".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Saturday, 2 August 2014

Filosofi dari Beberapa Makanan dalam Ritual Bancakan

Orang Jawa atau Sunda mengenal kata Bancakan yang merupakan suatu prosesi ritual yang diadakan sebagai simbolisasi rasa syukur kepada Sang Hyang Widi alias the Supreme Power dengan cara membagi-bagikan makanan kepada kerabat dan relasi.

Bancakan mempunyai lima unsur yang 'sunnah muakkad' untuk dipenuhi, yaitu apem, pasung (apem yang dililit daun pisang atau daun nangka yang dibentuk kerucut), gedhang atau pisang, ketan, dan kolak.

Menurut cerita pada jaman dahulu, para wali berusaha mengajarkan ajaran Islam kepada masyarakat dengan cara yang telah mereka mengerti, salah satunya adalah memodifikasi konsep dan bentuk sajen. Sebelum mengenal Islam, masyarakat telah mengenal dinamisme. Salah satu ritual yang 'wajib' mereka jalani adalah memberikan persembahan alias sajen kepada kekuatan tertinggi yang mereka tahu. Saat itu, mereka menganggap bahwa para arwah nenek moyang ataupun lelembut merupakan the supreme power.

Untuk mensosialisasikan hal itu, seorang wali mengubah kelima unsur yang disebutkan di atas dengan meluruskan bahwa the supreme power adalah Tuhan Yang Maha Esa. Menariknya, baik apem; pasung; gedhang; ketan dan kolak; menurut guru ngaji saya, berasal dari bahasa Arab.

Gedhang berasal dari kata ghadan yang berarti bersegeralah. Apem berasal dari kata 'afuwwun atau memohon ampun. Ketan berasal dari kata khatha'an atau kesalahan. Pasung berasal dari kata fa shaum yang berarti maka berpuasalah. Sedangkan kolak berasal dari kata khala atau kosong. Maka, jika digabungkan akan bermakna Bersegeralah memohon ampunan dari segala kesalahan dan berpuasalah agar semuanya kembali dalam keadaan kosong (dari dosa).