".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Friday, 10 December 2021

Tantangan Pengembangan Restoran Indonesia Di Luar Negeri

Saat ini menurut pemetaan sederhana Kementerian Luar Negeri terdapat 1,177 restoran Indonesia di luar negeri yang tersebar di 48 negara, yakni 697 di Asia Pasifik dan Afrika serta 489 di Amerika dan Eropa.

Namun ada tantangan yang dialami para pemilik restoran Indonesia di luar negeri dalam menjalankan bisnis kuliner mereka.

Tantangan utamanya adalah mengenai kebutuhan pengadaan bahan baku pangan dan dukungan kemudahan logistik dalam pengiriman dari Indonesia yang berjadwal rutin dengan biaya kirim terjangkau.

Tantangan kedua, yaitu kebutuhan akan SDM, yakni tenaga juru masak profesional Indonesia (Chef), serta tenaga manajerial yang terbiasa menangani restoran ala Indonesia.

Kedua tantangan itu dialami hampir sebagian besar pemilik restoran Indonesia di luar negeri, yang mereka adalah masyarakat diaspora Indonesia yang bermukim di berbagai belahan dunia. Nota bene masyarakat diaspora Indonesia itu adalah investor restoran Indonesia.

Malah diketahui sampai tahun 2024 pemerintah akan mendorong hadirnya 4,000 restoran Indonesia di luar negeri, yang berarti akan ada kebutuhan tambahan SDM tenaga juru masak profesional dan tenaga manajerial yang diperlukan masyarakat diaspora Indonesia selaku investor restoran.

Di bawah ini dicoba sekedar memberi masukan menjawab kedua tantangan tersebut, yakni :

SDM PROFESIONAL
Pada hakekatnya mengenai penyediaan SDM tenaga juru masak profesional (Chef) dapat diatasi dengan mudah mengingat ada 3 (tiga) organisasi pemasak (Chef) di Indonesia yang memiliki jumlah anggota yang cukup memadai yakni berkisar 10,931 orang.

Untuk penyediaan tenaga manajerial restoran ada begitu banyak institusi pendidikan yang berfokus pada  spesialisasi pelatihan vokasional restoran, pariwisata dan hospitality. Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif membina berbagai lembaga politeknik pariwisata (poltekpar) baik itu di Bali, Bandung, Lombok, Medan, Makassar dan Palembang.

Oleh karena itu, soal kebutuhan SDM tenaga juru masak profesional dan tenaga manajerial sudah dapat diatasi yang peruntukannya bisa mencakup ke seluruh pelosok dunia atau sejauh ada restoran Indonesia di luar negeri.

Sekarang terpulang dari Pemerintah menjembatani tantangan SDM yang dihadapi para pemilik restoran Indonesia di luar negeri.

Selain untuk kebutuhan restoran Indonesia di luar negeri, hendaknya SDM tenaga juru masak profesional itu bisa juga diperuntukkan bagi para calon Duta Besar Indonesia yang akan ditempatkan di pos perwakilan luar negeri.

Sudah saatnya perwakilan Indonesia di luar negeri memiliki tenaga masak profesional yang cukup kompeten karena Chef bisa dikatakan sebagai Indonesian Culinary Ambassador yang merepresentasikan warna masakan Nusantara (Regions Cuisine Heritage) di luar negeri.

Dari makanan yang disajikan Chef, para Duta Besar Indonesia dapat bicara mengenai pariwisata negeri ini kepada counterparts mereka mengenai kisah atau cerita sejarah dan budayanya.

Apalagi, kehadiran seni dapur masakan Indonesia melalui tangan Chef Indonesia, menjadikan makanan itu sebagai benchmark dan patokan lanskap diplomasi makanan Indonesia di mata dunia yang akan berperan sebagai teater terbuka dalam mengetengahkan diplomasi kebudayaan seni memasak bangsa Indonesia dan pastinya akan menaikkan angka brand power pariwisata Indonesia.

BAHAN BAKU
Mengenai pengadaan bahan baku pangan dan kemudahan logistik dalam pengiriman dari Indonesia ada di ranah pelaku Ultra Mikro (UMI) dan Usaha Kecil, Mikro maupun Menengah (UMKM).

