Masyarakat Banyumas sebagai salah satu masyarakat Jawa yang berada di
pinggiran mempunyai warisan naskah yang banyak koleksinya, terutama yang
tersimpan pada masyarakat sebagai milik pribadi. Naskah yang paling
digemari adalah naskah-naskah babad sebagai bentuk manifestasi
kekerabatan dari tokoh-tokoh Banyumas dengan nenek moyangnya di masa
lampau.
Naskah Babad Pasir mendeskripsikan relasi Banyumas dengan nenek moyangnya yang berasal dari Sunda, yang kemudian menjadi dinasti lokal yang secara kebudayaan berada di daerah perbatasan Jawa dan Sunda. Naskah lain adalah Babad Banyumas yang berelasi dengan Majapahit. Dari sini diketahui masyarakat Banyumas terhubung diri dengan kerajaan Sunda dan juga Majapahit, yang terletak di antara dua patron kebudayaan. Kedua naskah lebih banyak berbicara mengenai kekerabatan dan legitimasi dinasti lokal yang aspek-aspek kebudayaannya menyangkut ranah pemikiran manusia Banyumas dengan mengacu kepada kedua naskah tersebut.
Secara sekilas, baik Babad Pasir maupun Babad Banyumas, menyajikan beberapa informasi kuliner yang terkait dengan pantangan atau tabu yang ditemukan tradisinya dalam masyarakat.
Ada gejala yang menarik bahwa makanan pada masa lampau mungkin pernah sangat dikenal, sedangkan pada masa sekarang orang belum pernah merasakan makanan tersebut, misalnya daging ayam hutan dan pindang banyak (angsa), karena ditabukan dan belum pernah menyembelih angsa dan ayam hutan. Selain itu, ada darah dan hati anjing sebagai pengganti darah dan hati manusia.
Apakah tradisi memakan darah dan hati manusia sebagai pencerminan rasa benci seseorang kepada orang lain ? Kalau daging anjing sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya di kalangan bawah.
Ada sejumlah makanan yang dipantangkan oleh masyarakat Banyumas. Hal itu terjadi karena ada peristiwa yang berhubungan dengan tokoh nenek moyang, misalnya Raden Baribin memantangkan keturunannya agar tidak memakan daging ayam hutan. Begitu pula, dengan keturunan Warga Utama I untuk tidak memakan pidang angsa (banyak). Selain itu, ada makanan dan minuman yang dianggap suci sebagai sesaji pada tokoh legendaris dan mitis, misalnya, Kiai Bandayuda. Sesaji tersebut meliputi: (1) Wedang jembawuk, (2) Arang-arang kambang, (3) Gecak bang, (4) Dua buah pisang ambon yang dibakar, dan (5) Sirih dan pinang.
Sumber Referensi Artikel:
- Wikipedia
- Diskusi Prof Sugeng Priyadi, M. Hum
- Tuti Munawar [et al.], 1992, Sari Literatur Jawa: Abstract of Javanese
Naskah Babad Pasir mendeskripsikan relasi Banyumas dengan nenek moyangnya yang berasal dari Sunda, yang kemudian menjadi dinasti lokal yang secara kebudayaan berada di daerah perbatasan Jawa dan Sunda. Naskah lain adalah Babad Banyumas yang berelasi dengan Majapahit. Dari sini diketahui masyarakat Banyumas terhubung diri dengan kerajaan Sunda dan juga Majapahit, yang terletak di antara dua patron kebudayaan. Kedua naskah lebih banyak berbicara mengenai kekerabatan dan legitimasi dinasti lokal yang aspek-aspek kebudayaannya menyangkut ranah pemikiran manusia Banyumas dengan mengacu kepada kedua naskah tersebut.
Secara sekilas, baik Babad Pasir maupun Babad Banyumas, menyajikan beberapa informasi kuliner yang terkait dengan pantangan atau tabu yang ditemukan tradisinya dalam masyarakat.
Ada gejala yang menarik bahwa makanan pada masa lampau mungkin pernah sangat dikenal, sedangkan pada masa sekarang orang belum pernah merasakan makanan tersebut, misalnya daging ayam hutan dan pindang banyak (angsa), karena ditabukan dan belum pernah menyembelih angsa dan ayam hutan. Selain itu, ada darah dan hati anjing sebagai pengganti darah dan hati manusia.
Apakah tradisi memakan darah dan hati manusia sebagai pencerminan rasa benci seseorang kepada orang lain ? Kalau daging anjing sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya di kalangan bawah.
Ada sejumlah makanan yang dipantangkan oleh masyarakat Banyumas. Hal itu terjadi karena ada peristiwa yang berhubungan dengan tokoh nenek moyang, misalnya Raden Baribin memantangkan keturunannya agar tidak memakan daging ayam hutan. Begitu pula, dengan keturunan Warga Utama I untuk tidak memakan pidang angsa (banyak). Selain itu, ada makanan dan minuman yang dianggap suci sebagai sesaji pada tokoh legendaris dan mitis, misalnya, Kiai Bandayuda. Sesaji tersebut meliputi: (1) Wedang jembawuk, (2) Arang-arang kambang, (3) Gecak bang, (4) Dua buah pisang ambon yang dibakar, dan (5) Sirih dan pinang.
Sumber Referensi Artikel:
- Wikipedia
- Diskusi Prof Sugeng Priyadi, M. Hum
- Tuti Munawar [et al.], 1992, Sari Literatur Jawa: Abstract of Javanese