".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Wednesday, 15 December 2021

Wisata Minat Khusus Bisnis

Obyek pariwisata Indonesia lebih banyak menekankan kepada Wisata Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan Wisata Hasil Karya Manusia, sedangkan Wisata Minat Khusus belum begitu gencar dikembangkan.

Kalau bicara Wisata Minat Khusus, ternyata rumusan obyek dan areanya belum dikembangkan dengan lengkap. Negara-negara barat sudah menjabarkan Wisata Minat Khusus mereka lebih luas; yakni salah satunya dengan melebarkan ke pelaku dunia Bisnis.

Umpamanya Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa (EU), China dan Thailand memperluas obyek Wisata Minat Khusus mereka dengan paket investasi, industri (manufaktur) dan perdagangan (eksport).

Anda mungkin bertanya apa hubungan pariwisata dengan investasi, industri (manufaktur) dan perdagangan (eksport).

Sangat terkait, karena wisatawan mancanegara yang datang tidak hanya menghabiskan uang selama mereka berwisata di tempat tujuan, tetapi mereka juga ingin mengenal pengusaha, potensi (peluang) bisnis dan mengetahui bahwa negara bersangkutan adalah tempat yang tepat untuk melakukan bisnis dan berinvestasi.

Pemikiran Wisata Minat Khusus Bisnis adalah untuk menjelajahi berbagai kota di Indonesia dan melihat potensi (peluang) bisnis yang ditawarkan.

Potensi dan peluang itu bisa antara lain terkait dengan sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi, listrik, gas dan air, pertambangan, perkebunan, pariwisata, perumahan, kawasan ekonomi khusus industri, infrastruktur (jalan tol, pelabuhan laut dan pelabuhan udara), besi & baja, kabel, telekomunikasi, industri farmasi, industri makanan dan minuman, perhotelan, restoran, maupun sektor lainnya.

Peluang investasi lainnya di bidang industri kerajinan, tenun, kuliner dan gastronomi (atau makanan dan minuman), pangan dengan menyaksikan produksi produk-produk yang sudah ada di Indonesia, seperti kopi, coklat, teh, buah-buahan, sayuran, cengkeh, lada, terigu, jagung, gandum, susu, gula, beras, kedelai, garam, singkong, kentang, bawang, sapi, ayam, dan lain sebagainya.

Ada ratusan lokasi yang dapat dikunjungi untuk melihat dan mendorong investasi dengan membuka mata investor melihat produksi produk-produk buatan Indonesia.

Contoh sederhana, Wisata Minat Khusus Bisnis dilakukan dengan mengunjungi perkebunan sawit & kilang minyak makan yang ada di Indonesia dalam rangka untuk desiminasi manfaat dari minyak sawit.

Tujuannya untuk menetralisir kampanye dunia barat terhadap sawit Indonesia, karena tindakan itu sebenarnya lebih tertuju kepada masalah kompetisi persaingan bisnis semata, bukan soal isu kesehatan atau isyu perusakan tanah maupun lainnya.

Kalau perlu melibatkan wisatawan dalam acara demo memasak dengan minyak makan sawit bersama para chef Indonesia.

Wisata Minat Khusus Bisnis akan menjadi peluang yang bagus untuk menyoroti perjalanan dalam kepentingan investasi, industri (manufaktur) dan perdagangan (eksport) Indonesia, termasuk dalam potensi penciptaan lapangan kerja.

Sudah tentu paket Wisata Minat Khusus Bisnis memasukkan juga pilihan acara-acara spin-off Wisata Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan Wisata Hasil Karya Manusia, antara lain mendaki gunung, berburu, tempat belanja, goa, rafting, tempat ibadah dan ziarah.

Pilihan obyek lokasi merupakan satu kesatuan dalam paket Wisata Minat Khusus Bisnis dimana acara-acara spin-off-nya akan memberikan peluang kepada investor kesempatan melihat secara langsung dan berkenalan dengan entrepreneur Indonesia dimana bisnis mereka nanti dapat tumbuh dan berkembang.

Indonesia bukannya tidak pernah melakukan promosi investasi, industri (manufaktur) dan perdagangan (eksport), tetapi kebanyakan paket promosi itu dilakukan di luar negeri. Baik melalui perwakilan Indonesia (KBRI, KJRI & ITPC) atau mengikuti acara-acara internasional yang ada.

Sudah saatnya acara-acara seperti ini dilakukan di Indonesia, apalagi program itu bisa mendukung kepentingan pariwisata Indonesia kedepannya.

Untuk merencanakan dan mempromosikan paket Wisata Minat Khusus Bisnis memang perlu satu kerja sama yang solid antara pemerintah dan swasta, termasuk organisasi industri dan kamar dagang, pengusaha, perkebunan, makanan dan minuman, hospitality, perhotelan, restoran,  industri kreatif maupun lainnya.

Sudah tentu paket wisata ini harus dilayani dengan baik karena kelompok wisatawan yang datang bukan sembarangan orang. Artinya kemasan hospitality harus baik dalam penyediaan transportasi, akomodasi, food and beverage, entertainment dan industri terhubung.

Dapat dikatakan Wisata Minat Khusus Bisnis akan dapat menjadi salah satu kontributor yang paling signifikan untuk pengembangan ekonomi Nasional dalam rangka menarik langsung bisnis baru yang potensial ke Indonesia.

Bagaimanapun daya tarik itu akan berkembang karena potensi pariwisata Indonesia cukup baik yang bisa menjadi pertimbangan pelaku bisnis dunia tertarik mengunjungi negeri ini dengan paket Wisata Minat Khusus Bisnis.

Di tahun 2019 Indonesia sudah dinobatkan Rough Guides, Inggris, di Peringkat ke-6 The Most Beautiful Countries in the World serta sebagai the Top 10 Countries Best in Travel 2019 oleh Lonely Planet.

World Travel & Tourism Council (WTTC) sendiri menyatakan Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan pariwisata tercepat di dunia, sedangkan the Telegraph pada tahun 2017 menyatakan Indonesia is in Top 20 Fastest Growing Travel Destination in the World.

Jika wajah pariwisata Indonesia sudah punya prestasi sedemikian rupa, maka tidak ada salahnya obyek Wisata Minat Khusus Indonesia dimaksimalkan dengan diselaraskan ke dalam paket pelaku bisnis seperti yang disampaikan di atas.

Pastinya Wisata Minat Khusus Bisnis akan mempunyai potensi membuka sebanyak mungkin lapangan pekerjaan, peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB), devisa negara, meningkatkan kapasitas SDM, nilai ekspor ekonomi kreatif serta dapat melahirkan entrepreneurship mindset.

Keluar dari situasi pandemi nantinya, diharapkan Indonesia punya sesuatu yang baru untuk dipromosikan dalam pariwisata dimana Wisata Minat Khusus Bisnis bisa menjadi salah satu alternatifnya.

Demikian disampaikan. Semoga bermanfaat

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Tabek
Indra Ketaren (Betha)

Momentum Membangun Kembali Industri Wisata Indonesia

PENDAHULUAN
Indonesia tidak kalah cantik ataupun menarik dengan negara-negara lain yang memiliki tempat-tempat menarik untuk pariwisata. Wilayah pedalaman yang indah, reruntuhan budaya dan sejarah yang menarik, pantai-pantai, kehidupan malam (Jakarta, Surabaya dan Bali), kekayaan kuliner dan gastronominya yang beraneka ragam dan banyak lagi.

Tetapi negara ini gagal menarik jumlah turis asing yang besar. Jadi apa yang telah menghambat pertumbuhan yang lebih cepat dan perkembangan di sektor pariwisata Indonesia. Rendahnya tingkat kelayakan Indonesia sebagai negara tujuan wisata adalah lagu lama yang selama ini dibicarakan khalayak wisatawan dunia. Kesadaran itu terlihat pada para investor besar di sektor kepariwisataan.

Memang disadari betul melalui berbagai institusi kepariwisataan negara dan swasta, sudah sangat lama pemerintah melakukan promosi dan pemasaran pariwisata. Dana yang telah dihabiskan untuk pengembangan dan promosi kepariwisataan nasional jumlahnya tidak sedikit.

Tapi jika melihat hasilnya, usaha itu tak ubahnya seperti tugas atau pekerjaan para pejabat terkait yang dikerjakan hanya sampai masa tugas atau pekerjaannya selesai atau berakhir. Begitu pejabat baru memulai tugasnya begitu pula kebijakan baru dikeluarkan meskipun rencana program sebelumnya dipoles secara random ke dalam program kebijakan baru tersebut.

Apalagi selama pemerintah gagal dalam menciptakan stabilitas keamanan dengan standar tinggi, tingkat kesehatan warga negara dan lingkungan hidup dengan standar tinggi, serta menjamin kepastian hukum, maka yang akan didapat dari industri pariwisata nasional adalah "yang biasa-biasa saja".

Membangun industri pariwisata yang kompetitif memerlukan komitmen yang kuat dan konsisten dari semua komponen bangsa dan mungkin juga akan memerlukan waktu yang relatif lama. Namun, bukan berarti itu tidak bisa dilakukan.

Bukan berarti tidak ada yang menyadari bahwa untuk bisa menarik wisatawan asing khususnya, satu daerah atau negara harus mampu memenuhi standar tertentu pada variabel keamanan, kesehatan, dan kepastian hukum.

Inti dari pembangunan industri kepariwisataan adalah membangun manusia dan menciptakan lingkungan yang aman, bersih, rapi, dan nyaman. Industri pariwisata adalah satu-satunya industri yang melibatkan masyarakat secara massal dan langsung.

Komponen utama industri pariwisata adalah masyarakat. Daya tarik utama pariwisata satu negara atau satu tempat, bukan lagi alam yang sifatnya given, tapi kerja keras yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakatnya. Apabila masyarakat dan lingkungan sosial sudah terbangun dan eligible untuk dikategorikan sebagai tujuan wisata unggulan, maka upaya selanjutnya akan lebih efektif.

Untuk membangun industri pariwisata Indonesia yang kompetitif, sepertinya pimpinan bangsa ini perlu menggerakan rakyat menjadi masyarakat yang sadar wisata. Pemimpin bangsa perlu membuktikan diri mampu menggerakan rakyat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan perjalanan berbagai bangsa di dunia.

Jadi, berbagai upaya membangun kepariwisataan Indonesia bukan hanya sebagai usaha biasa-biasa saja dan tugas atau pekerjaannya tidak bisa hanya sampai masa tugas pejabat terkait selesai atau berakhir. Harus ada kesinambungan yang bertalian satu sama lain tanpa putus walaupun pejabatnya selalu berganti orang.

GUESS WHO'S COMING
Industri pariwisata bagi Indonesia adalah untuk meningkatkan kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) yang mana dapat memicu lebih banyak pendapatan devisa dan menyediakan kesempatan lapangan kerja untuk masyarakat Indonesia.

Berbagai upaya dilakukan Pemerintah memperbaiki fasilitas infrastruktur akses (termasuk infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi), kesehatan, keamanan, dan kebersihan serta juga meningkatkan kampanye promosi online (marketing) di luar negeri. Termasuk merevisi kebijakan akses visa gratis untuk menarik lebih banyak turis asing.

Akan tetapi upaya itu berbalik 360 derajat setelah tamu kehormatan yang tidak disangka-sangka datang pada awal akhir tahun 2019 dan menghantam dunia termasuk Indonesia, teristimewa kepada industri pariwisata. Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan pariwisata Indonesia mengalami kontraksi yang luar biasa.