Bahan baku pangan itu berupa produk bumbu, rempah, pangan olahan dan buah-buahan yang kesehariannya ada di kehidupan pengusaha UMI dan UMKM, meskipun tidak bisa dinafikan pangsa pasar ini juga banyak digeluti pemain besar.    

Bisa dikatakan ada ratusan ribu pelaku UMI dan UMKM di Indonesia mencari peruntungan sebagai pengusaha baku pangan berupa produk bumbu, rempah, pangan olahan dan buah-buahan, termasuk dalam jasa mereka sebagai eksportir.

Namun ada suatu kelemahan yang belum bisa di atasi sampai saat ini, yakni mengenai metode pembayarannya yang hampir kebanyakan pelaku UMI dan UMKM masih meminta di bayar Cash Before Delivery (CBD) termasuk dalam  logistik pengirimannya (shipment).

Sedangkan pembeli dari luar negeri, termasuk pelaku restoran Indonesia di luar negeri pada umumnya selalu in favor dengan pembayaran dokumen bank, berupa Letter of Credit (L/C) atau Cash on Delivery (COD) termasuk satu paket mengenai logistik pengirimannya.

Pembayaran  Cash Before Delivery selalu menjadi handicap bagi pembeli di luar negeri sehingga kesulitan ini dapat dihandle (dijembatani) oleh pemain besar yang bisa menerima alat bayar Letter of Credit (L/C) atau Cash on Delivery (COD) dari pembeli di luar negeri dengan membeli cash (tunai) dari pemasok UMI dan UMKM di dalam negeri dengan selisih (margin) perbedaan harga yang cukup besar.

Malah kebanyakan pemain besar melakukan monopoli terhadap pemasok baku pangan di dalam negeri, sehingga pasar ekspor pelaku UMI dan UMKM di kontrol penuh oleh pemain besar.

Istilah monopoli ini lebih dikenal dengan tengkulak yang mereka adalah pedagang besar berperan sebagai pengepul sekaligus pemasar dengan membeli baku pangan dari pemasok UMI dan UMKM dengan harga yang cukup murah bahkan sangat jauh dibawah harga pasaran.

Disini tengkulak berperan sebagai pembeli, pendistribusi sekaligus pedagang dengan cara datang ke lokasi pemasok untuk mengumpulkan produk tersebut untuk kemudian dijual di pasar internasional dengan harga yang berlipat-lipat.

Disini letak kelemahan pengusaha UMI dan UMKM baku pangan Indonesia yang karena keterbatasan mereka mendapatkan fasilitas pembiayaan dana dari bank atas jaminan alat bayar Letter of Credit (L/C) atau Cash on Delivery (COD) mendorong mengalihkan cara bayar tersebut kepada pemain besar dengan menjual produk bahan baku dengan harga yang sangat rendah jauh di bawah harga pasaran.

Mekanisme ini disebut sebagai hack market dimana pemain besar masuk dan hadir dengan menguasai pangsa pasar penjualan ekspor baku pangan (produk bumbu, rempah, pangan olahan dan buah-buahan) pelaku UMI dan UMKM ke luar negeri.

Wajar jika dilihat sampai sekarang kebanyakan pengusaha UMI dan UMKM baku pangan di Indonesia tidak berkembang keekonomian dan kemaslahatan mereka, apalagi dalam kemandirian melakukan ekspor.

Selain masalah metode pembayaran, mengenai kemasan dan pengepakan produk kuliner, bumbu, rempah dan buah-buahan pun masih minim atau di bawah standard dilakukan pengusaha UMI dan UMKM termasuk kebersihannya.

Dengan demikian dapat dipahami mengenai tantangan pemilik restoran Indonesia di luar negeri terhadap kebutuhan pengadaan bahan baku pangan dan dukungan kemudahan logistik dalam pengiriman dari Indonesia yang berjadwal rutin dengan biaya kirim terjangkau.

Dipahami dalam arti mengingat pemasok, yakni pemain besar di Indonesia, tidak mengetahui akan adanya kebutuhan 1,177 pemilik restoran Indonesia di luar negeri terhadap bahan baku tersebut. Apalagi kalau mau bicara 4,000 restoran Indonesia ke depannya.

Seyogyanya Pemerintah berinisiatif merestrukturisasi mengenai keperluan bahan baku tersebut, khususnya dalam membangun dan melindungi pelaku Ultra Mikro (UMI) dan UMKM untuk bisa langsung menjadi pemasok bagi restoran-restoran Indonesia di luar negeri.

