".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Saturday, 7 January 2017

Gastronomi & Kreatifitas

Ada pendapat yang mengatakan bahwa "pertumbuhan di masa depan ada di industri kreatif". Industri kreatif adalah kegiatan ekonomi generasi baru dalam eksploitasi tekhnologi media, pengetahuan dan informasi. Dalam berbagai pembicaraan pelakunya kerap disebut sebagai industriawan budaya (Hesmondhalgh 2002) atau ekonom kreatif (Howkins 2001).

Di berbagai negara, industri kreatif sedang tumbuh pesat, karena kemampuannya dalam menambah angka lapangan pekerjaan dan produk domestik bruto (PDB).

Saat ini industri kreatif menjadi semakin penting dalam membangun perekonomian dunia. Malah ada yang berpendapat "kreativitas manusia adalah sumber utama daya ekonomi," (Florida 2002) dan "industri abad kedua puluh satu akan bergantung kepada kreativitas dan inovasi "(Landry & Bianchini 1995).

Sebelum membahas keterkaitan gastronomi dan kreatifitas, sebaiknya dipahami terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan kreatifitas itu sendiri, ekonomi kreatif dan industri kreatif.

a.     Kreatifitas
Kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru dan asli. Ini berarti produk akhirnya dibuat oleh satu atau lebih dengan ide dan penemuan yang bersifat personal, asli dan bermakna. 

Dalam kata lain, kreatifitas adalah daya cipta atau inspirasi dari bakat seseorang yang semua manusia memilikinya. Semua manusia memiliki kemampuan alami untuk menjadi kreatif tapi tidak semua menyadari bahwa mereka bisa kreatif. 

Kreatifitas manusia adalah sumber daya cipta yang hampir tak terbatas. Kreatifitas adalah bakat inspirasi yang bisa memberi keuntungan dari sumber daya yang tak terbatas.

Setiap manusia berkreasi dalam beberapa cara. Setiap manusia memiliki potensi kreatif,  seperti berolahraga dan bernyanyi, yang ujung-ujungnya dapat berubah menjadi sesuatu yang berharga.

Kreativitas (atau daya cipta) sering dipahami sebagai ekspresi artistik. Menurut Teresa Amabile (1998), masyarakat cenderung mengasosiasikan kreatifitas dengan seni dan menganggapnya sebagai ekspresi ide yang sangat asli.

Padahal ide asli bukan konsep baru dalam dunia bisnis. Dalam dunia bisnis, orisinalitas saja tidak cukup memadai. Produk inovasi suatu ide kreatif harus sesuai, berguna dan bisa ditindaklanjuti secara ekonomis.

Inspirasi kreatifitas dan produk dari ekspresi artistik, merupakan hasil budi daya seniman, desainer, aktor, penyanyi dan sebagainya yang memiliki "bakat" khusus, tetapi belum tentu menghasilkan pasar keekonomian apalagi melihat sumber daya-nya agak terbatas.

Teresa Amabile (1998) mengatakan bahwa kreativitas adalah fungsi yang terdiri dari tiga komponen yang satu sama lain saling kondusif dalam produksi kreativitas, yakni : keahlian, keterampilan berpikir kreatif, dan motivasi.

Keahlian menyangkut pengetahuan atau keterampilan. Sedangkan keterampilan berpikir kreatif adalah penggunaan pengetahuan dengan cara yang asli untuk menciptakan sesuatu yang baru atau berbeda. Motivasi menentukan apa yang akan dilakukan. Dengan keahlian dan berpikir kreatif, orang memiliki kemampuan untuk menjadi kreatif tetapi mereka juga harus merasa termotivasi untuk menjadi kreatif.

Kreatifitas dapat didefinisikan sebagai ekonomi kreatif  yang mempunyai nilai ekonomi karena pasokan produk dan jasa kreatifnya memiliki nilai budaya dan pengalaman dan oleh karena itu dapat juga didefinisikan sebagai industri kreatif. Produk kreatif adalah produk nyata atau jasa dengan nilai tak berwujud (intagible).

