".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Saturday, 2 August 2014

Kuliner Tradisional Khas Tanah Karo

Tanah Karo merupakan daerah dataran tinggi yang berada di Sumatera Utara, kira-kira 72 Km perjalanan dari ibu kota provinsi Sumatera Utara, Medan atau sekitar 2 (dua) jam perjalanan. Seperti dataran tinggi lainnya di Indonesia, Tanah Karo yang berpusat di Kabanjahe memiliki pemandangan alam yang sangat menakjubkan.

Berbicara mengenai suatu daerah, pasti tidak akan lepas dari masakan khas. Begitu juga dengan Karo. Salah satu identitas khas Karo  yang belum hilang sampai saat ini dan memang tidak boleh hilang sampai kapanpun adalah bidang kuliner. Berbagai aneka ragam warisan kuliner tradisional khas Karo masih tetap bisa kita temui diberbagai wilayah di Indonesia yang ditempati dan yang dijaga kelestariannya oleh masyarakat Karo.

Adapun kuliner yang tetap eksis sampai saat ini, diantaranya adalah:

1. Cipera
Ciper merupakan masakan khas Karo yang terbuat dari potongan ayam kampung termasuk leher, sayap, kaki, hati,ampla dan dimasak dengan tepung jagung sampai empuk dan berkuah kental. Tepung jagungnya harus dari bulir tua jagung Medan, agar menghasilkan kuah yang kental.

Bulir jagungnya disangrai terlebih dulu, kemudian ditumbuk menjadi tepung. Tepung jagung inilah yang sebenarnya disebut cipera. Kuah kental ini bercitarasa pedas karena memakai cabe rawit, dan sedikit asam karena memakai asam tikala (dari buah honje/kecombrang).

Supaya pedasnya lebih menggigit dan mencuatkan karakter yang berbeda, ada juga yang menambahkan tuba (andaliman, Shanghai peppercorn) sebagai bumbu. Selain ayam, juga dicampurkan jamur merang (atau jamur kuping dan jenis jamur lainnya) ke dalam kuah. Ayamnya dimasak hingga sangat lunak dan menyerap bumbu.

2. Tasak Telu
Tasak Telu merupakan masakah khas Karo lainnya yang berarti “masak tiga” atau “tiga masakan” yang terdiri dari masakan ayam rebus yang dicampur dengan berbagai bumbu. Air rebusannya disisihkan dan disajikan sebagai kuah atau sup. Ayam rebusnya yang termasuk jeroannya dipotong-potong untuk disajikan. Bila dikehendaki, ayam rebus ini dapat dimasak lagi sebentar dengan darah ayam. Dalam bahasa setempat, darah disebut dengan istilah “getah”

Bagian tulang-tulangnya dimasak lagi dengan sebagian kuah dan dicampur dengan cipera. Dengan tambahan bumbu-bumbu, campuran ini menjadi kuah kental yang gurih. Kuah kental ini – sebagai elemen kedua dari sajian ayam tasak telu – nanti diguyurkan pada ayam rebus ketika menyantapnya.

Elemen ketiganya adalah cincang sayur. Berbagai sayur rebus – kacang panjang, batang pisang, jantung pisang, daun pepaya, daun singkong, tauge – diurap dengan parutan kelapa berbumbu.

3. Terites
Terites (atau kata lain pagit-pagit) merupakan salah satu makanan Khas Masyarakat karo yang paling unik, dimana makan ini terbuat dari berbagai jenis sayuran dan berisikan oleh jeroan atau bagian dalam Sapi, Kerbau, atau kambing. Bahan dasar dari makanan ini adalah rumput yang terdapat pada perut besar Sapi, Kerbau, atau Kambing.

