".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Saturday, 10 December 2016

Wisata Makan Ala Gastronomi


Apa itu wisata gastronomi atau wisata makan ala gastronomi ?

Mengapa makanan penting dalam pariwisata ?


Pada prinsipnya semua wisatawan harus makan dengan selera atau membuat makanan yang ada menjadi perhatian khusus bagi mereka yang berkunjung.

Wisata upaboga (kata lain dari gastronomi) adalah cara untuk mengenal kota melalui makanannya atau kata lainnya pelancong bisa menjelajahi kota yang dikunjungi melalui seni makanan yang dimiliki masyarakat setempat.

Wisata makan ala gastronomi memberi pelawat sudut pandang baru, selain diperkenalkan dengan obyek tamasya, mereka dipertemukan dengan khazanah seni keahlian makanan lokal yang tidak pernah diketahui sebelumnya.

Wisata upaboga menjadi gaya baru dalam dunia pawisata masyarakat barat. Sudut pandang pelawat dibawa ke dunia untuk menikmati seni makanan gastronomi selain menjelajahi obyek darmawisata (Crouch, 1999).

Rasa keragaman makanan gastronomi lokal yang unik membawa pelancong ke sebuah perspektif dan citra baru tentang hidangan yang bisa akrab dengan lidah mereka, bahkan menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

Bagi pengunjung Eropa & Amerika, wisata gastronomi menceritakan sejarah yang tersembunyi dibalik makanan. Budaya kenapa sajian makanan lokal itu dikonsumsi masyarakat setempat dan bagaimana metoda memasaknya (Lee, K.H.; Scott, 2015).

Mengapa wisata makan ala gastronomi ?
Dalam beberapa tahun terakhir, gastronomi telah menempatkan dirinya sebagai salah satu elemen utama dari perangkat dan konsolidasi tujuan wisata negara-negara Eropa & Amerika.

Wisata makan ala gastronomi sama pentingnya dengan obyek wisata seperti keindahan alam, obyek bersejarah dan seni budaya tradisional lainnya (pakaian, kerajinan tangan maupun tarian).

Makan ala gastronomi merupakan bagian integral dari pariwisata masyarakat barat, dimana dampaknya memiliki efek ekonomi yang signifikan dalam rantai pasokan (supply chain) domestik mereka.

Orientasi turis merespons presentasi upaboga dianggap keberhasilan yang tinggi, mengingat komponen sehat dari keahlian memasak merupakan dimensi utama dalam menilai makanan yang disajikan.

Studi pariwisata makanan telah muncul dalam beberapa dekade terakhir, dengan fokus pada tujuan makan ala gastronomi. Wisatawan upaboga mengalami pengalaman sensorik dan indrawi yang lengkap, terutama dari segi rasa dan kebersihan makanan (Cohen dan Avieli - 2004).

Perlu diketahui ada tiga jenis pelancong yang melakukan darmawisata yakni : turis sehat-budaya, turis wisata budaya dan turis wisata umum. Klasifikasi turis sehat-budaya selalu menjadikan menu makanan ala gastronomi sebagai bagian dari kepuasan perjalanan mereka dalam mempelajari identitas budaya masyarakat setempat (Lee, K.H.; Scott, 2015)

Melalui makanan, wisatawan sehat-budaya terlibat dengan lingkungan dimana kunjungan berlangsung, mengingat keahlian memasak gastronomi adalah bagian dari sejarah budaya, sosial dan ekonomi dari negara dan rakyat yang mereka kunjungi.

Wisata makan ala gastronomi mencerminkan gaya hidup masyarakat dari wilayah geografis yang berbeda dalam memperkuat tradisi dan modernitas kota yang dikunjungi, karena seni keahlian memasak adalah sesuatu yang berakar pada budaya dan tradisi masyarakat setempat. (Mitchell, R, 2006).

Oleh karena itu, makanan lokal ala gastronomi bisa memberikan nilai tambah kepada destinasi kota wisata dan dapat berkontribusi dalam daya saing daerah geografis yang dikunjungi.

Banyak peneliti menganjurkan setiap negara / wilayah / kota harus mempromosikan makanan sebagai daya tarik kegiatan dari sebagian besar wisatawan. Keahlian memasak gastronomi melibatkan pertukaran pengetahuan dan informasi tentang orang-orang setempat, budaya, tradisi dan identitas lokal yang dikunjungi (Ignatov, E & Smith, S., 2006).

Wisata makan ala gastronomi bersinergi dengan pariwisata melaui empat aspek (Tikkanen, 2007) :
1. Sebagai daya tarik untuk mempromosikan destinasi wisata.
2. Sebagai komponen produk dimana gastronomi (atau upaboga) menggali rute konstruksi desain makanan (oenological)
3. Sebagai pengalaman baru dalam menyikapi cita rasa makanan yang berbeda
4. Sebagai fenomena budaya yang didasarkan pada kenikmatan seni makanan yang baru

INDONESIA
Pertama-tama jika bicara tentang Indonesia kita harus paham apa yang membedakan wisata makan ala gastronomi dengan wisata makan di negeri ini ?

Dari cita rasa masakan memang tidak berbeda, namun dari pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi dan penampilan adalah ukuran yang memilah wisata makan ala gastronomi dengan wisata makan.