Berbagai insentif digelontorkan untuk sektor pariwisata lantaran paling terdampak pandemi Covid-19 yang disalurkan melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Banyak lagi program-program dukungan Pemerintah lainnya sebagai langkah menyelamatkan pariwisata Indonesia sebagai upaya tanggap darurat, pemulihan, dan normalisasi.

PEMULIHAN SEKTOR PARIWISATA
Berapapun dana PEN yang disalurkan untuk memulihkan sektor pariwisata, rasa-rasanya tidak akan mencukupi menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan wisata unggulan dunia yang memadai.

Diperkirakan bukan hanya karena akibat pandemi Covid-19 dengan segala mutasinya, tetapi ada variabel lain turut menyumbang yang menyebabkan rendahnya tingkat kelayakan Indonesia sebagai negara tujuan wisata menjadi dasar utama sektor pariwisata belum bisa terangkat.

Variabel itu sudah lama ada, tetapi akibat kedatangan tamu kehormatan pandemi Covid-19 telah membuka mata semua stakeholders pariwisata bahwa variabel ini perlu diperbaiki secara tuntas. Apalagi banyak diperkirakan kalangan dunia bahwa pandemi Covid-19 akan masuk di sesi akhir sebagai tamu kehormatan dunia menjelang tutup tahun 2022.

Katakan pandemi Covid-19 berakhir, tetap saja tingkat kelayakan Indonesia sebagai negara tujuan wisata akan rendah karena adanya variabel lain yang selama ini menjadi penyebabnya. 

Jika kelayakan itu bisa diperbaiki, maka investor besar di sektor pariwisata akan masuk dan waktu bagi Indonesia untuk memperbaikinya itu tinggal satu tahun lagi.

Keluar dari situasi pandemi nantinya, diharapkan Indonesia harus punya wajah baru dalam pariwisata sehingga tidak mungkin masyarakat global mengabaikannya dan semua akan menoleh ke negeri ini sebagai salah satu destinasi tujuan wisata dunia.    

Kelemahan-kelemahan itu antara lain tidak memadainya fasilitas infrastruktur akses (pelabuhan laut, jalan tol, pelabuhan udara), akomodasi, kesehatan dan kebersihan (higienis), keamanan serta keteraturan (amenitas & aksesibilitas), layanan (hospitality) yang tidak merata, kultur masyarakat lokal yang masih kaku dan kadangkala menutup diri terhadap wisatawan yang datang, kesiapan di bidang information and communication technology, dan lain sebagainya.

Termasuk soal Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang layak dalam kemampuan berinteraksi dengan wisatawan untuk menimbulkan impresi yang baik sebagai destinasi wisata yang tourist friendly maupun struktur kepastian hukum yang menjadi penghambat pengembangan pariwisata itu sendiri.

Hotel-hotel besar di Indonesia, umumnya berusaha menyediakan one stop service untuk para tamunya. Semua keperluan para tamu disediakan di dalam lingkungan hotel yang selalu dikelilingi tembok tinggi agar tertutup bagi masyarakat umum. Potret hotel-hotel besar itu adalah solusi yang diambil oleh manajemennya atas  rendahnya tingkat kelayakan Indonesia sebagai negara tujuan wisata. Ironisnya, di titik-titik akses masuk ke Indonesia, termasuk garis pantai yang demikian panjang, penjagaannya sangat minim.

Selain itu, kurangnya infrastruktur yang layak di Indonesia adalah masalah yang berkelanjutan, bukan hanya karena hal ini sangat meningkatkan biaya-biaya logistik sehingga membuat iklim investasi kurang menarik namun juga mengurangi kelancaran perjalanan untuk pariwisata. Kurangnya konektivitas di dalam dan antar pulau berarti ada sejumlah besar wilayah di Indonesia dengan potensi pariwisata yang tidak bisa didatangi dengan mudah.

BIAYA PEMULIHAN
Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada tahun 2022 akan berkisar sebesar Rp 744,75 triliun untuk sektor kesehatan, perlindungan sosial, program prioritas, insentif usaha, serta dukungan bagi pelaku UMKM dan korporasi.

Dari porsi PEN itu dana yang dialokasikan untuk pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dialokasikan sebesar Rp 7,67 triliun rupiah untuk mendukung pengembangan kawasan strategis pariwisata nasional dan pelatihan SDM pariwisata melalui berbagai program yaitu Bangga Berwisata di Indonesia, Bangga Buatan Indonesia, dan Indonesia Care/I Do Care melalui program Cleanliness, Health, Safety, And Environmental Sustainability (CHSE) di sektor perhotelan dan pariwisata.

Selain itu ada pula Program Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) bagi pelaku sektor pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun ini anggarannya juga ditingkatkan menjadi Rp 60 miliar. Belum lagi Pemerintah memberikan dana hibah pariwisata sebesar Rp 3,7 triliun rupiah kepada Pemerintah Daerah untuk menekan dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 serta industri, hotel, dan restoran yang mengalami penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta gangguan finansial akibat pandemi Covid-19.

Pertanyaan apakah mencukupi alokasi dana untuk pemulihan sektor pariwisata sebesar Rp 7,67 triliun rupiah plus dana hibah pariwisata kepada Pemerintah Daerah sebesar Rp 3,7 triliun dan plus alokasi dana BIP sebesar Rp 60 miliar.

Kalau untuk pemulihan ekonomi pariwisata daerah mungkin saja cukup namun jika bicara untuk perbaikan sebagian besar variabel lainnya, yakni kelemahan-kelemahan seperti yang disampaikan di atas agak jauh dari kenyataan harapan.

Sekarang pertanyaannya dari mana diambil alokasi dana untuk membiayai kelemahan-kelemahan sektor pariwisata tersebut.

Seperti diketahui anggaran pemerintah daerah (Pemda) makin banyak menganggur di bank-bank daerah. Menteri Keuangan mengatakan dana Pemda di bank-bank daerah pada bulan November 2021 tercatat mencapai Rp 218 triliun. Padahal pada akhir Oktober 2021 lalu, dana anggaran yang nganggur lebih kecil, yakni sekitar Rp 170 triliun.

Pemerintah pusat beberapa kali telah mendorong agar pemerintah daerah lebih agresif mengakselerasi dalam merealisasikan anggaran mereka yang sangat dibutuhkan dalam mendorong pertumbuhan dan pemulihan ekonomi maupun pembangunan, khususnya untuk bantuan sosial maupun bantuan ekonomi serta dukungan belanja daerah untuk penanganan Covid-19, namun dana itu masih saja duduk manis di bank-bank daerah yang beranak pinak dengan bunganya.

Jika 25 persen saja (Rp 54,5 triliun) dari dana nganggur itu bisa dialokasikan untuk kepentingan memperbaiki sebagian besar variabel kelemahan-kelemahan seperti yang disampaikan di atas, maka sektor pariwisata Indonesia akan menjadi unggulan dunia. 

Sebagian besar dalam arti biaya untuk memperbaiki fasilitas infrastruktur akses tidak mencakup secara keseluruhan mengingat beberapa fase pembangunannya sudah selesai dilakukan sebelumnya.

Bagaimanapun dana Rp 54,5 triliun juga akan mengalir penggunaannya ke sektor pemulihan pariwisata daerah yang lokasinya bisa memilih :
1.  Utamanya ke 5 (lima) kota-kota destinasi pariwisata super prioritas.
2.  Selanjutnya di 10 (sepuluh) kota-kota destinasi pariwisata prioritas.
3.  Lokasi pengembangan klaster ekonomi kreatif untuk regenerasi warisan budaya (cultural heritage regeneration) dan kawasan ekonomi kreatif termasuk creative district
4.  Lokasi cultural heritage regeneration
5.  Pilihan kota daerah lainnya yang dianggap potensial untuk dikembangkan kedepannya.

Disini perlu tindakan dan keputusan dari Pemerintah Pusat bersama DPR RI untuk meninjau kembali alokasi anggaran pemerintah daerah yang makin banyak menganggur di bank-bank daerah. Momentum itu akan menjadi kunci bagi Indonesia menjadikan dirinya layak sebagai tujuan wisata unggulan dunia yang memadai.

Kepentingan itu akan menjadi strategi meningkatkan daya dukung lingkungan dan meningkatkan citra pariwisata yang berdaya saing dengan menggerakan rakyat menjadi masyarakat yang sadar wisata.

Pastinya ceruk pariwisata mempunyai potensi membuka sebanyak mungkin lapangan pekerjaan, peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB), devisa negara, meningkatkan kapasitas SDM, nilai ekspor ekonomi kreatif serta dapat melahirkan entrepreneurship mindset untuk menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan perjalanan berbagai bangsa di dunia.

Demikian disampaikan. Semoga bermanfaat

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Tabek
Indra Ketaren (Betha)

Tuesday, 14 December 2021

Kontes Wisata Gastronomi Lokal

Apakah Indonesia pernah mempertimbangkan menyelenggarakan kontes wisata gastronomi lokal ke kota-kota di seputaran daerah Indonesia.

Fokus perlombaan wisata gastronomi itu adalah untuk promosi rute tamasya makanan lokal dimana pelawat mempelajari bahan baku dan menggali pengetahuan tentang sejarah & budaya makanan.

Kontes dilakukan dengan memilih rute lokasi makanan yang diperkirakan enak dan lezat. Tujuannya untuk mendorong pariwisata di kota-kota bersangkutan, terutama yang selama ini sajian masakannya belum pernah atau jarang dikenal masyarakat mancanegara atau domestik.

Penentuan rute wisata gastronomi lokal ini bisa juga disebut sebagai "Localicious Gastronomy Tourism" dengan target meningkatkan destinasi wisata kota-kota di daerah Indonesia, dengan menggunakan makanan sebagai alat promosi pemasaran lengkap dengan menceritakan sejarah dan budayanya.

Kepentingan lainnya adalah untuk mendorong produk indikasi wisata geografis masing-masing kota-kota agar dikenal secara luas.

Konkretnya "Localicious Gastronomy Tourism" sebagai titik penjualan pemasaran dapat mengembangkan pariwisata lokal serta meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat, membuka lapangan kerja maupun mendorong lahirnya pengusaha wisata baru.

Sudah pasti kota-kota destinasi itu harus memiliki fasilitas infrastruktur akses, akomodasi yang memadai, kesehatan dan kebersihan (higienis), keamanan serta keter-aturan (amenitas & aksesibilitas) agar industrinya dapat sustain (berkelanjutan).

Selain yang paling penting juga mutu dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) harus layak, lebih-lebih mengenai Awareness dalam kemampuan berinteraksi dengan wisatawan untuk menimbulkan impresi yang baik sebagai destinasi wisata yang tourist friendly.

Wisata gastronomi lokal adalah perjalanan alternatif yang telah menjadi tren panas sejak tahun 2010 dan mendapat perhatian masyarakat dunia sampai saat ini. Makanan dipergunakan sebagai alat untuk bercerita mengenai sejarah, budaya dan cara hidup masyarakat setempat.

Banyak tempat wisata di seluruh dunia menggunakan makanan lokal sebagai alat untuk mendorong wisatawan mengunjungi objek wisata bersangkutan karena makanan lokal adalah unik dalam bentuknya sendiri dan telah ada maupun diteruskan untuk ratusan tahun kedepan.

Makanan lokal penting untuk memperlihatkan gaya hidup dan budaya masyarakat setempat dalam menghadirkan identitas dan budaya mereka, yang mana model ini sesuai dengan minat wisatawan dunia untuk menikmati makanan lokal. Menggunakan makanan sebagai perwakilan untuk menyajikan kehidupan masyarakat dan budaya lokal setempat merupakan indikasi bahwa wisatawan tertarik datang ke destinasi itu dan berpartisipasi dalam konservasi identitas makanan lokal.