BUMN ULTRA MIKRO
Untuk mempertahankan keberlanjutan dan kelangsungan pengusaha Ultra Mikro (UMI) dan Usaha Kecil, Mikro maupun Menengah (UMKM) diperlukan program dari Pemerintah untuk mendirikan BUMN Ultra Mikro sebagai wujud simbiosis mutualisme dari kehadiran Pemerintah bagi pelaku UMI dan UMKM.

Simbiosis mutualisme dalam arti memberi keuntungan bagi setiap pihak yang terlibat.

Dengan adanya BUMN Ultra Mikro akan tercipta dari pelaksanaan integrasi ekosistem (holding) BUMN untuk pengembangan usaha UMI dan UMKM.

Melalui holding, potensi masing-masing BUMN yang terlibat bisa dimaksimalkan untuk melayani lebih banyak lagi pelaku usaha UMI dan UMKM.

Mekanisme BUMN Ultra Mikro ini diperuntukan dan dapat menjadi fasilitas jaminan pembiayaan dana terhadap alat bayar L/C kepada bank setempat bagi bisnis ekspor pelaku pengusaha UMI dan UMKM ke bawah di seluruh negeri, para pekerja yang mereka pekerjakan, dan komunitas yang mereka layani.

Dengan adanya BUMN Ultra Mikro ini akan jadi momentum mendorong kredit produktif bagi perbaikan ekosistem pembiayaan pelaku UMI dan UMKM serta mendorong multiplier effect terhadap ekonomi nasional.

Pemberdayaan sektor usaha produktif di segmen ekonomi bawah (UMI dan UMKM) akan sangat membantu dalam meningkatkan kinerja dan nilai tambah ekonomi nasional,  khususnya harapan terjadinya akselerasi kinerja ekonomi pada masa pemulihan setelah melambat akibat pandemi Covid-19 .

Selain itu rights issue pendirian BUMN Ultra Mikro akan memiliki efek ganda yakni aksi korporasi bernilai jumbo yang bukan hanya menggiurkan bagi investor saham, tapi juga dapat mendorong pelaku UMI dan UMKM menjadi lebih produktif.

Salah satu keperluan hadirnya BUMN Ultra Mikro adalah untuk membentuk  Dana Stabilisasi Ekspor Nasional (DSEN).

DSEN diperuntukan sebagai fasilitas jaminan pembiayaan dana terhadap alat bayar L/C dan COD kepada bank setempat bagi bisnis ekspor pelaku pengusaha UMI dan UMKM bahan baku di seluruh negeri, para pekerja yang mereka pekerjakan, dan komunitas yang mereka layani.  

Selain sebagai pemberi fasilitas jaminan pembiayaan dana terhadap alat bayar  L/C dan COD kepada bank setempat, maka fasilitas Dana Stabilisasi Ekspor Nasional juga berperan terhadap macam tipe pembiayaan lainnya kepada bank setempat, yakni untuk :
1. Export Receivables Negotiation, yakni pengambilalihan atau pembelian wesel/tagihan/dokumen ekspor oleh bank setempat atas dasar L/C
2. Export Receivables Discounting, yakni pembayaran atau pembiayaan atas piutang ekspor oleh bank setempat sebelum jatuh tempo
3. Forfaiting, yakni penyediaan dana kepada eksportir oleh bank setempat dengan membeli barang-barang yang telah dijual sebelumnya oleh eksportir kepada pelanggan di luar negeri tetapi eksportir belum menerima pembayarannya. Biasanya Importir akan memperoleh kredit sampai jangka waktu tujuh tahun mendatang.
4. Factoring, yakni penjualan piutang dagang eksportir oleh bank setempat untuk mendapatkan uang tunai dengan cara membayar komisi tertentu. Biasanya eksportir akan menerima pembayaran 75%-85%.
5. Banker Acceptance, yakni instrumen akseptasi yang dilakukan oleh bank setempat atas suatu penarikan wesel suatu usance L/C.

