".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Thursday, 7 August 2014

Diplomasi Gastronomi - Sifat Keramahan, Wibawa, Kekuatan dan Kelembutan Diplomasi


“…the fate of nations has often been sealed at a banquet.” (Brillat-Savarin 1970 55) ..

Makanan adalah obyek umum yang selalu ada dalam masyarakat komunal di seluruh sejarah. Makanan dikonsumsi setiap hari untuk mempertahankan hidup, namun penuh makna sekunder dan simbolisme saja. Sejak 1900, disiplin akademik tentang makanan telah berkembang menjadi multi-disiplin, artinya tidak dimonopoli oleh satu ilmu pengetahuan.

Disiplin ilmu politik yang awalnya hanya memberikan kontribusi kecil, sejak berakhirnya Perang Dingin, mulai memperkenalkan isyu makanan sebagai basis ilmu politik. Para pakar politik mengusulkan isyu makanan tidak hanya penting bagi kelangsungan hidup konsumen individu tetapi juga untuk kelangsungan hidup dan proliferasi dari negara bangsa modern. Bentuknya ketentuan kebijakan pangan, ketahanan pangan, kedaulatan pangan dan budaya pangan yang merupakan faktor-faktor penting dalam menentukan buffer stock suatu bangsa untuk  menguasai bahan pangan.

Gagasan yang diajukan Morgenthau mengenai “Kekuatan Prestise”, dapat dipahami sebagai proto-konseptualisasi tentang bagaimana elit politik menggunakan diplomasi budaya untuk mencapai tujuan mereka. Salah satunya dalam memahami kekuatan dan diplomasi itu melalui lensa makanan dan keramah-tamahan budaya.

Artinya mutu struktur makanan dimanfaatkan oleh aktor dan elit politik sebagai bentuk diplomasi budaya negara yang bersangkutan. Lebih sederhana lagi bisa dikatakan prestise diplomatik dan keahlian memasak merupakan kekuatan diplomasi budaya. Hal ini dapat dipahami mengingat diplomat adalah "perwujudan dari kekuasaan yang berdaulat".

Gengsi di antara bangsa yang berpolitik merupakan kendaraan untuk kekuasaan di mana elit politik dapat berinteraksi. Upacara seremonial diplomatik merupakan bentuk wibawa yang dapat meningkatkan dan menggambarkan hubungan kekuasaan antara bangsa-bangsa, elit dan aktor-aktor lain.

Acara seremonial diplomatik, sebagai kekuatan prestise, berfungsi baik sebagai "barometer" untuk hubungan politik dan sebagai "cermin" dua arah ke arena politik dalam menjelaskan tindakan kekuasaan itu berjuang. Jika suatu bangsa, dalam sebuah upacara diplomatik, diperlakukan lebih baik atau lebih buruk daripada seharusnya, hal ini akan menyebabkan hubungan kekuatan antar mereka berubah.

Prestise atau wibawa atau gengsi dari suatu upacara seremonial diplomatik merupakan kekuatan diplomasi budaya. Aspek wibawa itu dapat dilihat melalui sifat non militer / non kekuatan yang didorong dalam upacara seremonial diplomatik. Tujuannya untuk mengubah perilaku aktor / elite politik melalui persepsi, simbolisme dan budaya. Makanan adalah sebagai daya indikator kewibawaan tersebut dalam situasi di mana kekuasaan politik itu digunakan.

Kekuatan makanan tidak berbeda dari jenis lain bentuk kekuasaan yang dimanfaatkan sebagai sarana menarik atau memaksa pihak lain untuk mengubah tindakan mereka. Hal ini menggambarkan hubungan kekuasaan ranah politik yang menggunakan sarana makanan sebagai senjata diplomasinya.

Makanan dan upacara diplomatik memiliki banyak kesamaan sebagai sarana di mana interaksi dapat berkomunikasi dan menampilkan kekuasaan dengan tindakan diplomatik dan ramah tamah dari makan malam formal. Menu mutu struktur makanan yang dihidangkan menampilkan cara kerja dan efek dari prestise diplomasi budaya dengan cara yang unik.

Upacara diplomatik - terutama kemegahan dan mutu makanan yang dihidangkan  - baik bilateral maupun multilateral, merupakan cara untuk mengkomunikasikan ide-ide dan informasi. Situasi ini membuktikan kekuatan tuan rumah dan barometer dua arah untuk memungkinkan diplomat mengakses counterpart mereka di luar jalur birokrasi politik biasa.

Salah satu barometer penggunaan upacara diplomatik adalah melalui media makanan. Ketika kepala negara berkumpul dalam konteks bilateral atau multilateral, fitur inti dari acara-acara diplomatik yang paling penting adalah perjamuan makanan.