Makna makanan setiap daerah lebih dari sekedar makanan karena ada sejarah dan budaya di dalamnya, cara hidup dan identitas yang mewakilinya yang kemudian diajarkan kepada wisatawan melalui jenis makanan yang ada. Wisatawan menikmati cita rasa makanan dan mempelajari cara membuat dan memasaknya. Ini akan menciptakan pengalaman baru yang mengesankan bagi wisatawan.

Tren perilaku wisatawan saat ini adalah mencari tempat-tempat tujuan wisata baru yang belum pernah dikenal yang mampu memberi mereka pembelajaran dan berinteraksi dengan masyarakat setempat, yang mana salah satunya dilakukan melalui makanan. Proses pembelajaran dan interaksi ini merupakan tuntutan wisatawan dunia yang ingin mendukung produk masyarakat setempat untuk diperkenalkan di negaranya.

Kontes wisata gastronomi lokal dapat memberikan pengalaman makanan (know-how & in-depth dining), baik mengenai kemahiran dan pengetahuan makanan lokal, pergi ke pasar dan belajar memasak dengan pemasak setempat dengan bahan-bahan baku yang tidak dapat ditemukan di tempat lain. Pengalaman wisata gastronomi lokal ini harus diperkaya dengan menampilkan cerita atau kisah mengenai sejarah dan budaya makanan bersangkutan.

Disini wisatawan juga diajak memberikan penilaian (assessment) terhadap sajian makanan yang dirasakan; serta suasana the Art of Good Eating dalam gaya adat lokal yang eksotis. Pada hakekatnya, wisata gastronomi lokal dikenal sebagai salah satu model Special Interest Tourism (wisata minat khusus) yang saat ini di Indonesia belum begitu banyak dipraktekan pemasarannya.

Kembali ke kontes wisata gastronomi lokal atau localicious gastronomy tourism, pilihan lokasi bisa dimulai dengan menentukan 34 (tiga puluh empat) kota-kota di Indonesia, yang tentunya harus mempunyai makanan lokal terbaik. Pilihan 34 (tiga puluh empat) kota didasarkan pada jumlah provinsi yang ada di Indonesia, sehingga setiap pemerintah provinsi diwakili oleh 1 (satu) kota.

Setiap pemerintah provinsi mengajukan 1 (satu) kota pilihannya untuk dikompetisikan yang dengan cara atau mekanisme ini masing-masing provinsi dilibatkan aktif dalam pilihan kota mereka. Selain pemerintah daerah, aktivitas kontes wisata gastronomi lokal juga melibatkan komunitas gastronomi, pemasak (koki atau chef), blogger makanan, perusahaan swasta terkait maupun kelompok ahli makanan lokal. 

Pelaku makanan lokal (sebagai produsen) terdiri dari restoran & rumah makan, termasuk pelaku usaha UMKM  yang terwakili di jajanan jalanan, kaki lima dan warung rumahan (kedai) yang dijual pedagang, penjaja atau pedagang asongan di tempat umum. Untuk diketahui potret makanan Indonesia terwakili di pelaku usaha UMKM karena mereka memiliki keunikan tersendiri dan mayoritas masakan Indonesia lahirnya dari para pelaku usaha itu yang sudah membumi ratusan tahun.

Kontes ini dilakukan secara rutin setiap tahun yang dari hasilnya dapat diputuskan menjadi rute tahunan wisata gastronomi lokal terbaik Indonesia (Indonesia best local gastronomic tour) yang dapat dimasukan dalam kalender program pemasaran pariwisata Nasional.

Demikian disampaikan. Semoga bermanfaat

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Tabek
Indra Ketaren (Betha)

Sunday, 12 December 2021

Perkembangan Gastronomi Di Indonesia

ABSTRAK
Tulisan ini adalah sebuah pembelajaran untuk memahami, menganalisa dan mendalami proses perkembangan gastronomi di Indonesia, mengingat maraknya saat ini masyarakat terlibat dalam gastronomi  tetapi tidak tahu peradaban gastronomi Indonesia itu sendiri terutama di bidang sejarah dan budayanya.

Tulisan ini dapat memberikan kesempatan kepada pembaca untuk memahami dan mendalami proses perkembangan gastronomi di Indonesia dan bisa mengaplikasikan apa yang dipelajari dari makalah ini untuk diterapkan kedepannya.

LATAR BELAKANG
Dewasa ini semakin banyak orang yang menyadari bahwa gastronomi merupakan hal yang melekat pada lingkungan hidup manusia. Sadar atau tidak, mau tidak mau, gastronomi ikut mempengaruhi perilaku kehidupan kita sebagai individu maupun sebagai bagian dari interaksi kelompok masyarakat. Namun tidak semua individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan gastronomi, apalagi memahaminya.

Dinamika gastronomi di Indonesia berkembang pada saat individu atau masyarakat masuk ke dunia kuliner. Kuatnya dominasi kuliner mengontrol kehidupan individu atau masyarakat yang telah memberi kesempatan kepada gastronomi untuk tampil dan berperan.

Namun sayangnya saat ini banyak masyarakat belum memahami gastronomi dan kuliner yang pada hakikatnya satu sama lain saling berkelindan (erat menjadi satu) tetapi berbeda.

Kebanyakan masih mengartikan gastronomi sebatas kuliner, tanpa menguasai dan mendalami arti dari keduanya, sehingga kerap menimbulkan bias dalam penjelasan mereka.

Memang disadari gastronomi belum banyak dikaji secara luas dan dipraktekan secara tepat, sehingga sukar mengetahui sampai sejauh mana aplikasinya sudah berjalan secara efektif.

Sebagai perumpamaan, kita melihat banyak daerah tujuan wisata di Indonesia menggunakan kata gastronomi sebagai alat penarik wisatawan dan banyak pula yang menggunakan kata pariwisata dalam mempromosikan gastronomi.

Pola promosi seperti itu kurang efektif seperti yang diharapkan karena banyak stakeholders mengartikan gastronomi sebatas kuliner dan gastronomi wisata sekedar wisata kuliner. Apalagi pengusaha pariwisata sering kali tidak memahami produk Gastronomi dan Gastronomi Wisata itu sendiri.

Perlu dipahami, gastronomi bukan seperti kuliner yang bicara sekedar mengenai resep memasak atau sebatas icip-icip, atau prototype nama makanan, malah bukan pula bicara mengenai identitas atau prestise restoran dan pemasak serta chef selebriti.

Gastronomi menerjemahkan dirinya tentang bagaimana menyentuh hati masyarakat melalui makanan dengan menampilkan keanekaragaman sejarah, budaya dan tradisinya.

KULINER DAN GASTRONOMI
Kuliner merupakan pengetahuan dan keterampilan tentang seni memasak yang baik atau dikenal dengan istilah The Art Of Good Cooking.

Kegiatan kuliner terbatas hanya pada proses persiapan, pengolahan dan penyajian makanan yang dilakukan produsen, (yakni chef profesional dan pemasak otodidak), yang dalam bahasa “man on the street” disebut sebagai tukang masak (culinary master). Pelakunya disebut sebagai artis kuliner (atau seniman kuliner)

Sedangkan gastronomi adalah seni atau ilmu yang mempelajari tentang seni makan yang baik atau The Art Of Good Eating. Gastronomi bicara tentang pengetahuan makanan (Food Knowledge) yang cakupannya mengenai sejarah dan budaya makanan (Food Story), penilaian terhadap makanan (Food Assessment) dan tata krama makan (Table Manners).

Kegiatan gastronomi dilakukan konsumen, (yakni food connoisseur & food enthusiastic), yang dalam bahasa “man on the street” disebut sebagai tukang makan (epicure). Pelakunya disebut sebagai gastronom.

Disitu letak perbedaan antara kuliner dan gastronomi, walaupun tidak bisa dinafikan produsen selaku kuliner bisa melakukan cakupan gastronomi. Sebaliknya konsumen juga bisa melakukan cakupan kuliner.

MASAKAN NASIONAL
Pada hakekatnya gastronomi dan kuliner bicara soal Masakan Nasional (National Cuisine) suatu negara yang kemudian dipopulerkan oleh media massa sebagai bagian penting dari identitas suatu bangsa. Blender raksasa bernama globalisasi memperkenalkan eksistensinya kepada dunia.

Peran gastronomi dan kuliner adalah memasyarakatkan masakan nasional (national cuisine) tersebut, dimana gastronomi mempelajari dan memperkenalkan hubungannya terhadap sejarah, budaya maupun tradisi dari suatu daerah, bangsa atau negara.

Dengan demikian jika bicara mengenai gastronomi Indonesia maka yang dibahas adalah tentang Masakan Nasional Indonesia atau Indonesia National Cuisine.

KRONOLOGI GASTRONOMI DI INDONESIA
Gastronomi mulanya diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1982 oleh almarhumah ibu Suryatini Ganie yang menjadi pelopor berdirinya Lembaga Gastronomi Indonesia (LGI).

Artinya gastronomi di Indonesia telah berkembang 39 (tiga puluh sembilan) tahun yang lalu dan selama kurun waktu itu perjalanannya cukup berliku-liku karena kebanyakan masyarakat Indonesia belum terbiasa mengartikan makanan bangsa ini terhadap gastronomi.

Almarhumah ibu Suryatini Ganie adalah pakar gastronomi yang banyak menulis resep-resep makanan tradisional, akulturasi dan mimikri Indonesia. Beliau wafat bulan Maret tahun 2011 yang kepiawaiannya telah memberi banyak wangsit atau petunjuk terhadap dunia gastronomi maupun kuliner di tanah air.

Sumbangsih almarhumah kepada dunia kuliner dan gastronomi Indonesia sangat banyak malah sampai diakui di berbagai forum dan panggung culinary dan gastronomy dunia. Salah satunya dengan menerjemahkan bersama ahli bahasa Indonesia almarhum Anton Moeliono, kata gastronomi ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata upaboga.

Semenjak kepulangan mastro gastronomi Indonesia itu bisa dibilang aktivitas Lembaga Gastronomi Indonesia memudar walaupun LGI tercatat terdaftar sebagai salah satu anggota di organisasi International Academy of Gastronomy (IAG) yang berkedudukan di Paris yang merupakan lembaga dunia mengenai budaya gastronomi yang keanggotaannya sangat terbatas dan selektif.

Bersamaan kepulangan almarhumah pada bulan Maret tahun 2011, berdiri organisasi kedua gastronomi di Indonesia bernama Akademi Gastronomi Indonesia (atau AGI) yang kemudian pada bulan Maret tahun 2016 organisasi ketiga bernama Perkumpulan Gastronomi Indonesia (atau Indonesian Gastronomy Association atau IGA) yang kemudian pada bulan Januari tahun 2016 berubah nama menjadi Adi Gastronom Indonesia (atau AGASI).

AGI, IGA dan AGASI merupakan organisasi resmi gastronomi di Indonesia yang didirikan melalui Akta Notaris dan tercatat di Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia.

Diluar ketiga di atas ada lagi beberapa organisasi lainnya didirikan pada tahun 2020 namun tidak ketahui apakah tercatat di Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia karena penggunaan nama organisasinya memakai bahasa Inggris yang menurut pedoman dan ketentuan aturan penamaan wajib menggunakan nama Indonesia (Perpres No. 63/2019: Badan Usaha, Merk Dagang, Nama Geografi Wajib Gunakan Bahasa Indonesia).

PERKEMBANGAN GASTRONOMI DI INDONESIA
ORGANISASI
Dari perjalanan selama 39 (tiga puluh sembilan) tahun, AGI, IGA dan AGASI banyak mempelajari pemikiran almarhumah ibu Suryatini Ganie serta ahli-ahli sejarah, antropologi, arkeologi, budaya dan lainnya.