Kreatifitas bukanlah aset nyata, melainkan kebaikan bersama yang menjadi sumber daya tak terbatas yang harus selalu diberi diperbarui dan dipelihara - atau dengan kata lain akan hilang jika tidak selalu di eksplorasi. 

Kreatifitas merupakan kemampuan manusia dalam pengertian sebagai kelas kreatif yang anggotanya memiliki tugas khusus untuk menciptakan dan menjadi kreatif.

Kreatifitas masih agak baru dan bidang yang belum dijelajahi secara mendalam. Kreatifitas bukanlah konsep baru, tetapi apa yang baru adalah konsepsi kreatifitas sebagai bakat, yang dapat dibudidayakan dan dipelajari seperti belajar menggunakan mesin, komputer, dll. Oleh karena itu perlu ditelusuri konsep kreatifitas.

Jika usaha manusia muncul selalu fokus pada optimalisasi, maka fokusnya sekarang harus mengoptimalkan kreatifitas, yaitu upaya terus menerus dalam kemampuan manusia untuk tetap menjadi kreatif.

Dengan demikian pengertian mengintegrasikan kreatifitas dalam bisnis dan budi daya sebagai alat strategis masih agak baru. Apalagi gagasan mengintegrasikan dan menumbuhkan kreatifitas sebagai alat strategis, dan kemampuan bawaan manusia, juga agak baru.

Untuk memahami kreatifitas ekspresi artistik itu sebagai produksi kreatif secara bisnis, maka perlu dieksplorasi bidang ekonomi kreatif dan industri kreatif guna memberi ruang lingkup, kinerja dan implikasi sejarah sebagai suatu komoditas yang bisa diperjual belikan.

b.     Ekonomi Kreatif
Bisnis adalah semua tentang mengoptimalkan produk akhir, terutama  mengoptimalkan daya kinerja kerja manusia.

Sebagai contoh, proses industri dimulai dari penggunaan bahan baku yang diolah secara fisik dengan penggunaan mesin bertekhnologi menjadi sebuah produk akhir. Kinerja manusia terletak pada teknologi intelektualnya yang menempatkan informasi dan pengetahuan sebagai komoditas unggulan untuk proses produk akhir. Kecerdasan kreatifitas, pengalaman dan wawasan pengetahuan manusia, adalah kunci dari keberhasilan perputaran roda industri ini.

Begitu juga proses roda produk ekonomi kreatif lahir dari rangkaian kecerdasan kreatifitas, pengalaman dan wawasan pengetahuan manusia.

Istilah ekonomi kreatif diperkenalkan oleh John Howkins (2002). Bagi Howkins, ekonomi kreatif adalah upaya menggabungkan kreativitas dan ekonomi untuk menciptakan nilai yang luar biasa dengan berfokus pada kreativitas sebagai alat aktif mengalahkan kompetisi.

Menurut Howkins (2002), orang yang bekerja dengan ide-ide akan menjadi lebih kuat daripada orang yang bekerja dengan mesin. Richard Florida mendukung gagasan Howkins, dan mengatakan "kreativitas manusia adalah sumber daya ekonomi utama." (Florida 2003: xiii).

Ekonomi kreatif adalah sumber daya intelektual manusia yang kemampuannya dapat dibudidayakan dan digunakan secara ekonomis.  Kreativitas adalah bakat yang harus hadir di kedua pikiran dan tindakan manusia yang dapat menjadi aset ekonomi, ketika upaya kreatif itu menghasilkan produk atau jasa.

Kreativitas adalah produk ekonomi baru yang menciptakan nilai ekonomi dimana produk dan jasanya memiliki aset tidak berwujud (intangible) yang harus dilindungi dengan hukum kekayaan intelektual.

Ada 15 (lima belas) sektor ekonomi kreatif, yakni : periklanan, arsitektur, seni, kerajinan, desain, fashion, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, penelitian dan pengembangan, perangkat lunak, mainan dan permainan, TV dan radio, serta video game (John Howkins 2002).

