Bir jawa adalah salah satu minuman tradisional Yogyakarta. Minuman
ini sudah ada sejak Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memerintah. Pada
masa pemerintahan HB VIII, orang Belanda yang tinggal di Yogyakarta suka
minum bir. Bir itu minuman beralkohol. Warnanya kuning dengan busa di
atasnya. Orang Belanda minum bir untuk menghangatkan badan.
Dari
minuman itu Sultan Hamengku Buwono VIII terinspirasi dan punya ide
untuk membuat minuman penghangat badan, tapi tidak beralkohol. Itulah
bir jawa. Minuman berwarna kuning itu diramu dari berbagai rempah-rempah
seperti daun serai, serutan kulit kayu secang, kayu manis, kapulaga,
daun pandan, cengkeh, jahe dan gula pasir atau gula batu.
Semua
bahan ini direbus. Setelah berwarna kemerahan, air rebusan ditambah air
jeruk nipis, lalu disaring hingga ampasnya tertinggal. Setelah dingin,
air rebusan tadi dikocok, lalu dituangkan ke dalam gelas. Hasilnya
minuman ini berwarna kuning dengan buih-buih cantik yang ada di bagian
atas gelas. Benar-benar mirip bir yang sesungguhnya.
Agar tampilanya menyerupai bir sunguhan, biasanya sebelum disajikan, minuman ini dikocok dulu agar menimbulkan buih. Warnanya pun kemerahan. Minuman ini rasanya sangat segar bila disajikan dalam keadaan dingin, namun juga nikmat dinikmati saat hangat karena bisa menghangatkan tubuh dan juga menyehatkan.
Bir Jawa kemudian menjadi salah satu minuman khas kesukaan Sultan dan keluarga Keraton Kasultanan Yogyakarta. Minuman ini sudah ada sejak kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII yang memerintah sejak 1921-1939.
Konon minuman ini adalah sebagai suatu tandingan terhadap keberadaan minuman bir yang dibawa dan diperkenalkan oleh orang-orang Belanda pada masa kekuasaan kolonial dulu. Orang Belanda mengatakan bahwa dengan minum bir—yang tentunya beralkohol—akan membuat badan terasa segar. Oleh karena itu orang Jawa tidak mau kalah, dan membuat bir (bir Jawa) yang rasanya tidak kalah menyegarkan.