Dapat disimpulkan bahwa gastronomi pada hakekatnya adalah pengetahuan tentang makanan (food knowledge). Konstruksi dan cakupannya adalah mengenai sejarah dan budaya makanan (food story), penilaian terhadap makanan (food assessment),  dan tata krama makan (table manners). Ketiga karakter ini harus dimiliki sebuah organisasi gastronomi atau para pelaku gastronomi yang disebut gastronom.

Khusus untuk IGA yang kemudian bernama AGASI, selain ketiga karakter tersebut, organisasi ini juga bicara mengenai kebijakan (food policy) gastronomi Indonesia. Food Policy dalam arti mempelajari dan memberikan masukan mengenai konsep, rencana dan kegiatan mengenai makanan (kuliner) dan gastronomi Indonesia kepada masyarakat dan otoritas pemangku kebijakan (eksekutif & legislatif).

Kebijakan itu menempatkan makanan (kuliner) dan gastronomi Indonesia dalam 4 (empat) cakupan yakni : Branding, Entrepreneurship, Gastronomi Wisata dan Gastronomi Diplomasi.

Masukan ini kegunaannya untuk membangun dunia gastronomi Indonesia lebih terarah meskipun kadangkala dianggap sebagai kritikan pedas. Diyakini dengan adanya fungsi kontrol ini maka pemerintah dan juga masyarakat akan semakin baik dalam kehidupannya mengisi ruang-ruang demokrasi khususnya mengenai gastronomi.

Sayangnya banyak organisasi gastronomi yang ada sekarang ini tidak terlalu banyak bicara mengenai ketiga karakter tersebut, apalagi mempunyai kebijakan terhadap gastronomi Indonesia.

Kebanyakan dari mereka masih menekankan kuliner dalam kegiatannya tanpa menekankan ketiga konstruksi dan cakupan yang dimaksudkan di atas sehingga pembelajaran dan sumbangsih kepada masyarakat mengenai gastronomi masih minim. Rambu yang diperkenalkan memang memang atas nama gastronomi tetapi intinya bicara sebatas kuliner

Untuk diketahui, benchmark suatu organisasi gastronomi harus punya produk pengetahuan yang original berupa tulisan dan artikel yang bisa menjelaskan mengenai food story maupun praktik food assessment dan table manners, sehingga pembelajaran terhadap pengetahuan dan praktik itu bermanfaat bagi kebanyakan masyarakat untuk mengenal gastronomi Indonesia.

Kebanyakan organisasi gastronomi di Indonesia belum punya kemahiran tersebut karena perhatian mereka masih di sekitar panggung mencari identitas dan pengakuan individu pengurusnya sehingga kaderisasi anggotanya akan pengetahuan gastronomi tidak terlihat. Malahan organisasi mereka dibangun sekedar untuk kumpul-kumpul makan bersama. Aktivitas ini tidak banyak berbeda dengan kegiatan organisasi kuliner pada umumnya. 

Gastronomi bukan bicara mengenai popularitas seseorang tapi seharusnya melahirkan banyak kader-kader yang bisa bicara dan mewakili gastronomi di Indonesia. 

Coba tanyakan kepada mereka apa kata sederhana gastronomi.

Selain itu apakah mereka punya produk original berupa tulisan dan artikel mengenai pengetahuan gastronomi Indonesia. 

Juga apakah mereka punya pemikiran kedepannya mengenai arah kebijakan (food policy) gastronomi Indonesia.

PEMERINTAH
Di  ranah Pemerintahan (baik pusat dan daerah), kata gastronomi baru dikenal pada tahun 2015 meskipun sebelumnya kata itu kerap diutarakan namun penerjemahannya belum setajam sekarang. 

Malah pada bulan Juni tahun 2016 seorang pejabat tinggi dari sebuah kementerian yang menangani pariwisata mengatakan kementerian tidak mengakomodasi gastronomi dalam ranah pariwisata. Beberapa minggu kemudian pada saat dipanggil Menteri terkait dikatakan dengan tegas gastronomi dan kuliner masuk dalam ranah pariwisata. 

Terkait kebijakan dan pemegang otoritas tertinggi nasional kepariwisataan kuliner ada di ranah Kemenparekraf / Baparekraf sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2019 tentang Badan Pariwisata & Ekonomi Kreatif.  Namun ketentuan Peraturan Presiden mengenai kuliner itu tidak dikendalikan atau dipegang oleh satu kedeputian karena kuliner ditangani semua deputi yang ada sesuai dengan bidang tanggung jawab yang ada. 

Gastronomi sendiri belum masuk dalam ketentuan Peraturan Presiden itu walaupun sebenarnya diselipkan sebagai bagian dari aktivitas kuliner dengan bukti adanya program Gastronomi Wisata (GastroWisata).

Perlu disadari juga yang memegang kendali serta kepemilikan kuliner (makanan) di Indonesia adalah masyarakat dan pemerintah daerah. Masyarakat dan pemerintah daerah lebih paham dan mengetahui mengenai harta kekayaan kuliner mereka, baik mengenai nama, resep, sejarah, budaya, cerita atau kisahnya.

Segala aset kekayaan kuliner pelaku (konsumen & produsen) maupun penyelenggaraannya ada di daerah; yang dikelola langsung oleh masyarakat lokal, badan dan dinas di daerah terkait. Apalagi di era desentralisasi, kuasa itu semakin kuat.

Masyarakat dan pemerintah daerah juga punya otorisasi dan kewenangan mengangkat dan mempromosikan kuliner (termasuk gastronomi) secara langsung ke berbagai belahan dunia berdasarkan payung hukum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Paradiplomasi).    

Untuk itu memang harus ada kerjasama Kemenparekraf / Baparekraf dengan masyarakat dan pemerintah daerah dalam merumuskan tentang kuliner (termasuk gastronomi) yang asetnya bermuara dari daerah. 

Kerjasama ini diperlukan untuk harmonisasi dan koordinasi antara masyarakat dan pemerintah daerah dengan Kemenparekraf / Baparekraf dalam menentukan arah kebijakan kuliner (termasuk gastronomi) di Indonesia.

MASYARAKAT 
Semenjak kelahiran gastronomi di Indonesia pada tahun 1982 sampai sekarang, bisa dikatakan hanya kalangan tertentu yang kenal dan memahami gastronomi. Itupun terbatas di beberapa kota-kota besar di provinsi sehingga belum masuk sampai di kabupaten dan di kota lainnya. Di Jakarta sebagai ibu kota pun belum merata penyampaian informasi dan pengetahuan tentang gastronomi. Artinya pemahaman masyarakat Indonesia terhadap gastronomi belum merata.

Berbagai upaya telah dilakukan AGASI memperkenalkan gastronomi kepada kota-kota besar lainnya di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten dan kota. Memang kata kunci memperkenalkan gastronomi ini adalah melalui Dinas Pariwisata di daerah yang menangani kuliner. 

Antusias daerah memang cukup besar namun masih belum merata mengingat keterbatasan mereka memahami gastronomi itu sendiri. Kuliner memang menjadi topik pembicaraan hangat namun jika masuk ke ranah gastronomi perlu pendalaman lebih lanjut.

AGASI berusaha agar seluruh kota-kota di provinsi, kabupaten dan kota Sadar akan Gastronomi, namun perjalanan untuk itu masih panjang dan memerlukan keseriusan maupun perhatian dari Dinas Pariwisata daerah. 

AGASI selalu meyakinkan bahwa gastronomi merupakan ceruk pariwisata yang mempunyai potensi membuka sebanyak mungkin lapangan pekerjaan, peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB), meningkatkan kapasitas SDM, nilai ekspor ekonomi kreatif serta dapat melahirkan entrepreneurship mindset bukan sebagai profesi melainkan sikap kerja keras, sikap hidup optimis, inovatif, kreatif serta leadership; khususnya bagi kalangan muda (Generasi Milenial dan Generasi Z).

Padanan kata lain gastronomi dapat dikembangkan bagi kepentingan strategi meningkatkan daya dukung lingkungan dan strategi meningkatkan citra pariwisata yang berdaya saing.

Sekali lagi disadari perjalanan untuk mencapai cita-cita Sadar Gastronomi masih cukup panjang. Diperlukan semangat untuk merajut pemikiran besar ini, yang suatu saat nanti akan berbuah karya indah. 

Demikian disampaikan. Semoga bermanfaat

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Tabek
Indra Ketaren (Betha)
























Saturday, 11 December 2021

Cerita Referensi Ikon Kuliner Indonesia

Semenjak kuliner menjadi pembicaraan hangat dalam masyarakat, belum ada sampai sekarang kesepakatan mengenai branding nama kuliner Indonesia.

Ramai representasi nama makanan (atau kuliner) ditampilkan, tetapi riuh rendah ditanggapi, malah di daerah brand nama kuliner itu diabaikan oleh sebagian besar kelompok masyarakat setempat.

Bisa dikatakan sampai sekarang belum terlihat jawabannya, walaupun sudah ada political will dari Presiden Indonesia dengan menempatkan makanan (atau kuliner) sebagai salah satu 4 (empat) pilar diplomasi (Rapat Terbatas tanggal 27 September 2016 dan tanggal 3 Februari 2017), tetapi kenyataan representasi nama kuliner Indonesia belum berhasil di formulasikan.

Semenjak 9 (sembilan) tahun lalu, pemerintah pusat Indonesia meletakan 3 (tiga) dasar rumusan makanan (atau kuliner) berupa kampanye 30 (tiga puluh) IKTI (Ikon Kuliner Tradisional Indonesia), Diplomasi Soto (76) dan 5 (lima) Kuliner Indonesia.

Kampanye 30 IKTI diperkenalkan pada tahun 2012, promosi 76 Diplomasi Soto pada tahun 2017, sedangkan publisitas 5 Kuliner Indonesia pada tahun 2018.

Usia ketiganya pun hanya sebatas masa jabatan pimpinan tertinggi (pejabat) kementerian / badan teknis bersangkutan, alias tidak berkelanjutan dan bertahan lama, seperti yang dimiliki Thailand, Vietnam dan Korea Selatan.

Melihat teknik cara kampanye, promosi dan publisitas ketiga makanan (atau kuliner) tersebut pun, selain tidak long-lasting juga tidak menasional sampai ke pelosok daerah seperti teknik yang dilakukan BKKBN semasa Orde Baru mengenai pembatasan kelahiran (program keluarga berencana) dengan slogan kampanye 2 (dua) anak yang bisa bertahan selama 30 (tiga puluh) tahun lebih.

Disadari semasa Orba belum dikenal media online seperti Facebook, Instagram, Twitter dan lain sebagainya sebagai sarana utama kampanye, promosi dan publisitas namun teknik pemberitaan BKKBN cukup terasa meluas bagi hampir semua masyarakat di Indonesia sampai ke pelosok daerah.

Selain itu, kenyataan juga menunjukan, kuliner yang ditampilkan 30 IKTI dan 5 Kuliner Indonesia  tidak bisa membedakan mana yang tradisional, mana yang akulturasi dan mana yang mimikri.

Semua disamaratakan dengan sebutan sebagai makanan tradisional. Sedangkan terhadap Diplomasi Soto, tidak semua suku dan sub-suku di negeri ini mempunyai kuliner soto, sehingga keterwakilan mereka tidak ada dalam rumusan itu.

Anggapan bagi sebagian besar masyarakat di daerah, ketiga rumusan kuliner yang ditampilkan pemerintah pusat selalu berkisar yang itu-itu saja, yang terkesan selalu bersaing dengan simbol-simbol kebudayaan tertentu yang mendominasi pangsa pasar kuliner Indonesia. Bisa dikatakan ada semacam "kecemburuan sosial" bagi sebagian besar masyarakat di daerah terhadap kuliner Indonesia yang selama ini ditampilkan pemerintah pusat.