Ada pula yang beranggapan industri pendidikan termasuk yang membentuk bagian dari ekonomi kreatif, meskipun rujukannya belum diakui secara internasional.

Sedangkan perlindungan kreativitas dilakukan dalam hukum kekayaan intelektual, hak cipta, paten, merek dagang dan desain.

c.     Industri Kreatif
Komoditas utama industri kreatif adalah bagaimana menciptakan manusia menjadi kreatif dengan kreasi mereka, baik itu berbentuk produk tangible (nyata) maupun jasa yang mempunyai nilai intangible (tidak berwujud).

Produk (tangible) maupun jasa (intangible) tersebut harus mempunyai novel (cerita), original (asli), dan nilai artistik (berseni), yang batasan faktor itu ditentukan oleh para kritikus profesional dan pemangku kepentingan terkait.

Ranah produksi industri kreatif hanya dihargai jika mempunyai hasil akhir (final outcome). Artinya setiap input kreatif yang belum bisa dieksplorasi menjadi sesuatu hasil akhir, maka potensi itu belum bisa dikatakan sebagai komoditas industri kreatif.

Produksi industri kreatif berbasis barang dan jasa pelayanan yang memliki isi yang kreatif, yang secara luas dikaitkan dengan budaya, seni atau hiburan yang ditawarkan.

Produk akhirnya antara lain berupa seperti buku dan penerbitan majalah, seni visual, seni pertunjukan, rekaman suara, periklanan, bioskop dan film TV, bahkan fashion dan mainan dan video game.

Industri kreatif harus dibedakan dengan industri budaya yang merupakan produksi bermakna sosial dan kurang menekankan nilai kreatif, seperti penyiaran, film, aspek isi dari industri internet, musik, cetak dan penerbitan elektronik, video dan permainan komputer, iklan dan pemasaran.

Seperti juga ekonomi kreatif , industri kreatif dan industri budaya tidak saling eksklusif, karena ada kesamaan satu sama lain dan cara kerjanya saling melengkapi. Sebuah produk industri kreatif dapat saja memiliki nilai budaya, dan produk industri budaya dapat memiliki nilai kreatif.

Produk atau jasa industri kreatif itu tidak secara otomatis memiliki nilai budaya, karena industri kreatif lebih peduli dengan fungsi dan produk akhir kreatifnya, sedangkan produk industri budaya lebih peduli dengan pengaruh nilai budaya dari produk akhirnya.

Produksi industri kreatif sering menuntut keterampilan atau kerajinan, karena kedua unsur itu membentuk dasar nyata untuk produksi.  Produk industri kreatif dapat memiliki nilai tidak berwujud (intangible) tetapi nilai itu belum tentu dianggap sebagai karya seni.

Beberapa produksi industri kreatif dapat merupakan sebuah hasil tugas yang telah ditetapkan sebelumnya, yang kemudian diketahui dari tujuan dan maksudnya tidak bisa dikatakan sebagai kasus seni kreatifitas.

Misalnya seorang arsitek disewa untuk merancang sebuah bangunan, tapi hasilnya kurang kreatif karena tugasnya telah ditetapkan sebelumnya dengan tujuan dan maksud yang sudah ada.

Rancang bangun arsitek itu adalah contoh sebuah kreativitas, karena kualitasnya yang inovatif dan novel, tetapi mungkin tidak akan dianggap sebagai sebuah karya seni karena produk kreatifnya berbeda dan tidak mempunyai makna simbolik yang dapat dinilai pada aspek intangible-nya.

d.     Kelas Kreatif
Rekayasa yang mengolah kreatifitas sebagai sebuah kekuatan ekonomi, telah melahirkan apa yang dikatakan Richard Florida (2003) adanya masyarakat “kelas kreatif” (the creative class), yang saat ini mendominasi dalam menentukan pertumbukan ekonomi akibat keunggulan kompetitif yang mereka miliki.