Mutu struktur makanan yang dihidangkan merupakan simbol kekuatan dari diplomasi untuk menilai bagaimana counterpart melihat kekuatan negara lain dan pengorganisasian mutu struktur makanan yang dihidangkan. Ini semua berkaitan erat dengan "Gastronomi Diplomasi" dalam menggambarkan wibawa menggunakan makanan sebagai media untuk interaksi. Dengan demikian makanan telah menjadi sarana pemerintah di dalam menterjemahkan aristokrasi politik dan simbol kekuasaan budaya negaranya.

Gastronomi Diplomasi telah menjadi alat populer di kalangan diplomat untuk mempromosikan budaya dan makanan serta berbagi keunikan masakan dari masing-masing negara. Dalam kiasan lain, Gastronomi Diplomasi atau dalam bahasa yang lebih sederhana, diplomasi kuliner, disebut juga sebagai "GastroDiplomacy" yang menyajikan makanan dengan seni budaya-nya.

GastroDiplomacy merupakan "instrument diplomasi tertua" yang memanfaatkan makanan dan masakan untuk menciptakan pemahaman lintas budaya dengan harapan agar meningkatkan interaksi dalam kerja-sama. Pemahaman itu dengan menggunakan hidangan untuk berbicara, berinteraksi dan saling pengaruh-mempengaruhi terhadap mitra (timpalan) kerja mereka.

Program GastroDiplomacy dilakukan beberapa Pemerintahan di dunia yang bisa dicatat di bawah ini sebagai berikut :

Thailand :
GastroDiplomacy merupakan inisiatif awal diplomasi kuliner yang diluncurkan Pemerintah Thailand pada tahun 2002 untuk mendorong lebih banyak orang di seluruh dunia makan masakan Thailand.  Tujuannya dengan cara membangun sejumlah restoran Thai di seluruh dunia dengan bantuan pinjaman lunak jangka panjang yang dijamin oleh Pemerintah, termasuk fasilitas edukasi dan maintenance hidangan masakan-makanan yang akan dipromosikan kepada masyarakat dunia.

Selain itu tujuan lainnya adalah untuk membujuk lebih banyak orang mengunjungi negeri Thailand dan memperdalam hubungan diplomatik dengan negara lain melalui makanan. Program Global Thai ini sangat sukses dan telah meningkatkan jumlah restoran Thailand di belahan dunia dari 5,500 di tahun 2002 menjadi lebih dari 13.000 pada tahun 2009.

Program ini kemudian diikuti dengan program "Thailand - Kitchen of the World" sebuah e-book di media sosial yang diterbitkan untuk promosikan program ini ke seluruh dunia dengan iklan sebagai berikut :

"Makanan Thai dari masa lalu hingga sekarang merupakan hidangan khas dalam pesona dan karakter. Masakan adalah warisan kebanggaan rakyat yang tidak ada duanya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Terlepas dari perpaduan yang lembut, cita rasa dan nilai gizi yang kaya, pengaturan terperinci dan dekorasi dengan buah maupun sayuran ukiran, membuat makanan Thai semuanya lebih menarik. Pada saat yang sama makanan Thai mencerminkan kearifan dan budaya bangsa Thailand. Hari ini masakan Thai siap untuk membuat Thailand sebagai dapur kebanggaan dunia"

Saat ini makanan Thai diakui popularitasnya dan menduduki peringkat ke-empat dalam pengakuan kategori etnis masakan antar bangsa. Bentuk usaha Gastrodiplomacy Pemerintah Thailand telah membantu menciptakan 'branding' bangsa ini kuat dikenal dalam masyarakat internasional.

Korea Selatan :
Negara Asia lainnya mengikuti langkah Thailand adalah negeri Korea Selatan melalui Kimchi diplomasi. Pemerintah Korea Selatan meluncurkan proyek Diplomasi Kimchi pada tahun 2009 dengan investasi US$ 77m yang dikenal dengan program "Masakan Korea ke Dunia" atau "Global Hansik ". Tujuannya adalah untuk mempromosikan keunikan dan kualitas kesehatan masakan Korea (Hansik) serta untuk meningkatkan jumlah restoran Korea di seluruh dunia.

Penekanan diplomasi Kimchi terutamanya dilakukan di negara Amerika Serikat yang mengacu pada hidangan rasa Korea yang kaya akan sayuran acar dengan cabai merah dan bawang putih. Setelah peluncuran diplomasi Kimchi terjadi peningkatan jumlah truk makanan cepat saji Korea di kota California yang melayani quesadillas kimchi. Quesadillas adalah semacam tortilla diisi dengan, protein daging atau seafood dan sayuran acar dengan cabai merah maupun bawang putih yang telah dipanaskan.