Nama-nama  kuliner itu belum bisa diterima sebagai representasi produk keaslian masakan mereka, meskipun ada di daerah tersebut, tetapi dianggap sebagai  makanan pendatang yang bukan menjadi andalan kuliner daerah.

Perlu diingat bagi masyarakat makanan adalah soal kebanggaan dan harga diri yang menyembunyikan arogansi fenomenal yang sangat kental kepribadiannya, apalagi pengakuan sebagai suatu bangsa.

Tampilan nama kuliner dari satu pihak, akan membawa dorongan dan hasrat kepada pihak lain, nama kuliner mereka ikut dalam tampilan tersebut, apalagi kalau selama ini nama kulinernya sering yang itu-itu saja yang diekspresikan.

Pertanyaannya, begitu sulitkah menentukan  branding nama kuliner Indonesia, padahal negeri ini sangat kaya akan seni dapur masakan.

Sebenarnya bukan karena ada yang diistimewakan atau kurang diperhatikan. Ini akibat pelaku perumus ketiga makanan (atau kuliner) di atas kurang memahami secara mendalam dan terbatas menyadari begitu banyaknya kekayaan seni dapur (resepi) makanan yang ada di negeri ini.

Apalagi pelaku perumus ketiga makanan (atau kuliner) di atas tidak secara lengkap menampilkan kontribusi dan pemikiran pakar-pakar dari semua daerah.

Dengan populasi sebesar 270 juta lebih yang terdiri dari 1334 suku dan sub suku, termasuk etnis pendatang, negara ini mempunyai kekuatan puluhan ribu seni dapur masakan, cuma belum digarap dari hulu sampai hilir.

Apalagi kuliner Indonesia punya kisah mengenai sejarah dan budaya, baik tangible dan intangible. Selain itu, Indonesia punya prestasi tersendiri kepada dunia mengenai seni dapur makanannya, seperti Rijsttafel.

Rempah kepulauan Nusantara pun tercatat telah mengubah revolusi cita rasa bumbu masyarakat dunia; yang awalnya berkembang di Eropa.

Dengan modal kekayaan dan prestasi di atas, apa yang menjadi persoalan hingga sampai kini negeri ini belum mampu melahirkan purwarupa brand makanan (kuliner) Indonesia.

Tantangan ini yang perlu dibicarakan secara lebih mendalam, namun terlebih dahulu ada beberapa hal yang perlu dipahami agar model rumusan kuliner Indonesia kedepannya bisa berhasil dan bertahan lama.

KORIDOR PERUMUSAN
PERTAMA, perlu disadari yang memegang kendali serta kepemilikan kuliner (makanan) di Indonesia adalah masyarakat dan pemerintah daerah.

Masyarakat dan pemerintah daerah lebih paham dan mengetahui mengenai harta kekayaan kuliner mereka, baik mengenai nama, resep, sejarah, budaya, cerita atau kisahnya.

Segala aset kekayaan kuliner pelaku (konsumen & produsen) maupun penyelenggaraannya ada di daerah; yang dikelola langsung oleh masyarakat lokal, badan dan dinas di daerah terkait. Apalagi di era desentralisasi, kuasa itu semakin kuat.

Namun terkait kebijakan dan pemegang otoritas tertinggi nasional kepariwisataan kuliner (termasuk gastronomi) ada di ranah Kemenparekraf / Baparekraf sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2019 tentang Badan Pariwisata & Ekonomi Kreatif.

Untuk itu harus ada kerjasama Kemenparekraf / Baparekraf dengan masyarakat dan pemerintah daerah dalam merumuskan brand, tema dan ikon kuliner Indonesia (termasuk gastronomi) yang asetnya bermuara dari daerah.

Kerjasama ini diperlukan untuk harmonisasi dan koordinasi antara masyarakat dan pemerintah daerah dengan Kemenparekraf / Baparekraf dalam menentukan arah kebijakan kuliner (termasuk gastronomi) di Indonesia.

KEDUA, perlu dicatat masyarakat dan pemerintah daerah juga punya otorisasi dan kewenangan mengangkat dan mempromosikan kuliner (termasuk gastronomi) secara langsung ke berbagai belahan dunia berdasarkan payung hukum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Paradiplomasi).

Untuk diketahui semenjak tahun 2019, dunia sudah tidak lagi bicara mengenai Ikon Kuliner suatu Negara seperti Thailand dengan Tom Yum, Vietnam dengan Pho atau Korea Selatan dengan Kimchi. Masyarakat global lebih berhasrat bicara mengenai kuliner suatu Kota.

Pada tahun 2020, sebuah bisnis media dan hiburan global bernama Time Out Group menginspirasi masyarakat wisatawan dunia menjelajahi dan menikmati hidangan-hidangan yang terbaik dari kota di seluruh dunia.

Time Out membantu wisatawan dunia menemukan budaya hidangan di perkotaan dengan tagline "Time Out  - the soul of the city" yang merupakan kurasi pasar makanan dan budaya dalam menghadirkan kuliner yang terbaik dari kota di seluruh dunia dengan memperkenalkan nama-nama pemasak (Chef), makanan, minuman, dan pengalaman budaya yang bisa didapatkan dalam perjalanan wisata.

Pada tahun 2020, media Time Out  menghadirkan serial tahunan menu dunia bernama The world's most iconic dishes according to city locals (Hidangan paling ikonik di dunia menurut penduduk kota) yang meliputi 46 kota di dunia termasuk Singapore (Chicken Rice), Tokyo (Ramen), Osaka (Takoyaki), Seoul (Korean Barbecue) Kuala Lumpur (Nasi Lemak), Hong Kong (Dim Sum), Mumbai (Vada Pav).

Sudah saatnya kota-kota di seluruh Indonesia mempertimbangkan kehadiran hidangan kuiner mereka dalam panggung Time Out maupun media dunia lainnya, mempertimbangkan seperti dikatakan di atas dunia sekarang ini sudah tidak bicara mengenai ikon kuliner Negara tetapi lebih condong kepada ikon kuliner Kota.

KETIGA, secara literal, perumusan ikon kuliner (atau makanan) Indonesia harus memasukan dimensi masyarakat daerah sebagai bangsa di negara yang bernama Indonesia. Dalam arti pada saat perjalanan sejarah kepulauan Nusantara sebelum menjadi negara Indonesia  agar mudah dipahami dan diterima semua pihak di negeri ini.

Seperti diketahui, negara Republik Indonesia lahir akibat okupasi (pendudukan) perusahaan konglomerasi Belanda Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dan Pemerintah Hindia Belanda maupun kekuatan asing lainnya.

Pada hakekatnya, kelahiran negara Indonesia merupakan bangsa baru (new nation) yang konsep fenomenanya secara politik dibentuk dan berkembang pada abad 20, yang kita kenal sekarang sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kata Indonesia secara politis, dicetuskan dalam Manifesto (Maklumat) para pelajar Indonesia di Belanda pada tahun 1924, yang momentum ini mendapat sambutan hangat dari golongan nasionalis di dalam negeri yang kemudian mereka gunakan sebagai ekspresi politik perjuangan kebangsaan.

Puncak perkembangan nama Indonesia baru populer pada saat dicetus Sumpah Pemuda tahun 1928 yang dibacakan oleh Budi Utomo. Sumpah Pemuda adalah tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia yang merupakan kesepakatan politik semua suku dan sub-suku untuk bersatu, termasuk etnik pendatang.

Ikrar Sumpah Pemuda dianggap sebagai kristalisasi semangat menegaskan cita-cita berdirinya negara Republik Indonesia yang puncaknya berbuah menjadi Proklamasi Kemerdekaan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945.

Teks Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia dibacakan Soekarno didampingi Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.

Sebagai Negara yang merdeka dengan tanah air yang berdaulat, maka persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia disepakati melalui ikatan politik, yaitu Pancasila dengan ikatan hukum Undang-Undang Dasar 1945, selain oleh satu ikatan bahasa Indonesia.

Berhimpunnya suku dan sub-suku ke dalam negara yang bernama Indonesia adalah bukti mereka sejatinya bukan berasal dari suku dan sub-suku bangsa yang sama. Masing-masing suku dan sub-suku mempunyai perjalanan kesejarahan yang berbeda, meskipun ada yang sama.

Selain itu, konstruksi peradaban budaya masing-masing suku dan sub-suku masih tetap dipertahankan karena merupakan produk kearifan lokal leluhur yang tidak bisa disatukan ke dalam satu ikatan kesatuan kebangsaan negara bernama Indonesia.

Peradaban budaya itu menjadi kekayaan untuk saling melengkapi dan saling mendukung terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ungkapan kata sederhananya “dititipkan”.

Tidak pernah kita dengar ungkapan kuliner (makanan atau masakan) batak, atau kuliner padang atau kuliner palembang atau kuliner Bali dan sebagainya disebut sebagai kuliner Indonesia. Pastinya tetap memakai sebutan kuliner (makanan atau masakan) batak atau padang atau palembang atau bali yang merupakan melting pot makanan (masakan) Nasional Indonesia.  Itulah makna penjabaran dari kata “dititipkan”.

Disarankan pemikiran ini bisa menjadi pertimbangan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, karena bagaimanapun harus disadari peradaban budaya masakan atau makanan (kuliner) di negeri ini adalah titipan dari segenap masyarakat kepulauan Nusantara kepada bangsa dan negara yang bernama Indonesia saat menyatakan kemerdekaannya.

Oleh karena itu dalam merumuskan ikon kuliner (atau makanan) Indonesia kedepannya jangan sampai terjadi "kecemburuan sosial" seperti yang disampaikan di atas.

KEEMPAT, perumusan brand kuliner (atau makanan) Indonesia seyogyanya tidak bisa langsung di atas namakan kuliner namun sebaiknya atas nama brand Tema sebagai representasi mewakili segenap sejarah dan budaya masakan daerah di kepulauan Nusantara.

Filosofi brand Tema melambangkan simbol sejarah, budaya dan lanskap geografis kearifan lokal masakan daerah masyarakat Nusantara, sehingga menghasilkan suatu kesatuan karakter dan memberi kesan dinamis maupun futuristik sebagai bangsa Indonesia.

Selain itu, kekuatan brand tema adalah ungkapan terhadap Branding Power makanan nasional  Indonesia yang diterjemahkan bukan karena nama makanan (kuliner) belaka, tetapi lebih menekankan kepada emosi, personality, identitas, prestise serta kekuatan dari seni dapur masakan daerah kepulauan Nusantara.

Brand tema ini ibaratnya merupakan payung legitimasi yang melambangkan kuliner (makanan) di kepulauan Nusantara Indonesia. Oleh karena itu brand tema itu diperlukan sebagai representasi dari semua kekayaan dan keanekaragaman kuliner (makanan) yang ada di negeri ini. Brand tema dibangun dengan suatu diksi narasi yang tagline-nya harus bisa menggambarkan dan mewakili kuliner masyarakat daerah kepulauan Nusantara.

Sebagai inspirasi kuliner di kota Medan dikenal dengan narasi "Enak & Sangat Enak" sehingga brand tema kuliner di kota Medan dapat diterjemahkan dengan simbol tagline tersebut.

Gagasan tagline lainnya bisa dengan menginterpretasikan ke dalam simbol pedas (spicy) dan rempah (spices) sebagai rasa alami makanan.

