".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Thursday, 8 December 2016

Gastronomi Sebagai Identitas Dalam Mengembangkan Pariwisata


Dengan semakin meningkat persaingan pariwisata antar negara, semakin penting menampilkan produk budaya lokal baru sebagai sumber kegiatan dalam menarik lebih banyak kunjungan wisatawan. Selama ini andalan utama pariwisata negara-negara berkembang adalah ketersediaan akan keindahan alam, peninggalan budaya arsitektur kuno, seni kerajinan tangan, seni pakaian tradisional, maupun acara-acara adat lengkap dengan seni tarian tradisionalnya.

Ada produk lokal lainnya yang jarang disentuh, salah satunya adalah budaya gastronomi. Produk ini mempunyai peran sangat signifikan dan strategis, tidak hanya karena makanan memberi pengalaman sensorik bagi wisatawan, tetapi juga karena seni keahlian memasak telah menjadi sumber penting dari pembentukan identitas masyarakat postmodern.

Semakin banyak pengalaman ‘we are what we eat’, semakin mendalam ketajaman mengetahui seni masakan, bukan hanya dalam arti fisik, tetapi juga karena mampu mengidentifikasi jenis tertentu dari makanan yang dinikmati. Di negara barat gastronomi telah berkembang menjadi pilihan utama wisatawan yang memotivasi perjalanan ke suatu negara.

Di bawah ini akan disampaikan hubungan antara  seni budaya lokal gastronomi dengan perilaku pariwisata hasil pembicaraan dalam konferensi ATLAS Tourism and Gastronomy Group di Lisbon, Portugal bulan September 2015.

Bagi wisatawan dari negara-negara Skandinavia, Belanda, Jerman dan Inggris, menikmati seni masakan lokal ala gastronomi adalah acara liburan yang paling penting kedua setelah menikmati keindahan alam. Di negara seperti Portugal seni masakan ala gastronomi jauh lebih bermakna dibanding obyek wisata lainnya, dimana lebih dari 40% wisatawan asing mengatakan sensorik gastronomi merupakan pengalaman yang tidak bisa dilupakan sama sekali. Angka ini lebih rendah dibanding pariwisata di Perancis, Spanyol dan Italia yang masih di atas 45% untuk semua jenis wisatawan.

Minat wisatawan barat terhadap masakan lokal ala gastronomi tampaknya semakin tinggi dan umumnya hasrat itu terpulang dari kelompok usia wisatawan yang datang. Wisatawan yang berusia 50 atau lebih tua memiliki tingkat tertinggi terhadap masakan lokal ala gastronomi. Angka itu berkisar di 52%, apalagi bagi mereka khususnya yang datang tanpa membawa sanak keluarga. Sedangkan bagi wisatawan yang berusia 30 - 48 tahun berkisar di angka 32%. Bagi anak-anak, masakan lokal masih belum menjadi pilihan utama dan angka itu masih berkisar 16%.

Data ini didapat dari hasil random acak dengan tidak melihat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan atau status. Namun yang pasti semakin tinggi keekonomian kelompok wisatawan semakin besar minat mereka mendapatkan pelayanan yang baik terhadap kenikmatan masakan lokal ala gastronomi. Disini terlihat adanya hubungan erat antara budaya dan masakan lokal.

Selain mendapatkan kenikmatan sensorik masakan lokal ala gastronomi, ada potensi lainnya yang turut memberi sumbangan kedatangan wisatawan ke suatu negara, yakni ketersediaan produk souvenir khas gastronomi. Penelitian yang dilakukan EUROTEX dalam proyek kerajinan pariwisata di Yunani, Finlandia dan Portugal (Richards, 1999) menunjukkan bahwa 84% wisatawan asing membeli souvenir makanan atau minuman untuk dibawa pulang.

Produk souvenir ini sangat penting sebagai cendera buah tangan karena relatif murah dan mudah untuk dibawa. EUROTEX  menyatakan souvenir khas gastronomi memiliki nilai yang sangat tinggi dimana 45% wisatawan menyatakan souvenir yang mereka beli sangat berguna.

Dengan demikian, masakan lokal ala gastronomi merupakan pilihan utama bagi masyarakat barat dalam melakukan wisata. Gastronomi menjadi pilihan dari liburan mereka dalam mencari kemewahan dan kenyamanan ke suatu destinasi. Tidak heran, "gastronomic tourism" selalu didengungkan negara-negara di Eropa dan Amerika dalam paket promosi kepariwisataan mereka.

Bagi masyarakat barat, daya tarik gastronomi memberi nuansa kenikmatan terhadap seni masakan lokal dari perjalanan yang dilakukan. Disini terlihat ada korelasi yang kuat antara keahlian memasak dengan mereka yang mencari kemewahan dalam kenyamanan berlibur. Untuk itu, negara-negara barat sudah mampu mempromosikan keahlian memasak ala gastronomi sebagai identitas wisata dari negara mereka.

INDONESIA
Sekarang bagaimana dengan Indonesia ?

Apakah sudah ada pemasaran wisata gastronomi ? 

Apakah negeri ini sudah mampu mengetengahkan masakan lokal ala gastronomi ?

Tapi yang terpenting adalah pertanyaan :

Apakah sudah ada penelitian sejauh mana daya tarik makanan lokal memberi sumbangan terhadap pariwisata seperti yang dilakukan ATLAS & EUROTEX.  

Apakah wisatawan asing atau lokal datang ke suatu destinasi kota wisata karena obyek makanan atau non-makanan ?

Tabek