania Raya itu secara global untuk mengidentifikasi konstituen
dari industri kreatif (Throsby, 2007).
Sedangkan
di negara Perancis, Spanyol, Italia & Rusia - dari semenjak awal tahun
1970-an - seni masakan merupakan prioritas utama dari industri ekonomi kreatif
karena disadari pengelolaannya memberi sumbangsih yang cukup signifikan
terhadap produk domestik bruto dan membuka lapangan kerja baru di negara-negara
ini dengan kemunculan berbagai tempat makan dan minum di berbagai kota.
Namun
memasuki tahun 2000, hampir semua negara-negara di Europa Barat dan benua
Amerika, menekankan keahlian memasak dari gastronomi merupakan bagian
terpenting dari industri ekonomi kreatif masa depan negara mereka.
Kebijakan
ini terlebih dirasakan dengan hadirnya gerakan gaya seni masakan Nouvelle
Cuisine & Haute Cuisine dari sejumlah referensi chef berpengaruh dan
terkenal yang menampilkan konsistensi avant-garde cuisine.
Semenjak
itu, seni masakan gastronomi sudah mendarah daging dalam kebangkitan
kreativitas dalam industri budaya masyarakat barat, malah produknya sudah
sampai pada peringkat diekspor ke luar negeri (Lubow, 2003).
John
Howkins (2007) mendefinisikan dua makna utama kreatifitas dalam seni masakan
gastronomi yakni :
i.
Memberi karakter baru untuk sesuatu
(giving a new character to something)
ii.
Menciptakan sesuatu dari ketiadaan
(creating something from nothing)
Dalam
seni memasak, bahan baku yang dipakai dipilih secara hati-hati, disiapkan,
dikombinasikan dan diubah menjadi cita rasa baru dan bernilai bagi konsumen.
Selain
itu, chef memberi makna untuk makanan yang disajikan, bermain di ingatan
konsumen dan / atau memberikan narasi untuk dikonsumsi.
Dengan
demikian, dapat dikatakan karya seni masakan gastronomi adalah kreatifitas dari
sesuatu keahlian industri yang eksklusif, unik dan tidak bisa diragukan.
Di
Amerika Serikat sendiri, industri kreatif seni masakan gastronomi lebih
pragmatis dan sudah dinyatakan sebagai dogma yang mendarah daging dalam
pemahaman kreatifitas bangsa ini sehingga masuk dalam klasifikasi hak cipta
intelektual yang dilindungi.
h.
Peran
Apa Yang Dimainkan Pemimpin Kreatif Gastronomi
Bernard
Bass (1990) mengatakan ada dua bentuk utama gaya kepemimpinan, yakni :
i.
Kepemimpinan Transaksional yakni
gaya kepemimpinan yang mana untuk mencapai tujuan kelompok memasukkan unsur
transaksi kepada kelompok/karyawannya (seperti kenaikan gaji, pengakuan dan
kemajuan dalam pertukaran untuk kinerja yang baik atau hukuman dan tindakan
disiplin untuk kinerja yang buruk).
ii.
Kepemimpinan Transformasional yakni
gaya kepemimpinan yang mana untuk mencapai tujuan kelompok/karyawan memperluas
dan meningkatkan keterlibatan dengan jelas dan mengkomunikasikan tujuan untuk
mendapatkan penerimaan dengan memotivasi melihat melampaui kepentingan pribadi
demi kepentingan seluruh kelompok/karyawan.
Dalam
industri kreatif, gaya kepemimpinan transformasional sangat cocok dan kondusif
bagi pengembangan kelompok/karyawannya, karena ketrampilan diri chef mampu
memainkan 'variabel kontekstual' untuk mempromosikan dan menjaga kreatifitas
individu dan kelompok/karyawannya dalam struktur organisasi.
Seorang
chef harus mampu memamerkan keterampilan yang karismatiknya dengan
memaksimalkan komitmen dan kepercayaan kepada kelompok/karyawannya. Mereka
harus mencapai tujuan ini dengan menanamkan kepercayaan dan keyakinan kepada
kelompok/karyawannya melalui komunikasi yang intensif guna mencapai tujuan
bersama supaya masing-masing merasa berkontribusi secara maksimal. (Balazs,
2002).
Pemimpin
transformasional membantu pertumbuhan kelompok/karyawannya, mendengar lebih
banyak dan mempertimbangkan lebih luas dalam menghadapi tantangan yang harus
diselesaikan. Harus ada rasa "generativity" yang mendalam untuk
mengembangkan generasi berikutnya. Harus mempunyai kepemimpinan yang
konstruktif dan berteladan, mampu mengambil peran kebapakan, bertindak sebagai
seorang mentor dan senang mentransfer pengetahuannya kepada bawahan. Seorang
chef membantu kelompok/karyawannya mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dan
mengikat mereka dengan aspirasi pribadi dan karir berjenjang.
Dalam
interaksi seni memasak Nouvelle Cuisine & Haute Cuisine sangat diperlukan gaya
kepemimpinan transformasional ini, dalam arti chef memainkan peran
dominan sebagai pemimpin kreatif. Dalam rangka untuk tetap berada di peringkat
papan atas, seorang chef harus memiliki tim yang terbaik. Apa yang
membedakan pemimpin dan kelompok/karyawannya dari yang lain adalah bahwa chef
harus mampu membangun kelompok/karyawannya sebagai satu keluarga besar dan yang
terbaik (Ferran Adria of elBulli, di Oppenheim 2003)
Ucapan
karismatik ini khas dari master chef Ferran Adria of elBulli. Bagi Adria, chef
adalah "aktor seniman yang kreatif dan berdisiplin, seorang yang
terpelajar yang tergairah memajukan pengetahuan seni memasak kepada orang lain,
melebihi dari keinginannya mendapatkan pujian dan reputasi. Chef, bagi Adria,
adalah seseorang yang inklusif, bukan eksklusif dalam membangun identitasnya,
sehingga bisa dikenal reputasi keahliannya secara keseluruhan (Svejenova et al,
2006).