Seperti diketahui, pedas mewakili semua makanan yang ada di seluruh kepulauan Nusantara. Bisa dikatakan, di hampir semua makanan masyarakat Nusantara ada rasa pedas alami dan ada rasa pedas manis. Sedangkan rempah melalui bumbunya sudah tercatat kemasyhurannya yang tidak bisa dilepaskan dari keseharian hidup masyarakat Nusantara.

Contoh konkrit brand tema yang diangkat satu kementerian koordinator pada tahun 2021 dengan tagline "Indonesia Spice Up the World" .

Narasi itu memenuhi segala unsur kekuatan brand power equity kuliner atau masakan daerah di kepulauan Nusantara Indonesia yang notabene mewakili sejarah, budaya dan kearifan lokal masyarakat secara keseluruhan.

Diharapkan kekuatan brand-nya bisa bertahan lama (long-lasting) seperti yang dilansir Thailand dengan tagline "Thailand : Kitchen of the World"

KELIMA, setelah menemukan tagline brand Tema seperti yang disampaikan di butir Keempat diatas, maka perlu ditentukan turunannya, yakni Signature Dish (hidangan khas) masakan warisan (kuliner) daerah yang legendaris dan unik serta tidak ada duanya, baik dari segi rasa, bahan maupun presentasi.

Signature Dish ini merupakan kuliner (makanan) andalan daerah sebagai jurus pamungkas yang mempunyai sentuhan emosional dan aktual yang kuat, selain merupakan karya yang sarat akan karakter dan menjadi ciri khas yang melekat bagi kebanyakan masyarakat daerah, termasuk yang langka.

Mengingat kuliner (makanan) di negeri ini terlalu banyak dan tidak bisa mewakili semua daerah yang, maka paling tidak Signature Dish itu nanti harus bisa mewakili 34 (tiga puluh empat) jumlah provinsi yang ada.

Umpamanya, Signature Dish dari Minangkabau, atau dari Jawa (Tengah, Timur atau Barat), atau dari Kalimantan (Tengah, Timur, Selatan, Utara atau Barat), atau dari Batak (Angkola, Mandailing, Karo, Toba, Simalungun atau Pakpak), atau dari Aceh maupun lain sebagainya.

Sedangkan penyebutan nama-nama makanannya (kuliner) bisa dilakukan sebagai Subtitle dari Signature Dish tersebut. Contoh Subtitle dari Signature Dish itu bisa diperumpamakan untuk kuliner (makanan) Jawa Tengah dengan cara "Central Javanese Nourishment with appearance of Nasi Gandul, Gudeg, Soto Kudus, Mangut Beong, Mie Ongklok, Garang Asem, Rondo Royal, Lumpia, Wajik, Gethuk, etcetera"

Contoh Subtitle lain dari Signature Dish itu bisa  diperumpamakan dengan menampilkan Soto Indonesia dengan ungkapan "Indonesia Legend Soto Nourishment with appearance of Soto Madura, Soto Padang, Soto Betawi, Soto Lamongan, Soto Medan, etcetera"

Perumpamaan Subtitle untuk Signature Dish Indonesia dengan ungkapan "Indonesia Popular Nourishment with appearance of Rendang Padang, Laksa Bogor, Sate Ayam Madura, Gado-Gado Jakarta, Nasi Liwet Solo, Rawon Surabaya, etcetera"

Dengan demikian referensi ikon kuliner Indonesia pada mulanya harus ditentukan terlebih dahulu tagline brand Tema yang mewakili narasi keanekaragaman dan kekayaan kuliner (makanan Indonesia). Setelah dirumuskan narasinya maka kemudian menentukan Signature Dish berdasarkan nama-nama kuliner (makanan) daerah yang ingin ditampilkan.

KEENAM, perumusan brand Tema, Signature Dish dan Subtitle dari Signature Dish harus melibatkan semua pakar-pakar daerah dan pusat yang keahlian dalam bidang gastronomi, makanan (kuliner), antropologi, arkeologi, hubungan internasional, budaya, sejarah, sosiologi, kesehatan (nutrisi), teknologi pangan, pariwisata, hospitality dan lain sebagainya.

Pakar-pakar ini dihadirkan dan dilibatkan kontribusi pemikirannya oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Demikian disampaikan. Semoga bermanfaat

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Tabek
Indra Ketaren (Betha)

Friday, 10 December 2021

Tantangan Pengembangan Restoran Indonesia Di Luar Negeri

Saat ini menurut pemetaan sederhana Kementerian Luar Negeri terdapat 1,177 restoran Indonesia di luar negeri yang tersebar di 48 negara, yakni 697 di Asia Pasifik dan Afrika serta 489 di Amerika dan Eropa.

Namun ada tantangan yang dialami para pemilik restoran Indonesia di luar negeri dalam menjalankan bisnis kuliner mereka.

Tantangan utamanya adalah mengenai kebutuhan pengadaan bahan baku pangan dan dukungan kemudahan logistik dalam pengiriman dari Indonesia yang berjadwal rutin dengan biaya kirim terjangkau.

Tantangan kedua, yaitu kebutuhan akan SDM, yakni tenaga juru masak profesional Indonesia (Chef), serta tenaga manajerial yang terbiasa menangani restoran ala Indonesia.

Kedua tantangan itu dialami hampir sebagian besar pemilik restoran Indonesia di luar negeri, yang mereka adalah masyarakat diaspora Indonesia yang bermukim di berbagai belahan dunia. Nota bene masyarakat diaspora Indonesia itu adalah investor restoran Indonesia.

Malah diketahui sampai tahun 2024 pemerintah akan mendorong hadirnya 4,000 restoran Indonesia di luar negeri, yang berarti akan ada kebutuhan tambahan SDM tenaga juru masak profesional dan tenaga manajerial yang diperlukan masyarakat diaspora Indonesia selaku investor restoran.

Di bawah ini dicoba sekedar memberi masukan menjawab kedua tantangan tersebut, yakni :

SDM PROFESIONAL
Pada hakekatnya mengenai penyediaan SDM tenaga juru masak profesional (Chef) dapat diatasi dengan mudah mengingat ada 3 (tiga) organisasi pemasak (Chef) di Indonesia yang memiliki jumlah anggota yang cukup memadai yakni berkisar 10,931 orang.

Untuk penyediaan tenaga manajerial restoran ada begitu banyak institusi pendidikan yang berfokus pada  spesialisasi pelatihan vokasional restoran, pariwisata dan hospitality. Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif membina berbagai lembaga politeknik pariwisata (poltekpar) baik itu di Bali, Bandung, Lombok, Medan, Makassar dan Palembang.

Oleh karena itu, soal kebutuhan SDM tenaga juru masak profesional dan tenaga manajerial sudah dapat diatasi yang peruntukannya bisa mencakup ke seluruh pelosok dunia atau sejauh ada restoran Indonesia di luar negeri.

Sekarang terpulang dari Pemerintah menjembatani tantangan SDM yang dihadapi para pemilik restoran Indonesia di luar negeri.

Selain untuk kebutuhan restoran Indonesia di luar negeri, hendaknya SDM tenaga juru masak profesional itu bisa juga diperuntukkan bagi para calon Duta Besar Indonesia yang akan ditempatkan di pos perwakilan luar negeri.

Sudah saatnya perwakilan Indonesia di luar negeri memiliki tenaga masak profesional yang cukup kompeten karena Chef bisa dikatakan sebagai Indonesian Culinary Ambassador yang merepresentasikan warna masakan Nusantara (Regions Cuisine Heritage) di luar negeri.

Dari makanan yang disajikan Chef, para Duta Besar Indonesia dapat bicara mengenai pariwisata negeri ini kepada counterparts mereka mengenai kisah atau cerita sejarah dan budayanya.

Apalagi, kehadiran seni dapur masakan Indonesia melalui tangan Chef Indonesia, menjadikan makanan itu sebagai benchmark dan patokan lanskap diplomasi makanan Indonesia di mata dunia yang akan berperan sebagai teater terbuka dalam mengetengahkan diplomasi kebudayaan seni memasak bangsa Indonesia dan pastinya akan menaikkan angka brand power pariwisata Indonesia.

BAHAN BAKU
Mengenai pengadaan bahan baku pangan dan kemudahan logistik dalam pengiriman dari Indonesia ada di ranah pelaku Ultra Mikro (UMI) dan Usaha Kecil, Mikro maupun Menengah (UMKM).

Bahan baku pangan itu berupa produk bumbu, rempah, pangan olahan dan buah-buahan yang kesehariannya ada di kehidupan pengusaha UMI dan UMKM, meskipun tidak bisa dinafikan pangsa pasar ini juga banyak digeluti pemain besar.    

Bisa dikatakan ada ratusan ribu pelaku UMI dan UMKM di Indonesia mencari peruntungan sebagai pengusaha baku pangan berupa produk bumbu, rempah, pangan olahan dan buah-buahan, termasuk dalam jasa mereka sebagai eksportir.

Namun ada suatu kelemahan yang belum bisa di atasi sampai saat ini, yakni mengenai metode pembayarannya yang hampir kebanyakan pelaku UMI dan UMKM masih meminta di bayar Cash Before Delivery (CBD) termasuk dalam  logistik pengirimannya (shipment).

Sedangkan pembeli dari luar negeri, termasuk pelaku restoran Indonesia di luar negeri pada umumnya selalu in favor dengan pembayaran dokumen bank, berupa Letter of Credit (L/C) atau Cash on Delivery (COD) termasuk satu paket mengenai logistik pengirimannya.

Pembayaran  Cash Before Delivery selalu menjadi handicap bagi pembeli di luar negeri sehingga kesulitan ini dapat dihandle (dijembatani) oleh pemain besar yang bisa menerima alat bayar Letter of Credit (L/C) atau Cash on Delivery (COD) dari pembeli di luar negeri dengan membeli cash (tunai) dari pemasok UMI dan UMKM di dalam negeri dengan selisih (margin) perbedaan harga yang cukup besar.

Malah kebanyakan pemain besar melakukan monopoli terhadap pemasok baku pangan di dalam negeri, sehingga pasar ekspor pelaku UMI dan UMKM di kontrol penuh oleh pemain besar.

Istilah monopoli ini lebih dikenal dengan tengkulak yang mereka adalah pedagang besar berperan sebagai pengepul sekaligus pemasar dengan membeli baku pangan dari pemasok UMI dan UMKM dengan harga yang cukup murah bahkan sangat jauh dibawah harga pasaran.

Disini tengkulak berperan sebagai pembeli, pendistribusi sekaligus pedagang dengan cara datang ke lokasi pemasok untuk mengumpulkan produk tersebut untuk kemudian dijual di pasar internasional dengan harga yang berlipat-lipat.

Disini letak kelemahan pengusaha UMI dan UMKM baku pangan Indonesia yang karena keterbatasan mereka mendapatkan fasilitas pembiayaan dana dari bank atas jaminan alat bayar Letter of Credit (L/C) atau Cash on Delivery (COD) mendorong mengalihkan cara bayar tersebut kepada pemain besar dengan menjual produk bahan baku dengan harga yang sangat rendah jauh di bawah harga pasaran.

Mekanisme ini disebut sebagai hack market dimana pemain besar masuk dan hadir dengan menguasai pangsa pasar penjualan ekspor baku pangan (produk bumbu, rempah, pangan olahan dan buah-buahan) pelaku UMI dan UMKM ke luar negeri.

Wajar jika dilihat sampai sekarang kebanyakan pengusaha UMI dan UMKM baku pangan di Indonesia tidak berkembang keekonomian dan kemaslahatan mereka, apalagi dalam kemandirian melakukan ekspor.

Selain masalah metode pembayaran, mengenai kemasan dan pengepakan produk kuliner, bumbu, rempah dan buah-buahan pun masih minim atau di bawah standard dilakukan pengusaha UMI dan UMKM termasuk kebersihannya.