Kebanyakan pelancong domestik terbiasa dengan wisata makan, karena masakan di negeri ini kaya akan cita rasa yang kebanyakan diperjual-belikan di warung makan sederhana atau warung kaki lima di jalanan, terlepas apakah pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi dan penampilannya kurang baik.  

Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, rasa dan kelezatan yang menjadi pilihan utama, yang penting enak, kejangkau secara ekonomi dan tidak perlu mengikuti standard macam-macam.

Terhadap makanan, kebanyakan masyarakat Indonesia masih belum modis dan trendi. Mereka masih melihat "apa adanya" dan bangga terhadap seni masakan tradisional yang tidak perlu di "up to date" penampilannya secara mutakhir, walaupun tidak menafikan ada kalangan tertentu yang selalu mengkikuti perkembangan jaman mengenai dunia seni masakan dengan gaya dan modul gastronomi kebaratan.

Oleh karena itu, jika negeri ini mau bicara soal wisata makan dan atau wisata makan ala gastronomi, harus terstandard dengan baik, karena bagi pelancong asing ukuran itu menjadi pertimbangan utama dalam mencari pengalaman baru terhadap seni masakan Indonesia.

Jangankan membangun industri wisata makan ala gastronomi, wisata makannya saja masih belum tertata dengan baik. Di kebanyakan ibu kota - ibu kota propinsi, kabupaten dan kota, masih belum terlihat niat itu dilakukan. Memang bagi kota-kota besar sudah memiliki namun tidak merata sehingga pilihannya tertentu.

Apa yang penting ditata dalam wisata makan ?
Pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi dan penampilannya harus dikelola dengan standard yang baik. Tidak perlu infrastruktur yang mahal tetapi yang penting bersih dan menarik untuk dikunjungi pelawat asing maupun domestik sehingga rasanya enak menjemput selera pelancong untuk datang.

Saat ini pemilik warung makan sederhana dan warung kaki lima belum mempunyai keahlian dalam mengelola tempat makannya. Saya berkunjung ke beberapa daerah dan melihat masih belum banyak pengelola yang paham mengenai standard itu, sehingga daya tarik wisatawan untuk mengunjungi warung makan disebabkan tidak ada pilihan lain atau berakhir dengan makan di hotel yang ada di kota tersebut.

Standard pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi dan penampilan merupakan komponen penting untuk wisatawan datang berkunjung ke rumah makan selain pemasarannya sendiri melalui berbagai cara.

Saya rasa sudah saatnya Pemerintah perlu terlibat dalam urusan ini, dengan memberi pelatihan, bimbingan, penyuluhan dan pendidikan kepada pemilik dan pengelola warung makan sederhana atau warung kaki lima di seluruh Indonesia, agar makanan yang mereka masak dan jual bersih, penampilannya, mengundang selera, dan rasanya enak. Jika melihatnya, seakan-akan seluruh panca - indra kita juga ikut makan.

Sejauh ini diketahui Pemerintah hampir tidak pernah menyentuh mereka. Padahal mereka adalah pelaku usaha dan jejaring penentu agar makanan sampai di mulut konsumen. Mereka adalah pelaku utama yang harus menafsirkan terus - menerus pergerakan selera dan budaya baru konsumen.

Bagaimana wisata makan ala gastronomi di Indonesia ?
Saya belum melihat ada wisata gastronomi di Indonesia, walau tidak menafikan ada kalangan terbatas melakukannya dengan pelancong asing berdasarkan orderan artinya dilakukan secara tidak kontinyu dan bersifat sebagai gastronomic luxury bagi kalangan wisatawan kaya raya.

Wisata gastronomic luxury bukan pariwisata massal karena jumlah rombongannya cukup kecil, meski efisiensi dalam membayar cukup tinggi, semahal berapa pun pengalaman sensorik seni masakan tradisional lokal dan hospitality yang mereka bisa dapatkan.

Wisata makan ala gastronomi yang dimaksud disini bukan gastronomy luxury tetapi gastronomi populer (umum) yang menggunakan produk lokal dan resep tradisional sebagai cakupan artistik seni fusion masakan yang kerap dipakai kalangan masyarakat gastronomic connoisseur. Pelawatnyanya cukup besar terbagi dalam kelompok traveling yang diorganisir oleh biro-biro perjalanan pariwisata. 

Komunitas gastronomi populer berasal dari segala lapisan masyarakat yang mencari, mendapatkan dan menikmati kesenangan melalui makanan dengan melihat persiapan sajian yang dihidangkan, kemudian membahas sejarah, budaya, geografis dan metoda memasaknya.

Pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi, peranti saji dan penampilan merupakan komponen utama dalam wisata gastronomi. Selain itu dan yang paling penting adalah bagaimana performa dari teknik food plating dan presentasi table settingnya. Cerita sejarah, budaya, geografis, metoda memasak, food plating dan table setting merupakan kunci dari makan ala gastronomi yang umumnya kurang  banyak diperhatikan dalam wisata makan.

Jika Indonesia ingin menargetkan jumlah wisatawan 20 juta per tahun dari 9 juta yang sudah ada sekarang, maka dengan mengangkat elemen wisata makan dan elemen wisata makan ala gastronomi ke dalam promosi pariwisata adalah tidak akan sulit untuk mendapatkan target 11 juta tambahan itu. Belum terlambat, mengingat masa kerja Kabinet masih ada 3 tahun lagi. 

Tabek