Ketika kebanyakan orang berpikir tentang Istana, kata-kata pertama yang
biasanya muncul dalam pikiran adalah Presiden, bukan makanan. Namun
sebenarnya ada yang "lebih jauh dari itu"; salah satunya adalah kuliner.
Dulu di lingkaran istana ada Joop Ave yang banyak menyajikan masakan
lokal untuk tamu negara. Bahkan jaman bung Karno ada koki yang khusus
membuat sop buntut, pepes ikan dan sayur lodeh yang terkenal semasa itu.
Kesemua ini mengetengahkan tentang budaya kuliner Indonesia
Terlebih selama beberapa tahun terakhir, kita melihat perubahan mendasar dari masyarakat awam dalam cara tuntutan hidup dan makanan, khususnya di kota-kota besar, yakni meminta mutu makanan lebih segar, sehat dan bergizi. Masyarakat telah berkomitmen untuk mengatasi obesitas di komunitas mereka. Namun sayang komitmen Pemerintah belum terasa maksimal, karena kuliner semata-mata dianggap sebatas ikon makanan tradisional, bukan sebagai ikon gastronomi yang bisa mengangkat martabat warisan budi daya kita semua.
Kulineri adalah misi mulia yang merupakan tradisi citarasa bangsa yang harus ditempatkan pada tingkat yang elite agar tidak sekedar menjadi stigma kelangsungan hidup.
Apa yang ada di masa depan untuk ruang kuliner nusantara? Nah, yang pasti akan terus berkembang, tapi unik belum menjadi program kerja para penguasa dan elite politik negeri ini. Setiap negara memiliki rasa kuliner yang unik, karena kemungkinan tidak terbatas, dan ada selalu kekhas'an lebih untuk menemukan."
Berbekal aneka ragam kuliner Indonesia, saya mengajak elite politik merumuskan program kerja untuk mengangkat kuliner lokal menjadi sarana politik nasional. Kuliner lokal memiliki nilai ekonomi yang perlu terus ditingkatkan. Negeri ini banyak sekali kekhasan wisata kuliner, jika potensi tersebut dapat diolah maka secara otomatis dapat meningkatkan ekonomi warga dan harkat martabat bangsa.
Kuliner bisa kita gunakan sebagai sarana berpolitik. Politik adalah kerja. Kerja politik baru dikatakan berhasil jika memiliki faedah dan manfaat bagi masyarakat. Tujuan mengangkat nilai kuliner lokal ini, agar dapat mengangkat ekonomi para pelaku kuliner di tingkat lokal.
Untuk itu sudah waktunya para elite, penguasa dan partai politik membuat 'Kebijakan Politik Kuliner’ untuk program kerja dan nilai jual sampai ke pasar internasional. Kuliner nusantara merupakan aset budaya yang perlu diolah menjadi bagian dari pembangunan ekonomi berbasis kreatifitas bangsa.
"KEMBALI KE INDONESIA KULINER" itu adalah janji utama yang perlu di dapat dari para elite, penguasa dan partai politik di negeri ini. Sudah saatnya kuliner dimasukan dalam program kerja politik mereka.
Contoh yang bisa dilakukan, perlunya anggota parlemen dan jaringan media TV dan cetak mulai mendorong setiap kunjungan kerja pejabat negara (anggota DPR maupun Presiden / Wakil Presiden serta Menterinya) membawa Chef Indonesia untuk menjamu kuliner lokal kepada counterpart mereka dalam acara yang diselenggarakan di luar negeri. Ini salah satu bentuk promosi kerja politik elite kita yang seharusnya sudah mulai dilakukan dengan sesegera mungkin.
Kemlu melalui Perwakilan Indonesia mereka di luar negeri (KBRI, PTRI, KJRI & KRI) pun perlu membuat planning untuk memasukan Kebijakan Kuliner Nusantara sebagai alat lobby dan promosi dengan counterpart mereka yang tidak terbatas pada acara di rumah Indonesia tetapi mendorong adanya festival kuliner nusantara di Negara penempatan.
Perwakilan Indonesia di luar negeri diketahui sudah punya standard dalam "Mengatur Tabel Diplomasi", termasuk pada saat kunjungan pejabat negara Indonesia. Presiden perlu memerintahkan Kemlu melakukan kemitraan inisitatif dengan para Chef Indonesia untuk membangun visi diplomasi "pintar kekuasaan", yang mencakup penggunaan berbagai macam alat diplomatik, dengan memanfaatkan makanan nusantara, keramahan dan pengalaman bersantap sebagai cara untuk meningkatkan bagaimana diplomasi formal dilakukan, budidaya pemahaman budaya dan memperkuat hubungan bilateral melalui pengalaman bersama.
Pergunakan ide makanan sebagai landasan program diplomasi untuk belajar tentang budaya yang berbeda dalam mendiskusikan isu-isu bilateral terkait yang penting dari program perjananan dinas tersebut.
Malah bila diperlukan dalam acara kerja politik parpol (pilpres dan pilkada) urusan kuliner dimasukkan dalam program acara pembinaan ke masyarakat dengan mengajak pendukung mereka melakukan POTLUCK yakni membawa makanan masakan rumah untuk disajikan dalam acara kerja politik tersebut dan menilai mutu dan keunikan dari masakan yang dihidangkan.
Partai politik harus mampu meramu isyu-isyu kepartaian dengan memanfaatkan hati nurani pemilih melalui perut. Tradisi kuliner lokal adalah kuncinya, karena "Rahasia sukses kuliner masa depan ada di catatan masakan-makanan masa lalu. Jika kita dapat menggali dan menemukan resep tradisional para leluhur, maka kuliner Indonesia akan bisa jaya sekaligus bisa mengiringi modernisasi global, karena sebenarnya lestarinya keberadaan kuliner masa kini berasal dari kekayaan resep asli dan tradisi warisan masa lalu."