Dengan demikian dapat dipahami mengenai tantangan pemilik restoran Indonesia di luar negeri terhadap kebutuhan pengadaan bahan baku pangan dan dukungan kemudahan logistik dalam pengiriman dari Indonesia yang berjadwal rutin dengan biaya kirim terjangkau.

Dipahami dalam arti mengingat pemasok, yakni pemain besar di Indonesia, tidak mengetahui akan adanya kebutuhan 1,177 pemilik restoran Indonesia di luar negeri terhadap bahan baku tersebut. Apalagi kalau mau bicara 4,000 restoran Indonesia ke depannya.

Seyogyanya Pemerintah berinisiatif merestrukturisasi mengenai keperluan bahan baku tersebut, khususnya dalam membangun dan melindungi pelaku Ultra Mikro (UMI) dan UMKM untuk bisa langsung menjadi pemasok bagi restoran-restoran Indonesia di luar negeri.

BUMN ULTRA MIKRO
Untuk mempertahankan keberlanjutan dan kelangsungan pengusaha Ultra Mikro (UMI) dan Usaha Kecil, Mikro maupun Menengah (UMKM) diperlukan program dari Pemerintah untuk mendirikan BUMN Ultra Mikro sebagai wujud simbiosis mutualisme dari kehadiran Pemerintah bagi pelaku UMI dan UMKM.

Simbiosis mutualisme dalam arti memberi keuntungan bagi setiap pihak yang terlibat.

Dengan adanya BUMN Ultra Mikro akan tercipta dari pelaksanaan integrasi ekosistem (holding) BUMN untuk pengembangan usaha UMI dan UMKM.

Melalui holding, potensi masing-masing BUMN yang terlibat bisa dimaksimalkan untuk melayani lebih banyak lagi pelaku usaha UMI dan UMKM.

Mekanisme BUMN Ultra Mikro ini diperuntukan dan dapat menjadi fasilitas jaminan pembiayaan dana terhadap alat bayar L/C kepada bank setempat bagi bisnis ekspor pelaku pengusaha UMI dan UMKM ke bawah di seluruh negeri, para pekerja yang mereka pekerjakan, dan komunitas yang mereka layani.

Dengan adanya BUMN Ultra Mikro ini akan jadi momentum mendorong kredit produktif bagi perbaikan ekosistem pembiayaan pelaku UMI dan UMKM serta mendorong multiplier effect terhadap ekonomi nasional.

Pemberdayaan sektor usaha produktif di segmen ekonomi bawah (UMI dan UMKM) akan sangat membantu dalam meningkatkan kinerja dan nilai tambah ekonomi nasional,  khususnya harapan terjadinya akselerasi kinerja ekonomi pada masa pemulihan setelah melambat akibat pandemi Covid-19 .

Selain itu rights issue pendirian BUMN Ultra Mikro akan memiliki efek ganda yakni aksi korporasi bernilai jumbo yang bukan hanya menggiurkan bagi investor saham, tapi juga dapat mendorong pelaku UMI dan UMKM menjadi lebih produktif.

Salah satu keperluan hadirnya BUMN Ultra Mikro adalah untuk membentuk  Dana Stabilisasi Ekspor Nasional (DSEN).

DSEN diperuntukan sebagai fasilitas jaminan pembiayaan dana terhadap alat bayar L/C dan COD kepada bank setempat bagi bisnis ekspor pelaku pengusaha UMI dan UMKM bahan baku di seluruh negeri, para pekerja yang mereka pekerjakan, dan komunitas yang mereka layani.  

Selain sebagai pemberi fasilitas jaminan pembiayaan dana terhadap alat bayar  L/C dan COD kepada bank setempat, maka fasilitas Dana Stabilisasi Ekspor Nasional juga berperan terhadap macam tipe pembiayaan lainnya kepada bank setempat, yakni untuk :
1. Export Receivables Negotiation, yakni pengambilalihan atau pembelian wesel/tagihan/dokumen ekspor oleh bank setempat atas dasar L/C
2. Export Receivables Discounting, yakni pembayaran atau pembiayaan atas piutang ekspor oleh bank setempat sebelum jatuh tempo
3. Forfaiting, yakni penyediaan dana kepada eksportir oleh bank setempat dengan membeli barang-barang yang telah dijual sebelumnya oleh eksportir kepada pelanggan di luar negeri tetapi eksportir belum menerima pembayarannya. Biasanya Importir akan memperoleh kredit sampai jangka waktu tujuh tahun mendatang.
4. Factoring, yakni penjualan piutang dagang eksportir oleh bank setempat untuk mendapatkan uang tunai dengan cara membayar komisi tertentu. Biasanya eksportir akan menerima pembayaran 75%-85%.
5. Banker Acceptance, yakni instrumen akseptasi yang dilakukan oleh bank setempat atas suatu penarikan wesel suatu usance L/C.

BUMN Ultra Mikro dapat mengikutsertakan pihak perbankan nasional dalam struktur Dana Stabilisasi Ekspor Nasional sehingga bisnis ekspor pelaku pengusaha UMI dan UMKM bahan baku mendapatkan kemudahan fasilitas pembiayaan dana dari bank dimana Letter of Credit (L/C) dan COD dari pembeli di luar negeri bisa dijaminkan melalui fasilitas jaminan Dana Stabilisasi Ekspor Nasional guna mendapatkan dana tunai dari bank bagi keperluan ekspor dan pengirimannya.

Fasilitas jaminan Dana Stabilisasi Ekspor Nasional diberikan non recourse yang artinya tanpa diperlukan jaminan tambahan dari pelaku UMI dan UMKM. Produk ekspor UMI dan UMKM tersebut adalah jaminan langsung dari pelaku eksportir UMI dan UMKM kepada BUMN Ultra Mikro melalui Dana Stabilisasi Ekspor Nasional.

Resiko default prestasi dari pelaku UMI dan UMKM atau gagal bayar atau gagal delivery dapat diatasi dengan melibatkan perusahaan asuransi luar negeri untuk coverage terhadap fasilitas jaminan yang diberikan DSEN hingga nanti pelaku UMI dan UMKM akan berhubungan dengan perusahaan asuransi dalam mengembalikan atau menyelesaikan implikasi hukumnya.

Pemikiran mendirikan BUMN Ultra Mikro dalam kepentingan sebagai berikut :
1. Menghadirkan kepedulian dan dukungan nyata Negara dan Pemerintah kepada pelaku pengusaha UMI dan UMKM.
2. Memberdayakan keekonomian pelaku pengusaha UMI dan UMKM khususnya dalam menghadapi persaingan pasar bebas.
3. Meluaskan segmentasi dan penetrasi pasar pengusaha UMI dan UMKM secara nasional dan internasional.
4. Membangun dan mengembangkan sistem jaringan entrepreneurship pengusaha UMI dan UMKM.

Malah pemerintah daerah (sebaiknya pemerintah daerah provinsi) dapat juga mendirikan BUMD Ultra Mikro berdasarkan wewenang hukum Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 yang mana seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah. 

Sedangkan mengenai right issue pendirian BUMD Ultra Mikro dapat dilakukan salah satunya dengan mengundang pihak asing melalui FDI (foreign direct investment) berdasarkan wewenang hukum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang secara gamblang disebut sebagai paradiplomasi.

BUMD Ultra Mikro didirikan dengan tujuan untuk memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik, dan potensi daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik.

ANJURAN
Atas masukan di atas, dianjurkan Pemerintah menginisiasi program bersama untuk keperluan SDM Juru Masak Profesional dan SDM tenaga manajerial serta keperluan Bahan Baku Pangan Dan Dukungan Logistik,  serta pendirian BUMN Ultra Mikro, seperti disampaikan di atas.

Malah inisiasi kiranya suatu saat bisa menjadi standard prosedur operasi  (SPO) Pemerintah bagi mendirikan restoran Indonesia di luar negeri.

Diharapkan kehadiran Pemerintah akan mempermudah masyarakat diaspora mendirikan restoran Indonesia di luar negeri serta meningkatkan roda kehidupan usaha pelaku UMI dan UMKM, karena kedua keperluan itu, secara tidak langsung, sudah dijamin dengan sendirinya oleh Pemerintah.

Perlu dicatat jumlah masyarakat diaspora saat ini di berbagai belahan dunia ada 7,2 juta orang yang sejatinya mereka ini adalah investor restoran Indonesia di luar negeri.

Kepada para investor itu, Pemerintah seharusnya memberi kenyamanan dan kemudahan fasilitas dalam mereka mendirikan restoran Indonesia.

Warna dan wajah masakan Indonesia sebenarnya ada di tangan masyarakat diaspora.

Teristimewa pula melihat potensinya dapat membuka lapangan kerja dan ekonomi kreatif bagi tenaga juru masak profesional Indonesia (Chef), tenaga manajerial serta pelaku UMI dan UMKM di pasar luar negeri.

Diharapkan melalui penyelesaian kedua tantangan di atas, seyogyanya Pemerintah bisa berkontribusi besar kepada bangsa ini untuk menjadikan seni masakan Indonesia tampil lebih nyata di panggung dunia, sejajar dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Vietnam dan Malaysia.

Semoga bermanfaat

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Tabek
Indra Ketaren (Betha)







 






 

Thursday, 9 December 2021

Gastronomy Sister City

Kota kembar (bahasa Inggris: sister city, twin cities, sister cities) atau kota bersaudara adalah konsep penggandengan dua kota (atau daerah provinsi yang dikenal dengan sister province) yang berbeda lokasi dan secara geografis, administratif maupun politik berbeda menjalin hubungan sosial antar masyarakat serta budaya maupun kontak sosial antar penduduk.

Keterlibatan pelaku dalam sister city merupakan salah satu contoh pelaksanaan diplomasi publik dimana sebuah hubungan dijalankan tidak hanya oleh aktor negara (pemerintah daerah dan DPRD) tapi juga aktor non negara.

Aktor non negara itu adalah pelaku sub-nasional, yakni pemerintah lokal, atau pemerintah daerah atau pemerintah regional; serta pelaku bisnis (badan usaha) maupun kelompok kepentingan yang tergabung dalam organisasi, atau lembaga, atau institusi, atau perkumpulan (seperti lingkungan, politik, kesehatan, budaya, kuliner, wanita, pendidikan, ketenagakerjaan maupun lainnya); atau warga negara secara individual.

Kota kembar umumnya memiliki persamaan keadaan demografi dan masalah-masalah yang dihadapi. Konsep kota kembar bisa diumpamakan sebagai sahabat pena antara dua kota. Hubungan kota kembar sangat bermanfaat bagi program pertukaran pelajar dan kerjasama di bidang budaya dan perdagangan.

Di Eropa, kota kembar dikenal sebagai twin towns atau friendship towns, sedangkan di Jerman dikenal dengan istilah partner towns (Partnerstädte). Istilah sister cities lebih dikenal di Asia, Australia dan Amerika Utara, sedangkan di negara-negara CIS dikenal dengan sebutan "kota bersaudara" (brother cities).

Gagasan kota kembar (sister city) atau sister state berawal dari pencanangan program "People-to-People" yang semula berkeinginan meningkatkan kunjungan warga sipil untuk mempelajari negara-negara asing. Kota kembar dikembangkan sedemikian rupa dalam menyediakan berbagai macam cara untuk meningkatkan arus pariwisata manusia dan arus gagasan dengan menggunakan terbitan, siaran radio, pameran, presentasi budaya, pameran dagang, pertukaran tim olahraga, delegasi warga sipil.