Perbedaan masyarakat kelas kreatif dan kelas-kelas lainnya, adalah bahwa anggota kelompok kreatif adalah mereka yang dibayar untuk menjadi kreatif.

Tidak seperti mereka yang dibayar untuk memenuhi tugas-tugas yang telah ditetapkan. Orang-orang di kelas kreatif memiliki keleluasaan otonomi dan dihargai pengetahuan maupun kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas kreatif mereka. 

Secara ekonomi, mereka disebut sebagai profesional kreatif yang berfungsi untuk menciptakan ide-ide baru, teknologi baru dan atau konten kreatif baru.

Para profesional kreatif ini dapat ditemukan dalam ranah profesi hukum, bisnis dan keuangan maupun kesehatan serta bidang-bidang lainnya.

Mereka terlibat dalam pemecahan masalah yang kompleks yang melibatkan banyak penilaian independen dan membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi atau modal kecerdasan manusia.

Mereka menggunakan kreatifitas sebagai sumber daya dalam memperoleh keunggulan kompetitif, bukan karena efek novel, dan inovatif yang ditampilkan bernilai ekonomi, tetapi juga karena memiliki nilai budaya, original, artistik, berpeluang ekspor, dan pariwisata, sehingga mereka menjadi perhatian politik di berbagai Negara.

e.     Gastronomi Dalam Industri Kreatif
Salah satu industri kreatif yang juga saat ini sedang booming secara global adalah gastronomi (keahlian memasak), terutama di negara-negara barat.

Pada mulanya gastronomi tidak diakui sebagai industri kreatif karena kurangnya pengakuan terhadap domain keahlian memasak itu sendiri. Apalagi literatur tentang gastronomi itu sendiri sebagai industri kreatif masih agak terbatas.

Saat itu gastronomi masih dianggap terlalu 'muda' untuk dianggap sebagai industri kreatif, karena baru unsur produk tangible-nya (nyata) yang memenuhi, sedangkan jasa nilai intangible (tidak berwujud) belum tampak jelas. 

Namun setelah menelaah tulisan-tulisan dari John Howkins (The Creative Economy by 2002), Richard Florida (The Creative Class 2003) dan Richard Caves (The Creative Industries 2002), ditemukan seni (art) dan kerajinan (craft) tidak bisa dipisahkan dalam gastronomi, walaupun produknya berbeda dengan industri kreatifitas lainnya.

Para akademisi dan intelektual profesional menyimpulkan gastronomi tidak berbeda dari konsepsi normal kreativitas lainnya, dimana orang-orang kreatif berkembang dengan kebebasan dan otonomi mereka masing-masing.

Gastronomi diselenggarakan dengan cara struktural, hierarkis, berkualitas dan berketrampilan. Gastronomi memiliki pengaruh budaya dan kesejarahan yang belum tentu dimiliki komoditas industri kreatifitas lainnya. 

Kinerja gastronomi menggunakan akal, fikiran, ide maupun kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai baru dari hasil pekerjaan tersebut.

Kaca mata yang digunakan dalam memahami gastronomi sebagai industri kreatif adalah dengan meletakkan keahlian memasak sebagai :
      i.         Scope outcome produksi kreatif (creative production) dari sisi ekonomi kreatifnya.
     ii.         Kelas kreatif (creative class) dan industri kreatif (creative industries), sebelum mengeksplorasi ruang lingkup kreativitas (input) dalam proses kreatif dan kinerjanya.

Dengan demikian kreasi-kreasi gastronomi mempunyai hasil akhir novel (cerita), original (asli), dan nilai artistik (berseni), baik yang berbentuk tangible dan bersifat intangible.

f.      Gastronomi Dalam Ekonomi Kreatif 
Sejauh yang diketahui baru unsur karya "makanan" (boga) dan belum masuk ke "gastronomi". Dua pengertian yang berbeda meskipun keduanya fokus di makanan.

