Di samping mie goreng dan mie pangsit yang umumnya semua sudah tahu, pastinya belum pernah dengar Mie Yang-jun, mie ini yang merupakan dasar makanan mie yang dijual dalam gerobak dorongan.
Sebelum adanya mesin, cara pembikinan mie sejak purba merupakan kerajinan tangan. Dari tepung dengan air membuat adonan, lalu adonan itu dibikin lembaran dan dilipat-lipat, setelah diiris-iris menjadi pita-pita dan setiap pita di tarik menjadi panjang, maka hasilnya merupakan untaian mie. Cara ini yang masih sering dipakai oleh penjual mie gerobak tok-tok atau pikulan tek-tek, dan mie itulah yang dikemudian hari dinamakan Mie Yang-jun.
Setelah orang Jerman ditahun 1779 menamakannya Nudel, yang kasarnya berarti “goblok” atau “ndasmu”, menjadikan mie itu sekarang noodle.
Kemudian, Muslim Tionghoa membuat mie dengan cara menarik-narik adonan, hal pembuatan begini memerlukan ketrampilan tersendiri. Mie tarik ini chas Muslim di Tiongkok utara, menjadi popular di Jepang dan sudah menyebar di dunia dengan merek Lanzhou Lamian. Di-jepang-kan menjadi Ramen.
Sampai sekarang masih banyak diperbincangkan asalnya mie itu dari mana. Antara Persia, Italia dan Tiongkok semua mengklaim sebagai sumbernya.
Memang mie adalah makanan utama Tionghoa dan juga yang menamakan makanan itu, mie. Dari itu Tionghoa selalu membanggakan mie adalah diantara penemuan besar mereka, meski pasta Italia pun juga dianggap adalah pembawaan bekal Marco Polo dari Tiongkok.
Dari lebih 2000 tahun lalu sudah ada catatan mie di dalam buku sejarah Dinasti Han Tionghoa, di waktu itu sebetulnya mie tersebut masih berupa pia. Di zaman purba Tionghoa hanya membuat makanan dari biji jawawut yang hanya tumbuh di Tiongkok utara sana. Beras dan gandum bukan makanan Tionghoa semula, karena belum di-impor.
Adonan tepung jawawut dibikin semacam roti atau dipotong dengan peralatan batu sebagai pita yang berupa mie, namun jawawut tidak banyak mengandung proteina, bahan putih telur, sehingga tidak bisa ditarik panjang untuk dibikin mie.
Belum lama ini buktinya diketemukan di daerah barat laut Tiongkok. Pada tahun 2005, sewaktu penyelidikan peninggalan purba di desa Lajia di propensi Gansu, satu tempat yang musnah dalam sekejab mata karena kena bencana gempa bumi, sehingga ditempat yang mendapat penamaan “Pompeii Tiongkok” itu segala peninggalan yang terpendam dibawah tanah bisa diawetkan sebagaimana sewaktu hidupnya sekitar 3900-4000 tahun lalu.
Di antara penemuan disitu ada satu mangkok yang tengkurup, setelah mangkoknya diangkat, ternyata ada peninggalan benda seperti mie di bawahnya. Dari pemeriksaan analisa bahan bakunya, ternyata mie itu terbuat dari jawawut. Begitulah gambar sisa semangkok mie yang berusia 4000 tahun yang diambil disitu itu, merupakan gambar mie yang tertua yang diketemukan sampai saat ini.
Marco Polo mungkin juga membawa mie dalam bekal pulangnya dari Tiongkok diabad 13. Dia tidak menceritakan hal itu dalam bukunya. Kenyataannya pasta seperti maccheroni dan vermicelli sudah merupakan makanan biasa bangsa Etruscana di daerah pertengahan Italia sejak abad ke-4 Masehi, jauh sebelum jaman Marco Polo, maka mereka juga mengira dari sanalah asalnya mie. Dalam segala kenyataan, sesungguhnya itupun kedatangan dari Jalur Sutra sampai di Arab yang melalui Sicilia ke Italia.
Mie terbuat dari gandum, dari situ seharusnya berasalkan dari Timur Tengah maupun Asia Tengah seperti Suriah, Jordan dan Turki, karena dari Iraq bagian timur sanalah yang sudah ada penamanan gandum sejak 9000 tahun lalu.
Dari tanah subur Mesopotamia situlah manusia mulai bisa membuat adonan dari bubuk halus gandum yang sekarang disebut tepung terigu (trigo itu gandum dalam Portugis) yang mempunyai kekenyalan yang bisa ditarik-tarik untuk dibikin mie.
Melalui perantauan manusia dan pertukaran budaya dari jalur perniagaan, sehingga mie dari Persia juga mencapai tujuannya di Tiongkok maupun Italia.
Sekarang mari kita kembali ke Mie Yang-jun. Mie dasar yang sangat sederhana, hanya terbuat dari adonan tepung dan air, karena tanpa telur dan minyak, maka warnanya pucat bagaikan sinar matahari. Mie ini merupakan bentuk mie Suzhou yang kemudian menyebar ke Shanghai dan sekarang populer di Taiwan.
Yang-jun (阳春) itu artinya “kehangatan matahari dipermulaan musim Semi” yang kehangatannya juga bisa dirasakan diwaktu musim Gugur dibulan ke-10 Imlik, dari situ bulan 10 itu juga disebut bulan Yang-jun.
Sewaktu Tiongkok didalam segala kesukaran dimasa pecah belah, mie putih dalam air tawar itu seharga 10 sen semangkok di Shanghai, dari angka 10 itu juga, maka mie tersebut di-romantis-kan dengan penamaan “Mie Yang-jun” oleh khalayak miskin.
Ternyata mie yang-jun terbawa oleh Tionghoa yang merantau di Nusantara, dijual dengan gerobak dorongan sambil memukul sepotong bambu kecil yang mengeluarkan bunyi “tok” “tok” “tok”, dari situ juga Tionghoa pendatang baru mendapatkan julukan, Cina Totok.
Catatan :
Artikel ini diambil dari tulisan Anthony Hocktong Tjio, Monterey Park, 15 Desember 2015.