Praktik kota kembar merupakan "roda penggerak" diplomasi antar warga negara dengan maksud menciptakan saling pengertian antara penduduk kota dengan mempromosikan proyek lintas batas untuk kemakmuran bersama untuk mempromosikan inisiatif kota kembar berkualitas tinggi dan pertukaran yang melibatkan semua unsur dalam masyarakat.

Perjanjian Kerja Sama Sister City atau Sister Province merupakan salah satu perjanjian internasional yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang dilakukan pemerintah daerah.

Kota kembar adalah bentuk diplomasi kota yang merupakan bentuk mekanisme diplomasi dimana pemerintah daerah berinteraksi dengan aktor hubungan internasional lain untuk merepresentasikan dirinya dan mencapai kepentingan daerahnya.

Di Indonesia, landasan hukum terkait Perjanjian Kerja Sama Sister City (atau Sister Province) adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dikenal dengan Paradiplomasi. UU tersebut dapat menunjang pembangunan ekonomi daerah secara nasional. Hal ini karena dengan keterlibatan semua pemangku kepentingan di daerah dalam diplomasi ekonomi diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih optimal bagi kepentingan daerah secara nasional.

Dengan demikian masyarakat dan pemerintah daerah setempat punya otorisasi mengangkat dan mempromosikan kuliner, gastronomi dan gastrowisata secara langsung ke berbagai belahan dunia berdasarkan payung hukum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Paradiplomasi).

Perkembangan Sister City di Indonesia hingga saat ini  jumlah daerah yang telah menjalankan kerjasama Sister City sampai tahun 2013 adalah sebanyak 102 dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU). Terdapat 47 kota dari seluruh 34 provinsi yang pernah dan memiliki hubungan sister city. Tujuan utama dari program sister city baik antar kota yang ada di Indonesia maupun dengan kota di negara berkembang saat ini ialah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi antara kota-kota yang bersangkutan. Jakarta, misalnya, memiliki jumlah sister city terbanyak dengan jumlah 49 sister city pada tahun 2014 dengan 21 diantaranya kota-kota di luar negeri.

GASTRONOMY SISTER CITY
Mengingat potensi Sister City (dan Sister Province) mempunyai peluang cukup tinggi, maka sudah saatnya diperlukan inisiatif pemerintah daerah dan kota menjalin hubungan kerjasama sosial dan budaya dengan negara-negara di berbagai belahan dunia.

Kerjasama ini dilakukan dengan memilih beberapa kota di dunia untuk mencanangkan pembentukan Gastronomy Sister City agar kuliner dan gastronomi kota bersangkutan dapat meningkatkan peluang dalam memajukan pembangunan pariwisata di daerah dan secara khusus kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

Kerjasama Gastronomy Sister City itu dapat dilakukan secara langsung dengan kota-kota dari negara tetangga yang serumpun maupun dengan negara lain di belahan dunia.

Dengan kota-kota serumpun dalam kepentingan untuk memetakan dan menyatukan sinergi maupun harmonisasi gastronomi dan kuliner yang selama ini dianggap sama resep dan namanya namun dianggap berbeda asalnya sehingga kerap menjadi klaim yang tidak berkesudahan.

Dengan negara lain di belahan dunia dalam kepentingan agar gastronomi dan kuliner daerah setempat goes international dengan memperkenalkannya kepada masyarakat asing setempat.

Selain itu kerjasama Kota Kembar ini bisa membuka kehadiran restoran-restoran kota Indonesia tersebut di luar negeri yang dilakukan bersama masyarakat diaspora Indonesia setempat dan secara timbal balik bagi restoran-restoran asing di Indonesia.

Disini akan terbuka peluang kewirausahawanan (entrepreneurship) kota bersangkutan dalam mengekspor bahan baku Indonesia (berupa produk bumbu, rempah, pangan olahan dan buah-buahan).

Termasuk juga membuka lapangan kerja bagi tenaga juru masak profesional Indonesia (Chef), serta tenaga manajerial yang terbiasa menangani restoran ala Indonesia.  

Demikian disampaikan. Semoga bermanfaat

Tabek
Indra Ketaren

Friday, 3 December 2021

Tren Kuliner Dunia

Pandemik Covid19 telah membentuk sebuah Tatanan Dunia Baru atau Tatanan Kehidupan Baru, dimana kehidupan manusia telah berubah dan manusia dituntut bersepakat mengadaptasi perilaku dan sikap baru tersebut.

Bencana pandemik Covid-19 telah mengubah kondisi serta memberi imbas terhadap pelaku bisnis kuliner (seperti restoran, rumah makan, kedai makan, makanan jalanan dan lain sebagainya) serta pelaku industri dan jasa pariwisata maupun hospitality (seperti hotelier) pun ikut terpengaruh.

Namun untuk sektor kuliner ada secercah harapan pemulihan dengan meningkatnya usaha bisnis makanan, walaupun nilai penjualannya turun sedikit.

Secercah harapan itu dengan cara menggiring pengusaha kuliner masuk ke ruang baru bertemu dengan konsumen, yakni dengan melakukan inovasi akibat tuntutan konsumen terhadap adanya pandemik yang disadari berbeda dari yang lain hingga mampu mendorong konsumen datang lebih banyak.

Inovasi ini diperlukan untuk mendukung dunia pariwisata yang akan dikembangkan kedepannya dalam bagaimana masyarakat wisatawan mendapat kenyamanan dalam gastronomi wisata yang dilakukan.

Inovasi ini kemudian disaring dan dikenal masyarakat wisatawan sebagai Tren Kuliner Dunia yang pada saat ini dan di masa kedepan menekankan kepentingan kepada :
1. Menginginkan makanan segar yang lebih alami untuk mendukung komunitas lokal dan farm to table.
2. Manfaat kesehatan, manfaat rasa, atau keduanya.
3. Memenuhi kebutuhan kalangan milenial dan orang tua yang selalu menuntut apa yang dikonsumsi harus lebih sehat, ramah lingkungan dan berkualitas baik.
4. Mengikuti kecenderungan gaya generasi milenium yang kebutuhan mereka terus meningkat dan selalu berubah.

Konsekuensinya membawa dampak adanya Tren Kuliner Dunia dimana masyarakat manca negara menekankan kebutuhan akan makanan sehat dan hidup sehat yang memberi kepada mereka, antara lain berupa : (Mintel Global Market Research & Market Insight, 2020)
1.  Umur panjang dan kenyamanan.
2.  Menciptakan keamanan kerja dan peluang pola kerja yang lebih sehat.
3.  Mengkonsumsi makanan tradisional yang lebih sehat.
4.  Gerakan sadar dan latihan terhadap kebugaran fisik.

Menurut Barilla Center for Food Nutrition Foundation Tren Utama Pangan Dunia sampai tahun 2030 akan berkisar kepada :
1.  Mempunyai kesamaan dan terjadinya hubungan timbal balik. Hambatan kecepatan dan ruang-waktu semakin mengurangi peluang untuk berkumpul di sekitar meja makan, maupun membina dorongan kuat menuju individualisme. Kita butuh untuk menciptakan lebih banyak kesempatan untuk memfasilitasi berbagi makanan yang mendorong dialog, refleksi dan kenikmatan sosialitas.
2.  Aksesibilitas, yakni harus bekerja untuk memastikan bahwa akses ke makanan dijamin untuk sebagian besar orang dengan menawarkan beragam dan kualitas.
3.  Kealamian yakni pengurangan intervensi dan manipulasi di berbagai fase sektor pertanian, tanpa mengorbankan inovasi.
4.  Fusion, yakni eksploitasi konektivitas total untuk meningkatkan pengetahuan dan pengagungan budaya makanan yang berbeda dan cita rasa otentiknya
5.  Makan di rumah versus Makan di luar. Telah ada peningkatan progresif dalam makanan yang dimakan di luar rumah, sering ditandai dengan individualisasi dan kualitas penawaran makanan yang lebih rendah.

Oleh karena itu menurut Barilla Center for Food Nutrition Foundation Tren Kuliner Dunia konsumen kedepannya akan berkisar pada :
1.  Rasa sebagai kesenangan, yakni kepuasan melalui pengalaman kuliner seperti pengalaman sensorik. Manfaat sebagai hiburan dimana makanan sebagai cara untuk menekan kebosanan terhadap makanan yang berkalori tinggi.
2.  Perhatian pada manfaat kesehatan individu, dimana makanan sebagai sarana menjaga jiwa dan raga maupun peningkatan kesejahteraan.  Manfaat ini untuk mengurangi rasa takut yang tidak terkendali (obsesi) terhadap makanan
3.  Orientasi ke masa lalu, yakni memori dan perhatian terhadap peningkatan pelestarian tradisi, walaupun disadari akan ada prasangka atau permusuhan atau sikap defensif terhadap makanan “eksotis” yang bernostalgia
4.  Orientasi ke masa depan, yakni peningkatan kemajuan inovasi yakni pertukaran dan penemuan makanan baru dan gaya kuliner baru, walaupun disadari akan hilangnya sejarah dan tradisi nilai makanan.
5.  Teknologi atau inovasi, yakni penemuan teknologi dan pengembangan sarana baru (inovasi) terhadap produksi, persiapan dan konsumsi dalam kepentingan menanggapi konsumen yang kritis dan menuntut, walaupun disadari akan menjauhkan diri dari praktik kebiasaan (kelaziman) memasak sehari-hari.
6.  Kealamian atau kesederhanaan makanan secara keseluruhan, yakni pengurangan seminimal mungkin dan tidak ada manipulasi, walaupun disadari akan mengurangi karya inovasi maupun obsesi untuk makanan biologis.
7.  Globalisasi rasa, yakni dengan pertukaran dan menggabungkan minat dan ingin tahu pengalaman dan rasa budaya makanan, walaupun disadari akan terjadinya homogenisasi atau hilangnya keragaman dan tradisi lokal.
8.  Makanan lokal dan regional yang otentik untuk mendorong sebisa mungkin mengkonsumsi makanan lokal dan musiman, walaupun disadari ada kondisi produk khusus yang aksesbilitasnya buruk.
9.  Eksklusivitas terhadap makanan mewah dengan kualitas lebih tinggi, walaupun disadari akan menimbulkan polarisasi (diskriminasi) ekonomi, sosial dan buadaya.
10. Aksesibilitas secara luas terhadap makanan yang rendah biaya (murah); walaupun disadari kualitas makanan terdegradasi.
11. Kecepatan dan praktis, yakni karena kurangnya waktu terhadap makanan dengan konten layanan tinggi. Walaupun disadari lebih sedikit waktu yang didedikasikan untuk mengkonsumsi makanan serta sedikit perhatian diberikan pada nutrisi
12. Koneksi Individualisasi (personalisasi) dari sudut pandang relasional, dimana penawaran makanan ditujukan pada kebutuhan khusus dalam hal kualitas dan format. Artinya ketika makanan dikonsumsi tidak dimakan bersama dan berbagi.
13. Keberlanjutan lingkungan, yakni konsumsi makanan yang bertanggung jawab dan terlibat dalam melindungi lingkungan dan kualitas; khususnya perhatian terhadap tema ketahanan pangan dan ketahanan pangan.

Dari Tren Kuliner Dunia tersebut maka pilihan masyarakat wisatawan terhadap kuliner di masa kini dan mendatang mempunyai standard antara lain : dunia
1.  Makanan sehat (healthy food)
2.  Sederhana (simple)
3.  Semi fast food
4.  Not much fat (lemak)
5.  Not overcooked
6.  Menu dengan alternatif diet
7.  Masakan lintas budaya
8.  Masakan hyper-regional

Semoga bermanfaat

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula
Indra Ketaren (Betha)