Program diplomasi Kimchi dijalankan oleh Kementerian Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Perikanan. Kesemua proyek ini dibangun dengan bantuan pinjaman lunak jangka panjang yang dijamin oleh Pemerintah Korea Selatan, termasuk fasilitas edukasi dan maintenance hidangan masakan-makanan yang akan dipromosikan kepada masyarakat dunia.

Tercatat pada tahun 2007, Pemerintah Korea Selatan telah mendirikan 40.000 restoran di seluruh dunia, termasuk proyek pembukaan sebuah pendidikan kursus masakan Kimchi di lembaga pendidikan memasak yang diakui secara internasional serta proyek peluncuran food truck makanan Korean di berbagai kota-kota metropolitan di negara barat.

Amerika Serikat :
Pemerintah Amerika Serikat bergabung dengan GastroDiplomacy pada 7 September 2012 saat meluncurkan program Diplomatik Kuliner Kemitraan (Culinary Diplomacy Partnership Initiative). Instrumen baru diplomasi Washington ini bertujuan memperkuat hubungan bilateral di meja makan dengan rekan mitra kerja mereka, baik itu diselenggarakan di dalam negeri maupun di berbagai acara-acara internasional maupun di berbagai perwakilan Amerika di luar negeri. 


Diplomasi Kuliner Kemitraan Pemerintah Amerika tidak hanya menampilkan makanan tetapi juga aneka seni budaya dan keragaman yang dimiliki. Lebih dari 80 koki , termasuk para chef senior profesional dari Gedung Putih dan para chef executive senior anggota "American Chef Corps" bergabung dalam program ini. Inisiatif program diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri AS. Salah satu tujuan dari program adalah untuk mengirim anggota Chef Korps ke seluruh kedutaan Amerika di luar negeri untuk misi diplomasi publik dan mengajarkan tentang masakan Amerika.

Malaysia :
Sejak tahun 2010, Pemerintah Malaysia telah menjalankan proyek "Malaysia Kitchen". Program ini dilakukan oleh Malaysia External Trade Development Corporation (METDC) untuk mempromosikan masakan Malaysia di negara Australia, Amerika Serikat dan Inggris melalui presentasi produk dan demo memasak di supermarket, food truck, food festivals dan annual night market di Trafalgar Square, London.

Peru :
Program diplomasi kuliner dimulai pada tahun 2011 untuk kepentingan memasukan masakan warisan budaya Peru kedalam daftar UNESCO seperti yang dilakukan tetangganya Mexico .

Sepanjang sejarah, makanan telah menawarkan orang kesempatan untuk saling berkomunikasi dan ajang pertukaran ide-ide baru. Oleh karena itu menghubungkan diplomasi dengan makanan adalah ide yang bagus. Tidak peduli apa bentuk dari alat diplomasi yang digunakan, selalunya makanan berfungsi sebagai koneksi besar di antara orang-orang, budaya dan masyarakat.

GastroDiplomacy dapat menggunakan makanan membahas isyu-isyu internasional, bilateral dan lokal serta menyoroti masalah isu-isu lingkungan, ekonomi dan sosial maupun sebagai alat selanjutnya untuk negosiasi dan lobbi politik. Diplomasi kuliner berfungsi melibatkan masyarakat diplomatik, pemerintah dan negarawan dalam diskusi tentang negara dan hubungannya antar keduanya maupun dalam kehidupan tata krama masyarakat internasional.

Hidangan nasional makanan negara tertentu dan kebiasaan tata cara makan bangsa dapat dianggap sebagai intrinsik identitas nasional, menyentuh semua bagian dari sejarah, ekonomi, politik, budaya dan masyarakat. Makanan bahkan dapat dilihat sebagai faktor kunci dalam bagaimana kita melihat diri kita sendiri maupun orang lain, tak terkecuali dalam hubungan diplomatik.

Kekuasaan antara kedua negara menunjukkan bagaimana aktor tuan rumah memandang hubungan kekuasaan di acara-acara makan-diplomatik. Makanan yang dihidangkan dalam acara bilateral dan multilateral, melambangkan hubungan kekuasaan yang berbeda kepada para pengunjung dan mereka yang mengamati dari luar acara makan tersebut.

Kompetensi Gastronomi Diplomasi diperlukan untuk memungkinkan aktor elit politik memanfaatkan wibawa yang ada  sebagai bentuk menjaga status quo kekuasaan dan menjamin stabilitas jangka panjang di bidang politik.

Tentu saja pemahaman kita sekarang adalah bagaimana mendayagunakan Gastronomi Diplomasi (GastroDiplomacy) sebagai prestise negara Indonesia di mata dunia dan dimasukan ke dalam ranah program kerja politik para elit politik yang berkuasa.

Wallahualam, semoga menjadi kenyataan