".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Saturday, 2 August 2014

Pakem Pembuatan Nasi Tumpeng

Sering kita melihat gunungan dari nasi kuning atau nasi putih yang berbentuk kerucut pada perayaan hari-hari istimewa. Gunungan nasi tersebut kemudian dilengkapi pula dengan aneka lauk pauk dan garnis dari berbagai sayuran. Gunungan nasi yang berhias tadi terkenal dengan sebutan Nasi Tumpeng.

Tumpeng biasanya ditaruh dalam niru atau tampah (nampan besar, bulat, dari anyaman bambu) yang diberi alas daun pisang. Kerucut nasi ditaruh di tengah kemudian aneka lauk disusun melingkar di sisinya. Bisa juga ditambahkan ekstra lauk-pauk dalam wadah terpisah. Sebagai hiasannya biasanya digunakan beberapa garnis sayuran atau daun. Daun peterseli, wortel, lobak, bonggol sawi, ketimun Jepang, kacang panjang, dan lain-lain dapat dibentuk maupun dihias menjadi hiasan cantik dalam Tumpeng.

Tumpeng merupakan warisan tradisi nenek moyang yang sangat tinggi nilai dan maknanya karena merupakan simbolisasi yang bersifat sakral. Sajian olahan nasi ini sangat identik dengan budaya tradisi selamatan khas suku bangsa di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa (Jawa, Sunda, dan Madura) dan Bali.

Mengapa demikian ?

Karena nasi tumpeng yang memang dibuat untuk acara perayaan tersebut memiliki arti dan makna yang lebih menunjukkan pada suatu rasa syukur kepada Tuhan YME.

Jadi cara pembuatannyapun sebaiknya mengikuti pakem yang sudah ada.

Sebagian Tumpeng berbentuk kerucut yang mengandung makna 'mengarah ke pada Tuhan YME', sebagai pusat dari ungkapan syukur. Sehingga Tumpeng yang digunakan untuk acara Tasyakuran, cenderung berbentuk kerucut menyerupai kemuncak gunung (top of mountain).

Tumpeng dalam ritual Jawa jenisnya ada bermacam-macam, antara lain: Tumpeng Sangga Langit, Arga Dumilah, Tumpeng Megono dan Tumpeng Robyong. Tumpeng sarat dengan simbol mengenai ajaran makna hidup.

Tumpeng Robyong disering dipakai sebagai sarana upacara Selametan (Tasyakuran). Tumpeng Robyong merupakan simbol keselamatan, kesuburan dan kesejahteraan. Tumpeng yang menyerupai Gunung menggambarkan kemakmuran sejati. Air yang mengalir dari gunung akan menghidupi tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan yang dibentuk ribyong disebut semi atau semen, yang berarti hidup dan tumbuh berkembang.

Tetapi lain halnya dengan nasi Tumpeng untuk acara – acara yang lebih bersifat modern, misalnya untuk acara ulang tahun Anak, dan lainnya, maka nasi Tumpeng cenderung berbentuk lebih dimodifikasi. Misalnya berbentuk kotak, boneka, dan sebagainya.

Lauk pauk yang digunakan dalam menghias Tumpeng sudah memiliki aturan tradisionalnya. Nasi Tumpeng untuk acara Tasyakuran Tujuh Bulanan misalnya, lauk pauknyapun akan berbeda dengan Nasi Tumpeng acara Tasyakuran Pindah Rumah.

Sesuai dengan aturan tradisionalnya lauk pauk untuk nasi tumpeng harus mengandung beberapa unsur, yakni:
1. Unsur dari dalam tanah, berupa umbi-umbian seperti kentang, ubi, kacang tanah dan kedelai.
2. Unsur dari atas tanah, berupa sayur-sayuran.
3. Unsur hewan, berupa ayam, daging sapi dan telur.
4. Unsur dari laut, berupa beraneka seafood atau hasil laut seperti ikan asin atau udang.

Kesemua unsur tersebut merupakan wujud perwakilan semua hal yang dimiliki manusia untuk dipersembahkan kepada yang Maha Kuasa.

Mengenai jenis masakan, bisa selalu disesuaikan dengan selera atau asal daerah. Untuk tumpeng nasi kuning Jawa misalnya, bisa dipilih lauk ayam ingkung, kering tempe/kentang, sambal goreng hati ampela, perkedel kentang, urap sayuran, telur pindang, serundeng daging, ikan asin petek atau udang goreng.

Nasi dan Lauk pauk pelengkap tumpeng memiliki beberapa arti simbolik, antara lain:
1. Nasi putih melambangkan segala sesuatu yang kita makan, menjadi darah dan daging haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal.

2. Ayam jago (jantan) yang dimasak utuh ingkung dengan bumbu kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental), merupakan simbol menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge”reh” rasa). Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk antara lain: sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak setia dan tidak perhatian kepada anak istri.

3. Ikan Lele: dahulu lauk ikan yang digunakan adalah ikan lele bukan banding atau gurami atau lainnya. Ikan lele tahan hidup di air yang tidak mengalir dan di dasar sungai. Hal tersebut merupakan simbol ketabahan, keuletan dalam hidup dan sanggup hidup dalam situasi ekonomi yang paling bawah sekalipun.

4. Ikan Asin (ikan teri /gereh pethek), dapat digoreng dengan tepung atau tanpa tepung. Ikan asin hidup di laut dan selalu bergerombol yang menyimbolkan kebersamaan dan kerukunan.

5. Telur: telur direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi, dan disajikan utuh dengan kulitnya, jadi tidak dipotong – sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu. Hal tersebut melambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan. Piwulang Jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan,dan diselesaikan dengan tuntas. Telur juga melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat (fitrah) yang sama, yang membedakan hanyalah ketakwaan dan tingkah lakunya.

6. Sayuran dan Urab-uraban: Sayuran yang digunakan antara lain kangkung, bayam, kacang panjang, taoge, kluwih dengan bumbu sambal parutan kelapa atau urap. Sayuran-sayuran tersebut juga mengandung simbol-simbol antara lain:
a. Kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung dan tercapai.
b. Bayam (bayem) berarti ayem tentrem.
c. Taoge/cambah yang berarti tumbuh.
d. Kacang panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan/innovative.
e. Brambang (bawang merah) yang melambangkan mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang baik buruknya.
f. Cabe merah diujung tumpeng merupakan simbol dilah/api yang memberikan penerangan/tauladan yang bermanfaat bagi orang lain.
g. Kluwih berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding lainnya.
h. Bumbu urap berarti urip/hidup atau mampu menghidupi (menafkahi) keluarga.

Sumber dan referensi:
- Wikipedia
- Ganie, Suryatini N. 2003. Upaboga di Indonesia: Ensiklopedia Pangan & Kumpulan Resep. Jakarta: Gaya Favorit.
- Lombard, Denys. 2000. Nusa Jawa Silang Budaya (Jilid II: Jaringan Asia). Jakarta: Gramedia.
- Herayati, Yetti et.al. 1984-1985. Makanan: Wujud, Variasi dan Fungsinya serta Cara Penyajiannya pada Orang Sunda di Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.