ABSTRAK
Tulisan ini adalah sebuah pembelajaran untuk memahami, menganalisa dan mendalami proses perkembangan gastronomi di Indonesia, mengingat maraknya saat ini masyarakat terlibat dalam gastronomi tetapi tidak tahu peradaban gastronomi Indonesia itu sendiri terutama di bidang sejarah dan budayanya.
Tulisan ini dapat memberikan kesempatan kepada pembaca untuk memahami dan mendalami proses perkembangan gastronomi di Indonesia dan bisa mengaplikasikan apa yang dipelajari dari makalah ini untuk diterapkan kedepannya.
LATAR BELAKANG
Dewasa ini semakin banyak orang yang menyadari bahwa gastronomi merupakan hal yang melekat pada lingkungan hidup manusia. Sadar atau tidak, mau tidak mau, gastronomi ikut mempengaruhi perilaku kehidupan kita sebagai individu maupun sebagai bagian dari interaksi kelompok masyarakat. Namun tidak semua individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan gastronomi, apalagi memahaminya.
Dinamika gastronomi di Indonesia berkembang pada saat individu atau masyarakat masuk ke dunia kuliner. Kuatnya dominasi kuliner mengontrol kehidupan individu atau masyarakat yang telah memberi kesempatan kepada gastronomi untuk tampil dan berperan.
Namun sayangnya saat ini banyak masyarakat belum memahami gastronomi dan kuliner yang pada hakikatnya satu sama lain saling berkelindan (erat menjadi satu) tetapi berbeda.
Kebanyakan masih mengartikan gastronomi sebatas kuliner, tanpa menguasai dan mendalami arti dari keduanya, sehingga kerap menimbulkan bias dalam penjelasan mereka.
Memang disadari gastronomi belum banyak dikaji secara luas dan dipraktekan secara tepat, sehingga sukar mengetahui sampai sejauh mana aplikasinya sudah berjalan secara efektif.
Sebagai perumpamaan, kita melihat banyak daerah tujuan wisata di Indonesia menggunakan kata gastronomi sebagai alat penarik wisatawan dan banyak pula yang menggunakan kata pariwisata dalam mempromosikan gastronomi.
Pola promosi seperti itu kurang efektif seperti yang diharapkan karena banyak stakeholders mengartikan gastronomi sebatas kuliner dan gastronomi wisata sekedar wisata kuliner. Apalagi pengusaha pariwisata sering kali tidak memahami produk Gastronomi dan Gastronomi Wisata itu sendiri.
Perlu dipahami, gastronomi bukan seperti kuliner yang bicara sekedar mengenai resep memasak atau sebatas icip-icip, atau prototype nama makanan, malah bukan pula bicara mengenai identitas atau prestise restoran dan pemasak serta chef selebriti.
Gastronomi menerjemahkan dirinya tentang bagaimana menyentuh hati masyarakat melalui makanan dengan menampilkan keanekaragaman sejarah, budaya dan tradisinya.
KULINER DAN GASTRONOMI
Kuliner merupakan pengetahuan dan keterampilan tentang seni memasak yang baik atau dikenal dengan istilah The Art Of Good Cooking.
Kegiatan kuliner terbatas hanya pada proses persiapan, pengolahan dan penyajian makanan yang dilakukan produsen, (yakni chef profesional dan pemasak otodidak), yang dalam bahasa “man on the street” disebut sebagai tukang masak (culinary master). Pelakunya disebut sebagai artis kuliner (atau seniman kuliner)
Sedangkan gastronomi adalah seni atau ilmu yang mempelajari tentang seni makan yang baik atau The Art Of Good Eating. Gastronomi bicara tentang pengetahuan makanan (Food Knowledge) yang cakupannya mengenai sejarah dan budaya makanan (Food Story), penilaian terhadap makanan (Food Assessment) dan tata krama makan (Table Manners).
Kegiatan gastronomi dilakukan konsumen, (yakni food connoisseur & food enthusiastic), yang dalam bahasa “man on the street” disebut sebagai tukang makan (epicure). Pelakunya disebut sebagai gastronom.
Disitu letak perbedaan antara kuliner dan gastronomi, walaupun tidak bisa dinafikan produsen selaku kuliner bisa melakukan cakupan gastronomi. Sebaliknya konsumen juga bisa melakukan cakupan kuliner.
MASAKAN NASIONAL
Pada hakekatnya gastronomi dan kuliner bicara soal Masakan Nasional (National Cuisine) suatu negara yang kemudian dipopulerkan oleh media massa sebagai bagian penting dari identitas suatu bangsa. Blender raksasa bernama globalisasi memperkenalkan eksistensinya kepada dunia.
Peran gastronomi dan kuliner adalah memasyarakatkan masakan nasional (national cuisine) tersebut, dimana gastronomi mempelajari dan memperkenalkan hubungannya terhadap sejarah, budaya maupun tradisi dari suatu daerah, bangsa atau negara.
Dengan demikian jika bicara mengenai gastronomi Indonesia maka yang dibahas adalah tentang Masakan Nasional Indonesia atau Indonesia National Cuisine.
KRONOLOGI GASTRONOMI DI INDONESIA
Gastronomi mulanya diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1982 oleh almarhumah ibu Suryatini Ganie yang menjadi pelopor berdirinya Lembaga Gastronomi Indonesia (LGI).
Artinya gastronomi di Indonesia telah berkembang 39 (tiga puluh sembilan) tahun yang lalu dan selama kurun waktu itu perjalanannya cukup berliku-liku karena kebanyakan masyarakat Indonesia belum terbiasa mengartikan makanan bangsa ini terhadap gastronomi.