BUMN Ultra Mikro dapat mengikutsertakan pihak perbankan nasional dalam struktur Dana Stabilisasi Ekspor Nasional sehingga bisnis ekspor pelaku pengusaha UMI dan UMKM bahan baku mendapatkan kemudahan fasilitas pembiayaan dana dari bank dimana Letter of Credit (L/C) dan COD dari pembeli di luar negeri bisa dijaminkan melalui fasilitas jaminan Dana Stabilisasi Ekspor Nasional guna mendapatkan dana tunai dari bank bagi keperluan ekspor dan pengirimannya.

Fasilitas jaminan Dana Stabilisasi Ekspor Nasional diberikan non recourse yang artinya tanpa diperlukan jaminan tambahan dari pelaku UMI dan UMKM. Produk ekspor UMI dan UMKM tersebut adalah jaminan langsung dari pelaku eksportir UMI dan UMKM kepada BUMN Ultra Mikro melalui Dana Stabilisasi Ekspor Nasional.

Resiko default prestasi dari pelaku UMI dan UMKM atau gagal bayar atau gagal delivery dapat diatasi dengan melibatkan perusahaan asuransi luar negeri untuk coverage terhadap fasilitas jaminan yang diberikan DSEN hingga nanti pelaku UMI dan UMKM akan berhubungan dengan perusahaan asuransi dalam mengembalikan atau menyelesaikan implikasi hukumnya.

Pemikiran mendirikan BUMN Ultra Mikro dalam kepentingan sebagai berikut :
1. Menghadirkan kepedulian dan dukungan nyata Negara dan Pemerintah kepada pelaku pengusaha UMI dan UMKM.
2. Memberdayakan keekonomian pelaku pengusaha UMI dan UMKM khususnya dalam menghadapi persaingan pasar bebas.
3. Meluaskan segmentasi dan penetrasi pasar pengusaha UMI dan UMKM secara nasional dan internasional.
4. Membangun dan mengembangkan sistem jaringan entrepreneurship pengusaha UMI dan UMKM.

Malah pemerintah daerah (sebaiknya pemerintah daerah provinsi) dapat juga mendirikan BUMD Ultra Mikro berdasarkan wewenang hukum Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 yang mana seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah. 

Sedangkan mengenai right issue pendirian BUMD Ultra Mikro dapat dilakukan salah satunya dengan mengundang pihak asing melalui FDI (foreign direct investment) berdasarkan wewenang hukum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang secara gamblang disebut sebagai paradiplomasi.

BUMD Ultra Mikro didirikan dengan tujuan untuk memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik, dan potensi daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik.

ANJURAN
Atas masukan di atas, dianjurkan Pemerintah menginisiasi program bersama untuk keperluan SDM Juru Masak Profesional dan SDM tenaga manajerial serta keperluan Bahan Baku Pangan Dan Dukungan Logistik,  serta pendirian BUMN Ultra Mikro, seperti disampaikan di atas.

Malah inisiasi kiranya suatu saat bisa menjadi standard prosedur operasi  (SPO) Pemerintah bagi mendirikan restoran Indonesia di luar negeri.

Diharapkan kehadiran Pemerintah akan mempermudah masyarakat diaspora mendirikan restoran Indonesia di luar negeri serta meningkatkan roda kehidupan usaha pelaku UMI dan UMKM, karena kedua keperluan itu, secara tidak langsung, sudah dijamin dengan sendirinya oleh Pemerintah.

Perlu dicatat jumlah masyarakat diaspora saat ini di berbagai belahan dunia ada 7,2 juta orang yang sejatinya mereka ini adalah investor restoran Indonesia di luar negeri.

Kepada para investor itu, Pemerintah seharusnya memberi kenyamanan dan kemudahan fasilitas dalam mereka mendirikan restoran Indonesia.

Warna dan wajah masakan Indonesia sebenarnya ada di tangan masyarakat diaspora.

Teristimewa pula melihat potensinya dapat membuka lapangan kerja dan ekonomi kreatif bagi tenaga juru masak profesional Indonesia (Chef), tenaga manajerial serta pelaku UMI dan UMKM di pasar luar negeri.

Diharapkan melalui penyelesaian kedua tantangan di atas, seyogyanya Pemerintah bisa berkontribusi besar kepada bangsa ini untuk menjadikan seni masakan Indonesia tampil lebih nyata di panggung dunia, sejajar dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Vietnam dan Malaysia.

Semoga bermanfaat

Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula

Tabek
Indra Ketaren (Betha)