Makanan bisa menjadi petunjuk tentang kehadiran umat manusia dengan
kebudayaannya. Perjalanan panjang umat manusia bisa ditelusuri melalui
kehadiran berbagai jenis makanan. Untuk memperoleh pangan evolusi
kebudayaan panjang turut terbentuk sehingga memunculkan teknik dan
budidaya yang disebut pertanian. Hal ini terjadi juga di wilayah
Nusantara. Berbagai peradaban yang masuk dipastikan membawa berbagai
jenis makanan ke negeri ini sehingga sejarah kebudayaan pangan dan
perjalanannya membawa persilangan budaya melalui pangan.
Misalnya
penduduk India yang bermigrasi ke Nusantara memperkenalkan sistem padi
sawah dengan ciri penggunaan irigasi yang lebih maju dan penggunaan
bajak sawah. Pengaruh kebudayaan Cina terlihat seperti jenis mie, ca
atau makanan berkuah. Bangsa Barat membawa komoditas seperti kentang,
kol dan wortel. Keberadaan mereka juga membawa pengaruh pada cara
pemasakan yang masih bisa dikenal sampai saat ini. Hal ini membuktikan
pertemuan peradaban kuliner terjadi secara mulus. Setelah bangsa Barat
mengenal rempah-rempah dari daerah Nusantara, tidak mustahil pula
apabila di sana muncul berbagai jenis makanan baru yang sebelumnya tidak
dikenal.
Meja makan di Jawa adalah saksi persilangan budaya.
Makanan yang ada di meja merupakan hasil persilangan budaya yang
berlangsung mulus. Ratusan tahun persinggungan berbagai budaya dunia
telah menghasilkan makanan-makanan khas di pulau Jawa yang tanpa
disadari telah menjadi simbol kerukunan dalam kemajemukan. Di masyarakat
Jawa ada istiah “USDEK”, yaitu urutan perjamuan berupa unjukan
(minuman), snack (makanan ringan), dhahar (makanan pokok), es krim
(penutup), kondur (pulang). Urutan-urutan tersebut adalah pengaruh dari
Eropa yang dikenal dengan nama table manner. Orang Jawa tidak memiliki
tradisi makan dengan urutan-urutan tertentu. Es krim dan makanan ringan
pun termasuk pengaruh Barat.
Jejak kuliner hidangan (makanan,
minuman herbal, pastry dan buah lokal) telah diikaji keberadaannya pada
masa lampau. Serat Centhini adalah kitab yang disusun untuk menghimpun
pengetahuan Jawa, di antaranya masalah kuliner hidangan. Serat Centhini
yang selama ini hanya dikenal dengan informasi seks, namun ternyata
dalam ensiklopedia Jawa ini ditemukan berbagai masakan Jawa dan
bumbu-bumbunya serta cara mengolahnya.
Sejumlah makanan yang
masih dikenal hingga saat ini dikaji dalam serat Centhini, misal
tumpeng, sayur bening, rujak dan lain-lain. Makanan yang kurang dikenal
tetapi masih ada yang mengenal misal magana, gandhos, bongko, dll. Tata
urutan hidangan tidak ada yang baku. Jenis padi yang ditanam yang
sekarang masih dikenal seperti menthikwangi, yang tidak dikenal lagi
tambakmenur, jakabonglot, randhamenter. Padi ditanam dengan sistem padi
gaga. Selain padi ada pula jenis tanaman lain seperti buah-buahan,
umbi-umbian, biji-bijan, sayuran, daging dan ikan. Masing-masing
jenisnya sangat banyak. Dalam serat ini disebut pula cara memasak dan
alat masaknya. Ada beberapa makanan yang kemungkinan mendapat pengaruh
asing seperti bakmi ayam, soto, wedang ronde dan wedang serbat,
carabikang, mendut dan lain-lain.
Sudah sejak lama kemandirian
pangan digunakan sebagai komoditas politik yang sangat penting untuk
menentukan kemenangan. Para penguasa menyadari beras merupakan simbol
stabilitas ekonomi dan politik. Jika terjadi masalah dengan produksi
beras, pasti ada masalah pula dengan ketahanan kekuasaan. Kerajaan
Mataram dapat mencapai kejayaan karena beras sebagai makanan pokok
tersedia melimpah dengan harga yang terjangkau masyarakat. Dalam konteks
ini, hanya penguasa yang secara disiplin bisa menjamin beras dan
menjaga stabilitas harga yang bisa aman berkuasa. Bisa dikatakan
pemerintahan yang kuat terlihat dari kedisiplinannya dalam mengelola
kemandirian komoditas pangan sebagai sektor yang paling menentukan bagi
kemakmuran bangsa.
