Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan dari aspek gizi dan kesehatan telah banyak dibicarakan dan diteliti oleh para ahli. Namun makanan dari aspek kebudayaan belum banyak dibicarakan atau diteliti. Padahal sesungguhnya makanan sangat erat hubungannya dengan kebudayaan. Makanan adalah bagian dari sebuah kebudayaan, salah satunya adalah makanan tradisional (makanan rakyat).
Bagi masyarakat Jawa, makanan tradisional adalah fenomena budaya yang selain untuk mempertahankan hidup juga diperuntukkan untuk mempertahankan kebudayaan kolektif.
Dalam masyarakat Jawa, makanan tradisional erat hubungannya dengan upacara ritual yang hingga kini masih dilaksanakan. Makanan mempunyai arti simbolik yang berkaitan dengan fungsi sosial dak keagamaan seperti upacara bersih desa (merti desa) atau ruwah rosul, sedekah bumi, grebeg sawal, grebeg mulud (sekaten), jumenengan raja ataupun saparan yang bersifat kolektif.
Sedangkan upacara-upacara yang bersifat individual antara lain berkaitan dengan daur hidup seperti kelahiran (brokohan, selapanan), mitoni (tingkeban), midodareni (sebelum pernikahan) dan upacara perkawinan adat Jawa, ruwatan dan lain sebagainya.
Keberadaan makanan tradisional mempunyai arti dan beberapa fungsi yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat Jawa.
Catatan perihal makanan tradisional terekam dalam beberapa naskah Jawa yang berisi tentang makanan tradisional, yaitu Serat Centhini, Serat Goenandrija, Serat Wilujengan, Jumengan, Kraman, Mangkunegaran, dan Primbon Lukmanakim Adammakna.
Dalam naskah-naskah kuna Jawa terkandung pemikiran-pemikiran nenek moyang tentang makanan tradisional yang disebut sebagai kearifan lokal masyarakat setempat.
Naskah-naskah tersebut berisi berbagai macam makanan tradisional serta fungsinya dalam masyarakat Jawa.
Sayangnya warisan kearifan lokal itu kurang dipahami khususnya oleh masyarakat Jawa masa kini dan masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu perlu untuk melakukan rekonstruksi terhadap rekaman makanan tradisional masyarakat Jawa dalam nasakah-naskah kuna itu untuk mengungkap aktualisasi kesejarahannya.