Jika ada kepentingan politik untuk dimasukan, unsur pertama yang harus diangkat adalah mencari "pemimpin kreatif" dari kalangan chef profesional dan otodidak untuk dilatih kepemimpinannya bergaya transformasional.

Unsur kedua yang harus dilakukan mencari, mengangkat dan mempetakan seni masakan dari setiap daerah menjadi data ensiklopedia makanan bangsa Indonesia yang kemudian dipromosikan secara nasional maupun internasional sebagai "the Indonesian tourism gastronomic adventures".

Dengan demikian bisa dikatakan seni keahlian makanan gastronomi adalah industri kreatif yang memiliki nilai intrinsik, faktor sejarah, budaya, geografis, sosial dan keuangan yang oleh karena merupakan bagian dari ekonomi kreatif.

Industri kreatif gastronomi masih berkembang dan baru 40 tahun terakhir tumbuh subur di belahan dunia barat meskipun strukturnya telah lahir 200 tahun silam, apalagi studi tentang kepemimpinan kreatif itu sendiri juga masih relatif baru. Namun perlu dicatat elemen penting dari kepemimpinan kreatif adalah adanya motif dan sifat gairah, imajinatif, visi, kepercayaan, integrasi, transformasi, kreatif, warisan, pengetahuan baru, mitos, energi, refleksi, keseimbangan dan paradoks.

Meskipun Indonesia belum memasukan seni keahlian makanan gastronomi sebagai elemen penting dalam industri ekonomi kreatif dan industri pariwisata, hendaknya perlu dicatat secara alamiah gastronomi itu sudah berjalan dengan sendirinya meskipun dikatakan sebatas sebagai "kuliner" yang seharus disebut sebagai "boga" (makanan).

g.     Gastronomi & Pemangku Kepentingan
Tahun 1998, gastronomi belum termasuk dalam koridor peta kegiatan industri kreatif dari Kementerian Kebudayaan, Media & Olah Raga di Inggris. Bahkan, seni masakan tidak termasuk dalam salah satu dari enam model kunci yang digunakan Kementerian Britania Raya itu secara global untuk mengidentifikasi konstituen dari industri kreatif (Throsby, 2007).

Sedangkan di negara Perancis, Spanyol, Italia & Rusia - dari semenjak awal tahun 1970-an - seni masakan merupakan prioritas utama dari industri ekonomi kreatif karena disadari pengelolaannya memberi sumbangsih yang cukup signifikan terhadap produk domestik bruto dan membuka lapangan kerja baru di negara-negara ini dengan kemunculan berbagai tempat makan dan minum di berbagai kota.

Namun memasuki tahun 2000, hampir semua negara-negara di Europa Barat dan benua Amerika, menekankan keahlian memasak dari gastronomi merupakan bagian terpenting dari industri ekonomi kreatif masa depan negara mereka.

Kebijakan ini terlebih dirasakan dengan hadirnya gerakan gaya seni masakan Nouvelle Cuisine & Haute Cuisine dari sejumlah referensi chef berpengaruh dan terkenal yang menampilkan konsistensi avant-garde cuisine.

Semenjak itu, seni masakan gastronomi sudah mendarah daging dalam kebangkitan kreativitas dalam industri budaya masyarakat barat, malah produknya sudah sampai pada peringkat diekspor ke luar negeri (Lubow, 2003).

John Howkins (2007) mendefinisikan dua makna utama kreatifitas dalam seni masakan gastronomi yakni :
      i.         Memberi karakter baru untuk sesuatu (giving a new character to something)
     ii.         Menciptakan sesuatu dari ketiadaan (creating something from nothing)

Dalam seni memasak, bahan baku yang dipakai dipilih secara hati-hati, disiapkan, dikombinasikan dan diubah menjadi cita rasa baru dan bernilai bagi konsumen.

Selain itu, chef memberi makna untuk makanan yang disajikan, bermain di ingatan konsumen dan / atau memberikan narasi untuk dikonsumsi.