Sebelum abad ke13, ekspedisi Ferdinand
Magellan dari Spanyol dan ekspedisi Laksamana Cheng Ho dari China telah
melakukan perjalanan mengelilingi dunia. Mereka mempunyai cerita yang
berbeda, diantaranya karena masalah pangan. Mereka bertekad menjelajah
dunia demi mencari tempat rahasia rempah-rempah hingga melakukan
perjalanan sampai ke Nusantara. Pada waktu itu rempah-rempah
diperdagangkan ke Eropa oleh bangsa Arab dan India. Mereka merahasiakan
asal usul rempah-rempah itu.
Armada Cheng Ho lebih “berhasil”
karena mempunyai persediaan pangan yang lebih memadai, lebih bervariasi,
dan memenuhi kebutuhan awak kapal. Cina sudah mempunyai teknologi
ketahanan pangan yang bagus untuk pengawetan makanan. Dalam perjalanan
hingga berbulan-bulan mereka mampu menyediakan mengelola makanan dan
menghindari kebusukan makanan dengan berbagai cara. Seperti membuat
manisan untuk buah-buahan, dan asinan untuk sayuran. Selain itu mereka
mampu mengahalau tikus dan kutu yang menyebabkan kerusakan makanan
dengan semacam pertisida yang dibuat secara tradisional.
Berbeda
dengan bangsa Eropa yang hanya mengenail biskuit sebagai makanan tahan
lama dan belum mampu mengelola kerusakan makanan akibat kutu dan tikus.
Mereka hanya sanggup bertahan dengan makanan kurang dari dua minggu.
Portugis sebagai bangsa Eropa yang pertama kali menemukan daerah
(kepulauan) rempah-rempah mempunyai strategi tersendiri. Karena belum
mendapat cara untuk mengawetkan makanan, mereka membuat strategi pasokan
pangan agar bisa bertahan hidup di berbagai tempat. Mereka membuat
komunitas pemukiman Portugis di berbagai tempat yang strategis, agar
kapal yang singgah bisa mendapatkan pasokan pangan. Cara ini
meninggalkan jejak pangan yaitu bangsa Portugis yang terpengaruh lokal,
atau sebaliknya masyarakat lokal mendapt pengaruh dari Portugis.
Di
masa depan berbagai bahan baku dan makanan alternatif sangat dibutuhkan
untuk memenuhi krisis pangan yang mungkin terjadi. Kita tidak pernah
menyangka bahwa kini beberapa kekuataan dunia telah berinovasi sangat
jauh, bahkan melampaui sekat tahun dan abad untuk persiapan kiamat.
Mereka adalah Global Crop Diversity Trust, lembaga yang didanai badan
PBB untuk urusan pangan atau FAO (Food and Agriculture Organization),
dan Biodiversity Internasional yang berbasis di Roma, Italia.
Atas
prakarsa mereka, di Kutub Utara, sebuah gunung beku di Kepulauan
Svalbard, Norwegia, 1100 kilometer dari kutub utara, dibangun tempat
menyimpan biji-bijian dari seluruh dunia. Fasilitas ini disebut sebagai
Kubah Kiamat (Doomsday Vault). Kubah yang berada di dalam perut gunung
sedalam 127,5 meter tersebut mampu menyimpan cadangan bibit dari ratusan
bank benih dari seluruh pelosok dunia. Ruangan di dalamnya dapat memuat
4,5 juta sampel benih.
Penyebutan kubah kiamat karena
pembangunannya dimaksudkan untuk melindungi plasma nutfah. Jika terjadi
bencana alam yang sangat besar hingga memusnahkan sumber pangan,
biji-bijinya tersebut diharapkan menjadi penyelamat manusia dari
kelaparan. "Svalbard Global Seed Vault” merupakan kebijakan
penyelamatan. Ini adalah 'Bahtera Nuh' untuk melindungi keragaman
biologi generasi masa depan.
Catatan:
Disortir dari berbagai tulisan antara lain:
- Susan George: "Pangan (Dari Penindasan Sampai ke Ketahanan Pangan)"
- Andreas Maryoto: "Jejak Pangan. Sejarah, Silang Budaya dan Masa Depan"
- Catatan Resensi Buku dari Rama Prabu