".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Monday, 28 September 2015

Hidangan Imlek Yang Sarat Makna


Menjelang hari besar Imlek, warga Tionghoa akan sibuk berbenah, membersihkan rumah, mengecat rumah, mempersiapkan angpao, dan membeli baju baru. Dan, kegiatan yang paling penting ialah mempersiapkan berbagai makanan untuk upacara. Sama seperti makanan untuk upacara adat atau keagamaan lainnya, makanan khas Imlek juga sarat makna simbolik. 

Hidangan yang disajikan biasanya berjumlah minimal 12 macam masakan dan 12 macam kue. Ini mewakili lambang-lambang dari shio yang berjumlah 12. Diantaranya yang memiliki perlambang ialah mie, melambangkan panjang umur dan kemakmuran. Kue lapis atau lapis legit juga disediakan. Konon kehadiran kue itu sebagai perlambang datangnya rezeki yang berlapis-lapis. Kue mangkok, kue moho dan kue keranjang, biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue moho atau kue mangkok yang diberi merah pada bagian atasnya. Harapan yang terkandung di situ adalah kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok. 


Agar pikiran menjadi jernih sepanjang tahun ini disertakan pula manisan kolang-kaling. Ada pula agar-agar yang dicetak bentuk bintang, merupakan simbol kehidupan yang terang. Hidangan camilan yang tidak pernah ketinggalan adalah kuaci, kacang dan permen.

Semua hidangan untuk persembahan diatur di atas meja sembahyang. Lalu, seluruh angota keluarga berkumpul dan berdoa memanggil arwah para leluhurnya untuk menyantap sajian yang disuguhkan. Setelah upacara sembahyang usai, makanan yang tersaji di meja upacara kemudian dibagikan kepada kerabat dan handai taulan. 

Meski hidangan favorit leluhur selalu disediakan di meja sembahyang, tetapi ada juga hidangan yang dihindari sekalipun disukai. Bubur, misalnya. Hidangan ini melambangkan kemiskinan, hingga tidak boleh hadir dalam hidangan sembahyang maupun suguhan Tahun Baru Imlek.