Almarhumah ibu Suryatini Ganie adalah pakar gastronomi yang banyak menulis resep-resep makanan tradisional, akulturasi dan mimikri Indonesia. Beliau wafat bulan Maret tahun 2011 yang kepiawaiannya telah memberi banyak wangsit atau petunjuk terhadap dunia gastronomi maupun kuliner di tanah air.
Sumbangsih almarhumah kepada dunia kuliner dan gastronomi Indonesia sangat banyak malah sampai diakui di berbagai forum dan panggung culinary dan gastronomy dunia. Salah satunya dengan menerjemahkan bersama ahli bahasa Indonesia almarhum Anton Moeliono, kata gastronomi ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata upaboga.
Semenjak kepulangan mastro gastronomi Indonesia itu bisa dibilang aktivitas Lembaga Gastronomi Indonesia memudar walaupun LGI tercatat terdaftar sebagai salah satu anggota di organisasi International Academy of Gastronomy (IAG) yang berkedudukan di Paris yang merupakan lembaga dunia mengenai budaya gastronomi yang keanggotaannya sangat terbatas dan selektif.
Bersamaan kepulangan almarhumah pada bulan Maret tahun 2011, berdiri organisasi kedua gastronomi di Indonesia bernama Akademi Gastronomi Indonesia (atau AGI) yang kemudian pada bulan Maret tahun 2016 organisasi ketiga bernama Perkumpulan Gastronomi Indonesia (atau Indonesian Gastronomy Association atau IGA) yang kemudian pada bulan Januari tahun 2016 berubah nama menjadi Adi Gastronom Indonesia (atau AGASI).
AGI, IGA dan AGASI merupakan organisasi resmi gastronomi di Indonesia yang didirikan melalui Akta Notaris dan tercatat di Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia.
Diluar ketiga di atas ada lagi beberapa organisasi lainnya didirikan pada tahun 2020 namun tidak ketahui apakah tercatat di Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia karena penggunaan nama organisasinya memakai bahasa Inggris yang menurut pedoman dan ketentuan aturan penamaan wajib menggunakan nama Indonesia (Perpres No. 63/2019: Badan Usaha, Merk Dagang, Nama Geografi Wajib Gunakan Bahasa Indonesia).
PERKEMBANGAN GASTRONOMI DI INDONESIA
ORGANISASI
Dari perjalanan selama 39 (tiga puluh sembilan) tahun, AGI, IGA dan AGASI banyak mempelajari pemikiran almarhumah ibu Suryatini Ganie serta ahli-ahli sejarah, antropologi, arkeologi, budaya dan lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa gastronomi pada hakekatnya adalah pengetahuan tentang makanan (food knowledge). Konstruksi dan cakupannya adalah mengenai sejarah dan budaya makanan (food story), penilaian terhadap makanan (food assessment), dan tata krama makan (table manners). Ketiga karakter ini harus dimiliki sebuah organisasi gastronomi atau para pelaku gastronomi yang disebut gastronom.
Khusus untuk IGA yang kemudian bernama AGASI, selain ketiga karakter tersebut, organisasi ini juga bicara mengenai kebijakan (food policy) gastronomi Indonesia. Food Policy dalam arti mempelajari dan memberikan masukan mengenai konsep, rencana dan kegiatan mengenai makanan (kuliner) dan gastronomi Indonesia kepada masyarakat dan otoritas pemangku kebijakan (eksekutif & legislatif).
Kebijakan itu menempatkan makanan (kuliner) dan gastronomi Indonesia dalam 4 (empat) cakupan yakni : Branding, Entrepreneurship, Gastronomi Wisata dan Gastronomi Diplomasi.
Masukan ini kegunaannya untuk membangun dunia gastronomi Indonesia lebih terarah meskipun kadangkala dianggap sebagai kritikan pedas. Diyakini dengan adanya fungsi kontrol ini maka pemerintah dan juga masyarakat akan semakin baik dalam kehidupannya mengisi ruang-ruang demokrasi khususnya mengenai gastronomi.
Sayangnya banyak organisasi gastronomi yang ada sekarang ini tidak terlalu banyak bicara mengenai ketiga karakter tersebut, apalagi mempunyai kebijakan terhadap gastronomi Indonesia.
Kebanyakan dari mereka masih menekankan kuliner dalam kegiatannya tanpa menekankan ketiga konstruksi dan cakupan yang dimaksudkan di atas sehingga pembelajaran dan sumbangsih kepada masyarakat mengenai gastronomi masih minim. Rambu yang diperkenalkan memang memang atas nama gastronomi tetapi intinya bicara sebatas kuliner
Untuk diketahui, benchmark suatu organisasi gastronomi harus punya produk pengetahuan yang original berupa tulisan dan artikel yang bisa menjelaskan mengenai food story maupun praktik food assessment dan table manners, sehingga pembelajaran terhadap pengetahuan dan praktik itu bermanfaat bagi kebanyakan masyarakat untuk mengenal gastronomi Indonesia.
Kebanyakan organisasi gastronomi di Indonesia belum punya kemahiran tersebut karena perhatian mereka masih di sekitar panggung mencari identitas dan pengakuan individu pengurusnya sehingga kaderisasi anggotanya akan pengetahuan gastronomi tidak terlihat. Malahan organisasi mereka dibangun sekedar untuk kumpul-kumpul makan bersama. Aktivitas ini tidak banyak berbeda dengan kegiatan organisasi kuliner pada umumnya.
Demikian disampaikan. Semoga bermanfaat
Salam Gastronomi
Makanan Punya Kisah
Food Has Its Tale
Cibus Habet Fabula
Tabek
Indra Ketaren (Betha)