Dengan demikian, dapat dikatakan karya seni masakan gastronomi adalah kreatifitas dari sesuatu keahlian industri yang eksklusif, unik dan tidak bisa diragukan.

Di Amerika Serikat sendiri, industri kreatif seni masakan gastronomi lebih pragmatis dan sudah dinyatakan sebagai dogma yang mendarah daging dalam pemahaman kreatifitas bangsa ini sehingga masuk dalam klasifikasi hak cipta intelektual yang dilindungi.

h.     Peran Apa Yang Dimainkan Pemimpin Kreatif Gastronomi
Bernard Bass (1990) mengatakan ada dua bentuk utama gaya kepemimpinan, yakni :
      i.         Kepemimpinan Transaksional yakni gaya kepemimpinan yang mana untuk mencapai tujuan kelompok memasukkan unsur transaksi kepada kelompok/karyawannya (seperti kenaikan gaji, pengakuan dan kemajuan dalam pertukaran untuk kinerja yang baik atau hukuman dan tindakan disiplin untuk kinerja yang buruk).
     ii.         Kepemimpinan Transformasional yakni gaya kepemimpinan yang mana untuk mencapai tujuan kelompok/karyawan memperluas dan meningkatkan keterlibatan dengan jelas dan mengkomunikasikan tujuan untuk mendapatkan penerimaan dengan memotivasi melihat melampaui kepentingan pribadi demi kepentingan seluruh kelompok/karyawan.

Dalam industri kreatif, gaya kepemimpinan transformasional sangat cocok dan kondusif bagi pengembangan kelompok/karyawannya, karena ketrampilan diri chef mampu memainkan 'variabel kontekstual' untuk mempromosikan dan menjaga kreatifitas individu dan kelompok/karyawannya dalam struktur organisasi.

Seorang chef harus mampu memamerkan keterampilan yang karismatiknya dengan memaksimalkan komitmen dan kepercayaan kepada kelompok/karyawannya. Mereka harus mencapai tujuan ini dengan menanamkan kepercayaan dan keyakinan kepada kelompok/karyawannya melalui komunikasi yang intensif guna mencapai tujuan bersama supaya masing-masing merasa berkontribusi secara maksimal. (Balazs, 2002).

Pemimpin transformasional membantu pertumbuhan kelompok/karyawannya, mendengar lebih banyak dan mempertimbangkan lebih luas dalam menghadapi tantangan yang harus diselesaikan. Harus ada rasa "generativity" yang mendalam untuk mengembangkan generasi berikutnya. Harus mempunyai kepemimpinan yang konstruktif dan berteladan, mampu mengambil peran kebapakan, bertindak sebagai seorang mentor dan senang mentransfer pengetahuannya kepada bawahan. Seorang chef membantu kelompok/karyawannya mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dan mengikat mereka dengan aspirasi pribadi dan karir berjenjang.

Dalam interaksi seni memasak Nouvelle Cuisine & Haute Cuisine sangat diperlukan gaya kepemimpinan transformasional ini, dalam arti  chef memainkan peran dominan sebagai pemimpin kreatif. Dalam rangka untuk tetap berada di peringkat papan atas, seorang chef  harus memiliki tim yang terbaik. Apa yang membedakan pemimpin dan kelompok/karyawannya dari yang lain adalah bahwa chef harus mampu membangun kelompok/karyawannya sebagai satu keluarga besar dan yang terbaik (Ferran Adria of elBulli, di Oppenheim 2003)

Ucapan karismatik ini khas dari master chef Ferran Adria of elBulli. Bagi Adria, chef adalah "aktor seniman yang kreatif dan berdisiplin, seorang yang terpelajar yang tergairah memajukan pengetahuan seni memasak kepada orang lain, melebihi dari keinginannya mendapatkan pujian dan reputasi. Chef, bagi Adria, adalah seseorang yang inklusif, bukan eksklusif dalam membangun identitasnya, sehingga bisa dikenal reputasi keahliannya secara keseluruhan (Svejenova et al, 2006).