Wallahualam, semoga menjadi kenyataan.
Terlebih selama beberapa tahun terakhir, kita melihat perubahan mendasar dari masyarakat awam dalam cara tuntutan hidup dan makanan, khususnya di kota-kota besar, yakni meminta mutu makanan lebih segar, sehat dan bergizi. Masyarakat telah berkomitmen untuk mengatasi obesitas di komunitas mereka. Namun sayang komitmen Pemerintah belum terasa maksimal, karena kuliner semata-mata dianggap sebatas ikon makanan tradisional, bukan sebagai ikon gastronomi yang bisa mengangkat martabat warisan budi daya kita semua.
Kulineri adalah misi mulia yang merupakan tradisi citarasa bangsa yang harus ditempatkan pada tingkat yang elite agar tidak sekedar menjadi stigma kelangsungan hidup.
Apa yang ada di masa depan untuk ruang kuliner nusantara? Nah, yang pasti akan terus berkembang, tapi unik belum menjadi program kerja para penguasa dan elite politik negeri ini. Setiap negara memiliki rasa kuliner yang unik, karena kemungkinan tidak terbatas, dan ada selalu kekhas'an lebih untuk menemukan."
Berbekal aneka ragam kuliner Indonesia, saya mengajak elite politik merumuskan program kerja untuk mengangkat kuliner lokal menjadi sarana politik nasional. Kuliner lokal memiliki nilai ekonomi yang perlu terus ditingkatkan. Negeri ini banyak sekali kekhasan wisata kuliner, jika potensi tersebut dapat diolah maka secara otomatis dapat meningkatkan ekonomi warga dan harkat martabat bangsa.
Kuliner bisa kita gunakan sebagai sarana berpolitik. Politik adalah kerja. Kerja politik baru dikatakan berhasil jika memiliki faedah dan manfaat bagi masyarakat. Tujuan mengangkat nilai kuliner lokal ini, agar dapat mengangkat ekonomi para pelaku kuliner di tingkat lokal.
Untuk itu sudah waktunya para elite, penguasa dan partai politik membuat 'Kebijakan Politik Kuliner’ untuk program kerja dan nilai jual sampai ke pasar internasional. Kuliner nusantara merupakan aset budaya yang perlu diolah menjadi bagian dari pembangunan ekonomi berbasis kreatifitas bangsa.
"KEMBALI KE INDONESIA KULINER" itu adalah janji utama yang perlu di dapat dari para elite, penguasa dan partai politik di negeri ini. Sudah saatnya kuliner dimasukan dalam program kerja politik mereka.
Contoh yang bisa dilakukan, perlunya anggota parlemen dan jaringan media TV dan cetak mulai mendorong setiap kunjungan kerja pejabat negara (anggota DPR maupun Presiden / Wakil Presiden serta Menterinya) membawa Chef Indonesia untuk menjamu kuliner lokal kepada counterpart mereka dalam acara yang diselenggarakan di luar negeri. Ini salah satu bentuk promosi kerja politik elite kita yang seharusnya sudah mulai dilakukan dengan sesegera mungkin.
Kemlu melalui Perwakilan Indonesia mereka di luar negeri (KBRI, PTRI, KJRI & KRI) pun perlu membuat planning untuk memasukan Kebijakan Kuliner Nusantara sebagai alat lobby dan promosi dengan counterpart mereka yang tidak terbatas pada acara di rumah Indonesia tetapi mendorong adanya festival kuliner nusantara di Negara penempatan.
Perwakilan Indonesia di luar negeri diketahui sudah punya standard dalam "Mengatur Tabel Diplomasi", termasuk pada saat kunjungan pejabat negara Indonesia. Presiden perlu memerintahkan Kemlu melakukan kemitraan inisitatif dengan para Chef Indonesia untuk membangun visi diplomasi "pintar kekuasaan", yang mencakup penggunaan berbagai macam alat diplomatik, dengan memanfaatkan makanan nusantara, keramahan dan pengalaman bersantap sebagai cara untuk meningkatkan bagaimana diplomasi formal dilakukan, budidaya pemahaman budaya dan memperkuat hubungan bilateral melalui pengalaman bersama.
Pergunakan ide makanan sebagai landasan program diplomasi untuk belajar tentang budaya yang berbeda dalam mendiskusikan isu-isu bilateral terkait yang penting dari program perjananan dinas tersebut.
Malah bila diperlukan dalam acara kerja politik parpol (pilpres dan pilkada) urusan kuliner dimasukkan dalam program acara pembinaan ke masyarakat dengan mengajak pendukung mereka melakukan POTLUCK yakni membawa makanan masakan rumah untuk disajikan dalam acara kerja politik tersebut dan menilai mutu dan keunikan dari masakan yang dihidangkan.
Partai politik harus mampu meramu isyu-isyu kepartaian dengan memanfaatkan hati nurani pemilih melalui perut. Tradisi kuliner lokal adalah kuncinya, karena "Rahasia sukses kuliner masa depan ada di catatan masakan-makanan masa lalu. Jika kita dapat menggali dan menemukan resep tradisional para leluhur, maka kuliner Indonesia akan bisa jaya sekaligus bisa mengiringi modernisasi global, karena sebenarnya lestarinya keberadaan kuliner masa kini berasal dari kekayaan resep asli dan tradisi warisan masa lalu."
Wallahualam, semoga menjadi kenyataan.