Penjelasan di bawah ini tidak dimaksudkan untuk menghidupkan tahayul. Kita tidak perlu mempercayai kepercayaan atau gugon tuhon yang diajarkan para leluhur itu. Tetapi, setidaknya dengan mengenali makna lambang-lambang itu dapat dipahami kedalaman falsafah yang dikembangkan para leluhur. Di bawah ini dicoba untuk menjelaskan sedikit tentang falsafah beberapa makanan yang menjadi kepercayaan bagi kaum Tionghoa, yakni :
RUMAH BARU
Di kalangan warga Tionghoa, bila ada yang pindah rumah, biasanya kerabat dan kenalan datang dengan membawa "sayur kailan dan tahu". Sayur kailan melambangkan makna agar seorang membuang barang-barang yang sudah usang, dan hidup dengan barang-barang yang baru. Sedangkan tahu melambangkan harapan rezeki yang bagus dan berkesinambungan.
Buah tangan yang juga baik untuk menyambut rumah baru seorang teman atau kerabat adalah "kue mangkok". Kue mangkok itu mekar. Dengan kue mangkok itu kita ingin menyatakan harapan agar rezeki teman atau kerabat itu juga ikut mekar.
MEMINANG
Di kalangan warga Tionghoa yang masih memegang tradisi, mereka juga sering membawa buah "pak hap" (semacam melinjo) di dalam saku bila sedang meminang seorang gadis untuk dinikahi. Pak hap berarti seratus tahun bersatu. Dengan demikian buah itu melambangkan keinginan untuk bersatu sepanjang abad dalam perkawinan yang bahagia.
Ada pula yang membawa "biji teratai" ketika upacara meminang. Dikatakan sekalipun di dalam lumpur, biji teratai tetap putih bersih. Ini melambangkan harapan agar kita semua tetap suci sekalipun dalam kondisi hidup yang sulit. Yang jelas, harus ada "permen" dalam upacara perkawinan orang Tionghoa. Maknanya, agar hidup pasangan pengantin baru selalu manis bagaikan permen.
"Bakso" juga sering merupakan bagian dari hidangan pada pesta-pesta perkawinan. Bentuk bakso yang bulat melambangkan bulatnya kesepakatan dalam rumah tangga yang akan dibina, supaya tidak sering cekcok.
SAKIT
Sebaiknya kita tidak membawa "semangka" bila mengunjungi warga Tionghoa yang sakit. Buah semangka disebut sikua dalam bahasa mereka. Si, selain berarti empat, juga berarti mati. Kalau Anda membawa semangka, sama saja Anda mengharapkan si sakit cepat mati. Bawalah "apel atau jeruk". Apel dalam bahasa Tionghoa disebut ping an yang juga berarti selamat. Maknanya, kita mendoakan si sakit beroleh keselamatan dan segera sembuh.
USIA
Jika Anda berusia "44", jangan sebut angka itu. Bilang saja lewat 43 atau hampir 45. Ternyata, 44 berarti mati dua kali.
BERDUKA
Di saat berduka, masyarakat Tionghoa terbiasa hidangkan makanan "fumak cah". Fu itu berarti pahit. Mak berarti sesuatu yang lembut. Pare, misalnya, yang juga pahit disebut fukua.
Orang yang sedang berduka – misalnya karena kematian anggota keluarga yang disayangi – suka makan fukua dan fumak untuk menghayati kepahitan yang sedang dialaminya. Karena itu kita juga tidak boleh menanam pare di lingkungan rumah, agar rumah kita terhindar dari kepahitan. Tanamlah pare di kebun yang tidak menjadi bagian dari rumah.
Semoga bermanfaat