Rumput yang digunakan belum jadi kotoran karena rumput ini diambil bukan dari usus besar nya atau bagian sistem pencernaan. Rumput ini masih segar karena ketika kerbau atau sapi memakan rumput maka rumput yang baru di mamah di mulut akan ditelan dan dimasukan kedalam lumbung penyimpanan (perut besar) dimana kemudian akan di mamah kembali baru rumput tersebut akan di masukan kebagian pencernaan. Nah di kantung penyimpanan itulah rumput tersebut di ambil. Tidak semua orang dapat mengolah bahan utama ini dengan baik, karena tidak jarang pengolahan yang tidak baik akan menyebabkan pagit-pagit berbau amis.

Rumput yang telah berbentuk ekstrak tersebut diambil dari lambung sapi, kerbau atau kambing dan dihaluskan, diperas dan kemudian direbus untuk menghasilkan kaldu. Kaldu ini diperoleh setelah 3-6 jam perebusan, yang terkadang dicampur dengan susu kental manis untuk menghilangkan bau. Warna kaldu yang dihasilkan tidaklah seperti kaldu kebanyakan, melainkan berwarna hijau kecoklat-cokelatan karena berasal dari rumput yang telah dimamah oleh sapi, kerbau atau kambing. Setelah kaldu dihasilkan, maka bahan-bahan seperti kikil, daging sapi atau kerbau dimasukkan dan diolah bersama bumbu-bumbu khas lainnya, seperti serai, jahe, asam yang cukup banyak, rimbang dan daun-daunan, seperti daun singkong.

Saat pertama kali melihat pagit-pagit, makanan ini tidak terlalu menarik, warna kaldu dan aromanya membuat orang enggan mencicipinya. Namun, kaldu ini memiliki cita rasa tersendiri dan biasanya orang akan ketagihan untuk mencicipinya lagi dan lagi. Makanan ini bukanlah makanan yang mudah diolah dan didapatkan sehingga keberadaannya pun sangat langka

Terites ini merupakan makanan khas yang biasanya dibuat atau di sajikan pada saat pesta besar seperti Merdang Merdem (Pesta Panen Tahunan).

4. Jong Labar
Jong Labar adalah kuliner kue yang terbuat dari campuran jagung yang diparut atau dicincang kasar, kemudian dicampur gula merah dan kelapa parut, dibubuhi garam juga lada hitam secukupnya. Kemudian, campuran bahan dibungkus daun pisang serta dikukus hingga matang. Jagung serta lada, dua bahan utama pembuatan Jong Labar.

Bukan hanya jajanan biasa, dalam Jong Labar sejatinya terkandung sejumlah kearifan lokal Karo. Salah satu di antara kearifan tersebut ialah ‘mangkok lawes mangkok reh’ yang bermakna bahwa siapa yang memberi akan menerima balasannya. Maka, tradisi Karo adalah menyediakan Jong Labar sebagai sajian manis yang dibuat dengan curahan kesungguhan agar kelak menerima balasan yang manis (baik) pula dari orang lain.

Lazimnya sesuatu yang manis tentunya mampu memperkokoh persatuan dan kekuatan bersama. Ini ditegaskan oleh kearifan ‘bagi buluh belin sada ndapuren’. Menyajikan hidangan manis merupakan itikad baik untuk menjalin hubungan yang erat dan saling berbagi kebaikan.

Adanya berbagai ragam variasi Jong Labar (menggunakan lada hitam atau tidak menggunakannya) yang harus disesuaikan dengan selera para tamu juga mengingatkan pada kearifan lokal Karo lainnya, yakni ‘pangan labo ate keleng, tapi angkar beltek’, artinya boleh melakukan apa saja tetapi harus memikirkan dampak yang ditimbulkannya. Kearifan lokal dimaksud mengandung nilai kepedulian serta toleransi yang teramat berharga dalam masyarakat multikultural Indonesia.

Yang disampaikan disini hanya sebagian kecil dari kuliner tradisional Karo. Mudah-mudahan dilain kesempatan ditemukan lagi refrensi mengenai kuliner khas Karo.

Menjuah-Juah…

Sumber dan referensi:
- Wikipedia
- Sejarah Karo Blog
- Kumpulan Artikel Kuliner Tanah Karo di Kompasiana oleh Bill Wong & Gita Elisa