Dalam filosofi Jawa, Ketupat Lebaran bukanlah sekedar hidangan khas Hari
Raya Lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam
bahasa Jawa, sebagai “Jarwa dhosok”, merupakan kependekan dari "Ngaku
Lepat dan Laku Papat". Dalam hal ini terkandung pesan agar seseorang
segera mengakui kesalahannya apabila berbuat salah.
a. Ngaku Lepat:
Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapn orang tua seraya memohon ampun, dan ini masih membudaya hingga kini. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khususnya orang tua.
b. Laku Papat:
Laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran. Budaya menyediakan hindangan ketupat pada tanggal satu syawal terkandung pesan agar seseorang melakukan tindakan yang empat tersebut, yakni:
- Lebaran
- Luberan
- Leburan
- Laburan
Lebaran:
Bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar. . Ini dimaksudkan bahwa satu syawal adalah tanda selesainya menjalani puasa, maka satu syawal biasa disebut dengan Lebaran. Di hari Lebaran itu diharuskan untuk makan, tidak puasa lagi, puasanya sudah selesai.
Luberan:
Bermakna meluber atau melimpah ibarat air dalam tempayan, isinya melimpah sehingga tumpah ke bawah. Ini sebagai simbol yang memberikan pesan untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin, yaitu sadaqoh dengan ikhlas seperti tumpahnya/lubernya air dari tempayan tersebut.. Pengeluaran zakat fitrah menjelang Lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.
Leburan:
Maknanya adalah habis dan melebur. Leburan, seiring dengan pengertian ngaku “lepat”, yaitu saling mengaku berasal dan saling meminta maaf dalam budaya Jawa pelaksanaan Leburan dalam satu syawal nampak pada ucapan dari seseorang yang lebih rendah status sosialnya kepada seseorang yang lebih tinggi status sosialnya atau dari anak kepada orang tua, yaitu ucapan “Mugi segeda lebur ing dinten menika”. Maksudnya pada momen Lebaran, dosa dan kesalahan kita akan melebur habis (lepas) karena setiap umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
Laburan:
Berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Dalam hal ini sebagai simbol yang memberikan pesan untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dan kesucian lahir dan batin. Jadi setelah melaksanakan leburan (saling maaf memaafkan) dipesankan untuk menjaga sikap dan tindak yang baik, sehingga dapat mencerminkan budi pekerti yang baik pula.
Demikian makna yang terkandung dalam ketupat yang dihidangkan yang makan dapat ingat akan makna dan pesan yang ada dan dapat melaksanakan pesan tersebut dalam wujud sikap dan tindak sebagai pengamalan budi luhur khususnya pada satu syawal dan dalam kehidupan sehari-hari.
Makna Filosofi Ketupat:
Makna filosofi ketupat sendiri menurut para ahli memiliki beberapa arti, diantaranya:
a. Mencerminkan beragam kesalahan manusia. Hal ini bisa terlihat dari rumitnya bungkusan ketupat ini.
b. Mencerminkan kebersihan dan kesucian hati. Setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan.
c. Mencerminkan kesempurnaan. Bentuk Ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya memasuki Idul Fitri.
d. Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, maka dalam pantun Jawa pun ada yg bilang "KUPAT SANTEN", Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten (Saya Salah Mohon Maaf).
Semua makna filosofi itu dihubungkan dengan kemenangan umat Muslim setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak hari yang fitri. Itulah makna, arti serta filosofi dari ketupat.
Namun, tujuan dari tradisi makan ketupat bersama keluarga maupun tetangga setelah salat sunah Ied diharapkan menjadi momen untuk saling mengakui kesalahan. Selain dari makna mengakui kesalahan, makna tersembunyi dari ketupat, bentuk segi empat ternyata wujud dari prinsip “kiblat papat lima pancer” yang berarti empat arah mata angin dan satu pusat. Prinsip tersebut kalau diotak-atik maknanya berarti empat arah mata angin utama, yaitu timur, selatan, barat, dan utara yang bertumpu di satu pusat. Bila salah satu arah mata angin itu hilang, maka keseimbangan alam goyah.
Terjemahan bebas filosofi tersebut bisa dikaitkan dengan arah jalan hidup manusia. Ke mana pun arah yang ingin ditempuh manusia hendaknya tidak akan lepas dari pusatnya, yaitu Allah Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, agar tidak goyah maka manusia harus tetap ingat kepada Sang Khalik sebagai pusat dari segalanya. Ada pula yang mengartikan prinsip “kiblat papat lima pancer” bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.
Dalam ritual tertentu, ketupat pada saat tertentu digunakan sebagai pelengkap sesaji dalam upacara daur hidup, yaitu untuk pelengkap sesaji selamatan empat bulan orang mengandung. Adapun jenis ketupat yang digunakan adalah ketupat jago, ketupat sinta, ketupat sido lungguh dan ketupat luwar.
Belum ditemukan sumber yang mengungkap makna yang ada di dalamnya dan kiranya perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut. Dalam upaya memberikan suatu yang baik, maka ketupat sebagai pelengkap sesaji selamatan empat bulan kehamilan diberikan makna sebagai berikut:
a. Empat jenis ketupat digunakan, diperkirakan ada hubungannya dengan masa kehamilan empat bulan.
b. Ketupat jago, dikandung maksud agar kelak jabang bayi yang akan lahir apabila leki-leki diharapkan dapat menjadi jago, yaitu mempunyai watak kesatriya dan mempunyai kedudukan yang tinggi.
c. Ketupat sinta. Sinta adalah simbol wanita cantik dan berburi luhur. Dalam hubungan ini diharapkan apabila anak yang akan lahir adalah wanita, memiliki paras yang cantik dan berbudi luhur.
d. Ketupat sido lungguh. Ada keyakinan bahwa pada kehamilan empat bulan Tuhan Yang Maha Esa meniupkan roh pada si jabang bayi, dengan demikian dalam kehamilan empat bulan jabang bayi yang di dalam kandungan menjadi sempurna lahir batin, dalam arti sebagai manusia kecil yang telah diberi unsur jiwa dan raga. Demikian pula jabang bayi yang diberikan kedudukan (sido lungguh) sebagai manusia kecil.
e. Ketupat luwar. Ketupat luwar diberikan arti lepas atau keluar. Simbol ini memberikan pesan agar kelak jabang bayi dapat lahir dengan mudah dan selamat. Juga simbol ini memberikan pesan “ngeluwari ujar”, yaitu lepasnya suatu harapan. Dalam hubungan dengan kehamilan berarti tercapainya harapan orang tua yang menginginkan anak melalui proses kehamilan. Dalam hal lain ketupat luwar digunakan sebagai sarana upacara yang terkandung maksud telah tercapainya suatu yang diinginkan.
Sumber dan referensi:
- Wikipedia
- CNNGO: "40 of Indonesia's best dishes"
- Kumpulan Sejarah Blog
- Yasi Site Blog