Suatu ketika terusik dibenak kita berbagai macam istilah yang memakai kata di akhirannya "Nasional", seperti Lagu Nasional, Bahasa Nasional, Seragam Nasional, Berita Nasional, dan berbagai "Nasional" lainnya.
Dari sini terfikirkan segala sesuatu yang memakai kata Nasional, ber-arti adalah sesuatu yang diakui, dipakai, dinikmati, disukai oleh semua warga negara Indonesia. Berawal dari sini pemikiran mulai berkembang dan muncullah pertanyaan yang cukup mengusik selama ini "Apa masakan Nasional Indonesia ?"
Sesaat kemudian semua isi katalog masakan yang ada mulai dibuka untuk mencari sebetulnya apa masakan Nasional Indonesia. Beberapa nama yang muncul dan ditemukan sebuah benang merah dengan kategori sebagai berikut :
1. Masakan yang paling banyak disukai atau masuk di banyak lidah orang Indonesia
2. Masakan yang ada di tiap daerah walaupun dengan ciri masing - masing di tiap daerahnya
Untuk kategori pertama ditemukan masakan Minangkabau / Minang (Padang) yang bisa masuk di hampir semua lidah orang Indonesia. Terbukti kita dapat menemukan rumah makan Minangkabau / Minang di hampir semua penjuru kota Indonesia dan semuanya disukai oleh penduduk setempat dan bahkan dapat berkembang.
Sedangkan untuk kategori kedua ditemukan masakan soto, karena menurut katalog masakan yang ada, soto ada di hampir tiap menu masakan daerah di Indonesia dengan berbagai macam variasinya, misal ada Soto Betawi, Soto Padang, Soto Madura, Soto Lamongan, Soto Ayam Jawa, Soto Kudus, Coto Makassar dan soto - soto yang lainnya.
Dari sini lalu terfikirkan apakah masakan Minang dan Soto dapat dinobatkan sebagai masakan Nasional Indonesia?
Langkah awal memang perlu difikirkan bagaimana kombinasi makanan Indonesia yang tepat. Apakah itu pembakuan citarasa merupakan kategori lain yang harus dapat diterima secara umum dan bahan bakunya tersedia secara meluas di setiap daerah. Pastinya jangan terlalu parokial atau daerah-sentris dalam menentukan kategori ini.
Namun terlepas dari apa yang dikemukakan di atas, kalau bicara tentang masakan Indonesia seyogyanya kita meski memiliki varian dan ragam makanan apalagi disadari ilmu gastronomi terhadap seni masakan Indonesia itu masih belum berkembang. Terbukti sampai sekarang kita belum memiliki katalog atau semacam "kodifikasi" terhadap makanan Indonesia.
Mungkin kita tidak bisa memakai dasar asumsi bahwa makanan yang paling digemari adalah makanan nasional (seperti makanan Minang dan Soto), karena terus terang justru akan menyempitkan karakteristik dari makanan itu sendiri.
Jika bicara makanan indonesia mungkin hal pertama yang perlu disampaikan adalah sejarahnya, kekhasan dan budaya yang berkembang. Mungkin ada beberapa fase yang bisa dipakai sebagai pijakan apakah era sebelum penjajahan atau semasa era Kerajaaan yang ada di kepulauan Nusantara.
Disanalah aslinya indonesia, namun mesti diingat makanan itu sesuatu yang selalu berkembang alias mengalami transformasi. Pun ketika masa penjajahan terjadi atau semasa era Kerajaaan, pasti masakan lokal setempat mengalami akulturasi budaya sehingga muncul varian nomenklatur resepi baru.
Negeri ini memliki 1340 suku plus 4 kelompok etnik pendatang (Tionghoa, Arab, India & Belanda). Secara matematik, seharusnya ada 1344 jenis masakan yang kalau masing-masing dari 1344 itu memiliki 10 resepi saja sudah ada 13,440 resep masakan. Tapi apakah resepi 13,440 masakan itu masih ada ? Kalau ada dimana bisa ditelusuri ? Ini yang saya sebut mengalami transformasi. Bisa-bisa hanya tinggal 5,000 resep seperti yang data oleh almarhum ibu Suryatini Ganie dalam bukunya ""Maha Karya Kuliner Resep Makanan & Minuman di Indonesia" (tahun 2010)
Begitu juga dengan era sekarang makanan semakin berkembang tapi setidaknya kita punya pedoman dasar yang kuat bahwa makanan asli seyognya sudah harus diberi kategori dan karakteristik. That's what we call as "local globalized cuisine" sudah masuk di negeri ini. Contohnya determinasi makanan asing terutama pada koridor street food dan junk food ditandai dari masuknya ayam goreng bertepung dengan tampilan gerai yang keren dan cara belanja mandiri / swalayan. Sambutan masyarakat setempat begitu ramah pada akhirnya membentuk semacam budaya baru terutama dalam pilihan lidah kita yang terus berlanjut sampai sekarang yang dengan serta merta menganggap ayam bertepung termasuk masakan Indonesia. Kita lupa mengenalkan ayam goreng laos / lengkuas yang sedap dengan sambal terasi pada anak-anak sejak usia mula.
Menarik memang, kita selalu berharap banyak yang bisa memberi kontribusi terhadap seni masakan dan ilmu pangan Indonesia. Saya sering berandai-andai bahwa kenapa nasionalisme kita begitu sederhana, melihat sebagian masyarakat setempat tidak pernah bangga dengan makanan asli mereka. Cobalah memulai dari hal paling dekat dengan diri kita dimana makanan menunjukkan siapa sebenarnya diri kita.
Tabek